Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang


diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada
tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4
penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan
penyakit ini di jepang pada tahun 1916. Penyakit ini dapat menyerang
semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar
kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor
resiko tinggi tertular penyakit occupational ini. 1
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian
besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir
musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis. 2
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui.
Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed,
unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala
asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal. 2
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150
kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di
Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di
daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.2
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang
juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak
berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan
Kalimantan.1

Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 540%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk
dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita
immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.1
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa
mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati
yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi
lagi.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun
1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit
lain yang juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weils
disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp
fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.1
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak
spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium.
Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara
telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk
emerging infectious disease.1,4

II.2

Etiologi
Etiologi Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak
ditemukan di negara beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira
interrogansdengan berbagai subgrup yang masing-masing terbagi lagi atas
serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti
anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus,
musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak
pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur
dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi
leptospira.1,2,3
3

Leptospirosis

disebabkan

oleh

genus

leptospira,

family

treponemataceae, suatu mikororganisme spirochaeta. Ciri khas organism ini


yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang
sangat halus, letaknya 0,-0,2 um. Salah satu ujung organism sering
membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak
ditemukan adanya flagella. Sprichaeta ini demikian halus sehingga dalam
mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecilkecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi
leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan
leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). 3

Gambar 2.1
Bakteri
leptospira
menggunakan
mikroskop
elektron tipe scanning
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Genus leptospira terdiri dari 2 kelompok atau kompleks, yang patogen
L.interrogans, dan yang non pathogen atau saprofit L.biflexs kelompok
patogen terdapat pada manusia dan hewan. Kelompok yang patogen atau
L.interrogans terdiri dari sub grup yang masing-masingnya terbagi lagi atas
berbagai serotype (serovar) yang jumlahnya sangat banyak. Saat ini telah
ditemukan 240 serotipe yang tergabung dalam 23 serogrup. Sub grup yang
dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L.
javanica, L. celledoni, L. canicola, L ballum, L. pyrogenes, L. cynopteri, L.
automnalis, L. australis, L. pomona, L. grippothyphosa, L. hebdomadis, L.
4

bataviae, L. tarassovi, L. panama, L. bufonis, L. andamana, L. shermani, L.


ranarum, L. copenhageni.3
Beberapa seropati menyebabkan panyakit dengan gejala yang berat,
bahkan dapat berakhir fatal seperti L.icterohaemorrhagiae, tetapi ada
serogrup atau seropati dengan gejala yang ringan, misalnya infeksi L.
automnalis, L. bataviae, L. pyrogenes, dan sebagainya. 3
Menurut beberapa peneliti yang tersering menginfeksi manusia adalah
L.icterohaemorrhagiae,

dengan

reservoir

tikus,

L.canicola,

dengan

reservoirnya anjing dan L. pomona dengan reservoirnya sapi dan babi.3


II.3

Epidemiologi
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang
diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada
tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4
penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan
penyakit ini di jepang pada tahun 1916. Penyakit ini dapat menyerang
semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar
kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor
resiko tinggi tertular penyakit occupational ini. 1
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian
besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir
musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis. 2
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui.
Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed,
unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala
asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal. 2
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150
kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di
Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di
daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.2
5

Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang


juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak
berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan
Kalimantan.1
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 540%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk
dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita
immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.1
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa
mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati
yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi
lagi.1
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.
Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan,
penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh
tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku
juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai,
seperti berenang atau rafting.3
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira
lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi
terhadap hewan tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah
saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan
antibodi positif pada rentang 8-29%.3
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata
dilaporkan peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang
beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu
kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air, berkendara roda
dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan

air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga


menambahkan resiko.3

II.4

Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke
jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular
maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi
spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana
sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan di
sana dan dilepaskan melalui urin.4
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai
beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis
dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme
hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria
berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese
leptospirosis; invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan
reaksi imunologi.4

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan


toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada
bebrapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan
endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat
gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada
leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati
pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ.
Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan
sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan
yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal,
leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata.4
Leptospira dapat masuk ke dalam cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan
gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi leptospirosis.
Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan
pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ:8
a. Ginjal
Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk
lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal.
Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan
8

nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan invasi


langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
b. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dan kolestasis. Pada kasus-kasus
yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasnya
organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
c. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstisiil edema dengan
infiltrasi sel mononuklear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium da
endokarditis.
d. Otot rangka
Pada otot rangka terfadi perubahan-perubahan berupa lokal nekrotis,
vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada
leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan
antigen leptospira pada otot.
e. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase
leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang
terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.
f. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/ptekie pada
mukosa, permukaan serosa, dan alat-alat visera dan perdarahan dibawah
kulit.
g. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk ke dalam CSF dan dikaitkan dengan terjadinya
meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi,
tidak pada saat memasuki CSF. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meningens
9

dengan sedikit peningkatan sel mononuklear arakhnoid, Meningitis yang


terjadi adalah meningitis aseptik, biasanya paling sering disebabkan oleh
L. canicola.

Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesa leptospirosis, yaitu :


invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan rekasi imunologi.
Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :


ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan


- Ginjal

: nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati

: gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai


hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru

: inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik

: nekrosis fokal

10

II.5

- Jantung

: petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata

: dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis.

Penularan(1,2,3)
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau
lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun
selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine
binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini
terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau
kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada
genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat
menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi
mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan,
atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.9

II.6

Manifestasi Klinis
11

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 20 hari, biasanya 7 - 12


hari dan rata-rata 2 - 20 hari.
Gambaran klinik pada leptospirosis :5
Yang sering : demam, menggigil, sakit kepala,anoreksia, mialgia,
Konjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali,
ruam kulit, fotofobia.

Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare,


edema, splenomegali, gagal ginjal,asites, miokarditis.

Manifestasi klinik Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase


yaitu :
a. Fase Leptospiremia Demam mendadak tinggi sampai menggigil
disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual
muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase
ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala
klinis untuk sementara. 9
12

b. Fase Imun Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah,


sehingga gambaran klinis bervariasi dari demam tidak terlalu
tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis
dengan manifestasi perdarahan spontan.
c. Fase Penyembuhan Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan
patogenesis yang belum jelas. Gejala klinis pada penelitian
ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot,
ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan
menggigil serta splenomegali.
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan
berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli
lebih senang membagi penyakit ini menjadi leptospirosis anikterik (non
ikterik) dan leptospirosis ikterik. 7
a. Leptospirosis anikterik
Mulai fase awal / septikemia mendadak, dengan demam, mengigil
kedinginan, nyeri kepala berat, malaise, mual, muntah, dan sering nyeri
otot hebat yang melemahkan. Kolaps sirkulasi tidak bisa, tetapi beberapa
penderita menderita bradikardi dan hipotensi. Khas, anak lesu, dengan
deheidrasi ringan smapai sedang. Tanda-tanda fisik tambahan meliputi
nyeri otot ekstrim, yang paling mencolok di tungkai

bawah, spina

lumbosacral dan perut. Manifestasi yang jarang adalah faringitis,


pneumonitis, artritis, karditis, koless\istitis dan orkitis.
Fase kedua atau fase imun dapat menyertai masa singkat tidak
bergejala dan ditandai dengan demam berulang. Meningitis septik ini
merupakan tanda utama dari fase imun. Walaupun profil CSS abnormal
pada 80 % anak terinfeksi, hanya 50 % mempunyai manifestasi
meningeal. Gejala-gejala yang dapat dihubungkan dengan SSS sembuh
13

secara spontan dalam satu minggu / lebih. Uveitis dapat terjadi selama
fase ini, uveitis ini dapat bilateral / unilateral dan biasanya sembuh
sendiri, jarang menyebabkan gangguan penglihatan permanen.
b. Leptospirosis ikterik (Penyakit Weil / Weil Disease)
Bentuk leptospirosis berat ini terjadi pada < 10 % anak yang terkena.
Manifestasi awal serupa dengan manifestasi awal yang digambarkan
pada leptospirosis anikterik. Namun, fase imun, berbeda, ditandai dengan
bukti adanya disfungsi hati dan ginjal secara klinis dan laboratorium.
Pada kasus yang mendadak berat, fenomen hemorragik dan kolaps
kardiovaskular juga terjadi. Kelainan hati meliputi nyeri kuadran atas,
hepatomegali, hiperbilirubinemia direk dan indirek, dan kenaikan sedang
enzim hati serum. Demam biasanya menetap antara fase septikemia dan
fase imun. Demam pada fase imun lebih tinggi dan lebih lama daripada
demam leptospirosis anikterik. Ikterus tampak mulai hari ke-3 atau mulai
pada minggu ke -2. Kadar bilirubin dapat mencapai 60-80 mg/dl, tapi
sebagian besar kurang dari 20 mg/dl. 6
Manifestasi ginjal lazim ada, dapat mendominasi gambaran klinis,
dan merupakan penyebab utama kematian pada kasus yang mematikan,
semua penderita mempunyai tanda-tanda kelainan pada analisis urin
(hematuria, proteinuria dan silinder ) dan azotemia sering ada, disertai
dengan oligouria dan anuria.6
II.7

Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien
biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza,
syndrome syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis
hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada
anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang
muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata
merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
14

meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila
organ

hati

terlibat,

bilirubin

direk

meningkat

tanpa

peningkatan

transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi
komplikasi pada ginjal. Trombositopeni terdapat pada 50% kasus. Diagnosis
pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.5

Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data
epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan
lingkungan pasien, serta jangan lupa menanyakan ada riwayat kontak
langsung dengan binatang atau dengan tanah atau air yang terkontaminasi
dengan kencing binatang. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan,
yaitu ; demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual,
muntah, nafsu makan menurun, dan merasa mata makin lama makin

bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.5,6
Pemeriksaan Fisik
- Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta
conjungtival suffusion.
- Gejala klinis yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan
mialgia.
- Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral dipalpebra pada hari ketiga
selambatnya hari ke-7 terasansakit dan sering disertai perdarahan
konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan infeksi
faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.
- Mialgia dapat snagat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri

hebat dan hiperestesi kulit. 5,6


Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium :
a) Pemeriksaan darah : leukosit normal atau menurun, peningkatan
netrofil, trombositopenia ringan, LED meninggi, pada kasus berat
ditemukan anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang
biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b) Pemeriksaan fungsi hati : jika tidaka ada gejala ikterik : fungsi hati
normal, gangguan fungsi hati, SGOT, SGPT dapat meningkat.
15

c) Pemeriksaan laboratorium khusus : pemeriksaan bakteriologis dan


serologis. Pemeriksaan bakteriologis, dilakukan dengan cara : bahan
biakan / kultur leptospira degan medium kultur Stuart, Fletcher, dan
Korthof. Diagnosa dapat ditegakkan dalam waktu 2-4 minggu
-

terdapat leptospira dalam kultur.


Gold standard pemeriksaan serologis adalah MAT (Mikroskopik
Aglutination Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik
untuk mendeteksi titer antibody aglutinasi dan dapat mengidentifikasi
jenis resevoar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari
ke-6-12). Dengan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibody
> 1:100 dengan gejala klinis yang mendukung.

IgM elisa merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosa secara dini,
tes akan positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin
tidak khas. Tes ini sangat sensitive dan efektif (93%). Tes penyaring
yang sering dilakukan di Indonesia adalah lepto Dipstik asay, lepto
tekanan dridot dan lepto tekanan lateral flow.10

Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari
pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic.
Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang
kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit.
Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium
Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan
medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur ,
karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11
hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat
digunakan.10
Serologi

16

Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk


mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan
Polymerase Chain Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody
stain, dan mikroskop lapangan gelap.10
II.8

Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit.
Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi
mereka yang mempunyai resiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya
dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih
binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan
bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang
mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian
terhadap tentara amerika di hutan panama selama 3 minggu, ternyata dapat
mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2 % menjadi 0,2%, dan efikasi
pencegahan 95%.7
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil
dilakukan, masih memrlukan penelitian lebih lanjut.7

II.9

Terapi
- Kuratif
Terapi pilihan (drug of choice) untuk leptospirosis sedang dan berat
adalah penilicin G parenteral 6-8 juta u/m2 / 24 jam, terbagi dalam 6 dosis
selama 7 hari.5,6
Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, tetrasiklin (10-20 mg/kg/24
jam) harus diberikan secara oral/intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7
hari. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah perawatan suportif.
Pemasukan cairan dan balans elektrolit harus diperhatikan. Keadaan seperti
gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi memerlukan
penanganan yang spesifik dan cermat.5,6
Antibiotik sebaiknya diberikan sebelum organisme merusak
endotel pembuluh darah dari berbagai organ atau jaringan. Leptospira
merupakan penyakit self limiting dengan prognosis yang cukup baik.
17

Bahkan pasien dengan leptospirosis ikterus yang berat sembuh tanpa


pengobatan spesifik. Beberapa peneliti menunjukkan tak jelasnya efek
antibiotik terhadap beratnya penyakit atau pencegahan terjadinya gangguan
susunan saraf pusat, hati, ginjal atau penyulit perdarahan. Juga dibuktikan
bahwa lamanya leptospiremia dan adanya organisme dalam cairan
serebrospinal tidak terpengaruh oleh pengobatan. 9
Tabel 1. Pilihan antibiotik pada terapi Leptospirosis
Leptospirosis Anikterik
Antibiotik
Pilihan
pertama

Ampisilin

75

Leptospirosis Ikterik

100 -

Penisilin

100,000

mg/kgBB/hari.
U/kgBB/hari, intravena, tiap 6
-Amoksisilin
50mg/kgBB/hari,
jam,
oral, tiap 6-8 jam, selama 7 hari
- Ampisilin 200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam
-Amoksisilin 200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam

Pilihan

-Doksisiklin

40mg/kgBB/hari, -Eritromisin 50 mg/kgBB/hari,

kedua

oral, dua kali

intravena

Alergi

-Doksisiklin

- Eritromisin 50 mg /kgBB/hari,

Penisilin

40mg/kgBB/hari,oral,2x

sehari, intravena (data penelitian in-vitro)

selama

(tidak

direkomendasikan

hari
untuk

umur

dibawah 8 tahun)

- Penanganan khusus6
1. Hiperkalemia : diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin
(10-20 u regular insulin dalam infuse dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan
cardiac arrest.
2. Asidosis metabolic : diberikan natrium bikarbonat dengan dosis (0,3 x
kgBB x deficit HC03 plasma dalam MEq/L)
3. Hipertensi : diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung : pembatasan cairan, digitalis dan diuretic
18

5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati
dan

sirkulasi.

Penting

untuk

menangani

kausa

primernya,

mempertahankan oksigenasi/sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat


anti konvulsi.
6. Perdarahan : transfuse
Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan akibat
trombositopeni
7. Gagal ginjal akut : hidrasi cairan dan elektrolit, dopamine, diuretic,
dialysis.

II.10

Komplikasi4,5,6

Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal.
Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria,
azotemia, bilirubinuria, urobilinuria.
Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe, yaitu
gagal ginjal akut oliguri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe
katabolic, dimana produksi ureum > 60 mg% / 24 jam gagal ginjal oliguri
bila produksi urin <500 ml/24 jam, dan disebut bila produksi urin <100
ml/24 jam. Prognosis gagal ginjal akut non-oliguri lebih baik disbanding

gagal ginjal non-oliguri


Perdarahan Paru
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, diduga akibat dari
endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kerusakan kapiler.
Hemoptisis terjadi pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada pleura
alveoli, trakeo bronchial, kelainan berupa : kongesti septum paru,
perdarahan alveoli yang multifocal,

imfitrasi sel mononuclear.

Manisfestasi klinis : bauk, blood tinget sputum sampai terjadi hemoptisis


masif sehingga menyebabkan asfiksia.
Liver Failure
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6 dapat terjadi pada hari ke 2 atau ke 9.
Pada hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel kufer. Terjadi
ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kerusakan sel hati
19

2. Gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan sekresi bilirubin,


sehingga meningkatkan kadar biliburin.
3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan
meningkatkan kadar bilirubin.
4. Proliferasi sel kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.
Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan terjadi adanya lesi endotel kapiler
Shock
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang
mempunyai peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini
adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat
intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh efek
dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi.
Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi
permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi

jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ.


Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan
sistem konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis
koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat bervariasi dari tanpa
keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongestif yang
fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetik
yang berbeda-beda pada setiap penderita.
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi
karena akan tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan baru
jelas saat fase pemulihan. Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk
kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab aritmia,
gangguan konduksi atau payah jantung yang secara struktural dianggap

normal.
Encepalopathy
Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada
cairan cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel
leukosit 10-100/mm3, sel terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel
mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein meningkat (dapat
mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda meningismus
tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan
20

patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang
pleositosis.
II.11

Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan
ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia
lanjut

mencapai

30-40%.

Leptospirosis

selama

kehamilan

dapat

meningkatkan mortality fetus.4

BAB III
KESIMPULAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh


mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun
1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit
lain yang juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weils
disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp
fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.1

21

Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar


berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia
pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit
occupational ini. 1
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau
lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun
selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine
binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini
terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau
kontak dengan kultur leptospira di laboratorium.9
Terapi pilihan (drug of choice) untuk leptospirosis sedang dan berat
adalah penilicin G parenteral 6-8 juta u/m2 / 24 jam, terbagi dalam 6 dosis
selama 7 hari.5,6
Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, tetrasiklin (10-20
mg/kg/24 jam) harus diberikan secara oral/intravena terbagi dalam 4 dosis
selama 7 hari. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah perawatan
suportif. Pemasukan cairan dan balans elektrolit harus diperhatikan.
Keadaan seperti gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi
memerlukan penanganan yang spesifik dan cermat.5,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci et all. 2008. Leptospirosis. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 17th edition. United States of America : McGraw-Hills.
2. Suharto, Soewandojo E, Hadi U, Nasronudin .2007. Leptospirosis. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga University Press. Hal :
307-309.
3. Zein U. 2009. Leptosirosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta : Interna Publishing. Hal : 2087, 2808-2810.

22

4. Sumarmo, Herry, Sri Rejeki, etal. 2008. Leptospirosis. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis edisi kedua hal. 364-369. Ikatan dokter Anak
Indonesia.
5. Arvin, et al. infeksi spiroketa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.
2. Hal : 1055-1057. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Hadinegoro. S. R. et.al. 2007. Leptospirosis Ikterik, manisfestasi berat
infkesi Leptospira. Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan
Gejala Kuning. FK.UI : Jakarta. Hal : 78-86.
7. Dutta TK,Christoper.,M. Leptospirosis An Overview. [Online: 03 maret
2015]. Vol 53. 2005.
8. Jacobs RA. Infectious Diseases: Spirochetal. In: Tierney LM (Jr), McPhee
SJ, Papadakis MA. Eds. Current Medical Diagnosis & Treatment. 43nd
edition, Mc Graw Hill, New York. 2004.
9. Soetanto T,Soeroso S, Ningsih S (editor) : Pedoman tatalaksana kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Rumah Sakit
Penyakit

Infeksi

Prof.DR.

Sulianti

Saroso,Direktorat

Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Depkes


RI,2003.
10. Speelman P. Leptospirosis. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci AS, Hauser

SL, Longo DL, Jameson JL Eds. Harrisons. Principles of Internal


Medicine. 16th edition, Mc Graw Hill, New York., 2005.

23

Anda mungkin juga menyukai