Mentahan Laporan PKL Cuci Motor

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 40

koagulasi flokulasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah
penduduk lebih dari 200 juta jiwa, seiring bertambahnya penduduk kebutuhan akan
kendaraan bermotor juga semakin bertambah. Dengan jumlah kendaraan bermotor terutama
mobil yang tergolong tinggi memberikan peluang muculnya usaha-usaha atau jasa pencucian
mobil bagi masyarakat.
Munculnya peluang usaha pencucian mobil dianggap dapat menguntungkan, karena
akan meningkatkan perekenomian serta meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak
usaha. Namun jika di lihat dari aspek lingkungan, menjamurnya jasa pencucian mobil di
kota-kota besar dapat memperburuk kualitas lingkungan karena kebanyakan dari usaha
pencucian mobil yang ada tidak mengolah terlebih dahulu limbah atau air hasil pencucian
mobil melainkan langsung dibuang ke saluran air atau ke badan air yang ada. apabila limbah
tersebut dibuang di badan air dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kadar COD dan
Surfaktan meningkat.
COD dan surfaktan akan membentuk sistem koloid stabil yang dapat membuat air
limbah menjadi keruh. Semakin meningkat COD dan surfaktan maka semakin keruh air
limbah tersebut. Selain COD dan surfaktan adanya debu (padatan) dan pengotor lainnya juga
meningkatkan kekeruhan air limbah.
Dalam beberapa pengukuran kadar COD dalam air limbah dari jasa pencucian mobil
berkisar antara 248 - 776 mg/L dimana menurut SK. Gub. Jatim no. 45 tahun 2002 tentang
baku mutu limbah cair mensyaratkan kadar COD limbah yang dibuang ke badan air kelas IV
tidak boleh melebihi 600 mg/L, sehingga sangat perlu adanya pengolahan terhadap air limbah
pencucian mobil pada umumnya (Fadly, 2010).
Pada penelitian pendahuluan memakai jartest (metoda koagulasi-flokulasi) yang
dilakukan Fadly Rachman Hakim (2010) di Laboratorium Teknik Lingkungan, dimana
limbah jasa pencucian mobil dilakukan pengolahan memakai koagulan alum dan flokulan PE
dengan variasi kombinasi dosis koagulan-flokulan yang beragam. Dari variasi tersebut
didapatkan enam kombinasi dosis optimum yang nilainya diperlihatkan pada Tabel 1.1. Hasil
penelitian pendahuluan.
Tabel 1.1. Hasil penelitian pendahuluan.
Variasi
1

Dosis Alum

Dosis PE

(gr/L)

(gr/L)

0,25

0,006

0,5

0,013

0,025

0,05

0,1

0,2

Sumber: Hasil Penelitian Fadly, 2010.


Dalam penelitian pendahuluan tersebut diketahui bahwa penggunaan dosis ke empat
dengan perbandingan koagulan-flokulan 1:0,025 merupakan kombinasi dosis yang optimum
dengan persentasi removal COD dan surfaktan 75,17% dan 72,07% pada limbah yang
langsung diolah setelah pengambilan sampel serta 73,10% dan 71,06% pada limbah yang
diendapkan selama 30 menit terlebih dahulu setelah pengambilan sampel sebelum dilakukan
pengolahan. Namun menurut penulis masih perlu adanya penelitian lanjutan dengan jenis
koagulan-flokulan yang lain sehingga bisa didapatkan nilai removal yang paling optimal
misalnya flokulan aquaclear.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif pengolahan yang lebih spesifik,
khususnya yang efisien untuk menurunkan konsentrasi limbah pencucian mobil. Jika
konsentrasi limbah diasumsikan sebagai kekeruhan pada limbah, pada penelitian ini akan
dibandingkan efisiensi removal proses koagulasi-flokulasi dengan beberapa variabel sehingga
supernatan hasil pengolahannya diharapakan dapat memenuhi baku mutu efluen dan tentunya
akan dapat diterima oleh badan air permukaan. Variabel yang bisa digunakan adalah
penggantian flokulan dengan aquaclear dan parameter yang akan diukur adalah pH dan
kekeruhan air limbah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sementara bahwa masih diperlukan penelitian
untuk menindaklanjuti hasil penelitian pendahuluan dengan memakai variasi dosis koagulanflokulan dan pengaruh pengendapan yang sama, namun flokulan yang dipakai diganti
dengan aquaclear dan parameter yang akan diukur adalah penurunan kekeruhan air limbah
setelah pengolahan. Kombinasi dosis mana yang akan memberikan hasil paling efisien serta
berapa efisiensi optimal yang dapat dicapai.
1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan,
sebagai berikut :
1. Bagaimana kombinasi optimum antara dosis koagulan dan flokulan yang cocok dan sesuai
untuk mengolah air limbah pencucian mobil.
2. Berapa dosis koagulan-flokulan yang efektif dan efisien dari air limbah setelah dan sebelum
pengendapan.

3. Apakah pengaruh perlakuan pengendapan diawal pengolahan terhadap optimasi pengolahan


air limbah pencucian mobil.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kombinasi optimum antara dosis koagulan dan flokulan untuk mengolah air
limbah pencucian mobil.
2. Menentukan dosis koagulan-flokulan yang efektif dan efisien dari air limbah setelah dan
sebelum dilakukan pengendapan.
3. Menentukan pengaruh perlakuan pengendapan awal pada pengolahan air limbah pencucian
mobil.

1.4

Ruang Lingkup
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.

9.

Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :


Penelitian dilakukan dalam skala batch di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan
Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.
Limbah yang digunakan adalah limbah dari salah satu jasa pencucian mobil di daerah Jl.
Surya Sumantri, Bandung.
Proses yang digunakan untuk mengolah air limbah produksi tahu adalah proses koagulasiflokulasi dengan metode Jar Test dan kerucut inhoff.
Koagulan yang digunakan adalah tawas Al2(SO4)3.
Flokulan yang digunakan adalah Aquaclear.
Variasi kombinasi dosis tawas dan aquaclear adalah 0,25 gr/L dan 0,006 gr/L; 0,5 gr/L dan
0,013 gr/L; 1 gr/L dan 0,025 gr/L; 2 gr/L dan 0,05 gr/L; 4 gr/L dan 0,1 gr/L; 8 gr/L dan 0,2
gr/L.
Variabel penelitian adalah :
konsentrasi koagulan dan flokulan.
Jenis limbah yang dipakai yakni air limbah sebelum dilakukan pengendapan dan setelah
dilakukan pengendapan selama 30 menit.
Perlakuan yang diberikan selama penelitian adalah dengan pengaturan alat jar test pada
kondisi :
Untuk proses koagulasi pengadukan 100 rpm : selama 1 menit.
Untuk proses flokulasi pengadukan 40 rpm : selama 20 menit.
Untuk proses pengendapan setelah pengadukan : selama 30 menit.
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kekeruhan dan pH.
1.5

Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan laporan penelitian adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metodologi yang digunakan untuk memperoleh, mengolah dan
menganalisis data penelitian.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data hasil penelitian serta pembahasan data yang diperoleh tersebut.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian serta saransaran yang dapat diberikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran air dapat didefinisikan sebagai hadirnya pengotor dalam air dalam jumlah
tertentu sehingga mengganggu penggunaan air untuk tujuan tertentu. Salah satu langkah
penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air
tersebut. Kekeruhan disebabkan karena adanya partikel-partikel kecil dan koloid.

2.1.1
1.
2.
3.
4.

2.1
Klasifikasi air
Penggolongan Air
Penggolongan air menurut peruntukannya dapat dibedakan menjadi :
Air golongan A : air pada sumber air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Air golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah menjadi air minum
dan keperluan rumah tanga lainnya.
Air golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan-perikanan dan
petrnakan.
Air golongan D : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha diperkotaan,industry dan lstrik tenaga air.

Pengolongan air yang diatas masih termasuk dalam bagian air badan air atau air
permukaaan,dimana pada air badan air ini memiliki batas syarat yang disesuiakn dengan
peruntukannya.
Selain bahan-bahan beracun,adanhya pencemaran zat organik diketahui antara lain
dengan memeriksa kadar ooksigen terlarut (dissolved oxygen=DO),kebutuhan biologic akan
oksigen (bologycal oxygen demand = BOD), kebutuhan kimiawi akan oksigen (chemical
oxygen demand=COD).
Air badan air mempunyai daya pemurnian alami (self ppurification). Bila kemasukan
bahan pencemar akan diuraikan secara biologi oleh mikroorganisme yang ada di dalam air
dengan

kebutuhan

oksigen

terlarut

menjadi

hasil

uraian

yang

stabil. Dari

zat

organik diuraikan menjadi senyawa nitrat sulfat, karbonat, fosfat dan sebagainya oleh bakteri
aerob. Akan tetapi bila bahan pencemar organiknya terlalu tinggi, oksigen terlarut yang ada
akan makin berkurang sampai menjadi nol. Akibatnya yang bekerja adalah bakteri
anaerob, dengan hasil akhir nitrit, amonia, asam sulfida dan sebagainya yang manimbulkan
bau, dalam hal ini terjadi pembusukan.
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan zat organik dalam
air secara biologic, sampai menjadi senyawa yang stabil. Makin tinggi kadar zat organik
dalam air, makin tinggi angka BOD nya.begitu pula kadar DO dapat dipakai sebagai petunjuk
adanya pencemaran organik.Sedangkan angka COD menunjukan banyaknya oksidator kuat
yang diperluakan untuk mengoksidasi zat organik dalam air, dihitung sebagai oksigen.
Dalam melakukan pengolangan air kita harus mangetahui bagaimana melakukan
analisa kimia air seyogyanya dikerjakan dengan tepat dan teliti,agar diperoeh hasil yang
benar.tepat (accurate) artinya didapat hasil yang dianggap mendekati hasil atau keadaan yang
sebenarnya. Teliti (precise)artinya sedikit sekali selisih antara hasil beberapa penetapan
dengan cara dan jumlah yang sama.
2.1.2 Standar Kualitas Air
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air
tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan
(bau dan warna). Sayangnya, cara-cara pengujian tersebut memerlukan biaya yang cukup
mahal, disamping prosedur pengujian yang tidak mudah. Ada cara praktis yang bisa
dilakukan oleh setiap orang untuk menilai kualitas air, yaitu dengan melihat hewan air
(makroinvertebrata) yang spesifik hidup pada air berkualitas baik.
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara
terpadu dengan pendekatan ekosistem. Keterpaduan yang dimaksud adalah dilakukan pada
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan

untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.
Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada :
1. Sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
2. Mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
3. Akuifer air tanah dalam.
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi
alamiahnya.
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Penentuan standar kualitas air minum maupun air limbah berdasarkan pertimbangan bahwa :
Bahan-bahan beracun yang apabila kadarnya dalam air minum melebihi batas akan
membahayakan kesehatan, misalnya timbal, selenium, arsen, kromium, sianida, cadmium, air
raksa.
Bahan-bahan kimia kimia spesifik yang dapat mempengaruhi kesehatan apaila kadarnya
dalam air melebihi batas akan merugikan kesehatan misalnya,flourida, dan nitrat.
Flourida yang kadarnya melebihi batas akan berpengaruh kurang baik terhadap gigi.
Nitrat yang kadarya melebihi batas menimbulkan keracunan darah pada bayi yang disebut
blue babies
Bahan kimia atau sifat fisik yang mempengaruhi air minum yaitu mangan,
tembaga,seng,kalsium fenol.
Bahan kimia yang merupakan pejunjuk adanya pencemaran yaitu zat organik jumlah,
kebutuhan biologic akan oksigen,kebutuhan kimiawi akan oksigen,nitrogen
jummlah,nitrit,fosfat.
Berdasarkan standar peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990

tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih terdiri dari:


1. Persyaratan Fisik
Kualitas fisik yang dipertahankan atau dicapai bukan hanya semata-mata dengan
pertimbangan dari segi kesehatan saja akan tetapi juga menyangkut keamanan dan dapat
diterima oleh masyarakat pengguna air dan mungkin pula menyangkut segi estetika.
2. Persyaratan Kimiawi
Kandungan unsur kimia di dalam air harus mempunyai kadar dan tingkat konsentrasi
tertentu yang tidak membahayakan kesehatan manusia atau mahluk hidup lainnya,
pertumbuhan tanaman, atau tidak membahayakan kesehatan pada penggunaannya dalam
industri serta tidak minumbulkan kerusakan-kerusakan pada instalasi sistem penyediaan air
minumnya sendiri. Beberapa unsur tertentu, sebaliknya diperlukan dalam jumlah yang cukup
untuk penciptaan suatu kondisi air minum yang dapat mencegah suatu penyakit atau kondisi
kualitas yang menguntungkan.
Dalam hubungannya dengan masalah kualitas kimiawi tersebut di atas pada dasarnya unsurunsur kimiawi dapat dibedakan atas 4 golongan:

a. Unsur-unsur yang bersifat racun.


b. Unsur-unsur tertentu yang dapat mengganggu kesehatan.
c. Unsur-unsur yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem atau penggunaannya untuk
keperluan atau aktivitas manusia.
d. Unsur-unsur yang merupakan indikator pengotoran.
3. Persyaratan Bakteriologi
Dalam persyaratan ini ditentukan batasan tentang jumlah bakteri pada umumnya dan
khususnya bakteri penyebab penyakit (ekoli).
2.1.3
Kualitas air yang baik
a. Secara fisik
1. Rasa
Air minum biasanya tidak memberikan rasa atau tawar. Rasa air yang tidak tawar
dapat menunukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Rasa pahit,
asin, dan sebagainya menunjukan adanya spesi-spesi kimia tertentu yang larut dalam air.
Efeknya tergabtung pada penyebab timbulnya rasa tersebut.
2. Bau
Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau, karena bau ini dapat ditimbulkan
oleh pembusukan zat organik seperti bakteri serta kemungkinan akibat tidak langsung dari
pencemaran lingkungan, terutama sistem sanitasi. Air yang berbau selain tidak estetis
juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberikan petunjuk akan kualitas
air. Misalnya bau amis dapat disebabkan oleh tumbunya alga.
Bau-bauan tersebut dapat menggangu kesehata apabila gas atau uap yang keluar dari
air berupa gas-gas dari uap yang beracun. Bau dari air dapat ditentukan antara lain :
a.

bau amoniak menunjukkan adanya garam ammonium

b. bau telur busuk adalah bau dari gas H2S yang meunjukkan adanya senyawa belerang
c.

bau yang mengesatkan dan mengeringkan tenggorokan adalah bau dari gas hasil penguraian
enyawa karbonat

d. bau dari kaporit adalah bau dari gas Cl2 atau HCl
e.

bau cuka menunjukkan adanya senyawa asetat

bau tajam dan merangsang menunjukkan adanya gas NO2


3. Suhu
Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi
sehingga akan membentuk O2 lebih banyak lagi. Kenaikan suhu perairan secara alamiah
biasanya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sekitar sumber air tersebut,
sehingga menyebabkan banyaknya cahaya matahari yang masuk tersebut mempengaruhi
akuifer yang ada secara langsung atau tidak langsung (Chay, 1995: 54 ).
4. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik zat anorganik maupn
organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan zat
organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Bungan dapat juga menjadi sumber
kekeruhan.

Zat

organik

dapat

menjadi

makanan

bakteri,

sehingga

mendukung

perkembangbiakannya. Bakteri ini juga merupakan zat organik tersusupensi, sehingga


pertambahannya akan pula menambah kekeruhan air.
Pengukuran kekeruhan dalam air didasarkan pada oengukuran intensitas cahaya yang
dipendarkan oleh zat-zat tersuspensi dalam sampel. Untuk pengukuran kekeruhan dalam air,
selain menggunakan alat Turbidimeter Helliage, dapat pula dilakukan dengan menggunakan
alat-alat spesifik lainnya. Satuan kekeruhan dalam air dapat dinyatakan dengan mg/L SiO 2,
NTU (Nephelometric Turbidy Units), FTU (Formazin Turbidy Units), atau JTU (Jackson
Candle Turbidy Units). Agar pengukuran yang dilakukan akurat, maka alat turbidimeter harus
dikalibrasi dengan menggunakan standar kekeruhan sebelum digunakan.
5. TDS atau jumlah zat padat terlarut (total dissolved solids)
Bahan pada adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan
pengeringan pada suhu 103-105oC, dalam portable water kebanyakan bahan bakar terdapat
dalam bentuk terlarut yang terdiri dari garam anorganik selain itu juga gas-gas yang terlarut.
Kandungan total solids pada portable water biasanya berkisar antara 20 sampai dengan 1000
mg/l dan sebagai satu pedoman kekerasan dari air akan meningkatnya total solids, disamping
itu pada semua bahan cair jumlah koloit yang tidak terlarut dan bahan yang tersuspensi akan
meningkat sesuai derajat dari pencemaran (Sutrisno, 1991 : 33). Zat pada selalu terdapat
dalam air dan kalau terlalu banyak tidak baik untuk air minum, banyaknya zat padat yang
disyaratkan untuk air minum adalah kurang dari 500 mg/l. pengaruh yang menyangkut aspek
kesehatan dari pada penyimpangan kualitas air minum dalam hal total solids ini yaitu bahwa
air akan meberikan rasa tidak enak pada lidah dan rasa mual.
b. Secara kimia
Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat beracun.
1. pH (derajat keasaman)
Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya
Cdisebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang
menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal
pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi dapat menyebabkan beberapa
senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat mengganggu kesehatan.
2. Kesadahan
Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahan nonkarbonat
(permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat
yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam
air. Kesadahan nonkarbonat (permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat,

Klorida dan Nitrat dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium.
Konsentrasi kalsium dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan
penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat
menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil magnesium
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar
150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual.
3. Besi
Besi atau ferrum (Fe) adalah logam berwarna putih keperakkan, liat dan dapat
dibentuk. Di alam terdapat sebagai hematite. Di dalam air minu Fe menibulkan rasa, warna
(kuning), pngendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan kekeruhan. Pada air
permukaan jarang ditemui kadar besi lebuh besar dari 1 mg/L, tetapi didalam air tanah kadar
besi dapat jauh lebih tinggi.
Pada air yang tidak mengandung oksigen, seperti air tanah, besi berada sebagai
2+

Fe yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi,
Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH 6-8, bahkan menjadi ferrihidroksida
Fe(OH)3 atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bias mengendap. Dalam
air sungai besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis
berupa koloidal.
4. Aluminium
Batas maksimal yang terkandung didalam air menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No 82 / 2001 yaitu 0,2 mg/l. Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa
yang tidak enak apabila dikonsumsi.
5. Zat organik
Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara makanan
maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup di perairan (Chay, 1995:541)
6. Sulfat
Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air yang
keras pada alat merebus air (panci/ketel) selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa.
Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas.
7. Nitrat dan nitrit
Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat dapat
terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi
NO2 oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih besar dalam usus
cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine
dalam daerah membentuk methaemoglobine yang dapat menghalang perjalanan oksigen
didalam tubuh.
8. Klorida

Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia.Klorida dalam jumlah
kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan berinteraksi dengan ion
Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air.
9. Zink atau Zn
Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l.penyimpangan
terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah
kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zink dapat
menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak.
c. Secara Biologis
1. Colli
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali
tidak boleh mengandung bakteri coli melebihi batasbatas yang telah ditentukan yaitu 1
coli/100 ml air (Sutrisno, 1991 : 23).
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan
oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat
dalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Kandungan COD dalam air bersih berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B maksimum
yang dianjurkan adalah 12 mg/l. apabila nilai COD melebihi batas dianjurkan, maka kualitas
air tersebut buruk.
3. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah
bahan-bahan buangan didalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Nilai BOD tidak menunjukkan
jumlah bahan organik yang sebenarnya tetepi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen
yang dibutuhkan. Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih,
mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik makin rendah BOD maka kualitas
air minum tersebut semakin baik. Kandungan BOD dalam air bersih menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 82/2001 mengenai baku mutu air dan air minum golongan B
maksimum yang dianjurkan adalah 6 mg/l.
2.2
2.2. 1

Air Limbah

Pengertian Air Limbah


Pengertian Menurut Ehless dan Steel, Air limbah atau air buangan adalah sisa air
dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan
pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zatyang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta mangganggulingkungan hidup. Batasan lainnya mengatakan bahwa
air limbah adalah kombinasi daricairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,
perdagangan,perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air pemukiman dan
air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985). Dari batasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa air buangan adalahair yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan
rumah tanggamaupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun
merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena kuranglebih 80% dari air yang
digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk
yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan kembali ke sungai dan
laut danakan digunakan oleh manusia lagi. Oleh karena itu, air buangan ini harus dikelola dan
atau diolah secara baik.
Menurut Sugiharto (1987), Air Limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat
dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan
lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.
Menurut Okun & Ponghis ( Nurhasanah, 2009) menyatakan ... the word wastewater
... should be taken to mean all liguid domestic wastes (including sewage) and all industrial
wastes discharged to public sewerage system, but not rain water or surface drainage. yang
artinya ... kata limbah cair ... seharusnya dipakai untuk mengartikan semua limbah industri
yang dibuang ke sistem saluran limbah cair, kecuali air hujan atau drainase permukaan.
Menurut Tchobanoglous & Elliassen (Nurhasanah,2009) mendefinisikan limbah cair
sebagai berikut : ... a combination of the liquid or water carried wastes romoved from
residences, institutions, and commeraal and industrial establishments, together with such
ground water, surface water, and strom water as may be present. yang artinya gabungan
atau cairan sampah yang terbawah air dari tempat tinggal, kantor, bangunan, perdagangan,
industri, serta air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada.
Menurut Willgooso (Nurhasanah, 2009). Wastewater is Water Carrying Wasts from
Homes,Businesses and Industries that is Mixture of Water and Disolued or suspended Solids
yang artinya : Limbah cair adalah air yang membawah sampah dari tempat tinggal,
bangunan perdagangan, dan industri berupa campuran air dan bahan padat terlarut atau bahan
tersuspensi.
Menurut Environmental protectian Agensi (Nurhasanah, 2009) Wastewater is Water
carrying discoived or suspended solids from homes, farms, businesses, and industries yang
artinya : Limbah cair adalah air yang membawa bahan padat terlarut atau tersuspensus dari
tempat tinggal, kebun, bangunan perdagangan dan industri.
Dari beberapa defenisi limbah air tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair
merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemaran yang terbawa oleh
air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik
(perkantoran, perumahan dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu
tercampur dengan air tanah, air permukaan dan air hujan.
2.2. 2

Sumber Air Limbah


Air
berasal dari dua jenis sumber yaitu air limbah rumah tangga dan airlimbah industri.

limbah
Secara

umum didalam limbah rumah tangga tidak terkandung zat-zatberbahaya, sedangkan didalam
limbah industri harus dibedakan antara limbah yangmengandung zat-zat yang berbahaya
dan yang tidak. Untuk yang mengandung zat-zat yang berbahaya harus dilakukan
penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa di minimalisasi terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke sewage plant, karena zat-zat berbahaya itu bisa memetikan fungsi
mikroorganisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa di dalam air limbah.
Sebagian zat-zat berbahaya bahkan kalau dialirkan ke sawage plant hanya melewatinya
tanpaterjadi perubahan yang berarti, misalnya logam berat. Penanganan limbah industri tahap
awal ini biasanya dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan zat-zat kimia yang bisa
mengeliminasi zat-zat yang berbahaya.
Berdasarkan komposisinya air limbah mengandung berbagai macam bahan atau zatzat yang dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan dan kehidupan manusia.
Kandungan zat-zat berbahaya yang terdapat dalam air limbah tersebut tergantung dari sumber
air limbah itu sendiri.
a.

Air limbah rumah tangga.


Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari

perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya
adalah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi.
b. Limbah Industri
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari
jenis dan besar-kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,
derajat pengolahan air limbah yang ada. Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang
dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar
50m3/Ha/hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85-95% dari jumlah
air yang dipergunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan
kembali air limbah. Apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka
jumlahnya lebih kecil.
c.

Air limbah rembesan dan tambahan


Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir

masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mau
menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan
demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu diketahui
curah hujan yang ada sehingga banyaknya air yang akan ditampung melalui saluran air hujan
atau

saluran

pengering

dan

saluran

air

limbah

dapat

diperhitungkan.

Selain air yang masuk melalui limpahan, maka terdapat air hujan yang menguap, diserap oleh
tumbuh-tumbuhan dan ada pula yang merembes ke dalam tanah. Air yang merembes ini akan
masuk ke dalam tanah yang akhirnya menjadi air tanah. Apabila permukaan air tanah bertemu
dengan saluran air limbah, maka bukanlah tidak mungkin terjadi penyusupan air tanah

tersebut ke saluran air limbah melalui sambungan-sambungan pipa atau melalui celah-celah
yang ada karena rusaknya pipa saluran.
2.2. 3
A.

Sifat dan Karakteristik Air limbah


Sifat Fisik
Karakteristik air limbah cair dapat diketahui menurut sifat-sifat dan karaktersitik
fisika, kimia dan biologis.Dalam menentukan karakteristik limbah cair, ada tiga (3) sifat yang
harus diketahui, yaitu :

1. Total Solid (TS)


Merupakan padatan di dalam air yang terdiri dari bahan organik maupun anorganik
yang larut, mengendap, atau tersuspensi dalam air.
2. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah
setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron (Sugiharto,
1987). Total Suspended Solid atau Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel
yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen.
3. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abuabu menjadi
kehitaman.Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara
alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan industri.Warna air dibedakan atas dua
macam, yaitu :
a.

Warna sejati (true collor) yang diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut.

b.

Warna semu (apparent collor) yang selain disebabkan oleh bahan-bahan terlarut, juga karena
bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid.

4. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun
anorganik yang mengapung dan terurai dalam air. Kekeruhan menunjukan sifat optis air, yang
mengakibatkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya
dalam air
5. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas
sehari hari. Naiknya suhu atau temperatur air akan menimbulkan akibat berikut :
a.

Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.

b. Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.


c.

Mengganggu kehidupan organisme air.

6. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang
telah berurai dalam limbah dan mengeluarkan gas-gas seperti sulfide atau amoniak yang
menimbulkan penciuman tidak enak. Hal ini disebabkan adanya pencampuran dari nitrogen,
sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah.
Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika.
7. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukan ke dalam kelompok
padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Minyak dan lemak merupakan
bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan oleh bakteri. Karena berat jenisnya lebih
kecil dari pada air maka minyak tersebut membentuk lapisan tipis di permukaan air dan
menutup permukaan yang mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk ke dalam air.
B.

Sifat Kimia
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk
menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak
menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relativ
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika
konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut
didalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah
tinggi.
BOD dapat diterima bilamana jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam waktu
lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah pada suhu 20 0C.
Hasilnya dinyatakan dengan ppm.
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara
kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per
milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984). Pengukuran kekuatan limbah dengan
COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah. Pengukuran ini
menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah
bahan-bahan yang tidak dapat dipecah secara biokimia.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Dalam
laboratorium,

pengukuran

COD

dilakukan

K2Cr2O7 yang digunakan sebagi sumber oksigen.


3. Dissolved Oxygen (DO)

sesaat

dengan

membuat

pengoksidasi

DO adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob


mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperatur dan salinitas. Keadaan
DO berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD semakin rendah DO. Keadaan
DO dalam air dapat menunjukan tanda-tanda kehidupan organisme dalam perairan. Angka
DO yang tinggi menunjukan keadaan air yang semakin baik.
4. Derajat keasaman (pH)
Keasaman air diukur dengan pH meter.Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggirendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi
dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.
Ph normal untuk kehidupan air 6 8.
5. Logam Berat
Air sering tercemar oleh berbagai komponan anorganik, diantaranya berbagai jenis
logam berat yang berbahaya. Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik
sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam
berat. Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, yang terutama adalah
Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), Kromium (Cr), dan
Nikel (Ni). Logam- logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu
organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang
terakumulasi.
a.

Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan.Unsur tembaga

di alam, dapat ditemukan dalam

bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau
senyawa padat dalam bentuk mineral, seperti dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan
mineral.
Sesuai dengan sifat kelogamannya, Cu dapat membentuk alloy dengan bermacammacam logam. Dalam bidang industri, senyawa Cu banyak digunakan, seperti pada industri
cat sebagai antifoling, industri insektisida dan fungisida, dan lain-lain. Pada manusia, efek
keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu adalah
terjadinya gangguan pada jalur penafasan sebelah atas.
b.

Cadmium (Cd)
Logam Cd mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam, namun hanya satu jenis
mineral Cd di alam, yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan
mineral spalerite (ZnS). Logam ini bersifat lunak, ductile, berwarna putih seperti putih
perak. Prinsip utama dalam penggunaan cadmium adalah sebagai bahan stabilisasi sebagai
bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Namun sebagian besar dari
substansi logam cadmium ini juga digunakan pada baterai.

Keracunan yang diakibatkan oleh Cd dapat bersifat akut dan kronis.Keracunan akut
oleh logam Cd menimbulkan penyakit paru-paru. Sedangkan keracunan kronik yang
diakibatkan logam Cd adalah kerusakan pada banyak sistem fisiologis tubuh.

C.

Sifat Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang
dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah
banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.

2.2.4

Teknologi Pengolahan Air Limbah


Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan
senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam.
Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
1.

Pengolahan Awal (Pretreatment)


Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan

padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang
berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.
2.

Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)


Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama

dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses
yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah neutralization, chemical addition and
coagulation, flotation,sedimentation, dan filtration.
3.

Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)


Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air

limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang
umum

digunakan

pada

pengolahan

tahap

ini

ialah activated

sludge, anaerobic

lagoon, tricking filter, aerated lagoon,stabilization basin, rotating biological contactor,


serta anaerobic contactor and filter.

4.

Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)


Proses-proses

yang

terlibat

dalam

pengolahan

air

limbah

tahap

ketiga

ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane
separation, serta thickening gravity or flotation.

5.

Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)


Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya

kemudian

diolah

filtration, vacuum

kembali

melalui

proses digestion

filtration,centrifugation, lagooning

or
or

wet

combustion, pressure

drying

bed, incineration,

atau landfill.
2.2.5

Pemilihan Teknologi
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik
kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah
ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan
secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan
peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai
dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail,
perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang
bertujuan untuk:
1.

Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai

dengan karakteristik limbah yang akan diolah.


2.

Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan

efisiensi pengolahan yang diharapkan.


3.

Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala

sebenarnya.
Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi terbaik dari
pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri. Produksi bersih
(cleaner production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai
dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta perubahan
mendasar pada sikap dan perilaku manajemen. Treatment versus Prevention? Mana yang
menurut teman-teman lebih baik?? Saya yakin kita semua tahu jawabannya. Reduce, recyle,
and reuse.
2.3 Teori Koagulasi-Flokulasi
Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih
zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase cair, pengadukan
ditujukan untuk memperoleh keadaan yang turbulen (bergolak). Aplikasi pada bidang
teknologi lingkungan pengadukan digunakan untuk proses fisika seperti pelarutan bahan
kimia dan proses pengentalan (thickening), proses kimiawi seperti koagulasi-flokulasi dan
disinfeksi, proses biologis untuk mencampur bakteri dan air limbah. Pada bab ini akan
difokuskan

pada

teori

pengadukan

untuk

proses

koagulasi

dan

flokulasi. Koagulasimerupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan
menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti
gumpalan

(presipitat).

Proses

koagulasi

hanya

dapat

berlangsung

bila

ada

pengadukan. Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok
berukuran lebih besar. Proses flokulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi merupakan pemberian energi agar terjadi
tumbukan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok) sehingga
dapat dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan.
Partikel yang tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan
ukuran sangat kecil yaitu 10-7 mm - 10-1 mm. Karena dimensinya ini maka partikel tidak
dapat diendapkan secara langsung (lihat Tabel 2.1). Di samping itu partikel dan koloid
umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel
(terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspensi yang sangat stabil.
Tabel 2.1 Pengendapan partikel dalam air
Diameter

Tipe

Waktu Pengendapan

Partikel (mm)

Partikel

pada Kedalaman 1 Meter

10

Kerikil

1 detik

Pasir

10 detik

-1

Pasir Halus

2 menit

10

-2

Lempung

2 jam

10-3

Bakteri

8 hari

10-4

Koloid

2 tahun

10-5

Koloid

20 tahun

-6

Koloid

200 tahun

10

10

Sumber: Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)


Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya
stabilitas suspensi koloid. Stabilitas koloid terjadi karena:
a.

gaya tarik van der waal's

b.

gaya tolak /repulsive elektrostatik


Koagulasi bertujuan untuk mengurangi stabilitas koloid (proses destabilisasi) melalui
penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan.
Pada koagulasi akan terjadi :
a.

Penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan dan
adsorpsi.

b. Presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid


c.

Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel


Pada flokulasi, kontak antar partikel melalui dua mekanisme, yaitu:

a.

Thermal motion yang dikenal dengan brownian motion atau difusi atau disebut sebagai
flokulasi perikinetik.

b. Gerakan cairan oleh aktifitas pengadukan atau flokulasi ortokinetik.


A.

Perikinetik
Perubahan konsentrasi partikel terhadap waktu pada perikinetik (Jpk) dapatdituliskan

sebagai berikut:
(2.1)

dalam hal ini:


No = Jumlah konsentrasi partikel pada waktu t.
= Faktor efisiensi
k = konstanta Boltsmans (1,38 x 10-16 erg/K)
T = temperatur absolut (K)
= viskositas cairan (kg/m.dt)
Dari rumus tersebut terlihat bahwa laju perubahan konsentrasi pada Perikinetik tidak
bergantung ukuran/diameter partikel akan tetapi bergantung pada konsentrasin partikel. Bila
persamaan di atas diintegrasi akan diperoleh:
(2.2)

Nt dan No berturut-turut adalah konsentrasi partikel pada waktu t dan t=0.


B.

Ortokinetik
Pada ortokinetik, perubahan konsentrasi dirumuskan:
(2.3)

dalam hal ini:


d = diameter koloid
G = gradien kecepatan

Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi bergantung diameter


partikel.
Ratio Jok/Jpk dapat ditulis :
(2.4)

Persamaan tersebut menyatakan bahwa untuk partikel yang sangat kecil, perikinetik
lebih dominan. Untuk partikel dengan diamter d=1 m dan G = 10 per detik akan dicapai Jok
= Jpk. Partikel dengan ukuran < 1 m akan memerlukan G yang lebih besar, misal untuk d
=0,1 membutuhkan G = 10.000 per detik yang secara teoritis sukar untuk dicapai sehingga
perlu dibantu dengan flokulasi perikinetik. Laju tumbukan partikel setara dengan gradien
kecepatan (G). Jumlah total tumbukan partikel proporsional dengan produk gradien
kecepatan (G) dan waktu tumbukan (t),
Ntumbukan G * t
2.3.1

(2.5)

Jenis Pengadukan
Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan
kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan
dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Kecepatan pengadukan
dinyatakan dengan gradien kecepatan, yang merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai (P):
(2.6)

dalam hal ini:


W = tenaga yang di suplai per satuan volume air (N-m/detik.m3)
P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = volume air yang diaduk, m3
= viskositas absolut air, N.detik/m2
Besarnya gradien kecepatan akan mempengaruhi waktu pengadukan yang
diperlukan. Makin besar nilai G, maka waktunya makin pendek. Untuk menyatakan kedua
parameter itu, maka digunakan bilangan Camp, yaitu hasil perkalian gradien kecepatan
dengan waktu pengadukan atau G.td. Persamaan (2.6) berlaku umum untuk semua jenis
pengadukan. Parameter yang membedakannya adalah besarnya tenaga yang disuplai ke
dalam air (P) yang dapat dihitung dengan rumus-rumus yang akan dijelaskan pada pasal 2.3.

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai P sangat bergantung pada metoda
pengadukan yang digunakan.
Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis,
pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis.
1. Pengadukan mekanis
Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk
berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya pengadukan
mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk (impeller).
Berdasarkan pada bentuknya, telah dikenal tiga macam impeller, yaitupaddle (pedal),
turbine, dan propeller (baling-baling). Bentuk ketiga impeller tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 Kriteria impeller dapat dilihatpada Tabel.

Gambar 2.2 tipe paddle (a) tampak atas, (b) tampak samping (Qasim, et al., 2000)

Gambar 2.3 tipe turbine dan propeller. (a) turbine blade lurus, (b) blade dengan piringan, (c turbin dengan
blade menyerong, (d) propeller 2 blade, (e) propeller 3 blade (Qasim, et al., 2000)

Tabel 2.2 Kriteria Impeller

(anonim, 2008)
2. Pengadukan hidrolis

Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai


tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang dihasilkan
dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial
(jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Beberapa contoh pengadukan
hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall flume, baffle basin (baffle channel),
perforated wall, gravel bed dan sebagainya.
3. Pengadukan pneumatis
Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas) berbentuk
gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan gerakan pengadukan pada
air (Gambar 2.4). Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air akan menimbulkan
turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Makin besar tekanan udara,
kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang
makin besar pula.

Gambar 2.4 Pengadukan pneumatic (anonim, 2008)


2.3.2

Pengadukan Cepat (koagulasi)


Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan dalam air.
Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradien kecepatan
berkisar antara 100 hingga 1000 per detik selama 5 hingga 60 detik. Secara spesifik, nilai G
dan td bergantung pada maksud atau sasaran pengadukan cepat.

Untuk proses koagulasi-flokulasi:


Waktu detensi = 20 - 60 detik

G = 1000 - 700 detik-1

Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):


Waktu detensi = 20 - 60 detik

G = 1000 - 700 detik-1

Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dll)


Waktu detensi = 0,5 - 6 menit

G = 1000 - 700 detik-1


Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1.

Pengadukan mekanis

2.

Pengadukan hidrolis

3.

Pengadukan pneumatis
Pengadukan mekanis merupakan satu metoda yang paling umum digunakan untuk

pengadukan cepat karena sangat efektif dan lebih fleksibel dalam operasi. Pengadukan
mekanis yang sering digunakan dalam pengadukan cepat menggunakan ketiga macam
impeller di atas. Faktor penting dalam perancangan alat pengaduk mekanis adalah kedua
parameter pengadukan, yaitu G dan td. Sekadar patokan, Tabel 2.3 dapat digunakan dalam
pemilihan nilai G dan td.
Tabel 2.3 Nilai Gradien Kecepatan dan Waktu Pengadukan

Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan cepat haruslah aliran air
yang menghasilkan energi hidrolik yang besar. Dalam hal ini dapat dilihat dari besarnya
kehilangan energi (headloss) atau perbedaan muka air. Dengan tujuan menghasilkan
turbulensi yang besar tersebut, maka jenis aliran yang sering digunakan sebagai pengadukan
cepat adalah terjunan, loncatan hidrolik, dan parshall flume. Aliran udara yang digunakan
untuk pengadukan cepat harus mempunyai tekanan yang cukup besar sehingga mampu
menekan dan menggerakkan air.
2.3.3

Pengadukan Lambat (flokulasi)


Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk
gabungan partikel berukuran besar. Pengadukan lambat digunakan pada proses flokulasi,
untuk pembesaran inti gumpalan. Gradien kecepatan diturunkan secara perlahan-lahan agar
gumpalan yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan bergabung dengan yang
lain membentuk gumpalan yang lebih besar. Penggabungan inti gumpalan sangat tergantung
pada karakteristik flok dan nilai gradien kecepatan. Secara umum, pengadukan lambat adalah
pengadukan yang dilakukan pada gradien kecepatan kurang dari 100 per detik selama 10
hingga 60 menit. Secara spesifik, nilai G dan td bergantung pada maksud atau sasaran
pengadukan cepat.

Untuk proses koagulasi-flokulasi:


Waktu detensi = 15 - 45 menit

G = 10 - 75 detik-1

GT = 48.000 - 210.000

Untuk air sungai:


Waktu detensi = minimum 20 menit

G = 10 - 50 detik-1
Untuk air waduk/reservoir:
Waktu = 30 menit

G = 10 - 75 detik-1

Untuk air keruh:


Waktu dan G lebih rendah

Bila menggunakan garam besi sbg koagulan:

G tidak lebih dari 50 detik-1

Untuk flokulator 3 kompartemen:


G kompartemen 1 : nilai terbesar

G kompartemen 2 : 40 % dari G komp. 1

G kompartemen 3 : nilai terkecil

Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):


Waktu detensi = minimum 30 menit

G = 10 - 50 detik-1

Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dll)


Waktu detensi = 15 - 30 menit

G = 20 - 75 detik-1

GT = 10.000 - 100.000

Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:


1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis
Pengadukan mekanis merupakan satu metoda yang umum digunakan untuk
pengadukan lambat. Pengaduk (disebut juga flokulator) mekanis yang sering digunakan
dalam pengadukan lambat adalah tipe paddle yang dimodifikasi hingga membentuk roda
(paddle wheel), baik dengan posisi horisontal maupun vertikal (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Flokulator pedal dengan blade tegak lurus aliran air (tipe horizontal
shaft)
(anonim, 2008)
Besarnya

energi/tenaga

yang

diterima

oleh

fluida

akibat

putaran paddle

wheeltergantung pada gaya drag dan kecepatan relatif fluida terhadap pedal. Tenaga yang
diperlukan untuk pengadukan sistem pedal dapat dihitung dengan rumus berikut:
(2.13)

Keterangan:
P = tenaga, N-m/det
CD= koefisien drag
A = luas permukaan paddle wheel, m2
= rapat massa air, kg/ m3
v = kecepatan relatif putaran paddle, m/det
Nilai CD dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Nilai Koefisien Drag

(anonim, 2008)
Keterangan:
L = panjang paddle
W = lebar paddle
Bila paddle whell tersusun oleh lebih dari satu pasang paddle (dengan ukuran yang
sama), maka persamaan (2.13) berubah menjadi:
(2.14)

i = 1, 2, 3 ..n
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan lambat berbeda dengan
pengadukan cepat. Pada pengadukan lambat, energi hidrolik yang diharapkan cukup kecil
dengan tujuan menghasilkan gerakan air yang mendorong kontak antar partikel tanpa

menyebabkan pecahnya gabungan partikel yang yelah terbentuk. Jenis aliran yang sering
digunakan sebagai pengadukan lambat adalah baffle channel.

Gambar 2.6 Flokulator tipe baffle channel (anonym,2008)


Flokulator umumnya dibuat secara seri seiring penurunan nilai G agar diperoleh
pencampuran sempurna, yaitu partikel dapat saling berkontak, sehingga diperoleh hasil akhir
yang memuaskan. Total waktu detensi yang diperlukan untuk flokulator secara seri
maksimum 45 menit. Jumlah sekat dalam flokulator kanal bersekat (baffle channel) dapat
ditentukan dengan rumus berikut :
1. Jumlah sekat dalam flokulator aliran horizontal:
(2.15)

2. Jumlah sekat dalam flokulator aliran horizontal:


(2.16)

dimana :
h = head loss (m)
v = kecepatan fluida (m/det)
g = konstata gravitasi ( 9,81 m/det 2)
k = konstanta empiris ( 2,5 4)
n = jumlah sekat
H = kedalaman air dalam kanal (m)
L = panjang bak flokulator (m)
G = gradien kecepatan (1/det)
Q = debit aliran (m3/det)
t = waktu flokulasi (det)
= Kekenatalan dinamis air (kg/m.det)
= Berat jenis air (kg/m3)
f = koefisien gesek sekat

W = lebar bak (m)


2.3.3
1.

Koagulan Primer
Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O)
Biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena efektif untuk menurunkan
kadar karbonat. Tawas berbentuk kristal atau bubuk putih, larut dalam air, tidak larut dalam
alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis, mudah didapat dan mudah disimpan. Penggunaan
tawas memiliki keuntungan yaitu harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator
water treatment. Namun Ada juga kerugiannya, yaitu umumnya dipasok dalam bentuk
padatan sehingga perlu waktu yang lama untuk proses pelarutan.

2.

Sodium aluminate ( NaAlO2 )


Digunakan dalam kondisi khusus karena harganya yang relatif mahal. Biasanya
digunakan sebagai koagulan sekunder untuk menghilangkan warna dan dalam proses
pelunakan air dengan lime soda ash.

3.

Ferrous sulfate ( FeSO4.7H2O )


Dikenal sebagai Copperas, bentuk umumnya adalah granular. Ferrous Sulfate dan
lime sangat efektif untuk proses penjernihan air dengan pH tinggi (pH > 10).

4.

Chlorinated copperas.
Dibuat dengan menambahkan klorin untuk mengioksidasi Ferrous Sulfate.
Keuntungan penggunaan koagulan ini adalah dapat bekerja pada jangkauan pH 4,8 hingga 11.

5.

Ferrie sulfate ( Fe2(SO4)3)


Mampu untuk menghilangkan warna pada pH rendah dan tinggi serta dapat
menghilangkan Fe dan Mn.

6.

Ferrie chloride ( FeCl3.6H2O)


Dalam pengolahan air penggunaannya terbatas karena bersifat korosif dan tidak tahan
untuk penyimpanan yang terlalu lama.
2.3.4 Koagulan Sekunder
Kesulitan pada saat proses koagulasi kadang-kadang terjadi karena lamanya waktu
pengendapan dan flok yang terbentuk lunak sehingga akan mempersulit proses pemisahan.
Koagulan Aid menguntungkan proses koagulasi dengan mempersingkat waktu pengendapan
dan memperkeras flok yang terbentuk. Jadi difinisi koagulan aids adalah koagulan sekunder
yang ditambahkan setelah koagulan primer atau utama bertujuan untuk mempercepat
pengendapan, pembentukan dan pengerasan flok.
Jenis koagulan aid diantaranya:

1. PAC ( poly alumunium chloride )


Polimer alumunium merupakan jenis baru sebagai hasil riset dan pengembangan
teknologi air sebagai dasarnya adalah alumunium yang berhubungan dengan unsur lain
membentuk unit berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang, pada PAC
unit berulangnya adalah Al-OH.
Rumus empirisnya adalah Aln(OH)mCl3n-m
Dimana : n = 2 2,7 <> 0
Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani
partikel-partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung efisien. Namun terdapat kendala
dalam menggunakan PAC sebagai koagulan aids yaitu perlu pengarahan dalam pemakaiannya
karena bersifat higroskopis.
2. Karbon aktif
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan
membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi. Pori-pori arang
biasanya diisi oleh hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari persenyawaan
kimia yang ditambahkan akan meresap dalam arang dan membuka permukaan yang mulamula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.
Efisiensi adsorbsi karbon aktif tergantung dari perbedaan muatan listrik antara arang
dengan zat atau ion yang diserap. Bahan yang bermuatan listrik positif akan diserap lebih
efektif oleh arang aktif dalam larutan yang bersifat basa. Jumlah karbon aktif yang digunakan
untuk menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah warna yang diserap.
3. Activated silica
Merupakan sodium silicate yang telah direaksikan dengan sulfuric acid, alumunium
sulfate, carbon dioxide, atau klorida. Sebagai koagulan aid, activated silica memberikan
keuntungan antara lain meningkatkan laju reaksi kimia, menurunkan dosis koagulan,
memperluas jangkauan pH optimum dan mempercepat serta memperkeras flok yang
terbentuk. Umumnya digunakan dengan koagulan alumunium dengan dosis 7 11% dari
dosis alum.
4. Bentonic clay
Digunakan pada pengolahan air yang mengandung zat warna tinggi, kekeruhan
rendah dan mineral yang rendah.
2.4

Jartest
Jar Test

adalah

suatu

percobaan

skala

laboratorium

untuk

menentukan kondisioperasi optimum pada proses pengolahan air dan air


limbah. Metode ini dapatmenentukan nilai pH, variasi dalam penambahan
dosis koagulan atau polimer, kecepatanputar, variasi jenis koagulan atau
jenis polimer, pada skala laboratorium untuk memprediksi kebutuhan
pengolahan air yang sebenarnya. Metode Jar Testmensimulasikan proses koagulasi dan

flokulasi

untuk

menghilangkan

padatan

tersuspensi

(suspended solid) dan zat zat organik yang dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau,
dan rasa.
Jar Test

mensimulasikan

beberapa

tipe

pengadukan

dan

pengendapan yangterjadi di clarification plant pada skala laboratorium.


Dalam skala laboratorium, memungkinkan untuk dilakukannya 6 tes
individual yang dijalankan secarabersamaan. Jar test memiliki variabel

kecepatan putar pengaduk yang dapat mengontrol energi yang diperlukan untuk proses.
Prinsip Kerja Jar Test
Pada metode Jar Test, terdapat dua tahap proses yaitu koagulasi dan

flokulasi.

JarTest dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan Flocculator (seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.7).
Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Saat ini
banyakkita menjumpai berbagai macam flokulator, tetapi berdasarkan cara

kerjanya

flokulator dibedakan menjadi 3 macam : yaitu pneumatic, mekanik, dan baffle. Flokulator
padaprinsipnya bertugas untuk melakukan
pengadukan lambat agar jangan sampai mikro flokyang sudah menggumpal
pecah kembali menjadi bentuk semula, maka perlu adanyadesain khusus bentuk flokulator
tersebut.

Gambar 2.7 Flokulator (Dian, 2007)


Flokulator

secara

pneumatic

misalnya,

dirancang

dengan

cara

mensuplai udarake dalam bak flokulasi, cara kerjanya sama seperti yang
dilakukan pada aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak
flokulasi tidak sebesar pada bakaerasi. Jenis flokulator ini jarang sekali
kita temukan saat ini, tetapi yang palingsering adalah flokulator secara
mekanis. Flokulator secara mekanis paling banyak kita jumpai saat ini,
bentuk serta desainnyapun bermacam-macam. Prinsip kerja jenisflokulator
ini adalah dengan cara pengadukan (mixing), karena bentuknya yang

bermacam-

macam inilah maka bentuk ini sangat familiar bagi seorang engineer. Bentuk yang ter

akhir adalah dengan Baffle, jika dibandingkan


dengan 2 jenis flokulator di atas, maka jenis flokulator ini jarang atau
bahkan tidak pernah kita jumpai sekarang ini, pasalnya sistem Baffle

mempunyai

tingkat velositas G dan GTsangat terbatas.


Perlakuan yang dilakukan pertama kali adalah penambahan koagulan pada airyang
akan diuji, selanjutnya adalah tahap koagulasi
dengan pengadukan kecepatantinggi hingga partikel besar terentuk akibat
proses netralisasi. Setelah koagulasi dilanjutkan dengan flokulasi yang
dilakukan dengan pengadukan kecepatan rendah setelah ditambahkan flokulan seperti
yang digambarkan pada Gambar 2.7berikut.

Gambar 2.7 Proses Penambahan Flokulan


Langkah analisa adalah :
a. Koagulan ditambahkan pada sampel air keruh lalu dilakukan pengadukan dengan kecepatan
tinggi.
b. Setelah penambahan koagulan, pertumbuhan partikel terjadi karena

netralisasimuatan.

Penambahan koagulan atau flocculant pada molekul tinggi dapat ditambahkan.


c. Setelah itu dilakukan proses flokulasi, yaitu pada kecepatan rendah berkisar antara 10
15 rpm.
d. Kemudian supernatannya diperiksa dan diuji setelah settling time selama
5 sampai 10menit, dan sifat serta volume flok yang terapung dapat dicatat.
2.4.1

Tujuan Jartest
Pada pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan
bahan kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau air
limbah. Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus dengan dosis yang
tepat dan bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan pHnya. Sehingga jartest

bertujuan untuk menpotimalkan pengurangan polutan dengan :


Mengevaluasi koagulan dan flokulan

Menentukan dosis bahan kimia

Mencari ph yang optimal


2.4.2

Kegunaan Jartest dalam Industri


A.

Koagulasi

Air mengandung partikel-partikel koloid yang terlalu ringan untuk mengendap dalam
waktu singkat. Partikel-partikel koloid tersebut tidak dapat menyatu menjadi partikel yang
lebih besar karena pada umumnya partikel-partikel tersebut bermuatan elektris yang sama,
sehingga dibutuhkan penambahan bahan kimia seperti koagulan yang dapat mendestabilkan

partikel-partikel koloidal. Koagulasi adalah proses adsorpsi dari koagulan terhadap partikel
koloid sehingga menyebabkan destabilisasi partikel. Proses ini biasa disebut proses
netralisasi.
Pada proses koagulasi Jartest digunakan untuk mencari bahan kimia apa yang cocok
untuk air limbah tertentu dan beberapa dosis yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang
optimal. Proses koagulasi ini dengan pengadukan cepat supaya terjadi turbulensi yang baik
agar bahan kimia dapat menangkap partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat hanya
dilakukan sebentar saja 30-60 detik(Dian, 2007).
Faktor faktor yang mempengaruhi koagulasi :
a.

Pemilihan bahan kimia koagulan


Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu program
lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya menggunakan metode
jartest. Seorang operator dalam pengetesan untuk memilih bahan kimia,
biasanyadilakukan di laboratorium. Untuk melaksanakan pemilihan bahan
kimia, perlupemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :

1. Suhu
2. pH
3. Alkalinitas
4. Kekeruhan
5. Warna

Efek karakteristik air baku yang akan diolah terhadap koagulan adalah:
Suhu
berpengaruh
terhadap
daya
koagulasi
dan

pemakaianbahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima.


pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh

terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.


Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik,

memerlukan

pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui

penambahan bahan kimia alkali/basa (kapur atau soda abu)


Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin

sedikit

partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit

kesempatan flok berakumulasi.


Warna, berindikasi kepada

senyawa

organik,

dimana zat

organic

bereaksi

koagulasi

semakin

dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu


selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses
sukar tercapai.
b. Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan
harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh

komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi


biasanya dalam halini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu
perubahan

dimana

terjadi

kekeruhan yang drastic (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis

optimum berulang-ulang.
c.

Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan
pH air,disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di
atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu.
B.

Flokulasi

Setelah selesai dengan proses koagulasi, proses yang terjadi dilanjutkan pada tahap ke
dua yaitu proses flokulasi dimana terjadi penggabungan partikel-partikel yang tidak stabil
sehingga membentuk flok yang lebih besar dan lebih cepat dapat dipisahkan. Sering kali flok
yang terbentuk tidak begitu bagus sehingga dibutuhkan bahan kimia tambahan yang dapat
membantu penggabungan flok-flok tersebut sehingga menjadi flok yang lebih besar.
Flokulasi dilakukan pada pengadukan lambat dengan waktu 5-30 menit. Proses koagulasi,
flokulasi dapat dijelaskan dengan teori jembatan kimia (Dian, 2007).
Faktor faktor yang mempengaruhi flokulasi :
Untuk mencapai kondisi flokulasi yang dibutuhkan, ada beberapa

faktor

yang

harus diperhatikan, seperti misalnya :


1. Waktu flokulasi
2. Jumlah energi yang diberikan
3. Jumlah koagulan
4. Jenis dan jumlah koagulan/flokulan pembantu
5. Cara pemakaian koagulan/flokulan pembantu
6. Resirkulasi sebagian lumpur (jika memungkinkan)
7. Penetapan pH pada proses koagulasi
C.

Presipitasi

Presipitasi adalah proses pengendapan dari garam-garam solid yang terbentuk karena
adanya reaksi kimia. Presipitasi biasanya untuk penurunan logam berat. Pada presipitasi ini
Jartest digunakan untuk mencari kondisi optimum dimana pada kondisi ini diharapkan
logam-logam berat yang ada di air limbah dapat diendapkan bersama-sama (Dian, 2007).
D.

Oksidasi dan Desinfektan


Pada proses oksidasi mangan dan besi maupun desinfektan perlu dilakukan Jartest
untuk menentukan dosis yang dipakai agar tidak terlalu banyak sisa klor yang masih
tertinggal. Jumlah desinfektan yang tertinggal dalam air untuk dosis tertentu dapat merusak
kehidupan mahluk hidup lainnya yang sebenarnya bukan tujuan untuk dihilangkan, dalam

industri sisa klor yang berlebihan dapat merusak system penukar ion dengan menutup poripori resin penukar ion (Dian, 2007).
2.4.3

Metode Pengujian Koagulasi-Flokulasi dengan Jartest


Standar nasional untuk metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest

ditetapkan dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolahan dalam
rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak mengendap dalam air dengan
menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi flokulasi, yang dilanjutkan dengan
pengendapan secara gravitasi.
Uji koagulasi flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia dan
persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabelvariabel utama
yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk :
1.

Bahan kimia pembantu

2.

pH

3.

Temperatur

4.

Persyaratan tambahan dan kondisi campuran


Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan flokulan

pada proses pengolahan air bersih dan air limbah. Pengaruh konsentrasi koagulan dan
flokulan dapat juga dievaluasi dengan metode ini (Dian, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Umum
Sebuah penelitian membutuhkan metodologi yang sistematis, dimana metode ini

mempunyai fungsi untuk:


a.

Mempermudah jalannya penelitian.

b.

Penelitian berjalan secara sistematis sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu.

c.

Mengurangi atau memperkecil kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penelitian.

d.

Mengkoreksi dan mengevaluasi kembali proses pelaksanaan penelitian secara

menyeluruh.
Metode penelitian ini berisi:
a.

Kerangka penelitian yang meliputi: penetapan obyek yang akan diteiti, penetapan

sampel air limbah yang akan digunakan dan pemilihan variabel penelitian.
b.

Metode penelitian dan metode analisa.

3.2

Diagram Kerja Penelitian

3.2.1

Run 1 (Tanpa Pengendapan)

3.2.1

Run 2 (Dengan Pengendapan)

3.3

Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan

Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.

3.4

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam analisa air limbah pencucian mobil adalah

penelitian skala laboratorium (Labour Experiment) dengan cara batch dari sumber limbah
yaitu limbah sebuah jasa pencucian mobil di daerah Jl. Surya Sumantri, Bandung.
3.5

Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas (Independent Variable)
Dalam melakukan penelitian ini, yang merupakan variabel bebas adalah variasi

kombinasidosis koagulan (tawas) dan flokulan (aquaclear).


3.5.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat yang diteliti adalah volume sampel. Sedangkan parameter yang diteliti
adalah pH dan kekeruhan limbah pencucian mobil.
3.6

Bahan dan Alat Penelitian


3.6.1 Bahan-bahan penelitian
Bahan utama dalam proses koagulasi-koagulasi adalah koagulan berupa tawas dan

flokulan berupa FeCl3. Bahan tambahan berupa asam klorida atau kapur.
3.6.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam proses koagulasi dan flokulasi limbahpencucian
mobil terdiri dari peralatan utama yaitu peralatan yang digunakan dalam proses utama, dan
peralatan pendukung yaitu peralatan yang digunakan dalam proses analisa air.
a) Peralatan utama

Peralatan utama terdiri dari:


Unit JARTEST
1 buah

Kerucut in-hoff

6 buah

b) Peralatan pendukung
Peralatan pendukung yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel:
Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan dalam proses analisa kombinasi dosis
optimum koagulan-flokulan limbah pencucian mobil
No
Alat yang digunakan
Spesifikasi
1
pH meter
2
Gelas Ukur
1000 ml
3
Turbidimeter
4
Bola isap
5
Gelas Kimia
100 ml, 1000ml
6
Pipet ukur
10 ml

3.7

Jumlah
Satu unit
Satu unit
Satu unit
Satu unit
Dua unit, enam
Satu unit

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara langsung menggunakan ember dan jerigen air.

Sumber air limbahnya diambil dari sebuah jasa pencucian mobil didaerah .
3.8

Tahap Pengujian (Metoda Jar Test)


Prosedur kerja yang dilakukan untuk mengetahui kombinasi dosis optimum

koagulan tawas dan flokulan aquaclear. Untuk menentukan kombinasi dosis optimum
koagulan-flokulan yang digunakan dilakukan tahap-tahap penelitian sebagai berikut. Untuk
menentukan kombinasi dosis optimum penggunaan tawas- aquaclear menggunakan analisa
jar test. Tahapan yang dilakukan dalam analisa jar test adalah sebagai berikut:
a) Mengukur pH dan kekeruhan awal air limbah.
b) Mengisi tabung pengujian wadah aparat dengan air sampel limbah masing-masing
sebanyak 1000 ml. Mengubah pH air sampel limbah menjadi sekitar 5-7 dengan penambahan
kapur jika limbah memiliki pH dibawah 5 atau asam jika limbah memiliki pH diatas 7. Hal
ini dilakukan karena koagulan yang digunakan yaitu tawas yang hanya dapat bekerja pada
range pH 5 sampai 7.
c) Menambahkan

koagulan tawas kedalam

enam beaker

glass dengan

variasi

dosis

koagulan 0,25gr/L; 0,5gr/L; 1gr/L; 2gr/L; 4gr/L dan 0,5gr/L. Lalu aduk dengan mixer pada
alat jartest dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Tahap campuran cepat membantu
untuk membubarkan koagulan sepanjang masing-masing kontainer. Koagulan adalah
tambahan kimia, seperti garam logam, yang membantu menyebabkan agregat lebih kecil
untuk membentuk partikel yang lebih besar.
d) Menambah flokulan aquaclear kedalam beaker glass yang berisi air limbah yang sudah
dikoagulasi tersebut dengan variasi dosis 0,006gr/L; 0,013gr/L; 0,025gr/L; 0,05gr/L; 0,1gr/L
dan 0,2gr/L. Lalu aduk dengan mixer pada alat jartest dengan kecepatan 40 rpm
selama 20 menit. Berbeda dengan koagulasi yang membutuhkan pengadukan cepat, pada
flokulasi diberikan pengadukan yang lebih rendah.Kecepatan pencampuran yang lebih

lambat ini akan membantu mempromosikanpembentukan flok dengan meningkatkan tabrakan


partikel yang menyebabkan flok lebih besar.
e) Mematikan mixer dan memindahkan keenam air sampel limbah hasil koagulasi-flokulasi ke
dalam 6 kerucut inhoff dan dibiarkan untuk proses sedimentasi selama30 menit.
f)

Mengukur kekeruhan terakhir dan pH masing-masing air sampel limbah di kerucut inhoff.
Kekeruhan akhir diukur dengan turbidimeter. Catat tinggi endapan dari masing-masing
kerucut.

g) Menentukan kombinasi dosis optimum koagulan-flokulan yang digunakan


h) Melakukan kembali percobaan run kedua yang sama seperti diatas (langkah a-g) namun
disertai dengan pengendapan awal air limbah selama 30 menit.
i)

Menetukan pengaruh pengendapan terhadap optimasi penurunan kekeruhan air limbah.

3.9. Analisa dan Pembahasan


Analisa dan pembahasan dari penelitian ini akan ditarik dari awal penelitian sampai
akhirpenelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Fadly Rachman. 2010. Penelitian Pengolahan Limbah Pencucian Mobil Dengan KoagulasiFlokulasi Secara Batch. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Alaert,G. & Sri Sumesti. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
Anonim.

2010. Makalah

Kimia

Air

(Penggolongan

dan

Klasifikasi

Air).

Tersediahttp://irlanode.wordpress.com/2010/12/16/makalah-kimia-air-pengolongan-danklasifikasi-air/ (diakses 7 November 2012).


Anonim. 2008. Tersedia http://inf ormasitender.blogspot.com/2008/04/simulasi-koagulasi-flokulasidengan.html (diakses 7 November 2012).
Anonim.

2007.

Tersedia http://id.scribd.com/doc/56379118/Proses-Penjernihan-Air-dengan-

Penambahan-Koagulan (diakses 7 November 2012).


Anonim. 2002. Tersedia http:// www.labsource.co.uk/shop/images/SW6.jpg) (diakses 7 November
2012)
Anonim.

2010.

Tersedia http://kidalnarsis.blogspot.com/2010/12/jenis-koagulan-dan-koagulan-

aid.html (diakses 7 November 2012).


Risdianto, Dian. 2007. Optimasi Proses Koagulasi Untuk Pengolahan Air Limbah Industri
Jamu. Semarang: Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai