Anda di halaman 1dari 23

BUKU PANDUAN SKILL LAB

FK UNISSULA

Semester

:7

Modul

: Kegawat Daruratan Medik

LBM

:1

Topik Ketrampilan: Resusitasi Jantung Paru

A. SASARAN BELAJAR
1. Melakukan diagnosis henti jantung
2. Melakukan Resusitasi Jantung Paru
3.
Mempelajari teknik penggunaan Automated External Defibrilator (AED)/Manual Defibrilator

B. DASAR TEORI
Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan layanan kesehatan dasar yang dilakukan
terhadap penderita yang menderita penyakit yang mengancam jiwa sampai penderita tersebut
mendapat pelayanan kesehatan secara paripurna. Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar
umumnya dilakukan oleh paramedis, namun dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Kanada serta Inggris dapat dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapatkan pelatihan
sebelumnya. Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar secara garis besar dikondisikan untuk
keadaan di luar Rumah Sakit sebelum mendapatkan perawatan lebih lanjut, sehingga tindakan
TindakanBantuanHidup JantungDasar dapat dilakukan
di luar Rumah Sakit tanpa
menggunakan peralatan medis.
Bantuan Hidup Jantung Dasar sebenarnya sudah sering didengar oleh masyarakat awam di
Indonesia dengan nama Resusitasi Jantung Paru (RJP). Umumnya tidak menggunakan obatobatan dan dapat dilakukan dengan baik setelah melalui pelatihan singkat. Pedoman Bantuan
Hidup Jantung Dasar yang sekarang dilaksanakan sekarang telah mengalami perbaikan
dibandingkansebelumnya.Bulan Oktober 2010, AmericanHeart Association(AHA)
mengeluarkan pedoman baru Bantuan Hidup Dasar Dewasa. Dalam Bantuan Hidup Dasar ini,
terdapat beberapa perubahan sangat mendasar dan berbeda dengan Bantuan Hidup Dasar yang
telah dikenal sebelumnya, seperti :
1

1. Pengenalan kondisi henti jantung mendadak segera berdasarkan penilaian respon


penderita dan tidak adanya napas
2. Perintah Look, Feel and Listen dihilangkan dari algoritme Bantuan Hidup Dasar
3.Penekanan bantuan kompresi dada yang berkelanjutan dalam melakukan resusitasi
jantung paru oleh penolong yang tidak terlatih
Perubahan
4.
urutan pertolongan Bantuan Hidup Dasar dengan mendahulukan kompresi
sebelum melakukan pertolongan bantuan napas (CAB dibandingkan dengan ABC)
5.Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang efektif dilakukan sampai didapatkan kembalinya
sirkulasi spontan atau penghentian upaya resusitasi
6. Peningkatan fokus metode untuk meningkatkan kualitas RJP yang lebih baik
7. Penyederhanaan Algoritme Bantuan Hidup Dasar.
Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar bukan merupakan suatu satu jenis keterampilan
tindakan tunggal semata, melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara pengamatan
serta intervensi yang dilakukan dalam pertolongan. Keberhasilan pertolongan yang dilakukan
ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal Bantuan Hidup Jantung Dasar.
Para ahli berpikir bagaimana cara untuk melakukan suatu Tindakan Bantuan Hidup Jantung
Dasar yang efektif serta melatih sebanyak mungkin orang awam dan paramedis yang dapat
melakukan tindakan tersebut
secara baik dan benar. Secara umum, pengamatan serta
intervensi yang dilakukan dalam Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan suatu
rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup (chain of survival) :
1.Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early
Access)
a. Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem gawat darurat
b.Informasikan segera Kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada orang
dewasa atau sekitar 1 menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi
dan anak.
c. Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung
d. Identifikasi tanda henti jantung atau henti napas.
2. Resusitasi Jantung Segera (Early CPR)
3. Defibrilasi Segera (Early Defibrillation)
4. Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang Efektif (Effective ACLS)
5. Penanganan terintegrasi pascahenti jantung (Integrated Post Cardiac Arrest Care)

SURVEI PRIMER BANTUAN HIDUP DASAR


Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan sistematis Bantuan Hidup Jantung Lanjut
(ACLS), maka
kita harusmelakukanpengamatan
dan pemeriksaan
secara sistematis
pula.
Pengamatan dan pemeriksaan tersebut dimulai dari survei primer Bantuan Hidup Dasar dilanjutkan
dengan survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut
Survei Bantuan Hidup Dasar Primer merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa setelah terjadi
keadaan henti jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang penolong ataupun secara simultan.
Tujuan awal pelaksanaan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer adalah memperbaiki sirkulasi sistemik
yang hilang pada penderita henti jantung mendadak dengan melakukan kompresi dada secara
efektif dan benar, diikuti dengan pemberian ventilasi yang efektif sampai didapatkan kembalinya
sirkulasi sistemik secara spontan atau tindakan dihentikan karena tidak ada respon dari penderita
setelah tindakan dilakukan beberapa saat. Jikalau setelah dilakukan survei Bantuan Hidup Dasar
Primer secara efektif didapatkan kembalinya sirkulasi secara spontan, maka tindakan Survei
Bantuan Hidup Dasar Primer langsung dilanjutkan Survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
Tujuan survei Bantuan Hidup Dasar Primer adalah berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik,
ventilasi, dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi
sistemik spontan atau telah tiba peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan Bantuan Hidup
Jantung Lanjut.

Profisiensi penolong pada Bantuan Hidup Dasar

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer dilakukan baik untuk penderita yang mengalami henti jantung
mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan atau datang ke Rumah Sakit sudah tidak
sadarkan diri. Kita memeriksa respon penderita dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak
atau menggoyangkan badan penderita bertujuan untuk mengetahui respon kesadaran penderita
(Check responsiveness). Setelah yakin bahwa penderita dalam keadaan tidak sadar, maka kita
meminta bantuan orang lain menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat Rumah Sakit
terdekat dan meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan medis yang
lengkap (Call for Help). Jika saat melakukan pertolongan hanya seorang diri, setelah melakukan
pemeriksaan respon kesadaran, penolong segera menghubungi Rumah sakit terdekat atau ambulans
dan melakukan pertolongan awal kompresi dada dengan dengan cepat dan kuat dengan frekuensi
kali 30
diselingi pemberian bantuan napas 2 kali (1 detik setiap napas bantuan) sampai bantuan
datang.

Sebelum melakukan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer , kita harus memastikan bahwa
lingkungansekitar penderita aman
untuk melakukan
pertolongan, dilanjutkan
dengan
memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan
sistem gawat darurat dan menyediakan AED

Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C - A t B. Sebelum melakukan Bantuan Hidup Dasar
harus diperhatikan langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Setelah
dilakukan pemeriksaan (kesadaran, sirkulasi, pernapasan, perlu tidaknya defibrilasi), harus dianalisis
secara cepat dan tepat tindakan yang perlu dilakukan. Sebagai contoh :
eriksa respon penderita untuk memastikan penderita dalam keadaan sadar atau tidak
P
sadar.

Periksa denyut nadi sebelum melakukan


kompresi dada atau sebelum
melakukan
penempelan sadapan AED.

Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum melakukan tindakan kejut lsitrik pada jantung
(defibrilasi).
Perhatikan : selalu melakukan pemeriksaan sebelum melakukan tindakan.

Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak penderita
serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan seperti :

Henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan


1)Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan
ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita
2)Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat
pengobatan secara optimal
Pada
3)
neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi,
misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau kelainan kromosom seperti trisomi
13

Henti jantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan


Tanda-tanda
1)
klinis kematian yang irreversibel, seperti kaku mayat, lebam mayat,
dekapitasi, atau pembusukan.
2) Upaya RJP dengan resiko membahayakan penolong
3) Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan seperti hangus terbakar,
dekapitasi atau hemikorporektomi.

Kapan Menghentikan RJP


Ada beberapa alasan bagi penolong untuk menghentikan RJP, antara lain :

Penolong
sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal, antara lain: RJP,
defibrilasi pada penderita VF/VT tanpa nadi, pemberian vassopressin
atau epinefrin
intravena, membuka jalan napas, ventilasi dan oksigenasi menggunakan bantuan napas
tingkat lanjut serta sudah melakukan semua pengobatan irama sesuai dengan pedoman
yang ada.

Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau


mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf pusat

Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong.

Penolong
sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10 menit
atau lebih
Implementasi penghentian usaha resusitasi ;
Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada neonatus lebih dari 10 menit

Penderita yang tidak respon setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung Lanjut minimal 20
menit.

Secara etik penolongRJP selalu menerima keputusan


klinik yang layak untuk
memperpanjang usaha pertolongan (misalnya oleh karena konsekuensi psikologis dan

emosional). Juga menerima alasan klinis untuk mengakhiri resusitasi dengan segera (karena
kemungkinan hidup yang kecil).

Menurunnya
kemungkinan keberhasilan resusitasi sebanding dengan makin lamanya waktu
melaksakanan bantuan hidup. Perkiraan kemungkinan keberhasilan resusitasi dan pulang ke
rumah, mulai dari 60-90% dan menurun secara jelas 3-10 % permenit.
Tindakan RJP pada Asistol bisa lebih lama dilakukan pada penderita dengan kondisi sebagai berikut :

Usia Muda

Asistol menetap karena toksin atau gangguan elektrolit

Hipotermia

Overdosis Obat

Usaha bunuh diri

Permintaan Keluarga

Korban tenggelam di air dingin

Teknik Pelaksanaan Survey Primer Bantuan Hidup Dasar (C-A-B -D) :


1. Kita harus memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan
pertolongan. Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras posisi telentang.
Dilanjutkan
2.
dengan memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan
untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.
Setelah yakin bahwa penderita dalam keadaan tidak sadar, maka kita meminta bantuan
orang lain menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat dan
meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan medis yang lengkap
Memeriksa respon : dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak atau menggoyangkan
badan penderita (ZlA

}v]v
^AVA
WlXXXXWlXXXXA
~u]oA uvlA

pundak)......pak....anda baik-]lAiAM_
(Call for Help W uevvjk }avg diekia V ^ Tolong Telpon 118/ambulan, beritahukan ada
pasien cardiac arrest, mohon bantuan tenaga u] AvA_

Cek respon
3. Penilaian denyut nadi
Caranya jika penolong di sebelah kanan penderita, dengan meletakkan jari telunjuk dan jari
tengah pada garis median
leher (trachea), kemudian
geser ke lateral (kearah
penolong)/tidak boleh menyeberangi
garis tengah, lalu raba pulsasi arteri carotisnya.
Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih dari 10 detik

Untuk berlatih mahasiswa dapat meraba pulsasi arteri carotisnya sendiri terlebih dahulu,
kemudian meraba pulsasi arteri carotis mahasiswa lain secara berpasangan.
Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi menunjukkan baik penolong awam
maupun tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan pulsasi
arteri carotis. Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulsasi tidak diperlukan, seperti :
Penolong tidak perlu memeriksa nadi dan langsung mengasumsikan penderita
menderita henti jantung jika penderita mengalami pingsan mendadak, atau tidak
berespons tidak bernapas, atau bernapas tidak normal.
Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam 10 detik
penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan kompresi dada.

Catatan : Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek nadi tiap 2 menit
Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi
4. Kompresi Dada
Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah
sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line pada
sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan kanan/ sebaliknya. Yang dipakai
adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini menciptakan aliran darah melalui
peningkatan tekanan
intratorakal danpenekananlangsungpada dindingjantung.
Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :

Frekuensi minimal 100 kali permenit

Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)

Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter diding anterposterior
dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
erikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna setelah
B
setiap kompresi.

Seminimal mungkin melakukan interupsi

Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan.

Melakukan kompresi dada: tekan dengan cepat dan keras, interupsi minimal, dan biarkan
dada recoil. Siku lengan harus lurus dengan sumbu gerakan menekan adalah pinggul bukan
bahu. Tekan dada dengan kedalaman minimal 5 cm.

Beri kesempatan dada recoil sebelum menekan kembali untuk memberi kesempatan venous
return mengisi jantung.
Catatan : untuk membantu penghitungan kompresi :
^ aU daXXXXXXXXXXXXXXXXelh_XXXX aU daU XXXXXX dalhU
XXXXaXXXdaXXXX igalh_
5. Airway (pembukaaan jalan napas)
Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka dan mempertahankan jalan napas
untuk membantu ventilasi dan memperbaiki oksigenasi tubuh. Tindakan ini sebaiknya
dilakukan oleh orang yang sudah menerima pelatihan Bantuan Hidup Dasar atau tenaga
kesehatan profesional dengan menggunakan teknik angkat kepala tangkat dagu (head TiltChin Lift) pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher. Pada penderita yang

dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik
yang digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan ekstensi
kepala (Jaw Thrust). Pada penolong yang hanya mampu melakukan kompresi dada saja,
belum didapatkan bukti ilmiah yang cukup untuk melakukan teknik mempertahankan jalan
napas secara pasif, seperti hiperekstensi leher.

Head Tilt Chin Lift


9

Jaw Thrust

6. Breathing (pemberian napas bantuan)


Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan Primer
pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan
American Hearth Association mengenai Bantuan Hidup Jantung Dasar, penolong tidak perlu

melakukan observasi napas spontan dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan
tidak konsisten dan menghabiskan banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan bantuan napas antara lain :

Mahasiswa memasang mouth barrier untuk proteksi diri

Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.

Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada

Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi

Pada kondisiterdapat dua orang


penolongatau lebih, dantelah berhasil
memasukkan alat untuk mempertahankan jalan napas (seperti pipa endotrakheal,

combitube, atau sungkup laring), maka napas bantuan diberikan setiap 6-8 detik,
sehingga menghasilkan pernapasan dengan frekuensi 8-6 kali permenit. Tidak
sinkron dengan kompresi : memberikan bantuan napas tiap 6-8 detik selama
kompresi berlangsung, Ingat Interupsi minimal saat kompresi

Penderitadenganhambatan jalan
napas atau komplians paru
yang buruk

memerlukan bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan


dinding dada terangkat.

Pemberianbantuan napas yang berlebihantidak diperlukandan dapat

menimbulkan distensi lambung serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.


Cara pemberian napas bantuan :
a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung

10

c. Mulut ke sungkup
d. Dengan Kantung Pernafasan

7.Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan bantuan
belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan (AED/Defibrilator)
segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator.

Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila not shockable teruskan RJP.
Ikuti algoritme.
8. Defibrilasi
Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan penting untuk keberhasilan
pertolongan penderita henti jantung mendadak berdasarkan alasan berikut :
Irama jantung yang paling sering didapat pada kasus henti jantung mendadak yang
disaksikan di luar rumah sakit adalah Fibrilasi ventrikel

Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah defibrilasi

Kemungkinankeberhasilantindakan defibrilasi berkurangseiring dengan


bertambahnya waktu

Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol seiring dengan berjalannya
waktu.
Pelaksanaan defibrilasi bisa dilakukan dengan menggunakan defibrilator manual atau
menggunakan Automated External Defibrilator (AED). Penderita dewasa yang mengalami

11

fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardi tanpa nadi diberikan energi kejutan 360 J pada
defibrilator monofasik atau 200 J pada bifasik. Pada anak, walaupun kejadian henti jantung
mendadak sangat jarang, energi kejutan listrik diberikan dengan dosis 2-4 J/Kg, dapat
diulang dengan dosis 4-10 J/Kg dan tidak melebihi energi yang diberikan kepada penderita
dewasa. Pada neonatus, penggunaan defibrilator manual lebih dianjurkan.
Penggunaan defibrilator untuk tindakan kejut listrik tidak diindikasikan pada penderita
dengan asistol atau pulseless electrical activity (PEA)
Shockable Waves
a. PULSELESS VENTRICULAR TACHYCARDIA

b. VENTRICULAR FIBRILLATION

Not Shockable Waves


a. ASYSTOLE

b. Pulseless Electrical Activity (Pea)

12

PROTOKOL PENGGUNAAN AED

Hidupkan
AED dengan menekan sakelar ON atau beberapa alat dengan membuka
tutup AED

Pasang bantalan elektroda pada dada penderita

Jangan melakukan kontak langsung dengan penderita saat sedang dilakukan analisis
irama penderita oleh alat AED

Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan kejut listrik, atau

langsung lakukan RJP 5 siklus petugas kesehatan terlatih tanpa mencek nadi terlebih
dahulu jika alat tidak memerintahkan tundakan kejut listrik

Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP boleh dihentikan sesuai
indikasi.

PROTOKOL PENGGUNAAN ALAT KEJUT LISTRIK KONVENSIONAL (MANUAL DEFIBRILATOR)


Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yang mutlak dilakukan dan interupsi
terhadap kompresi harus minimal. Prinsip ini tetap berlaku pada penggunaan
defibrilator. Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap dilakukan
kompresi dada.

Tekan
tombol ON atau putar saklar ke arah gambaran EKG untuk menghidupkan
monitor

Tempelkan elektroda atau gunakan pedal defibrilator untuk melakukan analisis


secara cepat (quick look analysis)

Lihat irama di monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut listrik, berikan gel di
pedal defibrilator atau dada penderita untuk mencegah luka bakar yang berat serta
memperbaiki hantaran listrik dari pedal ke tubuh penderita

13

Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel dan ventrikel takikardi
tanpa nadi, maka lakukan pemberian kejut lsitrik dengan energi 360 J pada alat

defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik. Lakukan pengisian (charge)
sampai ke energi yang diinginkan (biasanya ditandai dengan bunyi alarm. satu pedal
diletakkan di apeks jantung dan yang lain diletakkan di sternum dengan disertai
pemberian tekanan sebesar 12,5 kg saat ditempelkan ke dinding dada. Listrik
dialirkan dengan menekan tombol discharge(bergambar listrik) yang berada di kedua
gagang
Sebelum melakukan shock berikan aba-aba pada seluruh anggota tim untuk tidak
dengan pasien maupun tempat tidurnya sambil memastikan diri sendiri juga tidak
bersentuhan. Contoh aba-aba:
I[u g}ivg } h}ck }v heeW
o

OveU I[u clea

Two, you are clear

Three, Every body is clear.

Untuk terakhir kali lihat secara visual apakah semua sudah tidak bersentuhan
dengan pasien, lihat ke monitor untuk pastikan irama belum berubah
Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah 2 menit lakukan evaluasi.
Bila irama yang terlihat dimonitor adalah irama yang harus diberikan kejut listrik
(Shockable rhytm) yaitu VT tanpa nadi atau VF, maka lakukan pemberian kejut listrik
kembali. Bila irama yang terlihat adalah PEA atau Asistol, maka lakukan pemberian
RJP selama 2 menit atau 5 siklus danpenatalaksanaan
sesuai algoritma
PEA/Asystole.

14

C. ALGORITMA

15

Rekomendasi
Komponen

Dewasa

Pengenalan Awal

Anak

Bayi

Tidak sadarkan diri


Tidak ada nafas atau bernafas
Tidak bernafas atau ada usaha nafas
tidak normal
Tidak teraba nadi dalam 10 detik (hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan professional)

Urutan BHD

CAB

Frekuensi Kompresi

CAB

CAB

Minimal 100 x/menit

Kedalaman kompresi

Minimal 5 cm (2 inci)

Minimal 1/3 diameter dindingMinimal 1/3 diameter dinding


Anterior posterior toraks (sekitar
Anterior
5 posterior toraks (sekitar 4
cm/2 inci)
cm/1 inci)

Recoil Dinding Dada

Usahakan terjadi recoil sempurna setiap kompresi


Untuk penolong terlatih, pergantian posisi penolong setiap 2 menit

Interupsi bantuan

Interupsi seminimal mungkin, jikalau memungkinkan interupsi kurang dari 10 detik

Jalan Nafas (Airway)

Head tilt Chin lift (untuk kecurigaan trauma leher lakukan jaw thrust)

Kompresi

30: 2

30: 2 (satu penolong)

(1 atau 2 penolong) 15: 2 (2 penolong)


Ventilasi

30: 2 (satu penolong)


15: 2 (2 penolong)

Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja


Pada penolong terlatih, dengan jalan nafas lanjutan berikan nafas setiap 6 8 detik (8 10 x/menit).

Defibrilasi

Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin, Interupsi kompresi minimal baik sebelum atau sesudah kejut
listrik. Lanjutkan RJP diawali dengan kompresi setelah kejut listrik

16

ALGORITMA ACLS (Advance Cardiac Life Support)

17

D. KESIMPULAN
Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Bantuan Hidup Jantung
Dasar Adalah pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP segera serta
defibrilasi segera.
Tindakan tersebut harus dilakukan oleh orang di sekitar yang paling dekat jika menyaksikan
seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak. Tidak seperti mitos yang kita dengar, untuk
kondisi penderita seperti di atas, RJP merupakan tindakan yang tidak berbahaya. Lebih
berbahaya bagi penderita jika penolong tidak bertindak apa-apa.
Kualitas RJP harus kita perhatikan, kompresi dada harus dikerjakan dengan baik melalui
menekan cepat dan kuat di bagian setengah bawah tulang dada. Petugas kesehatan memegang
peranan penting dalam perkembangan sistem pelayanan kegawatdaruratan
kardiovaskular
(emergency cardioascular care system)serta pendidikan kepada masyarakat dan tampilan
Bantuan Hidup Dasar (Performance of BLS) pada berbagai situasi klinis.

18

E. CHECK LIST
No

Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan

Nilai
0

Melakukan tahap tahap CPR basic dan advanced sesuai algoritme


memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan
1

pertolongan. Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras posisi


telentang.
memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan
untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.

Setelah yakin bahwa penderita dalam keadaan tidak sadar, maka kita
meminta bantuan orang lain menghubungi ambulans atau sistem gawat
darurat Rumah Sakit terdekat dan meminta bantuan datang dengan
tambahan tenaga serta peralatan medis yang lengkap
Penilaian denyut nadi,

Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika


dalam 10 detik penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka

segera lakukan kompresi dada.

Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek nadi tiap 2
menit

Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi

Kompresi Dada
pada setengah bawah sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua
papila mammae memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan
tangan kiri diatas tangan kanan/ sebaliknya.

Frekuensi minimal 100 kali permenit

Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)

Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter diding


anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm
(2 inch) pada anak.

Berikankesempatanuntuk dada mengembang kembali sevara


sempurna setelah setiap kompresi.

Seminimal mungkin melakukan interupsi

Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan

19

Airway (pembukaaan jalan napas)


(head Tilt-Chin Lift) pada penderita yang diketahui tidak mengalami
5

cedera leher. Pada penderita yang dicurigai menderita trauma servikal,


teknik head tilt chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik yang digunakan pada
keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan ekstensi
kepala (Jaw Thrust).
Breathing (pemberian napas bantuan)

Mahasiswa memasang mouth barrier untuk proteksi diri

Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.

Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada

Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi

Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan telah
berhasil memasukkan alat untuk mempertahankan jalan napas
(seperti pipa endotrakheal, combitube, atau sungkup laring), maka
napas bantuan diberikan setiap 6-8 detik, sehingga menghasilkan
pernapasan dengan frekuensi 8-6 kali permenit. Tidak sinkron
dengan kompresi : memberikan bantuan napas tiap 6-8 detik selama

kompresi berlangsung, Ingat Interupsi minimal saat kompresi

Penderita dengan hambatan jalan napas atau komplians paru yang


buruk memerlukan bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi
sampai memperlihatkan dinding dada terangkat.

Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan dan


dapat menimbulkan distensi lambung serta komplikasinya, seperti
regurgitasi dan aspirasi.
Cara pemberian napas bantuan :
a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung
c. Mulut ke sungkup
d. Dengan Kantung Pernafasan

Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak
ada dan bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan
7

membawa peralatan (AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama


jantung dengan menggunakan atau
AED monitor defibrilator. Apabila
irama jantung shockable
lakukandefibrilasi, apabila
not shockable
teruskan RJP.

Melakukan prosedur defibrilasi

20

PROTOKOL PENGGUNAAN AED

Hidupkan AED dengan menekan sakelar ON atau beberapa alat


dengan membuka tutup AED

Pasang bantalan elektroda pada dada penderita

Jangan melakukan kontak langsung dengan penderita saat sedang


dilakukan analisis irama penderita oleh alat AED

Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan kejut


listrik, atau langsung lakukan RJP 5 siklus petugas kesehatan terlatih
tanpa mencek nadi terlebih dahulu jika alat tidak memerintahkan
tundakan kejut listrik

Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP boleh dihentikan


sesuai indikasi.

21

PROTOKOL PENGGUNAAN ALAT KEJUT LISTRIK KONVENSIONAL (MANUAL


DEFIBRILATOR)

Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap dilakukan


kompresi dada.

Tekan tombol ON atau putar saklar ke arah gambaran EKG untuk


menghidupkan monitor

Tempelkanelektroda ataugunakanpedal defibrilator untuk


melakukan analisis secara cepat (quick look analysis)

Lihat irama di monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut listrik,


berikan gel di pedal defibrilator atau dada penderita.

Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel dan
ventrikel takikardi tanpa nadi, maka lakukan pemberian kejut lsitrik
dengan energi 360 J pada alat defibrilator monofasik atau 200 J pada
alat bifasik. Lakukan pengisian (charge) sampai ke energi yang
diinginkan(biasanya ditandai dengan
bunyi alarm. satu
pedal
diletakkan di apeks jantung dan yang lain diletakkan di sternum
dengan disertai pemberiantekanan sebesar 12,5 kg saat

ditempelkan ke dinding dada. Listrik dialirkan dengan menekan


tombol discharge(bergambar listrik) yang berada di kedua gagang
Sebelum melakukan shock berikan aba-aba pada seluruh anggota
tim: I[u g}ivg } h}ck }v heeW
o

OveU I[u clea

Two, you are clear

Three, Every body is clear.


Untuk terakhir kali lihat secara visual apakah semua sudah tidak
bersentuhan dengan pasien, lihat ke monitor untuk pastikan irama
belum berubah

Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah 2 menit


lakukan evaluasi. Bila irama yang terlihat dimonitor adalah irama
yang harus diberikan kejut listrik (Shockable rhytm) yaitu VT tanpa
nadi atau VF, maka lakukan pemberian kejut listrik kembali. Bila
irama yang terlihat
adalah PEA atau Asistol, makalakukan
pemberian RJP selama 2 menit atau 5 siklus dan penatalaksanaan
sesuai algoritma PEA/Asystole.

22

F.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association: Management of Cardiac Arrest.Circulation
2010;112;IV-58-IV66. Lippincott Williams & Wilkins, a division of Wolters Kluwer Health, 351 West Camden
Street, Baltimore.
th
2. Colquhoun MC, Handley AJ, Evans TR. ABC of Resuscitation
edition. BMJ
5 Publishing

Group 2004.
3. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Dasar edisi 2012, BCLS Indonesia, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP-PERKI) 2012

23

Anda mungkin juga menyukai