Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Disusun Oleh:
Isnadiah
Soraya

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUSPAU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014

DAFTAR ISI
Daftar Isi..............................................................................................................................2
Bab I
Pendahuluan.........................................................................................................................3
Bab II
Osteomielitis.......................................................................................................................4
Bab III
Kesimpulan........................................................................................................................14
Daftar Pustaka....................................................................................................................14

BAB I

PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan
struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Pada dasarnya,

semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan
osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri.
Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%),
Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus
influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen. (Robbins 2007)
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau
menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu
sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk
melalui luka tersebut. (anonym, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel
sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per
100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang
mendasari. (Randall, 2011)

BAB II
OSTEOMIELITIS

Anatomi dan Fisiologi


Pada umumnya penyusun tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari material
yang sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-lapisan berikut ini:

a.

Periosteum

Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum. Periosteum
merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk
jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat
melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi,
pertumbuhan dan reparasi tulang rusak.
b. Tulang Kompak (Compact Bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini teksturnya halus
dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung
kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.
Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan
anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung
serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki
dan tulang tangan.
c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai dengan namanya
tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang
dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang
disebut trabekula. Tulang ini terdiri atas batang yang halus atau selubung yang halus yaitu
trabekula (L. singkatan dari trabs = sebuah balok) yang bercabang dan saling memotong ke
berbagai arah untuk membentuk jala-jala seperti spons dari spikula tulang, yang ronggarongganya diisi oleh sumsum tulang. Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang
berongga seperti spon (busa). Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat

memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut
trabekula.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum
tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang
spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan
penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

Definisi
Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang, myelo
artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana berarti infeksi tulang atau
sumsum tulang. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang
dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. (randall).
Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan
sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita
artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami
sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.

Insidensi dan Etiologi


Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.
Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%),
Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli
(1-2%).

Adapun penyebab penyebab osteomielitis ini adalah:


1.

Bakteri

Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70%
- 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus.
2.

Virus

3.

Jamur

4.

Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:
1.

Aliran darah

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa
membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada
orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat
penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
2.

Penyebaran langsung

Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik
seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang
menembus tulang.
3.

Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya

Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu.
Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi
penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah
(misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan
demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik

adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis
akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk
pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan
intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya
disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis
rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami
infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis
Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara. Kuman dapat
masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran hematogen dari
situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama pembedahan
dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.
Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul
antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi
untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang
menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi
ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada
matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan
aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal
dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada
orang dewasa merupakn suatu kejadian yang jarang terjadi.

Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal
yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang
menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga
ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum
menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan
menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari
korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan
kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis
termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi, malnutrisi, gangguan
fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah
penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan
penggunaan rokok.

Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis

Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini menimbulkan edema
periosteal dan pembengkakan jaringan lunak. Fokus kemudian semakin berkembang
membentuk jaringan eksudat inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal
serta selulitis dibawah jaringan lunak .Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas
daerah lesi, infeksi menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak
dimana abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis
tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan berlanjut
kedalam kavum medula.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur, daya
tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran
darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat
menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis
pada daerah metafisis tulang panjang.
Proses

selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah metafisis

disertai

pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah.


Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul
trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.
Disamping itu pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam
periosteum sepanjang diafisis ( terutama anak anak ) sehingga terbentuk suatu
lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan

jaringan

sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua.
Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus ( discharge ) dari
involucrum keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada
jaringan lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi

osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta
diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses
Brodie.
Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem
klasifikasi yang dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi
muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu
(dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan
kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya
trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus
diabetikum.
Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala :
akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit
dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak.
Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah
pemasangan prosthesa dan sebagainya.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3
bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut
sekuester yang dibungkus involukrum.
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang
diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari
penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial, stadium 3 medular dan
kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan kortikal difus.
Gejala klinis

Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat
berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi
bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang
konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Osteomielitis hematogenik akut
Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini
mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan saluran napas atas. Gejala
lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan
fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala gejala umum timbul akibat bakterimia dan
septikemia berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya Nyeri tekan dan terdapat Gangguan pergerakan sendi
oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme
lokal.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP, LED, dan
leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi. Pada
pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu setelah itu
dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak
ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis
hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewings
sarkoma, dan histiositosis Langerhans. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan
diagnosis pasti.

Osteomielitis Subakut
Osteomielitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak anak dan remaja.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit pembengkakan

dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi
selama beberapa minggu atau mungkin berbulan bulan. Suhu tubuh biasanya normal.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak
memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan
kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya
osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona
sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang
panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings
Sarcoma.
Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan
bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih
jauh lagi.
Gejala klinisnya yaitu penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari
luka/sinus setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang kadang disertai demam
dan nyeri lokal yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksan fisik
ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin
dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat
fraktur terbuka atau osteomielitis pada penderita. Pada pemeriksaan radiologis dapat
ditemukan adanya tanda tanda porosis dan sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi
periosteum dan mungkin adanya sekuestrum.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos

Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf. Setelah 7-10
hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous bone.
Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi pada
korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi
tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang
yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat
oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara yang
menyebabkan terjadinya gas gangrene. Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai
area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

b.
Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi pasien
pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif namun
tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa dibedakan dari
neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun,

radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan
prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi sequestra pada
osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding involukrum
disekelilingnya.
Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki
spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum
atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirahbaring,
keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan
ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah
pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau
keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa
akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat
ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat terjadi pada pasien dengan retensi alat ortopedi,
debridemen jaringan nekrotik yang inkomplit, immunocompromised, atau resistensi terhadap
antibiotik. Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini untuk menentukan
apakah dibutuhkan terapi tambahan.
Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi bedah
untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik melindungi kuman
dari leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft tissues yang mati dan semua

fragmen tulang bebas harus dibersihkan dari luka. Pada osteomielitis kronik, sequestrum
harus dibuang seluruhnya dengan meninggalkan involukrum tetap ditempatnya. Kulit, lemak
subkutan, dan otot harus didebridemen secara tajam hingga berdarah. Untuk mendeteksi
viabilitas dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari permukaan trabekula.
Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya
tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas
penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,
kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum
telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab
b. Dosis yang tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan
f. Antibiotika antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik
Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :
a. Abses tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur
d. Selulitis
e. Fistel

BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan
struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu
sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah
maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (8990%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan
Eschericia coli (1-2%).
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,
pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan
rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

Daftar Pustaka

1. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in


Emergency Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/785020overview#showall
2. Anonym, Osteomyelitis.2011. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/
osteomyelitis/DS00759

3. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 1992
4. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview
5. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994
6. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :
Appleton & Lange ; 2003

Anda mungkin juga menyukai