Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995)
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang paling tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi sudah
dapat menyebabkan kejang. Bila kejang telah terjadi pada demam yang tidak tinggi,
anak mempunyai risiko tinggi untuk berulangnya kejang. Kejang demam dibedakan
menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana berlangsung singkat, kurang dari 10 menit, tonik klonik, serangan
akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam. Kejang
demam kompleks cirinya kejang berlangsung > 15 menit; kejang fokal atau parsial
satu sisi, atau kejang umum didahului kejang partial; berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. (Natalina Soesilawati, dr. Sp.A. RS. Mitra Keluarga)
Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal di otak.
Gejala-gejala yang timbul dapat bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang
terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan suatu sensasi aneh, kekakuan
otot yang tidak terkendali, dan hilangnya kesadaran.
Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak-anak
yang berusia dibawah 5 tahun. Kejang demam dapat timbul bila seorang anak
mengalami demam tinggi, biasanya suhu tubuh meningkat dengan cepat mencapai 39
derajat Celsius atau lebih. Walaupun hal ini sangat mengkhawatirkan bagi orang tua,
kejang seperti ini umumnya terjadi singkat dan jarang menimbulkan masalah, kecuali

bila demam yang terjadi berkaitan dengan infeksi serius seperti meningitis. Anak yang
mengalami kejang demam tidak mempunyai kecenderungan untuk mengalami
epilepsi. (Kejang Demam. Tips-tips, Pediatrik.Com. 24 April 2004)
2. Etiologi
Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula
darah, infeksi, cedera kepala, keracunan, atau overdosis obat-obatan dapat
menyebabkan kejang. Selain itu, kejang juga dapat disebabkan oleh tumor otak atau
kelainan saraf lainnya. Kurangnya oksigen ke otak juga dapat menyebabkan kejang.
Pada beberapa kasus, penyebab kejang mungkin tidak diketahui. Kejang yang terjadi
berulang mungkin merupakan suatu indikasi akan adanya suatu kondisi kronik yang
dikenal sebagai epilepsi. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith
Lemli Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dankekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi
lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel
sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang
berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea
dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada

seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
4. Klasifikasi kejang demam
Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
a. Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh
yangberlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

b. Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) :


kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit,
dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Lalu apa yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun
gejalanya sama yaitu kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi,
episode kejang tidak disertai dengan demam.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di
bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat
karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.
5. Manifestasi klinik
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh

hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai


beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam
yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari
30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya
dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang
demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara

tiba-tiba)
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada

anak-anak yang mengalami kejang demam)


Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung

selama 10-20 detik)


Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya

berlangsung selama 1-2 menit)


Lidah atau pipinya tergigit
Gigi atau rahangnya terkatup rapat
Inkontinensia (mengompol)
Gangguan pernafasan
Apneu (henti nafas)
Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau

lebih
Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
Mengantuk
Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
6. Penatalaksanaan
a. Penanganan Umum Saat Kejang
Jangan panik berlebihan.
Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.
Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum

sadar.
Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan

diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.


Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit.

Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda
dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan

penurun demam bila ia sudah sadar.


Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang,

berusahalah untuk tetap tenang.


Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.
Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan
anda untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami

kejang.
Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.
Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan

mengobati demam.
b. Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit
Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
Pemberian oksigen melalui face mask
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam


Usia

Dosis IV (infus)

Dosis per rektal

(0.2mg/kg)

(0.5mg/kg)

< 1 tahun

12 mg

2.55 mg

15 tahun

3 mg

7.5 mg

510 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

510 mg

1015 mg

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang

selang infus, 0,5 mg/kg per rektal


Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik
seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan
utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang,
mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital
dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Diazepam jarang digunakan untuk memberantas kejang pada BBL dengan alas
an
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi

peningkatan bilirubin dalam darah


Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang
demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah

pemeriksaan teliti oleh spesialis


Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin
15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.
Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah

sebagai berikut.
Antipiretik Antipiretik

tidak

mencegah

kejang

demam

Penelitian

menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang


demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian

asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.


Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten
(berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko
tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang tua merupakan
syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain
ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan
rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat
terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan . Efek sedasi

(menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang

lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.


Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan
sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam
secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup
pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di
masa yang akan datang .

c. Konsep Dasar Asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti
pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk
waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan
yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan
otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi
serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
Tujuan
Setelah diilakukan tindakan keperawatan 324 jam suhu tubuh normal,
dengan

Kriteria hasil :
TTV stabil, suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi
1. Kaji tanda-tanda vital
R/ mengetahui status kesehatan pasien
2. Bantu pasien dalam beraktifitas
R/ membantu pasien
3.
Ajarkan keluarga untuk memberikan kompres
R/ menurunkan suhu tubuh
4.
Ciptakan lingkungan bersih dan tenang
R/memberikan kenyamanan dalam beristirahat
5.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipyretic
2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan bersihan
jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
Pasien dapat bernafas efektif kembali
Sekresi mukus berkurang
Intervensi
1. Kaji pola napas pasien
R/ : untuk mengetahui pola napas pasien.
2. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
3. Ajarkan keluarga pasien untuk memposisikan pasien semi fowler atau
high fowler
R/ : memudahkan pasien dalam proses respirasi
4. Batasi kunjungan dan berikan ketenangan
R/ memberikan kenyamanan dalam beristirahat
5 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
3. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui,

mempertahankan

aturan

pengobatan,

meningkatkan keamanan lingkungan


Intervensi
1. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.
2. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe
dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.

3. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi


klien dari trauma atau kejang.
4. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapi anti comvulsan
4. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
1. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui
penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti.
5. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
3. Evaluasi
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat

DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejangdemam.html)
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/kejang-demam.html

Anda mungkin juga menyukai