Karung plastik bekas wadah tepung atau beras seharga Rp 3.000 itu berubah
menjadi tas berharga Rp 250.000. Ini bukan sulap atau sihir, melainkan
kreativitas para ibu dalam memanfaatkan limbah menjadi produk bermanfaat.
Di tangan Ursula Tumiwa, Millaty Ismail, karung plastik bekas mereka padukan
dengan kain batik, agar kesan Indonesia semakin kental. Hal ini sesuai misi mereka
yaitu mengangkat keunikan Indonesia. Itu mengapa mereka memberi merek produk
tersebut, Indonesia Loh.
Sengaja dipilih kain batik pesisiran karena berwarna cerah, seperti merah, kuning,
hijau, dan biru. Kain batik itu diaplikasikan di sekeliling tas ditambah kulit sintetis
sebagai pegangan (handle) atau tali tas. Ula, sapaan Ursula, dan Milla, sengaja
membiarkan logo dan tulisan tepung terigu atau beras tetap terlihat untuk
menguatkan kesan ramah lingkungan, salah satu pesan yang juga ingin
disampaikan oleh Indonesia Loh. Setelah jadi, harga tas produksi Indonesia Loh
dibanderol mulai Rp 135.000-Rp 250.000 per buah, tergantung dari ukuran dan
modelnya.
Ide pembuatan tas itu terinspirasi dari tas-tas serupa yang terbuat dari bekas
kemasan plastik sabun cair, pencuci piring, pewangi pakaian, yang belakangan
cukup marak di pasaran. Proses pembuatan tas diawali dengan terlebih dahulu
mencuci karung plastik. Setelah dicuci, karung plastik diberi kain pelapis di bagian
dalam. Kain batik diaplikasikan di bagian tepi luar tas atau sebagai aksen kantong.
Beberapa model tas juga dipasang retsleting.
Selain tas, karung plastik tersebut juga disulap menjadi dompet, wadah gadget,
seperti telepon selular atau komputer tablet, dan sarung bantal kursi. Sarung bantal
kursi berharga Rp 135.000. Adapun sarung bantal kursi beserta bantalnya seharga
Rp 150.000. Produk-produk itu dipasarkan baik melalui penjualan online atau
pameran. Indonesia Loh juga memiliki toko di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Selain karung plastik bekas, Ula dan Milla juga menggunakan bahan lain berupa
serat alam, seperti rafia alam, pandan, eceng gondok, dan gajih. Material ini
digunakan untuk membuat produk mode dan dekorasi rumah, seperti keranjang, peti
kecil, sarung bantal, topi, dan lain sebagainya.
Produksi tas serat alam dikerjakan oleh tiga perajin di Sentolo, Yogyakarta, dan
Jawa Tengah. Sisanya dibuat di Jakarta. Konsepnya dibuat unik dan sangat
Indonesia. Seperti pada bantal kecil yang di bagian depannya diberi gambar kaleng
kerupuk bertuliskan Saya suka kerupuk. Benda lainnya, seperti tas dan kaus
dipermanis dengan kalimat : Saya suka nasi atau Aku suka gorengan.
Memberdayakan
Produk ramah lingkungan serupa juga dibuat oleh Harining Mardjuki dengan label
Daughter of Klaten. Usaha yang dirintis di Bali sejak tahun 2008 itu, diawali
Harining dari posisi sebagai agen bagi produk keluaran Lawe dari Yogyakarta. Lawe
dikenal sebagai salah satu pemasok produk kerajinan tangan di gerai Mirota
Yogyakarta.
Harining memulai usahanya setelah meninggalkan pekerjaan di lembaga swadaya
masyarakat
(LSM).
Perempuan
yang
pernah
menjadi
peserta
Social
adalah
produk
kayu
lestari,
bekerja
sama
dengan
Asosiasi
Ide untuk memberdayakan komunitas marjinal juga terus dilakukan oleh Harining.
Setelah Lawe dan komunitas ibu-ibu di Bali, Harining melanjutkan gagasan tentang
pemberdayaan dengan Perkumpulan Bina Lingkungan Yogyakarta. Perkumpulan ini
terdiri dari para ibu yang berdomisili di Kelurahan Bener, Kecamatan Tegalrejo,
Yogyakarta. Di perkumpulan tersebut, para ibu bekerja mengolah sampah nonorganik yang kemudian diubah menjadi material daur ulang yang dikenal dengan
istilah awul.
Awul ini dibuat dari kemasan-kemasan produk seperti bubuk detergen, pembersih
lantai hingga kopi yang kemudian dicacah menjadi material berukuran kecil yang
kemudian dikelompokkan sesuai warnanya, kata Harining.
Awul kemudian dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan produk seperti kotak
penyimpanan barang hingga dompet dan berbagai macam tas. Produk Daughter of
Klaten berhasil mencuri perhatian konsumen. Terlebih harga yang ditawarkan cukup
terjangkau, yaitu mulai Rp 45.000 hingga ratusan ribu.
Yang bekas, ternyata bisa juga berkelas.