Anda di halaman 1dari 33

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan gangguan kesadaran


1.1 ANATOMI FISIOLOGI :
Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik
protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif
primer di sebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. 3-5 Ada pula
lintasan asendens aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang
menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat
kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris
talami yang selanjutnya disebarkan difus keseluruh permukaan otak 4,5
Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre) terletak di rostral formasio retikularis
daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio
retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan
Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan
aspesifik ini, suatu impuls perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh
permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lrntasan tersebut terdapatlah
penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan
impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer.
Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun
pada tubuh ke seluruh korteks serebri.Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan
oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan,
sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut
neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh
sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.
1.2 ETIOLOGI
a. Menurut kausa :
1. Kelainan otak
Trauma
Komosio, kontusio, laserasio,hematoma epidural, hematoma subdural.
Gangguan sirkulasi
Perdarahan intraserebral, infark otak oleh trombosis dan emboli.
Radang

Ensefalitis, meningitis.
Neoplasma
Primer, metastatik.
Epilepsy
Status epilepsi.
2. Kelainan sistemik
Gangguan metabolisme dan elektrolit
Hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia, gangguan hepar, hipokalsemia,
hiponatremia
Hipoksia
Penyakit paru berat, kegagalan jantung berat,anemia berat.
Toksik
Keracunan CO, logam berat, obat, alkohol.
b. Menurut mekanisme gangguan serta letak lesi :
1. gangguan kesadaran pada lesi supratentorial.
2. gangguan kesadaran pada lesi infratentorial.
3. gangguan difus (gangguan metabolik).
Benyamin Chandra menggunakan istilah cemented yang merupakan huruf-huruf
pertama
penyebab gangguan kesadaran.
c= circulation (gangguan sirkulasi darah).
e= ensefalomeningitis.
m=metabolisme (gangguan metabolisme).
e=elektrolit and endokrin (gangguan elektrolit dan endokrin)
neoplasma.
trauma kapitis.
epilepsi
drug intoxication.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_GangguanKesadaran.pdf/05_Ganggua
nKesadaran.html

2. Memahami anatomi dan fisiologi saraf cranialis (N.1-N.12) termasuk pemeriksaan


saraf-saraf cranial
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri
dari; 1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5).
Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan dan 7). Fungsi sensorik

Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan
kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita
seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh
penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa,
kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai
pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang
mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa.
Penderita diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua
petunjuk sebaik mungkin.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat
mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern
tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubanglubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang
dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius
(I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis
(VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus
(XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII
merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang
dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan
X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.
II. 1. DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti kedua belas
pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari
otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai
organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.
II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1)SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.

Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir
di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai
korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu
makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah
menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan
stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke
serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2)SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf
ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari
sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabutserabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut
untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
3)SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau

nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior
yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
4)SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satusatunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi
otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat
kecil.
5)SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris,
dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah
bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6)SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.
7)SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis
akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar
persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8)SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang

mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan
serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki
pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
9)SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10)SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.
11)SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12)SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf
hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
II. 3. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a.Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang

hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang
atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus
frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan
salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan
pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai
terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
b.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field),
refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata
(visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter,
maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter
berarti visusnya kurang lebih 1/310.
ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek

tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
iii. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap
cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan
ukuran yang sama.
iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan
kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina
sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti
perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus
optikus.
v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.

2.Gerakan bola mata.


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas,
dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat
adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3.Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i.Bentuk dan ukuran pupil
ii.Perbandingan pupil kanan dan kiri
pupil sebesar 1mm masih dianggap normalPerbedaan
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang
disebut reflek akomodasi.Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya
sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil
(otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh
memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak
d.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
e.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada
ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain.
Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua
matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam

atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang
menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari
daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang
terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi
menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan
timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali
mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan
hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba
halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya
setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
2.Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi
masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot
pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya.
Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah
(yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan
pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan
pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan
kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi
eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri
dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks
cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya
(jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak

dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif
lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan
mulut yang kuat dan cepat.
f.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tandatanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul
letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot)
saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan
dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral
wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor
dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi
lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang
diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi
vestibuler

1)Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi
lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian
lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram.
Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne
dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus,
dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar
dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus
akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus.
Keadaan ini disebut Rinne negatif.
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan
terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal
pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan
mata tertutup, head tilt test (Nylen Baranny, dixxon Hallpike) yaitu tes untuk postural
nistagmus.
i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan
bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan
menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan
inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian
pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya
kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik
dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi
dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan
spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi
palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai

adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes
juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
j.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian
pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga
raba massa otot sternokleido mastoideus.
k.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar
mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak
ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi
lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
II.4. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS
CRANIALIS.
1)Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada
anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus
bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman
lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana
mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan
satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.

Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga
dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2)Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang.
Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan
kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras
penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila
terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia
atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu
dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.Trauma Kepala
2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3.Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat
jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a.Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan
intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain
hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis
retina.
b.Atrofi optik

Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal:
retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c.Neuritis optik.
3)Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III
juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak
mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1.Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari
kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer,
paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis
basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.
4)Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada
mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi
pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan
sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5)Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat
digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke
medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus
keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi
terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat

kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis,
neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri
komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6)Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah
sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering
oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak
bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot
ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7)Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan

hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8)Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis.
Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi
streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult
respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian.
Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah
dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke
trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
Pasca operasi trepansi serebelum
Pasca operasi di daerah kranioservikal

10)Saraf Asesorius (N. XI)


Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat
leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia
akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11)Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan
pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan
proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan
nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya.
Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat
lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam.
http://hennykartika.wordpress.com/2008/02/23/pemeriksaan-n-kranialis/
3. Menjelaskan pemeriksaan fungsi motorik dan kelainan klinis neurologis yang timbul
akibat gangguan fungsi motorik
Penentuan tingkat kesadaran
Batas antara berbagai derajat kesadaran tidak jelas. Untuk menentukan derajat gangguan
kesadaran dapat digunakan:
A. Glasgow Coma Scale = CGS
yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale & Jennet dalam tahun 1974 dan banyak
digunakan dalam klinik.
B. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)
Pada GSC tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek :
1. kemampuan membuka mata: EYE opening= E
2. aktifitas motorik: MOTOR response = M
3. kemampuan bicara: VERBAL response = V
1. Kemampuan membuka mata
a. dapat membuka mata sendiri secara spontan : 4
b. dapat membuka mata atas perintah : 3
c. dapat membuka mata atas rangsang nyeri : 2
d. tak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun : 1
2. Aktifitas motorik
Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai pada
anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannya
lebih bervariasi daripada tungkai.

a. mengikuti perintah : 6
b. adanya gerakan untuk menyingkirkan rangsangan yang diberikan pada beberapa
tempat : 5
c. gerakan fleksi cepat disertai dengan abduksi bahu : 4
d. fleksi lengan disertai aduksi bahu : 3
e. ekstensi lengan disertai aduksi : 2
f. tidak ada gerakan : 1
3. Kemampuan bicara
Menunjukkan fungsi otak dengan integritas yang paling tinggi
a. orientasi yang baik mengenai tempat, orang dan waktu : 5
b. dapat diajak bicara tetapi jawaban kacau : 4
c. mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti : 3
d. tidak mengeluarkan kata, hanya bunyi : 2
e. tidak keluar suara : 1
E+M+V=315
E + M + V : bergeser antara 3 dan 15.
Teasdale & Jennet menemukan pada 700 kasus trauma kepala skor E+M+V sebagai
berikut : >9 tidak ada kasus koma, nilai 8 : 58% dengan koma dan <7 : koma 100%.
Penilaian aspek kesadaran harus dilakukan tiap hari beberapa jam sekali yang dicatat
pada tabel sehingga memberikan suatu grafik. Keuntungan sistem ini.
- sangat sederhana dan tidak memerlukan alat khusus.
- mudah dikerjakan oleh petugas kesehatan.
- derajat dan lamanya kesadaran dapat diukur secara kuantitatif.
Pemeriksaan klinik penting untuk etiologi dan letaknya proses patologik (hemisfer batang
otak atau gangguan sistemik). Pemeriksaan sistematis dilakukan sebagai berikut :
Anamnesis
-- penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya.
-- keluhan penderita sebelum terjadi gangguan kesadaran.
-- obat-obat diminum sebelumnya.
-- apakah gangguan kesadaran terjadi mendadak atau perlahan-lahan.
Pemeriksaan fisik
-- tanda-tanda vital : nadi, pernapasan, tensi, suhu.
-- kulit : ikterus, sianosis, luka-luka karena trauma
-- toraks : paru-paru, jantung.
-- abdomen dan ekstremitas
Pemeriksaan neurologis
1. OBSERVASI UMUM .
gerakan primitif : gerakan menguap, menelan dan membasahi mulut.
posisi penderita : dekortikasi dan deserebrasi.
2. POLA PERNAPASAN :
dapat membantu melokalisasi lesi dan kadang-kadang menentukan jenis gangguan.
Cheyne-Stokes
Pernapasan makin lama makin dalam kemudian makin dangkal baik.

Hiperventilasi neurogen sentral


pernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi 25 per menit.
Lokasi lesi pada tegmentum batang otak antara mesensefalondan pons.
Apnestik
inspirasi yang memanjang diikuti apnoe dalam; ekspirasi dengan frekuensi 1 - 2/menit. Pola
pernapasan ini dapat diikuti
Klaster ("Cluster breathing")
respirasi yang berkelompok diikuti oleh apnoe. Ditemukan pada lesi pons.
Ataksik
pernapasan tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya. Lesi di medulla oblongata dan
merupakan stadium preterminal.
3. KELAINAN PUPIL :
Perlu diperhatikan besarnya pupil (normal, midriasis, miosis), bentuk pupil (isokor,
anisokor), dan refleks.Midriasis dapat terjadi oleh stimulator simpatik (kokain,
efedrin,adrenalin dan lain-lain), inhibitor parasimpatik (atropin,skopolamin dan lain-lain).
Miosis dapat terjadi oleh stimulator parasimpatik dan inhibitor simpatik. Lesi pada
mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak memberikan reaksi terhadap cahaya.
Pupil yang masih bereaksi menunjukkan bahwa mesensefalon belum rusak. Pupil yang
melebar unilateral dan tidak bereaksi berarti adanya tekanan pada saraf otak III yang
mungkin dapat disebabkan oleh herniasi tentorial.
4. REFLEKS SEFALIK :
Refleks-refleks mempunyai pusat pada batang otak. Dengan refleks ini dapat diketahui
bagian mana batang otak yang terganggu misalnya refleks pupil (mesensefalon), refleks
kornea (pons), Doll's head manoeuvre (pons), refleks okulo-auditorik (pons), refleks okulovestibuler = uji kalori (pons), gag reflex (medulla oblongata).
5. REAKSI TERHADAP RANGSANG NYERI :
Penderita dengan kesadaran menurun dapat memberikan respons yang dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. sesuai (appropriate)
Penderita mengetahui dimana stimulus nyeri dirasakan. Hal ini menunjukkan utuhnya sistem
sensorik dalam arti system asendens spesifik.
b. tidak sesuai (inappropriate)
Dapat terlihat pada jawaban berupa rigiditas dekortikasi dan rigiditas deserebrasi.
6. FUNGSI TRAKTUS PIRAMIDALIS :
Bila terdapat hemiparesis, dipikirkan ke suatu kerusakan strukturil. Ella traktus piramidalis
tidak terganggu, dipikirkan gangguan metabolisme.
7. PEMERIKSAAN LABORATORIK :
darah : glukose, ureum, kreatinin, elektrolit dan fungsi hepar.
pungsi likuor untuk meningitis dan ensefalitis.
funduskopi mutlak dilakukan pada tiap kasus dengan kesadaran menurun untuk
melihat adanya edema papil dan tanda-tanda hipertensi.
dan lain-lain seperti EEG, eko-ensefalografi, CT-scan dilakukan bila perlu.
Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Derajat
kesadaran atau tinggi rendahnya kesadaran mencerminkan tingkat kemampuan sadar

seseorang dan merupakan manifestasi aktifitas fungsional ARAS terhadapstimulus


somatosensorik.Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam
mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.
Perbedaan kedua aspek tersebut sangat penting sebab ada beberapa bentuk gangguan
kesadaran yang derajat kesadarannya tidak terganggu tetapi kualitas kesadarannya
berubah.
Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran :
Kompos mentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor, koma)
Kompos mentis :
Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat
terhadap rangsang visuil, auditorik dan sensorik.
Apati :
sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.
Delir : kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi,
iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi.
Somnolen :
penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak
tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan.
Sopor (stupor) :
penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat
dan berulang-ulang.
Koma :
tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya.
4. Memahami dan menjabarkan secara singkat patofisiologi stroke
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses
tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini
menjalar secara radial
dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang otak.
Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai
dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah
berat dapat
timbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon bahkan sindroma ponto meduler dan
deserebrasi. Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di
kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui
insisura tentorii.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.

Penyebab gangguan kesadaran pada golongan initerutama akibat kekurangan 0 ,


kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.
2

Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah.
Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak,
CMR 02
menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi
gangguan
mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.

Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan
kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal.
Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat
yang dimulai pada formasio retikularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.
Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang.
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam
tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter
mengalami

perubahan

patologik

pada

dinding

pembuluh

darah

tersebut

berupa

hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol


dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang
paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama.
Kenaikan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam
dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan
menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi
darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang

luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan

herniasi

otak

pada

falk

serebri

atau

lewat

foramen

magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak

serta

terganggunya

drainase

otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/04/askep-stroke.html
Patofisiologi

Darah merupakan suatu suspensi yang terdiri dari plasma dengan berbagai macam sel yang
terdapat di dalamnya. Dalam keadaan fisiologik, jumlah darah yang mengalir ke otak ialah
50-60 ml/100 gram otak/menit atau 700-840 ml/menit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADO dibagi dalam:
A. Faktor Ekstrinsik
* Tekanan Darah Sistemik (TDS), pada keadaan normal, naik turunnya TDS tidak
mempengaruhi ADO karena adanya autoregulasi.
* Diameter pembuluh darah. Resistensi vaskuler terbesar terjadi pada pembuluh darah
terkecil. Bila lumen menyempit 70%, maka akan mengganggu ADO.
* Kualitas darah
o Viskositas darah. Bila hematokrit naik, maka viskositas darah akan meningktya pula,
resistensi serebrovaskuler juga naik sehingga ADO menurun.

o Eritrosit, terjadi peningkatan agregasi eritrosit dan penurunan deformabilitas eritrosit.


o Platelet
B. Faktor intrinsik
* Autoregulasi
Yaitu kemampuan pembuluh darah arteriol otak untuk mempertahankan ADO meskipun
terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Autoregulasi akan berfungsi dengan baik, bila
tekanan sistolik 60-200 mmHg dan tekanan diastolik 60-120 mmHg.
* Faktor Biokimiawi
o Karbon dioksida (CO2)
Peningkatan tekanan CO2 akan menyebabkan vasodilatasi, sehingga resistensi serebral turun,
akibatnya ADO akan meningkat.
o Oksigen (O2)
Bila tekanan O2 turun kurang dari 50 mmHg akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
sehingga ADO meningkat dan sebaliknya.
o Pengaruh ion H+
Bila kadar ion H turun (asidosis) maka daerah iskemik akan berubah jadi infark.
o Ion K+
Ion K mencapai ruang ekstraseluler saat aktivasi kortikal dan mencapai otot-otot pembuluh
darah melalui difusi dan ini bertanggung jawab terhadap peningkatan perfusi regional.
* Susunan saraf otonom
Rangsang sistem simpatis servikal akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak,
sehingga ADO turun.
Iskemia Otak 3

Iskemia Otak ialah gangguan aliran darah otak (ADO) yang membahayakan fungsi neuron
tanpa perubahan yang menetap. Bila ADO turun pada batas kritis yaitu 18 ml/100 gr
otak/menit maka akan terjadi penekanan aktivitas neural tanpa perubahan struktural dari sel.
Daerah otak dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra sistemik. Disini sel relatif inaktif
tapi masih viable.
Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air dan natrium pada substansia
grisea dan setelah 12-48 jam terjadi kenaikan yang progresif dari kadar air dan natrium pada
substansia alba, sehingga memperberat edem otak dan meningkatkan tekanan intrakranial.
Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral yang diperdarahi oleh pembuluh
darah tersebut akan mengalami iskemia berat sampai infark.
Infark otak 3
Dengan bertambahnya usia, DM, hipertensi, dan merokok merupakan faktor terjadinya
aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima
dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium dan disertai pula
perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar yang menyebabkan permukaan
menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi
penyumbatan (trombosis). Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi penumpukan
lipohialinosis yang dapat mengakibatkan mikroinfark.
Ada 3 jalur terjadinya trombus yaitu :
a. Melalu asam arakidonat
b. Melalui ADP
c. Melalui faktor aktivasi platelet (PAF)
Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal kolesterol dalam a. karotis dan a.
vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli
arteri intrakranium, yang akhirnya menyebabkan iskemia otak. Adanya kelainan katup
jantung baik kogenital maupun karena infeksi, atrial fibrilasi merupakan faktor resiko
terjadinya embolisasi.

http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-hemoragik
5. Memahami dan menjelaskan secara singkat manifestasi klinis cerebro vascular
disease/stroke
Manifestasi stroke tergantung besarnya lesi bisa terjadi :
1) Hemiparese / hemiplegia
2) Hemiparestesia
3) Afasia / diafasia motorik atau sensorik
4) Hemianopsi
5) Dysartria
6) Muka tidak simetris
7) Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkordinasi
Tergantung dari lokasi lesi maka terjadi gangguan berupa :
1. Bila lesi terjadi di cerebrum
Maka gangguan gerakan tangkas diiringi dengan tanda-tanda gangguan upper
motoneuron seperti :
a) Meningkatnya tonus otot pada sisi yang lumpuh
b) Meningkatnya refleks tendon pada sisi yang lumpuh
c) Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh.
2. Bila lesi terjadi di cerebelum
Maka gangguan ketangkasan gerakan diiringi tanda-tanda :
a) Menurunnya tonus otot pada sisi terganggunya gerakan tangkas
b) Menurunnya refleks tendon pada sisi terganggunya gerakan tangkas
c) Refleks patologis negatif.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/lemah-separuh-badan
6. Memahami dan menjabarkan secara singkat paresis N VII perifer (bells palsy)
Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah no 7..sehingga menyebabkan
kelumpuhan pada otot wajah disalah satu sisi. Ingat kelumpuhan hanya terjadi di satu wajah
yang terkena. Ini yang membedakanya dengan stroke. Ditandai dengan susahnya
menggerakkan otot wajah dibagian yang terserang, seperti mata tidak bisa menutup, tidak
bisa meniup, dsb. Penyebab kelumpuhan ini masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli
menyatakan penyebabnya adalah karena terpapar angin dingin disalah satu sisi wajah secara
terus menerus, ada juga yang menyatakan hal itu disebabkan oleh virus herpes yang menetap
ditubuh dan aktif kembali karena trauma, faktor lingkungan, stres dll. Sebagian penderita
bisa sembuh tanpa pengobatan, tapi disarankan untuk menjalani terapi dan pengobatan agar
bisa segera sembuh.
Bell's Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter dari abad 19 yang pertama
menggambarkan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada syaraf wajah. Meski

namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara estetika ataupun fungsi pada wajah.
Artinya muka yang terlihat cantik dan bagus di depan kaca itu tidak terjadi dengan
sendirinya. Karena, bila salah satu saja syarafnya minta istirahat, maka proporsi wajah
menjadi tidak seimbang. Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka
penyok.
penyebabnya
Bell's palsy
disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi; akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut
terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls/rangsangnya
terganggu; akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat
diteruskan.
Kausanya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes simpleks;
virus tersebut dapat dormant (`tidur') selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang
bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak
menular.
gejalanya
Otot-otot wajah satu sisi lumpuh sehingga wajah menjadi miring/mencong, kelopak mata
tidak dapat menutup sehingga bola mata akan berair terus-menerus, sebaliknya akan kering
di malam hari (jika tidur). Kesulitan berbicara dapat terjadi akibat mulut/bibir yang tertarik
ke satu sisi. Kadang-kadang kemampuan mengecap/merasa juga terganggu dan suara-suara
terdengar lebih keras di satu sisi yang terkena.
Yang rentan terhadap Bell's palsy
Umumnya mengenai remaja usia 20-an dan lanjut usia setelah 60 tahun. Wanita hamil,
penderita diabetes melitus dan pasca flu juga lebih berisiko.
Pengobatan
Kebanyakan akan pulih tanpa pengobatan dalam 2 minggu; tetapi umumnya digunakan
kortikosteroid seperti prednison dan antivirus seperti asiklovir dalam 2 3 hari pertama;
pengobatan dini dengan cara ini memperbaiki prognosis sampai 20%. Kira-kira 70% sembuh
dalam beberapa bulan, 15% masih merasa sedikit kelemahan. Pada kira-kira 10 20%
pasien, Bell's palsy dapat terulang.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bell's_palsy

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/21_Kapsul.pdf/21_Kapsul.html
7. Memahami dan menjelaskan secara singkat pemeriksaan CT scan kepala
8. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan CVD/stroke
Harus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kerusakan yang ireversibel bahkan kematian. Terapi bertujuan mempertahankan homeostasis
otak agar fungsi dan kehidupan neuron dapat terjamin.
Terapi umum :
1. resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :
a. memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan napas, sniffing position, artificial
airway, endotracheal inlubation, tracheotomy.
b. pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas berupa :
- pernapasan mulut ke mulut/hidung.
- pernapasan dengan balon ke masker.
- pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.
c. peredarah darah
Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi berupa :
- kompresi jantung dari luar dengan tangan.
- kompresi jantung dari luar dengan alat.
d. obat-obatan
Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara intravena, seperti epinefrin,
bikarbonas, deksametason,glukonas kalsikus dan lain-lain.
e. elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis
apakah terhentinya peredaran darah karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps
kardiovaskuler.
f. resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa,bertujuan untuk melindungi
otak dari kerusakan lebih lanjut.
g. intensive care
2. anti konvulsan bila kejang.
Terapi kausal :
segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan.
Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu interaksi yang konstan dan efektif
antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak. Penyebab gangguan

kesadaran ialah multi faktorial dengan proses patologis yang berlokasi supratentorial,
infratentorial ataupun difus dalam susunan saraf pusat.
Pada lesi supratentorial dan infratentorial, gangguan kesadaran terjadi karena kerusakan pada
"ARAS" sedangkan gangguan difus oleh kekurangan 02, kekurangan glukosa, gangguan
peredaran darah serta pengaruh toksin. Kesadaran meliputi dua aspek yakni derajat kesadaran
dan kualitas kesadaran. Tingkat kesadaran dapat berupa komposmentis, apati, delir, sopor dan
koma.Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran sehari-haridalam klinik dapat
digunakan
Glasgow Coma Scale yangmenilai kesadaran menurut 3 aspek yaitu kemampuan membuka
mata, aktifitas motorik dan kemampuan bicara.Pemeriksaan klinik dan neurologik secara
sistematis perlu untuk dapat mengetahui etiologi dan letaknya proses patologik penyebab
gangguan kesadaran.
Penanggulangan gangguan kesadaran harus dilakukan cepat dan tepat untuk menghindari
terjadinya kematian dan kerusakan otak yang lebih berat.
Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam
sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
sebagai berikut:

Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian

kejang umumnya memperberat defisit neurologic


Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan

analgetik dan kadang antiemetic


Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke

batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
Selain itu harus diwaspadai adanya:
Transformasi hemoragik dari infark
Hidrosefalus obstruktif
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari

kemudian.
Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada
infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.

Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien

menderita juga trombosis vena dalam (DVT).


Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau
akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi gangguan

ritme jantung.
Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%
penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia

kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama terjadi
pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi

neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.


Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau

gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.
Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan

antagonis H2 pada pasien stroke ini.


Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus

sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.


Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.

http://www.strokebethesda.com Menggunakan Joomla! Generated: 17 December, 2009,


18:26
Prognosis
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologiknya
setelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan maturasi iskemi otak. Infark luas yang
menimbulkan hemiplegi dan penurunan kesadaran 30-40 %. Sekitar 10 % pasien dengan
stroke iskemik membaik dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang
akan mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama kematian setelah jangka panjang
adalah penyakit jantung.
9. Memahami dan menjelaskan birrul walidin

Durhaka Kepada Dua Orang Tua, Dosa Besar


Kewajiban anak terhadap orang -tua, yaitu berbuat baik, taat dan menghormat. Ini sesuai
dengan panggilan fitrah yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Dan yang lebih hebat
lagi ialah hak ibu, sebab dialah yang paling berat menanggung penderitaan waktu
mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapanya, ibunya
telah mengandung dia dengan susah-payah dan melahirkannya dengan susah-payah pula;
mengandung dan menyusuinya selama 30 bulan." (al-Ahqaf: 16)
Diriwayatkan:
"Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi dan bertanya: Siapakah manusia yang lebih
berhak saya kawani dengan baik? Ia menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapa?
Ia menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ibumu! Dia
bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ayahmu!" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Nabi anggap durhaka kepada dua orang tua itu sebagai dosa besar, sesudah syirik. Begitulah
sebagaimana ungkapan al-Quran.
Oleh karena itu dalam hadisnya, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
"Maukah kamu saya terangkan sebesar-besar dosa besar --tiga kali. Mereka menjawab: Mau,
ya Rasulullah! Maka bersabdalah Nabi, yaitu: menyekutukan Allah, durhaka kepada dua
orang tua --waktu itu dia berdiri sambil bersandar, kemudian duduk, dan berkata: Ingatlah!
Omongan dusta dan saksi dusta." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
"Ada tiga orang yang tidak akan masuk sorga: 1) orang yang durhaka kepada dua orang tua;
2) laki-laki yang tidak ada perasaan cemburu terhadap keluarganya; 3) perempuan yang
menyerupai laki-laki." (Riwayat Nasa'i, Bazzar dan Hakim)

"Semua dosa akan ditangguhkan Allah sampai nanti hari kiamat apa saja yang Dia
kehendaki, kecuali durhaka kepada dua orang tua, maka sesungguhnya Allah akan
menyegerakan kepada pelakunya dalam hidupnya (di dunia) sebelum meninggal." (Riwayat
Hakim dan ia sahkan sanadnya)
Allah memperkuat pesannya untuk berbuat baik kepada dua orang tua ini, ketika kedua orang
tua tersebut telah mencapai umur lanjut, kekuatannya sudah mulai menurun, mereka sudah
mulai sangat membutuhkan pertolongan dan dijaganya perasaannya yang mudah tersinggung
itu. Dalam hal ini Allah berfirman sebagai berikut:
"Tuhanmu telah memerintahkan hendaklah kamu tidak berbakti kecuali kepadaNya dan
berbuat baik kepada dua orang tua, jika salah satu di antara mereka atau keduanya sudah
sampai umur tua dan berada dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu katakan kepada
mereka itu kata-kata 'uff' (kalimat yang tidak menyenangkan hati), dan jangan kamu bentak
mereka, tetapi katakanlah kepada mereka berdua kata-kata yang mulia. Dan rendahkanlah
terhadap mereka berdua sayap kerendahan karena kasih, dan doakanlah kepada Tuhanmu: Ya
Tuhanku! Berilah rahmat mereka itu, sebagaimana mereka telah memeliharaku di waktu aku
masih kecil." (al-Isra': 23-24)
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/3039.html

Anda mungkin juga menyukai