JDNJSD Vms
JDNJSD Vms
DIABETES MELITUS
i.
Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
(Mansjoer Arif Et al 2005).
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. (rice and Wilson, 1992 ).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Smeltzer and
Bare,1996).
ii.
Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetic ke arah
terjadinya DM tipe ini ditemukan pada individu yang mempunyai
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus /
NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui .
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli
amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan golongan AfroAmerika
iii. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi
glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen
dalam sel-sel hati
Resistensi insulin ini disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin
maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti
kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi.
B.
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Hipertens
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.
C.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
Belum pasti DM
DM
< 100
<80
100-200
80-200
>200
>200
<110
<90
110-120
90-110
>126
>110
2.
3.
D.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
i.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
b. Kekurangan volume cairan
c. Gangguan integritas kulit
d. Resiko terjadi injury
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Observasi
adanya
kelelahan
yang
meningkat,
edema,
penurunan fungsi
penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa
mengalami injury
Intervensi :
10
DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges,
Marilyn
E,
Rencana
Asuhan
Keperawatan
Pedoman
untuk
11