PENDAHULUAN
Dalam suatu inspeksi mendadak Menteri Pendidikan Nasional ke sejumlah sekolah
di Jawa Barat (saat Mendiknas masih Bambang Sudibyo), ternyata persoalan minimnya
fasilitas masih mendominasi masalah pendidikan. Fasilitas perpustakaan, alat bantu
mengajar termasuk peralatan praktek di sekolah-sekolah itu sangat minim bahkan ada yang
tidak tersedia (Suara Pembaharuan Daily, 2004). Bahkan dari kurang lebih 600 sekolah
menengah kejuruan (SMK) yang ada di DKI, ternyata baru 10 persen yang mampu
membekali anak didiknya untuk terjun ke dunia industri. Selebihnya SMK di DKI masih
berjalan tertatih-tatih, akibat dari keberadaan fasilitas yang menyedihkan, demikian
ungkapan kepala Dinas (Kompas, 2005).
Berdasarkan penelitian Balitbang Depdiknas yang dilakukan pada Oktober 2003
menyisir sampel dan responden pada 56 kabupaten/kota, yang mewakili wilayah Indonesia
menemukan bahwa besarnya dana pendidikan di luar gaji pendidik- yang semestinya
disediakan oleh pemerintah sebesar 20 % dari APBN baru terpenuhi 6,4 %. Dana yang
tersedia ini jauh di bawah kebutuhan minimal. Akibatnya, ketersediaan, ketercukupan, dan
kondisi gedung, fasilitas, peralatan, perlengkapan, bahan belajar-mengajar, kesejahteraan
pendidik berada di bawah standar (Kompas, 29 Oktober 2004). Anggaran fungsi pendidikan
pada tahun 2014 sebanyak Rp 371,2 triliun. Alokasi anggaran ini naik 7,5 persen jika
dibandingkan dengan anggaran pendidikan tahun lalu sebanyak Rp. 345,3 triliun seperti
yang diungkapkan SBY: Alhamdulillah kita dapat memenuhi amanat konstitusi untuk
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Kita bersyukur dari
tahun ke tahun alokasi anggaran pendidikan dapat terus kita tingkatkan,(https://idid.facebook.com/Kemdikbud.RI/posts).Alokasi dana 20 % tersebut termasuk gaji guru dan
dosen serta pendidikan kedinasan seperti yang dilansir oleh Suara Merdeka, 14 Oktober
2013 (http://m.suaramerdeka.com, 2013). Oleh karena itu permasalahan yang berkaitan
dengan fasilitas masih menjadi problematika yang hakiki untuk dicarikan solusinya,
mengingat masih cukup besar alokasi anggaran pendidikan tersedot pada gaji dan
kesejahteraan guru maupun dosen.
Selanjutnya beberapa permasalahan sarana dan prasarana (fasilitas) yang terjadi di
dunia penididikan kejuruan tergambarkan sebagai berikut: Di SMK, yang memiliki
perpustakaan sudah mencapai 90 persen, yang punya laboratorium multimedia 75 persen.
Untuk peralatan praktik, baru 45 persen SMK yang memakai sesuai standar sekolah
nasional(http://edukasi.kompas.com, 2009); masih banyak sekolah kejuruan di wilayah
Surabaya yang belum memiliki sarana prasarana praktik sesuai dengan tuntutan
kurikulum maka diperlukan mobil keliling, sementara ini berdasarkan analisis kebutuhan
terhitung 9 armada untuk 36.000 siswa, sementara yang ada 1 armada
(http://dindik.jatimprov.go.id/pusatdata, 2012); hasil penelitian di sebanyak 62 SMK swasta di
wilayah Gerbangkertosusila menunjukkan bahwa komponen penelitian yang terdiri dari
situasi bengkel praktik pemenuhan reratanya 48,2%, dari segi jumlah reratanya 50,4%dan
kondisi
peralatan
praktik
pemesinan reratanya43,9%,
masingmasing komponen menunjukkan kurang standar (http://karya-ilmiah.um.ac.id);Keluhan soal
kelengkapan sarana dan prasarana (di Mataram) yang sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di laboratorium maupun bengkel SMK saat ini
mengemuka. kondisinya memprihatinkan, terutama di SMK swasta, sarana dan prasarana
praktik terbatas sehingga pembelajaran lebih banyak teori (http://edukasi.kompas.com,
2012).Minimnya alat praktik di sekolah membuat siswa SMK asal Kabupaten Karawang
kalah bersaing di dunia industri otomotif,bahkan alat yang ada seperti mesin mobil masih
menggunakan produk lama seperti yang diungkapkan Mizaq Setiawan(Kepala Sekolah)
pada inilahcom (Asep Mulyana, 2012). Tentu dengan kenyataan tersebut dibutuhkanlah
suatu kestandaran sarana dan prasaranaminimal yang harus dimiliki oleh setiap sekolah
yang menjadi persyaratan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan.Mengingat
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan wahana pembentukan tenaga kerja terampil untuk
memenuhi tuntutan dan pengembangan dunia usaha dan industri. Untuk memenuhi harapan
tersebut diperlukan kurikulum yang memiliki korelasi dengan dunia usaha dan dunia industri
dan norma masyarakat, sehingga kebutuhan fasilitas yang memadai dan biaya investasi
tentu tidak kecil. Oleh karena itu keberadaan fasilitas menjadi sangat penting di sekolah
kejuruan dalam rangka menjamin kualitas lulusan (IATVEP : B, 1993).
Untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan kejuruan sangat bergantung salah
satunya pada sarana & prasranaatau fasilitas yang diinves oleh lembaga itu sendiri. Oleh
karena itu perlengkapan pendidikan di sekolah kejuruan ruang kelas, laboratorium dan
bengkel latihan dengan perabot mebel, alat-alat bantu pengajaran, perkakas, tempat kerja,
serta mesin-mesin tidak dapat direncanakan secara garis besar saja dan ditentukan dari
luar.
Menurut Eberhard
Schoenfeldt (dalam
bukunya
Wie
plant
man
Ausbildungseinrichtungen?) keperluan fasilitas di lembaga pendidikan kejuruan secara
kuantitatif dan kualitatif perencanaan dan pengadaannya harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: (1) sasaran belajar, (2) pengaturan pendekatan pelaksanaan pendidikan,
(3) ukuran kelompok belajar, (4) jenis ruangan yang digunakan, (5) keuangan yang tersedia.
No
Aspek Kekuatan
Skor
c.1.1.
c.1.2.
c.1.3.
c.1.4.
c.1.5.
c.1.6.
TOTAL SKOR
20
No
Aspek Kelemahan
Skor
c.2.1.
c.2.2.
c.2.3.
c.2.4.
c.2.5.
c.2.6.
TOTAL SKOR
sangat
kecil
untuk
16
Keterangan:
No
Alternatif Pemecahan
TS k
TS l
N mb
Rangking
37
11
26
Pemberdayaan Fasilitas
Sekolah
22
13
III
Pelibatan Masyarakat
20
16
IV
Pelibatan Pemerintah
23
11
12
II
Untuk merealisaikan pilihan alternatif terbaik dari hasil evaluasi yaitu tentang
pelibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri maka diperlukan langkah-langkah yang jelas,
sehingga keberhasilan dari upaya tersebut secara rasional memang dapat dilaksanakan dan
tingkat keberhasilan tinggi. Langkah-langkah yang harus di tempuh sebagai berikut:
Sosialisasi program kegiatan operasional SMK dan hasil produksi pendidikan.
1. Koordinasi dan penjajagan kemungkinan menjalin kerja sama yang saling
menguntungkan dari kedua belah pihak.
2. Buat akta kerja sama antara sekolah dengan Du/Di, dan formulasikan tujuan yang
akan dicapai.
3. Susun kurikulum, dan analisis kemungkinan pelaksanaan pendidikan dan urgensi
dari suatu kemanfaatan pelaksanaan program pendidikan.
4. Formulasikan target dan susun program pendidikan maupun pertukaran program
secara bersama.
5. Realisasikan program yang telah disusun sesuai dengan rencananya (apa, dimana,
siapa, kapan, persyaratan yang dibutuhkan, bagaimana dilaksanakan, instrumennya
seperti apa, dsb).
6. Kontrol dan kendalikan pelaksanaan program bersama secara rutin.
7. Evaluasi program pelaksanaan kegiatan dan identifikasi kekuatan maupun
kelemahan dalam rangka mengidentifikasi kemungkinan perbaikan dan peningkatan
kualitas kerja sama.
8. Susun rencana aksi dari hasil evaluasi program dan lakukan kesepakatankesepakatan baru yang lebih progresif dan memiliki utilitas tinggi bagi kedua belaah
pihak.
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut hal yang mencolok dan prioritas dalam
mengatasi keterbatasan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah selain keberlanjutan
dukungan pemerintah adalah melibatkan keberadaan dunia usaha dan industri. Salah satu
upaya untuk meningkatkan pendidikan di sekolah adalah keberadaan kelengkapan fasilitas
yang meliputi sarana dan prasarana. Analisis kebutuhan dan rasionya menjadi
pertimbangan setiap sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk berusaha merealisasikannya.
Mengingat banyaknya SMK di tanah air ini dan biaya operasional sekolah menengah
kejuruan tersebut cukup tinggi maka beberapa rekomendasi untuk melengkapi jawaban dari
uraian alternatif pemecahan masalah terhadap pemenuhan kebutuhan fasilitas sekolah
menengah kejuruan tersebut, sebagai berikut:
Bagi Sekolah
Untuk menjaga kepercayaan Du/Di maka perlu mempersiapkan siswa yang memilki
watak dan moral yang relevan dengan budaya kerja Du/Di.
Bagi Du/Di
Perlakukan sekolah sebagai sumur tenaga kerja potensial yang terdidik dan siap
memberikan percepatan-percepatan peningkatan kinerja organisasi.
Bagi Pemerintah
Membuat kerangka dasar sistem pembagian kontribusi tanggung jawab kedua belah
pihak, melalui power dan kewenangannya.
Memberikan peluang pelatihan bagi kedua belah pihak dalam rangka untuk
mempererat hubungan kerjasama antara sekolah dengan Du/Di terutama
pemanfaatan sumberdaya kedua belah pihak untuk kepentingan masing-masing
yang salinbg menguntungkan.
DAFTAR RUJUKAN
Asep
Mulyana.
2012. Minim
Alat
Praktik,
Lulusan
Bersaing. http://ekonomi.inilah.com. Diakses 2 Februari 2014.
SMK
Sulit
Bambang Indriyanto. 2001. Sumber Daya Pendidikan: Reaktualisasi Pasal 1 (Ayat 10)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Depdiknas. Jakarta.
IATVEP : B. 1993. Pedoman Perencanaan Pengadaan dan Evaluasi Peralatan Sekolah
menengah Kejuruan. Jakarta. IATVEP : B.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Anggaran Pendidikan Tahun 2014 Rp
371,2 Triliun.https://id-id.facebook.com/Kemdikbud.RI. Diakses 14 Januari 2014.
Kompas. 2005. Penuhi Semua Fasilitas. Hilangkan Disparitas Sarana Pendidikan Antar
Daerah. www.kompas.com., Diakses 26 April 2006.
Kompas. 2009. Sarana Sekolah Masih Belum Memadai.http://edukasi.kompas.com, diakses
25 Januari 2014.
Kompas. 2012. Penguatan SMK Masih Terkendala.http://edukasi.kompas.com. Diakses 27
Januari 2014.
Mendiknas Republik Indonesia. 2008. Permendiknas No 40 tahun 2008 tentang Standar
Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK//MAK). Depdiknas.
Munir.
2012. Pelayanan
Praktik
Kejuruan
Dengan
Keliling.http://dindik.jatimprov.go.id/pusatdata. Diakses 4 februari 2014.
Mobil
Philip, Cs.(Tim IATVEB A). 1999. Perencanaan, Pengadaan, M & R Sarana Prasarana
Pendidikan SMK. Jakarta. Dikmenjur.
Pikiran Rakyat. 2003.. Link and Match SMK dan Industri Belum Terjalin. www.pikiranrakyat.com., Diakses 28 April 2006).
Schoenfeldt Eberhard. 1985. Wie plant man Berufbildungseinrichtung? . MannheimDeutschland. Deutsche Stiftung fuer Entwiklung (DSE).
Simangunsong S. 2002. Teknik dan Metode Training Needs Analysis (TNA). Malang. VEDC
Malang.
Suara Merdeka. 2013. Tekan Anggaran Gaji Perlu Regulasi. http://m.suaramerdeka.com.
Diakses 14 Januari 2014.
Suara Pembaharuan Daily. 2004. Masalah Pendidikan Didominasi Persoalan Fasilitas
Sekolah. www.suarapembaharuan.com.Diakses 26 April 2006.
Tukiman. 2009. Situasi Bengkel dan Kondisi Peralatan Praktik Pemesinan SMK Swasta di
Wilayah
Gerbangkertosusila.Disertasi dan
Tesis
Program
Pascasarjana UM. http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses 28 Januari 2014.