Anda di halaman 1dari 27

Makalah Farmasi

HIPERTENSI

Oleh:
Gresmita Rindi Winarti
G99141060

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U RAK AR TA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini seiring dengan perkembangan jaman, telah terjadi transisi penyakit
mengakibatkan beban ganda masalah penyakit di suatu negara. Transisi penyakit
yang merupakan bagian dari masalah transisi kesehatan terjadi karena adanya
transisi demografi dan transisi epidemiologi. Dikatakan beban ganda karena,
dalam hal ini tren penyakit telah bergeser dari penyakit menular ke arah penyakit
tidak menular (penyakit degeneratif) seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung,
stroke dan kanker.
Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah peninggian
tekanan darah di atas normal, lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg. Hipertensi masih menjadi
masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer karena sering kali
dijumpai tanpa gejala. Di Indonesia, PMR (Proportional Mortality Rate)
hipertensi mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia
(Kurnia, 2007).
Hipertensi terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler
untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal. Apabila
hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain
yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut. Pasien hipertensi sering
meninggal dini karena komplikasi jantung (disebut penyakit jantung hipertensi),
dapat juga menyebabkan syok, gagal ginjal, gangguan retina mata.
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi. Seorang penderita
yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan
secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.
Selain faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi antara lain merokok, asam lemak jenuh, tingginya kolesterol dalam
darah, konsumsi alkohol, gangguan mekanisme pompa natrium (yang mengatur

jumlah cairan tubuh), faktor renin-angiotensin-aldosteron (hormon-hormon yang


mempengaruhi tekanan darah).
Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor
sehingga faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak
dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka pencegahan penyakit
hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat
menjadi sangat penting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi
esensial, atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan
hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui.
Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan
darah

pada

orang

dewasa

terbagi

menjadi

kelompok

Normotensi,

Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.


Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
Klas.Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

<120

<80

Prahipertensi

120-139

80-89

Hipertensi Stage I

140-159

90-99

Hipertensi Stage II

160

100

Normal

B.

Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan
besar juga, dimana hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik
sering timbul pada usia >60 tahun. Data dari The National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun
1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang
berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi

peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1989-1991.Hipertensi


esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
C.

Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satusatunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi
pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan
adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang dan pusing

D.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin

yang dilakukan sebelum

memulai terapi bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan


faktor lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa,
darah perifer lengkap, kimia darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin,
protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.
E.

Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau
gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada
sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa minggu.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,
setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan
yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi

tingkat hipertensi dan

lamanya menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan


penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan

dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok,


konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan,
psikososial dsb.
F.

Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul
terutama karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktorfaktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :
1. faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas,
merokok, genetik
2. sistem syaraf simpatis
a. tonus simpatis
b. variasi diurnal
3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi :
endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari
endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin,
angiotensin, dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah = Curah
Jantung x Tekanan Perifer.14

G.

Kerusakan Organ Target


Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang
umum ditemui pada pasien hipertensi adalah :
1. jantung
a. hipertrofi ventrikel kiri
b. angina atau infark miokardium
c. gagal jantung
2. otak

strok atau transient ischemic attack


3. penyakit ginjal kronis
4. penyakit arteri perifer
5. retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan
organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah
pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down
regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain
juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor- (TGF-).14
Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target
meliputi:
1. jantung
a. pemeriksaan fisik
b. foto polos dada(untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri
intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
2. pembuluh darah
a. pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
b. USG karotis
c. Fungsi endotel (masih dalampenelitian)
3. otak
a. pemeriksaan neurologis
b. diagnosis

stroke

ditegakkan

dengan

menggunakan

cranial

computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging


(MRI) (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif)

4. mata
funduskopi
5. fungsi ginjal
a. pemeriksaan

fungsi

ginjal

dan

penentuan

adanya

proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin


urin
b. perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi

stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus


dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney
Foundation (NKF).14
H.

Pengobatan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a.

target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko


tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuri) <130/80 mmHg

b.

penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler

c.

mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi


farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor

resiko,

serta

penyakit

penyerta

nonfarmakologis sbb:
a. menghentikkan merokok
b. menurunkan berata badan yang berlebihan
c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan
d. latihan fisik
e. menurunkan asupan garam
f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
g. menurunkan asupan lemak

lainnya.Adapun

terapi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang


dianjurkan oelh JNC 7 adalah :
a.

diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist

b.

beta bloker (BB)

c.

Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

d.

Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)

e.

Angiotensin

II

Receptor

Blocker

atau

AT1

receptor

antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja
panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan
kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatkan dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang
lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang
terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika dan ACEI atau ARB, CCB
dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB, kadang
diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. P

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswata

Alamat

: Solo, Jawa Tengah

Suku

: Jawa

II. ANAMNESIS
A.

Keluhan Utama
Leher terasa cengeng

B.

Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)


Pasien datang dengan keluhan leher terasa cengeng. Leher cengeng
dirasakan sejak 3 hari yang lalu, leher cengeng disertai dengan dengan
nyeri kepala, dirasa terus menerus dan tidak membaik. Pasien menjadi
sulit tidur sehingga keluhan dirasa bertambah berat. Keluhan bertambah
bila pasien terlalu banyak fikiran. Keluhan nyeri kepala sedikit berkurang
apabila pasien minum panadol tetapi kemudian nyeri kepala kembali
timbul lagi dan leher cengeng tetap tidak membaik dengan pemberian
panadol tersebut. Pasien merasa lebih baik ketika beristirahat. Pasien
mengaku 1 tahun yang lalu pasien sudah sering mengeluh leher kadangkadang cengeng. Pasien kemudian memeriksakan diri di Puskesmas, dan
dikatakan bahwa menderita tekanan darah tinggi. Pasien diberi obat

penurun tekanan darah, namun hanya kontrol bila ada keluhan dan tidak
minum obat teratur.
C.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit gula

Riwayat darah tinggi : (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol

Riwayat sakit jantung

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

Riwayat sakit ginjal

: disangkal

Riwayat mondok

: disangkal

Riwayat transfusi

: disangkal

D.

: disangkal

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat minum obat-obatan bebas

: disangkal

Riwayat minum jamu

: disangkal

Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat merokok

: (+) 10 tahun yang lalu, 1-3


batang per hari

E.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat asma bronkiale

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

Riwayat sakit kuning

: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi

: (+) Ayah

F. Riwayat Lingkungan Sosial dan Asupan Gizi


Pasien adalah seorang laki-laki dengan seorang istri dan 4 orang
anak. Pekerjaan pasien adalah seorang wiraswasta. Asupan gizi pasien
sehari-hari adalah mengkonsumsi nasi, sayur, dan lauk-pauk, dan pasien

mengaku sering makan jeroan dan makanan yang asin. Pasien berobat
dengan menggunakan BPJS.
G. Anamnesa Sistem

a. Keluhan utama

: Leher terasa cengeng

b. Kulit

: tidak ada keluhan

c. Kepala

: nyeri kepala (+), kepala terasa berat (-),

perasaan berputar-putar (-), rambut mudah rontok (-)


d. Leher

: cengeng (+), kaku (-)

e. Mata

: tidak ada keluhan

f. Hidung

: tidak ada keluhan

g. Telinga

: pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau

darah (-)
h. Mulut

: tidak ada keluhan

i. Tenggorokan

: tidak ada keluhan

j. Sistem respirasi

: tidak ada keluhan

k. Sistem kardiovaskuler

: tidak ada keluhan

l. Sistem gastrointestinal

: tidak ada keluhan

m. Sistem muskuloskeletal

: tidak ada keluhan

n. Sistem genitourinaria

: tidak ada keluhan

o. Ekstremitas

: tidak ada keluhan

p. Sistem neuropsikiatri

: tidak ada keluhan

III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum

: kompos mentis, kesan sakit sedang, gizi kesan


lebih

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 150 cm

b. Tanda vital
Tekanan Darah

: 170/100 mmHg

Nadi

: 86 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup ,


simetris

Laju Pernapasan

: 20 x/menit, kussmaul (-)

Suhu

: 36,7 0C per axiller

c. Kulit

: warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit


(-), uji turniquet (-)

d. Kepala

: bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut

e. Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air


mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)

f. Hidung

: nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

g. Mulut

: bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)

h. Telinga

: sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)

i. Tenggorok

: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),


tonsil T1 T1

j.

Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

k. Thorax
Bentuk

: normochest

Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar


Kanan atas

: SIC II linea parasternalis dextra

Kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra


Kiri bawah
Auskultasi

:SIC V linea medioclavicularis sinistra

: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi

: fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru


Batas paru hepar

: SIC VI dextra

Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra

Auskultasi

Redup relatif

: batas paru hepar

Redup absolut

: hepar

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-),


RBH (-/-), wheezing (-/-)

l. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik

m. Ekstremitas

Akral dingin

Oedema

Sianosis ujung jari


-

Capilary refill time < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Foto Thorax
Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
B. EKG
Irama sinus, denyut jantung 86x/menit
C. GDT
Dalam batas normal
V.

DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Derajat II

VI. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:

Diet rendah garam < 5g/hari


Diet rendah kolesterol/lemak jenuh
Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama

30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.


Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

Farmakologi:

Captopril tab 3x25 mg


Hct tab 25 mg 1-0-0

VII. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Resep

RSUD Dr. Moewardi Surakarta


Poli Klinik Interna
9 April 2015
Dokter : dr. Gresmita
R/ Captopril tab mg 25 No. XXI
3 dd tab I a.c
R/ Hidroklorotiazid tab mg 25 No. VII
1 dd tab 1 mane

Pro : Tn. P (50 tahun)


Alamat: Solo

BAB IV

PEMBAHASAN OBAT DAN TERAPI


Tujuan pengobatan adalah (Yogiantoro, 2006) :
1. Tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (pasien DM,

gagal ginjal, proteinuria) < 130 mmHg;


2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler;
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Tabel 2. Terapi Hipertensi
Initial drug therapy
Without
With compelling

BP

SBP* DBP* Lifestyle

classification

mmHg mmHg modification compelling

indications

indication
Normal

<120

Prehypertension 120

and <80Encourage
or 80 Yes

No

Drug(s) for

139

89

antihypertensive

compelling

140

or 90 Yes

drug indicated.
Thiazide-type

indications.

Stage 1
Hypertensi-

159

99

diuretics for most.

on

May consider
ACEI, ARB, BB,
CCB, or

Stage 2

>160

or >100 Yes

combination.
Two-drug

Hypertensi-

combination for

on

most (usually
thiazide-type
diuretic and ACEI
or ARB or BB or
CCB).

Drug(s) for the


compelling
indications.
Other
antihypertensive
drugs (diuretics,
ACEI, ARB, BB,
CCB) as needed.

ALGORITMA TERAPI HIPERTENSI

Modifikasi gaya hidup


Sasaran tidak tercapai (<140/90 mmHg) (< 130/80 mmHg
untuk pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronik)

Terapi menggunakan obat-obatan

Tanpa indikasi khusus

Hipertensi stage 1
(SBP 140-150 atau
DBP 90-99 mmHg)
Thiazide-type
diuretics.
Pertimbangkan
ACE I, ARB, BB,
CCB,
Atau kombinasi.

Dengan indikasi
khusus

Heart failure: THIAZ, BB,


ACEI, ARB, ALDO ANT
Hipertensi stage 2
Post myocardial infarction:
(SBP >160 atau
BB, ACEI, ALDO ANT
DBP >100 mmHg)
High CVD risk: THIAZ,
Kombinasi dari 2
BB, ACEI, CCB
macam obat
Diabetes: THIAZ, BB,
(biasanya thiazideACEI, ARB, CCB
type diuretic and
Chronic kidney disease:
ACEI,
ACEI, ARB
or ARB, or BB, or
Recurrent stroke prevention:
CCB).
Bagan 1. Algoritma terapi hipertensi THIAZ, ACEI

Selain pengobaan hipertensi (Tabel 2 dan Bagan 1), pengobatan terhadap


faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau
Respon terapi tidak tercapai
dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masingmasing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri atas dua komponen, yaitu terapi
Mengoptimalkan dosis atau menambah obat tambahan sampai
nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan
tekanan darah tujuannya tercapai. Pertimbangkan konsultasi
oleh semua
pasien
hipertensi
dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
dengan
spesialis
hipertensi.
mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi
nonfarmakologis antara lain :
1. menghentikan merokok;

2.
3.
4.
5.
6.

menurunkan berat badan berlebih;


menurunkan konsumsi alkohol berlebih;
latihan fisik;
menurunkan asupan garam dan lemak;
meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Mekanisme obat
A. Diuretik
Diuretik

menurunkan

tekanan

darah

terutama

dengan

cara

mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan


tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan
vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya
diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume
yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan
darah. Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi yaitu :
diuretik golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.
Obat-Obat Pilihan:
a. Golongan Tiazid
1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia,
hiperkalsemia, , gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia
-

yang simptomatik, penyakit adison.


Bentuk sediaan obat: tablet
Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada
pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu

Hipertensi, 2,5 mg pada pagi hari


Efek samping: hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia,
hipomagnesemia,
hipokloremanik,

hiponatremia,
hiperurisemia,

hiperkalsemia,
pirai,

alkalosis

hiperglikemia,

dan

peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,


fotosensitivitas,

ganggan darah

(termasuk

neutropenia

dan

trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir);


pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.

Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk


diabetes dan pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus
sistemik ); usia lanjut; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan

ginjal yang berat;porfiria.


2. Chlortalidone ( Hygroton, Tenoret 50, Tenoretic )
- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada
-

Bendrofluazid
Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg
selang

sehari,

kurangi

untuk

pemeliharaan

jika

mungkin.Hipertensi, 25 mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg


pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet
3. Hidroklorotiazid
- Indikasi: edema, hipertensi
- Peringatan, Kontraindikasi, dan efek samping: lihat pada
-

Bendrofluazid
Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan
jika mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis
awalnya 75 mg sehari, Hipertensi: dosis awal 12,5 mg sehari; jika

perlu ditingkatkan sampai 25 mg pada pagi hari


Bentuk sediaan obat: tablet.

b. Diuretik kuat
1. Furosemide ( Lasix, uresix, impugan )
- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.
- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus
- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb;
Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg
sampai dosis maksimal sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan
-

keadaan pasien
Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi

alergi seperti ruam kulit


Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk
diabetes mellitus; perbesaran prostat; porfiria.

c. Diuretik hemat kalium


1. Amilorid HCL ( Amiloride, puritrid, lorinid )
- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan
-

tiazid
Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia.
Bentuk sediaan obat: tablet
Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali
sehari maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-

10 mg sehari
Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi

alergi seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia.


Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk

diabetes mellitus; usia lanjut.


2. Spironolakton ( Spirolactone, Letonal, Sotacor, Carpiaton )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia,
-

kehamilan dan menyusui, penyakit adison.


Bentuk sediaan obat: tablet
Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg;

anak, dosis awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi.


Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia,

hiperkalemia, hepatotoksisita, impotensi.


Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.

B. ACE Inibitor
ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem reninangiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi
Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi
sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat
dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan
bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin
dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan
tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggung jawab terhadap

efek samping berupa batuk kering. ACE inhibitor mengurangi mortalitas


hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah
terbukti mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit (hospitalization),
meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah
untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi
ginjal dan serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi
dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat
yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE
inhibitor pertama yang digunakan secara klinis.
1. Nama Generik : Captopril
2. Nama Dagang :
- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg
- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg
- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Locap : Tab 25mg
- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg
- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg
- Otoryl : Tab 25mg
- Praten : Kapl 12,5mg
- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensobon : Tab 25mg
3. Indikasi :
- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah.
- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension).
- Diabetic nephropathy dan albuminuria.
- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).
- Postmyocardial infarction
- Terapi pada krisis scleroderma renal.
Kontraindikasi :
- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.
- Kehamilan.
- Wanita menyusui.
- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE
inhibitor sebelumnya.

- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.


4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput.
5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal
jantung :
Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan
yang tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai
target dosis.
Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)
6. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong
yaitu setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini
dikarenakan absorbsi captopril akan berkurang 30%-40% apabila
diberikan bersamaan dengan makanan.
7. Efek samping :
- Batuk kering
- Hipotensi
- Pusing
- Disfungsi ginjal
- Hiperkalemia
- Angioedema
- Ruam kulit
- Takikardi
- Proteinuria
- Resiko khusus :
- Wanita hamil.
Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang
hamil karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan
teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian janin.
Morbiditas fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor pada
seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril beresiko pada
kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester
-

kedua dan ketiga).


Wanita menyusui.
Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui
karena bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI
sekitar 1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah

metabolit dari captopril juga dapat menembus masuk dalam ASI.


Penyakit ginjal.

Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan


ginjal akan memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85%
diekskresikan lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak
berubah) sehingga akan memperparah kerja ginjal dan meningkatkan
resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada pasien dengan
gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana
berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.
C. Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol)
Merupakan obat utama pada pasien hipertensi ringan sampai moderat
dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan
menghambat reseptor 1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana
1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi
katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya
produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan
turunnya tekanan darah.
D. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin).
Bekerja dengan menghambat reseptor 1 di pembuluh darah sehingga
terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi
perifer.
E. Calcium channel blocker (Misal: Nifedipin, Amlodipin).
Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos
pembuluh

darah

sehingga

mengurangi

tahanan

perifer.

Merupakan

antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia,
sehingga merupakan obat utama bagi pasien hipertensi yang juga pasien
angina.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.

KESIMPULAN
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: menghentikan
merokok, menurunkan berat badan yang berlebihan, menurunkan asupan
garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, dan menurunkan asupan
lemak. Sedangkan jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah : golongan diuretika, terutama
jenis thiazid atau aldosterone antagonist; beta bloker (BB); Calcium Channel
Blocker atau Calcium Antagonist; Angiotensin Converting Enzym Inhibitor
(ACE Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/blocker (ARB)

2.

SARAN
- Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor
risiko sehingga pencegahan penyakit hipertensi sangat penting, salah
satunya dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat.
- Edukasi kepada pasien akan pentingnya untuk selalu mengontrol tekanan
darah dan mengkonsumsi obat penurun tensi untuk mencegah komplikasi
yang lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518522
Dirjen Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI. 2013.. Buku Pedoman
Pengendalian Hipertensi. Jakarta : Kemkes RI.
Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
JNC 7. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S.
Departement Of Health And Human Services
Kurnia, R. 2007. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat
Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan
Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651652
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M.,
Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614

Anda mungkin juga menyukai