Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe
dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan
oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus.
2. Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah
masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain
berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadangkadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia,
Ataksia, Paralisis syaraf otak.

3. Manifestasi klinis

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama


dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala
berupa ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang
mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit
pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku
kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang
kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang
tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam,
penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit
nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia,
hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan
langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan
saraf terhadapantigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular,
dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala
infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul
tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan
sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan.
Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau
umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi,
gangguan bicara dan gangguan mental.
Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:
a.
Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat
b.
Patogenesitas agen yang menyeran
c.
Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita
4. Komplikasi
Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :

a. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps)


atau cacar.
b. Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,
penglihatan dan pendengaran
c. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara
menetap
d. Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus
maupun gangguan mental sering terjadi.
e. Komplikasi pada bayi biasanya berupa :
Hidrosefalus
Epilepsi
Retardasi mental karena kerusakan SSP berat
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu
membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi
limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih
dalam batas normal.
b. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat
bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG
atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak
ada tanda klinis flokal, biopsydapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang
biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
6. Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya

gejala-gejala

neurologik.

Tujuan

penatalaksanaan

adalah

mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,


pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana yang
dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya
berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi,
perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3
menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3
dosis.

d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan


intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik,
0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik
dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat
kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dll. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.
f. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
1) Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar
di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
2) Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
3) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien
tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak
dapatdievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
6) Pola Aktivitas
Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx

Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.


Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak
dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot
pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan

otot berkurang karena pxEnsefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang


dihadapi bila terjadi komplikasi ke

jantung ,ginjal, mudah terInfeksi

berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum,


7)

gangguan pertumbuhan
Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis

kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
2. Diagnose Kepearawatan
1. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
Tujuan
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :
menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi
1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan
indikasi
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi
2. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri
3. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
4. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi
sedikit pada meningitis
R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot
daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
6. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan :
narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan
ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis
2. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
Tujuan
Klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan Kriteria : BB
dalambatas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi
nutrisi
Intervensi
1. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai
R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI
2. Kaji antropometri setiap hari

R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi


3. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi
klien
4. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari
makan pedas/terlalu asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi klien
5. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan
R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan mulut dan memudahkan masukan diet
6. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan
R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori
3. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM
Terbatas
Tujuan
Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang
ditunjukkan

oleh

tidak

Mempertahankan/meningkatkan

terdapatnya
kekuatan

kontraktur,
dan

fungsi

footdrop.
umum.

Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.


Intervensi
1. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
(0-4)
R/. Pasien mampu mandiri (nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan
yang

minimal

(nilai

1);

memerlukan

bantuan

sedang/dengan

pengawasan/diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang


terus-menerus dan alat khusus (nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan (nilai 4).
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan
posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat
badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada
paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya secara
teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang
sangat terbatas.
3. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi

sendi/posisi

ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.


4. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.

normal

R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan


membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko
terjadinya trauma jaringan.
4. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
Tujuan
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil
Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas
atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol
penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang
mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Obs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
5. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
Tujuan
Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
sensorik/motorik.

Mendemonstrasikan

TTV

stabil.

Melaporkan

tak

adanya/menurunkan sakit kepala.


Intervensi
1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko
herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan
lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral
3. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi
sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan
darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin mengikuti
kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan
peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD

sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah diastolic(tekanan darah


yang melebar)
4. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga
tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan
mungkin akan dapat menurunkan TIK.
5. Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,
metilprednison(medrol)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan
edema serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinyafenomena
rebound ketika menggunakan manitol.
6. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
Tujuan
Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil
Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang
tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan
nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut
relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valium dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Observasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
7. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
Tujuan
Tidak terjadi kontraktur
Kriteria hasil
Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik,
terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau
membantu program perawatan.
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan
lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .

4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam


R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada
kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

Anda mungkin juga menyukai