Anda di halaman 1dari 8

UPAYA PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN SEHUBUNGAN

DENGAN KEGIATAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)


Astu Widodo, M.Pd.
Widyaiswara PPPPTK BOE Malang
ABSTRAK
Kurangnya sarana dan prasarana atau fasilitas yang dimiliki Sekolah Menengah Kejuruan
menjadi isu penting yang tidak pernah ada henti-hentinya untuk melengkapi dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan, bahkan pemerintah telah mengeluarkan undang-undang
pendidikan dan Permendiknas yang mengatur standar, khususnya berkaitan dengan
problematik sarana dan prasarana. Upaya pemenuhan fasilitas pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan tersebut dilakukan dengan cara menganalisis alternatif pemecahan
masalah melalui penilaian kekuatan dan kelemahan setiap alternatif pemecahan. Hasil yang
diperlihatkan berdasarkan komponen alternatif pemecahan memperlihatkan bahwa
komponen pelibatan dunia usaha dan industri menjadi pilihan pertama untuk menyelesaikan
permasalahan keterbatasan sarana prasarana khususnya untuk kepentingan praktik siswa
SMK dengan nilai Nilai mutlak keberpengaruhan tiap alternatif sebesar 26.
Kata Kunci: Sarana dan Prasarana

PENDAHULUAN
Dalam suatu inspeksi mendadak Menteri Pendidikan Nasional ke sejumlah sekolah
di Jawa Barat (saat Mendiknas masih Bambang Sudibyo), ternyata persoalan minimnya
fasilitas masih mendominasi masalah pendidikan. Fasilitas perpustakaan, alat bantu
mengajar termasuk peralatan praktek di sekolah-sekolah itu sangat minim bahkan ada yang
tidak tersedia (Suara Pembaharuan Daily, 2004). Bahkan dari kurang lebih 600 sekolah
menengah kejuruan (SMK) yang ada di DKI, ternyata baru 10 persen yang mampu
membekali anak didiknya untuk terjun ke dunia industri. Selebihnya SMK di DKI masih
berjalan tertatih-tatih, akibat dari keberadaan fasilitas yang menyedihkan, demikian
ungkapan kepala Dinas (Kompas, 2005).
Berdasarkan penelitian Balitbang Depdiknas yang dilakukan pada Oktober 2003
menyisir sampel dan responden pada 56 kabupaten/kota, yang mewakili wilayah Indonesia
menemukan bahwa besarnya dana pendidikan di luar gaji pendidik- yang semestinya
disediakan oleh pemerintah sebesar 20 % dari APBN baru terpenuhi 6,4 %. Dana yang
tersedia ini jauh di bawah kebutuhan minimal. Akibatnya, ketersediaan, ketercukupan, dan
kondisi gedung, fasilitas, peralatan, perlengkapan, bahan belajar-mengajar, kesejahteraan
pendidik berada di bawah standar (Kompas, 29 Oktober 2004). Anggaran fungsi pendidikan
pada tahun 2014 sebanyak Rp 371,2 triliun. Alokasi anggaran ini naik 7,5 persen jika
dibandingkan dengan anggaran pendidikan tahun lalu sebanyak Rp. 345,3 triliun seperti
yang diungkapkan SBY: Alhamdulillah kita dapat memenuhi amanat konstitusi untuk

mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Kita bersyukur dari
tahun ke tahun alokasi anggaran pendidikan dapat terus kita tingkatkan,(https://idid.facebook.com/Kemdikbud.RI/posts).Alokasi dana 20 % tersebut termasuk gaji guru dan
dosen serta pendidikan kedinasan seperti yang dilansir oleh Suara Merdeka, 14 Oktober
2013 (http://m.suaramerdeka.com, 2013). Oleh karena itu permasalahan yang berkaitan
dengan fasilitas masih menjadi problematika yang hakiki untuk dicarikan solusinya,
mengingat masih cukup besar alokasi anggaran pendidikan tersedot pada gaji dan
kesejahteraan guru maupun dosen.
Selanjutnya beberapa permasalahan sarana dan prasarana (fasilitas) yang terjadi di
dunia penididikan kejuruan tergambarkan sebagai berikut: Di SMK, yang memiliki
perpustakaan sudah mencapai 90 persen, yang punya laboratorium multimedia 75 persen.
Untuk peralatan praktik, baru 45 persen SMK yang memakai sesuai standar sekolah
nasional(http://edukasi.kompas.com, 2009); masih banyak sekolah kejuruan di wilayah
Surabaya yang belum memiliki sarana prasarana praktik sesuai dengan tuntutan
kurikulum maka diperlukan mobil keliling, sementara ini berdasarkan analisis kebutuhan
terhitung 9 armada untuk 36.000 siswa, sementara yang ada 1 armada
(http://dindik.jatimprov.go.id/pusatdata, 2012); hasil penelitian di sebanyak 62 SMK swasta di
wilayah Gerbangkertosusila menunjukkan bahwa komponen penelitian yang terdiri dari
situasi bengkel praktik pemenuhan reratanya 48,2%, dari segi jumlah reratanya 50,4%dan
kondisi
peralatan
praktik
pemesinan reratanya43,9%,
masingmasing komponen menunjukkan kurang standar (http://karya-ilmiah.um.ac.id);Keluhan soal
kelengkapan sarana dan prasarana (di Mataram) yang sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di laboratorium maupun bengkel SMK saat ini
mengemuka. kondisinya memprihatinkan, terutama di SMK swasta, sarana dan prasarana
praktik terbatas sehingga pembelajaran lebih banyak teori (http://edukasi.kompas.com,
2012).Minimnya alat praktik di sekolah membuat siswa SMK asal Kabupaten Karawang
kalah bersaing di dunia industri otomotif,bahkan alat yang ada seperti mesin mobil masih
menggunakan produk lama seperti yang diungkapkan Mizaq Setiawan(Kepala Sekolah)
pada inilahcom (Asep Mulyana, 2012). Tentu dengan kenyataan tersebut dibutuhkanlah
suatu kestandaran sarana dan prasaranaminimal yang harus dimiliki oleh setiap sekolah
yang menjadi persyaratan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan.Mengingat
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan wahana pembentukan tenaga kerja terampil untuk
memenuhi tuntutan dan pengembangan dunia usaha dan industri. Untuk memenuhi harapan
tersebut diperlukan kurikulum yang memiliki korelasi dengan dunia usaha dan dunia industri
dan norma masyarakat, sehingga kebutuhan fasilitas yang memadai dan biaya investasi
tentu tidak kecil. Oleh karena itu keberadaan fasilitas menjadi sangat penting di sekolah
kejuruan dalam rangka menjamin kualitas lulusan (IATVEP : B, 1993).
Untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan kejuruan sangat bergantung salah
satunya pada sarana & prasranaatau fasilitas yang diinves oleh lembaga itu sendiri. Oleh
karena itu perlengkapan pendidikan di sekolah kejuruan ruang kelas, laboratorium dan
bengkel latihan dengan perabot mebel, alat-alat bantu pengajaran, perkakas, tempat kerja,
serta mesin-mesin tidak dapat direncanakan secara garis besar saja dan ditentukan dari
luar.
Menurut Eberhard
Schoenfeldt (dalam
bukunya
Wie
plant
man
Ausbildungseinrichtungen?) keperluan fasilitas di lembaga pendidikan kejuruan secara
kuantitatif dan kualitatif perencanaan dan pengadaannya harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: (1) sasaran belajar, (2) pengaturan pendekatan pelaksanaan pendidikan,
(3) ukuran kelompok belajar, (4) jenis ruangan yang digunakan, (5) keuangan yang tersedia.

Dengan demikian untuk melaksanakan pendidikan di sekolah kejuruan harus selalu


mempertimbangkan kapasitas yang ada, dan tidak boleh sembarangan. Terutama dalam
penggunaan fasilitas atau sarana dan prasarana Hendyat Soetopo menjelaskan (dalam
bukunya Manajemen Pendidikan) bahwa perlu mempertimbangkan 4 faktor, yaitu: (1)
banyaknya alat untuk tiap macam, (2) banyak kelas yang menggunakan peralatan, (3)
banyaknya murid pada tiap-tiap kelas, dan (4) banyaknya ruangan atau lokal yang ada di
sekolah itu.
Untuk memenuhi standar sarana dan prasarana seperti yang dikehendaki
Permendiknas No 40 tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK/MAK, serta berdasarkan
uraian di atas maka masalah atau problematik yang berkaitan denganfasilitas pendidikan
dapat
dirumuskan:
Bagaimana
upaya
pemenuhan sarana
dan
prasarana (fasilitas) pendidikan sehubungan dengan kegiatan sekolah menengah kejuruan
(SMK) dalam rangka peningkatan mutu pendidikan?
PEMBAHASAN
Dalam mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah bagaimana upaya
pemenuhan sarana dan prasarana (fasilitas)pendidikan di sekolah menengah kejuruan
dalam peningkatan mutu pendidikan, perlu melibatkan banyak pihak yang memiliki
kepentingan sehubungan dengan eksistensi lembaga pendidikan khususnya untuk kejuruan.
Beberapa alternatif pemecahan tersebut antara lain:
1. Pelibatan dunia usaha dan industri sebagai wadah mempengaruhkan pengalaman
belajar
siswa.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
mengkonsolidasikan
pengalaman penggunaan
fasilitas yang
telah
bersifat
simulatif di
sekolah, melaksanakan aktivitas riil di lapangan kerja dengan segala kompleksitas
kehidupan, berbagi tanggungjawab dalam pelaksanaan pencapaian kurikulum dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan Pemanfaatan fasilitas yang tidak dimiliki oleh
sekolah sebagai bentuk kontribusi Du/Di terhadap pendidikan, hal ini selaras`
dengan kebijakan Link and Matchyang telah dikeluarkan oleh Mendikbud
(www.pikiran-rakyat.com, 2003).
2. Pemberdayaan sarana dan prasarana (fasilitas) sekolah dimaksudkan untuk
mengupayakan secara mandiri dari kekurangan atau kebutuhan fasilitas termasuk
upaya menghambat kerusakan sarana dan prasarana melalui program maintenance
and repair, kegiatan production based training dan unit produksi & jasa, Rekonstruksi
dari fasilitas yang sudah lama tidak difungsikan.
3. Pelibatan masyarakat terutama orang tua siswa sangat dibutuhkan dalam
memecahkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan prasana
sekolah, Dalam kenyataannya partisipasi masyarakat tidak hanya dalam bentuk
bantuan dana bagi penyelenggaraan pendidikan, tetapi juga secara garis besar
partisipasi masyarakat dan keluarga dalam pendidikan dikategorikan sebagai home
resources, commuity resources, school resources (Bambang Indriyanto, 2001)
4. Pelibatan pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan suatu kewajiban
sebagai sumber suporting utama dalam mengatur keberlangsungan sekolah, baik
proses maupun investasi (UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasal 10 dan 11), suporting tersebut meliputi: pengaturan melalui
perundang-undangan/peraturan-peraturan/kebijakan-kebijakan, pendanaan dan atau

pengadaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan, perancangan dan pengembangan


kerangka program, penetapan standar pelaksanaan, dan sebagainya.
Melihat urgensi dari alternatif pemecahan masalah di atas perlu dilakukan penilaian
terhadap keempat alternatif tersebut dengan cara memberi skor. Penilaian dilakukan dengan
cara memformulasikan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing alternatif, misal
kekuatan dari melibatkan Du/Di satu diantaranya adalah proses belajar
hidup khususnya kerja tidak lagi bersifat simulatif, sedangkan kelemahannya adalah
perusahaan atau industri merasa tidak mendapat benefit langsung.Setiap aspek kekuatan
dan kelemahan dari masing-masing alternatif pemecahan masalah dilakukan penyekoran
dengan melihat tingkat keberpengaruhannya terhadap kemungkinan upaya pemecahan
masalah(Simangunsong S., 2002), lihat contoh tabel 1, Skor kekuatan dan kelemahan
alternatif Melibatan Masyarakat. Tingkat penskoran keberpengaruhan setiap kekuatan
maupun kelemahan berkriteria sebagai berikut:Banyak berpengaruh diberi skor 5, Cukup
berberpengaruh diberi skor 3, Sedikit berpengaruh diberi skor 1.
Tabel 1. Skor Aspek Kekuatan Pelibatan Masyarakat

No

Aspek Kekuatan

Skor

c.1.1.

Koordinasi dan sosialisasi harapan sekolah lebih mudah

c.1.2.

Kontribusinya spontan dan sesuai dengan kemampuan


masing-masing individu

c.1.3.

Sasaran kerjasama secara kuantitas tinggi

c.1.4.

Masukan terhadap perkembangan kemajuan program


pendidikan di sekolah sangat bervariatif

c.1.5.

Menambah sumder daya

c.1.6.

Mempercepat profesional staf

TOTAL SKOR

20

Tabel 2. Skor Aspek Kelemahan Pelibatan Masyarakat

No

Aspek Kelemahan

Skor

c.2.1.

Sulit menggalang realisasi pemenuhan kebutuhan


fasilitas yang dikehendaki sekolah

c.2.2.

Kemampuan secara finansial


pengadaan fasilitas sekolah

c.2.3.

Penggalangan donatur tetap sangat sulit

c.2.4.

Kurang peduli terhadap kebanggaan prestasi sekolah

c.2.5.

Pola pikir terhadap keinginan cepat memetik hasil

c.2.6.

Persepsi orang tua terhadap lulusan pendidikan sekolah

TOTAL SKOR

sangat

kecil

untuk

16

Untuk mendapat nilai mutlak keberpengaruhan suatu alternatif pemecahan didapat


dari pengurangan total skor kekuatan dan total skor kelemahan masing-masing komponen
alternatif (rumusan perhitungan dapat dilihat pada rumus di bawah).

Keterangan:

N mb = Nilai mutlak keberpengaruhan tiap alternatif


TS k = Total skor dari seluruh aspek kekuatan
TS l

= Total skor dari seluruh aspek kelemahan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus maka akan didapatkan


alternatif terbaik, yaitu dengan ketentuan yang memiliki nilai mutlak keberpengaruhan yang
paling tinggi. Selanjutnya dilakukan rekapitulasi dan menetapkan rangking berdasarkan hasil
perhitungan. Rangking I identik dengan perolehan nilai mutlak keberpengaruhan (N mb)
tertinggi. Hal ini berarti bahwa pilihan alternatif pemecahan yang terbaik untuk masalah
upaya pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah menengah kejuruan (SMK)
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan adalah Pelibatan Dunia Usaha dan Dunia
Industri. Dan ini sekaligus untuk menjawab alternatif pemecahan masalah yang mana untuk
menyelesaikan rumusan masalah tentang upaya pemenuhan fasilitas pendidikan
sehubungan dengan kegiatan sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
Tabel 3. Nilai Mutlak Keberpengaruhan

No

Alternatif Pemecahan

TS k

TS l

N mb

Rangking

Pelibatan Dunia Usaha


dan Dunia Industri

37

11

26

Pemberdayaan Fasilitas
Sekolah

22

13

III

Pelibatan Masyarakat

20

16

IV

Pelibatan Pemerintah

23

11

12

II

Untuk merealisaikan pilihan alternatif terbaik dari hasil evaluasi yaitu tentang
pelibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri maka diperlukan langkah-langkah yang jelas,
sehingga keberhasilan dari upaya tersebut secara rasional memang dapat dilaksanakan dan
tingkat keberhasilan tinggi. Langkah-langkah yang harus di tempuh sebagai berikut:
Sosialisasi program kegiatan operasional SMK dan hasil produksi pendidikan.
1. Koordinasi dan penjajagan kemungkinan menjalin kerja sama yang saling
menguntungkan dari kedua belah pihak.
2. Buat akta kerja sama antara sekolah dengan Du/Di, dan formulasikan tujuan yang
akan dicapai.
3. Susun kurikulum, dan analisis kemungkinan pelaksanaan pendidikan dan urgensi
dari suatu kemanfaatan pelaksanaan program pendidikan.
4. Formulasikan target dan susun program pendidikan maupun pertukaran program
secara bersama.

5. Realisasikan program yang telah disusun sesuai dengan rencananya (apa, dimana,
siapa, kapan, persyaratan yang dibutuhkan, bagaimana dilaksanakan, instrumennya
seperti apa, dsb).
6. Kontrol dan kendalikan pelaksanaan program bersama secara rutin.
7. Evaluasi program pelaksanaan kegiatan dan identifikasi kekuatan maupun
kelemahan dalam rangka mengidentifikasi kemungkinan perbaikan dan peningkatan
kualitas kerja sama.
8. Susun rencana aksi dari hasil evaluasi program dan lakukan kesepakatankesepakatan baru yang lebih progresif dan memiliki utilitas tinggi bagi kedua belaah
pihak.
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut hal yang mencolok dan prioritas dalam
mengatasi keterbatasan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah selain keberlanjutan
dukungan pemerintah adalah melibatkan keberadaan dunia usaha dan industri. Salah satu
upaya untuk meningkatkan pendidikan di sekolah adalah keberadaan kelengkapan fasilitas
yang meliputi sarana dan prasarana. Analisis kebutuhan dan rasionya menjadi
pertimbangan setiap sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk berusaha merealisasikannya.
Mengingat banyaknya SMK di tanah air ini dan biaya operasional sekolah menengah
kejuruan tersebut cukup tinggi maka beberapa rekomendasi untuk melengkapi jawaban dari
uraian alternatif pemecahan masalah terhadap pemenuhan kebutuhan fasilitas sekolah
menengah kejuruan tersebut, sebagai berikut:
Bagi Sekolah

Lebih merawat kondisi keberlangsungan kerjasama yang telah di lakukan antara


sekolah dan lapangan kerja (Du/Di), artinya perawatan akta kerja sama kedua belah
pihak perlu dijaga.

Untuk menjaga kepercayaan Du/Di maka perlu mempersiapkan siswa yang memilki
watak dan moral yang relevan dengan budaya kerja Du/Di.

Program pelaksanaan pendidikan dan pelatihan disusun secara bersama dan


realisasinya dikontrol secara bersama juga.

Pertukaran program yang saling menguntungkan perlu diciptakan untuk memberi


kepercayaan bagi kedua belah pihak.

Bagi Du/Di

Memanfaatkan siswa dalam jalur produktif sehingga dapat memberikan kontribusi


langsung terhadap benefit perusahaan.

Perlakukan sekolah sebagai sumur tenaga kerja potensial yang terdidik dan siap
memberikan percepatan-percepatan peningkatan kinerja organisasi.

Kumpulan perusahaan membangun pusat pelatihan yang diperuntukkan bagi siswa


SMK dalam rangka pemenuhan muatan kurikulum, akibat peralatan yang kurang
memadai.

Bagi Pemerintah

Memberikan payung tentang kemungkinan keharusan membagi tanggungjawab


tentang pelaksanaan pendidikan bagi Du/Di dan SMK.

Membuat kerangka dasar sistem pembagian kontribusi tanggung jawab kedua belah
pihak, melalui power dan kewenangannya.

Memberikan peluang pelatihan bagi kedua belah pihak dalam rangka untuk
mempererat hubungan kerjasama antara sekolah dengan Du/Di terutama
pemanfaatan sumberdaya kedua belah pihak untuk kepentingan masing-masing
yang salinbg menguntungkan.

DAFTAR RUJUKAN
Asep

Mulyana.
2012. Minim
Alat
Praktik,
Lulusan
Bersaing. http://ekonomi.inilah.com. Diakses 2 Februari 2014.

SMK

Sulit

Bambang Indriyanto. 2001. Sumber Daya Pendidikan: Reaktualisasi Pasal 1 (Ayat 10)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Depdiknas. Jakarta.
IATVEP : B. 1993. Pedoman Perencanaan Pengadaan dan Evaluasi Peralatan Sekolah
menengah Kejuruan. Jakarta. IATVEP : B.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Anggaran Pendidikan Tahun 2014 Rp
371,2 Triliun.https://id-id.facebook.com/Kemdikbud.RI. Diakses 14 Januari 2014.
Kompas. 2005. Penuhi Semua Fasilitas. Hilangkan Disparitas Sarana Pendidikan Antar
Daerah. www.kompas.com., Diakses 26 April 2006.
Kompas. 2009. Sarana Sekolah Masih Belum Memadai.http://edukasi.kompas.com, diakses
25 Januari 2014.
Kompas. 2012. Penguatan SMK Masih Terkendala.http://edukasi.kompas.com. Diakses 27
Januari 2014.
Mendiknas Republik Indonesia. 2008. Permendiknas No 40 tahun 2008 tentang Standar
Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK//MAK). Depdiknas.

Munir.

2012. Pelayanan
Praktik
Kejuruan
Dengan
Keliling.http://dindik.jatimprov.go.id/pusatdata. Diakses 4 februari 2014.

Mobil

Philip, Cs.(Tim IATVEB A). 1999. Perencanaan, Pengadaan, M & R Sarana Prasarana
Pendidikan SMK. Jakarta. Dikmenjur.
Pikiran Rakyat. 2003.. Link and Match SMK dan Industri Belum Terjalin. www.pikiranrakyat.com., Diakses 28 April 2006).
Schoenfeldt Eberhard. 1985. Wie plant man Berufbildungseinrichtung? . MannheimDeutschland. Deutsche Stiftung fuer Entwiklung (DSE).
Simangunsong S. 2002. Teknik dan Metode Training Needs Analysis (TNA). Malang. VEDC
Malang.
Suara Merdeka. 2013. Tekan Anggaran Gaji Perlu Regulasi. http://m.suaramerdeka.com.
Diakses 14 Januari 2014.
Suara Pembaharuan Daily. 2004. Masalah Pendidikan Didominasi Persoalan Fasilitas
Sekolah. www.suarapembaharuan.com.Diakses 26 April 2006.
Tukiman. 2009. Situasi Bengkel dan Kondisi Peralatan Praktik Pemesinan SMK Swasta di
Wilayah
Gerbangkertosusila.Disertasi dan
Tesis
Program
Pascasarjana UM. http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses 28 Januari 2014.

Anda mungkin juga menyukai