Anda di halaman 1dari 8

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Uji Keaktifan Enzim
Sebelum digunakan, enzim amylase dan glukoamilase diuji terlebih dahulu
keaktifannya. Uji keaktifan enzim ini menggunakan indikator lugol. Lugol mendeteksi
keberadaan amilosa dan amilopektin. Uji ini menggunakan dua larutan yang sama dengan
perlakuan yang berbeda. Untuk uji keaktifan enzim -amilase kondisi operasi dibuat
bertemperatur 90C sedangkah untuk uji keaktifan enzim glukoamilasi kondisi operasi
bertemperatur 55-60C.Saat ditetesi lugol, larutan tidak menunjukkan perubahan warna
menjadi ungu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pati yang
mengandung amilosa dan amilopektin telah pecah menjadi gula yang berantai lebih pendek
seperti glukosa.

.
Gambar

Larutan Pati Setelah diberi Enzim Glukoamilase

3.2 Penentuan Kadar Glukosa


Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan menggunakan reagen Somogyi dan
Nelson. Metode ini menggunakan dua reagent yaitu larutan ion Cu2+ (CuSO4) dan larutan
senyawa hetero-polymolybdate kompleks. Setelah ditambahkan kedua larutan ini maka
larutan akan membentuk kompleks warna biru yang pekat hasil oksidasi Cu2+. Nilai
konsentrasi larutan dapat diketahui dengan menggunakan kurva baku hubungan antara
nilai absorbansi larutan dan konsentrasi glukosa. Nilai absorbansi larutan diketahui dengan
cara terlebih dahulu melakukan pengenceran pada larutan agar nilai absorbansi larutan
dalam terletak diantara rentang nilai absorbansi pada kurva baku.

Contoh Sampel yang Telah ditetesi Reagen Somogyi-Nelson

Konsentrasi Glukosa (ppm)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0

10

20

30

40

50

60

70

Waktu (menit)

Gambar

Kurva Hubungan Antara Waktu dan Konsentrasi Glukosa pada Tahap


Liquifaksi

Konsentrasi Glukosa (ppm)

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
0

50

100

150

200

250

300

350

Waktu (menit)

Kurva Hubungan Antara Waktu dan Konsentrasi Glukosa pada Tahap


Sakarifikasi

Kurva Teoritis Hubungan Antara Waktu dan Konsentrasi Glukosa Setelah


Pemberian Enzim

Glukosa yang terbentuk adalah sebesar 224,03 gr/L. Nilai konsentrasi glukosa
cenderung meningkat namun mengalami penurunan pada beberapa titik. Hal ini dapat
disebabkan oleh efek dari penambahan enzim glukoamilase yang tidak hanya berfungsi
untuk memecah pati menjadi glukosa namun juga dapat merubah glukosa menjadi maltosa
kembali, walaupun dengan kecepatan relatif lebih lambat. Selain itu, pengadukan juga
tidak berlangsung secara konstan sehingga memberikan hasil yang tidak optimal terbukti
dengan terlihat tidak seragamnya profil cairan pada beberapa bagian. Secara umum, kurva
hasil percobaan telah cukup mendekati profil kurva teoritis dengan terdapatnya fasa
eksponensial pada menit 180-270 dan stasioner kemudian agak menurut pada menit 270300.

3.2 Kinetika Michaelis Menten


Dalam kinetika Michaelis-Mentem terdapat dua buat parameter yang akan dicari
dari percobaan konversi enzimatik. Parameter-parameter tersebut adalah Vm dan Km. Vm
adalah kecepatan reaksi maksimum yang nilainya berubah seiring dengan penambahan
enzim. Sedangkan, Km adalah fungsi dari parameter kecepatan dan konsentrasi enzim
awal. Reaksi enzimatik umumnya mengikuti persamaan Michaelis-Menten, yaitu :
=

.
+

Persamaan reaksi :
S + E ES E + P
Dari persamaan reaksi diatas didapatkan penurunan rumus dengan metode plot
Lineweaver-Burk, yaitu:
1
1
1
=
. +


Dengan melakukan plot gambar dengan sumbu x adalah 1/r dan sumbu y adalah 1/s maka
akan didapatkan nilai Km dan Vm yang dicari.
0.14
0.12
y = 47.02x - 0.008
R = 0.289

0.1
1/-r

0.08
0.06
0.04
0.02
0
-0.02 0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

1/s

Gambar 3.2-1 Kurva Lineweaver-Burk untuk laju konsumsi pati saat t=0 hingga t=300
0.002
y = 0.0114x + 0.0001
R = 0.8551

1/-r

0.0015
0.001
0.0005
0
0

0.05

0.1
1/s

0.15

Gambar 3.2-2 Kurva Lineweaver-Burk untuk laju konsumsi pati saat t=0 hingga t=60

0.14
y = 66.24x - 0.003
R = 1

0.12
1/-r

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

1/s

Gambar 3.2-3 Kurva Lineweaver-Burk untuk laju konsumsi pati saat t=30 hingga t=60 proses
likuifaksi

Pada gambar 3.2-1 ditunjukan grafik penentuan parameter Michaelis-Menten dengan


rentang waktu dari awal proses likuifaksi hingga akhir proses sakarifikasi. Pada gambar
tersebut didapatkan nilai R2 yang sangat kecil. Hal ini diakibatkan karena fluktuasi nilai
konsentrasi pada proses hidrolisis. Pengadukan yang tidak merata atau pengadukan yang
kurang tepat posisinya dapat menjadi salah satu hal mengapa hal ini dapat terjadi. Oleh
karena itu untuk mendapatkan nilai R2 yang lebih bagus, dipilih delapan data awal yaitu
pada rentang t = 0 hingga t = 60 pada proses likuifaksi lalu sakarifikasi. Dari delapan data
yang dipilih tersebut didapatkan nilai Vm sebesar 10000 g/liter.menit dan nilai Km sebesar
114 menit-1. Tetapi, bila dari data seutuhnya didapatkan Vm sebesar 125 g/liter.menit dan
nilai Km sebesar 5877,5 menit-1. Oleh karena itu dapat dibuktikan bahwa kinetika reaksi
enzimatik yang dilakukan sesuai dengan persamaan Michaelis-Menten. Untuk gambar 3.23 menjelaskan kelinearan yang terjadi saat proses likuifaksi berjalan dengan sempurna.

3.4 Penentuan Kadar Pati


Tepung tapioka mengandung pati yang besar. Pada percobaan ini digunakan tepung
tapioka sebesar 16,67 % w/v. Pada proses hidrolisis pati, secara teori pati yang terkandung
dalam campuran tepung tapioka tersebut terus berkurang seiring dengan waktu
pemrosesan. Namun, pada kenyataanya kadar pati tidak sepenuhnya menurun secara linier
terhadap pertambahan waktu. Berikur grafik konsentrasi pati terhadap waktu :

Konsentrasi Pati (ppm)

16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0

20

40

60

80

Waktu (menit)

Konsentrasi Pati (ppm)

Gambar 3.4-1 grafik konsentrasi pati vs waktu pada proses likuifaksi


5000
4000
3000
2000
1000
0
0

100

200

300

400

Waktu (menit)

Gambar 3.4-1 grafik konsentrasi pati vs waktu pada proses sakarifikasi


Pada gambar 3.4-1 penurunan kadar pati berkurang secara drastis. Dari awal konsentrasi
pati sebesar 14453,6 ppm menjadi 542,01 ppm. Hal ini mengartikan bahwa proses
likuifaksi berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Alfa-amilase yang digunakan dapat
menghidrolisis pati dengan baik sehingga kadar pati menurun drastis. Lalu pada gambar
3.4-2 konsentrasi pati pada proses sakarifikasi berjalan kurang baik karena terjadinya
fluktuasi. Pada awal proses sakarifikasi, konsentrasi pati yaitu sebesar 3866,388 ppm lalu
konsentrasi tersebut turun dan naik sehingga adanya fluktuasi yang terjadi. Fluktuasi yang
terjadi dapat diakibatkan oleh banyak hal seperti kesalahan dalam penempatan pengaduk,
volume air dalam waterbath yang kurang merendam campuran, kesalahan ketelitian dalam
pengerjaan. Konsentrasi pati pada akhir sakarifikasi yaitu sebesar 813,015 ppm.
Konsentrasi pati pada akhir sakarifikasi menunjukan nilai yang lebih besar dari konsentrasi
pati akhir likuifaksi. Hal ini mungkin terjadi karena kekurang homogenan pencampuran
dalam proses sehingga kadar patinya tidak stabil.

3.3 Penentuan Nilai Dextrose Equivalent(DE)


Dextrose Equivalent merupakan nilai yang menunjukkan perbandingan antara
jumlah glukosa yang terbentuk dalam proses hidrolisis pati, dibandingkan dengan jumlah
karbohidrat total. Hidrolisis pati dikarakterisasi oleh nilai
percobaan didapat nilai DE adalah sebesar 99,63%.

DE tersebut. Dari hasil

Anda mungkin juga menyukai