Anda di halaman 1dari 5

Nama : Raden Ridzki Aditya Kurniawan

NPM : 1306370530

LTM Pemicu PBL 3


Salah satu sifat yang dapat membantu kita dalam membedakan ikatan kovalen nonpolar
denan ikatan kovalen polar adalah keelektronegatifan yaitu kemampuan suatu atom untuk
menarik elektron dalam ikatan kimia. Unsur-unsur dengan keelektronegatifan tinggi memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk menarik elektron daripada unsur-unsur dengan
keelektronegatifan lebih rendah. Keelektronegatifan berkaitan dengan afinitas elektron dan
energi ionisasi. Misalnya atom seperti flourin, dengan afinitas elektron yang tinggi (cenderung
untuk mearik elektron dengan mudah) dan energi ionisasi yang besar (tidak mudah melepaskan
elekton), juga mempunyai keelektronegatifan yang tinggi. Di sisi lain, natrium mempunyai
afinitas elektron , energi ionisasi dan keelektronegatifan yang rendah.
Keelektronegatifan adalah suatu konsep relatif, yang berarti bahwa keelektronegatifan
suatu unsur dapat diukur hanya dalam kaitannya dengan keelektronegatifan unsur-unsur yang
lain. Seorang kimiawan Amerika, Linus Pauling telah menyusun suatu metode untuk menghitung
keelektronegatifan relatif dari hampir semua unsur. Secara umum, keelektronegatifan meningkat
dari kiri ke kanan dalam satu periode di dalam tabel periodik, seiring dengan berkurangnya sifat
logam dari unsur-unsur tersebut. Dalam satu golongan, keelektonegatifan berkurang dengan
bertambahnya nomor atom, yang menunjukkan semakin bertambahnya sifat logam dari unsurunsur tersebut. Perhatikan bahwa logam transisi tidak mengikuri pola keteraturan ini. Unsurunsur yang paling elektronegatifhalogen,oksigen dan belerangterdapat pada sudut kanan
atas dari tabel periodic, sementara unsur-unsur dengan keelektronegatifan terendah(logam alkali
dan alkali tanah) terletak pada sudut kiri bawah. Pola keteraturan ini secara jelas terlihat pada
grafik yang ditampilkan pada gambar.
Atom-atom unsur dengan beda keelektronegatidan yang besar cenderung untuk
membentuk ikatan ionik (seperti ikatan pada senyawa NaCl dan CaO) karena atom unsur dengan
keelektronegatifan lebih rendah memberikan elektronnya kepada atom unsur dengan
keelektronegatifan yang lebih tinggi. Ikatan ionik biasanya menggabungkan satu atom dari unsur
logam dan satu atom dari unsur nonlogam. Atom-atom unsur dengan perbedaan
keelektronegatifan yang kecil(miri) cenderung untuk membentuk ikatan kovalen polar karena
kerapatan elektronnya sedikit bergeser kearah atom yang lebih elektronegatif. Sebagian besar
ikatan kovalen melibatkan atom-atom dari unsur nonlogam. Ikatan kovalen murni hanya
terbentuk di antara dua atom unsur sejenis, yang memiliki keelektronegatifan yang sama.
Kecenderungan dari sifat-sifat ini memberikan kita pengetahuan tentang energi ionisasi dan
afinitas elektron.
Sayangnya tidak terdapat perbedaan yang tegas antara ikatan polar dengan ikatan ionik,
tetapi aturan berikut akan membantu kita dalam membedakan keduanya. Ikatan ionik terbentuk
jika perbedaan keelektronegatifan di antara kedua atom yang berikatan sama dengan atau lebih

besar dari 2,0. Aturan ini berlaku pada hampir semua senyawa ion. Kadang-kadang kimiawan
juga menggunakan besaran persen ion untuk menjelaskan sifat suatu ikatan. Ikatan ionik murni
mempunyai 100 persen persen sifat ion, meskipun ikatan seperti itu belum ppernah ditemukan,
sedangkan ikatan nonpolar atau ikatan kovalen murni memiliki nol persen sifat ion.
Walaupun saling berkaitan , keelektronegatifan dan afinitas elektron adalah dua konsep
yang berbeda. Keduanya menyatakan kecenderungan suatu atom untuk menarik elektron, tetapi
afinitas elektron mengacu pdad penarikan satu elektron tambahan ke dalam suatu atom bebas,
sementara keelektronegatifan menyatakan kemampuan atom yang berikatan kimia (dengan atom
lain) untuk menarik elektron yang digunakan secara bersama. Selanjutnya afinitas elektron
adalah nesaran yang dapat diukur dalam percobaan, sedangkan keelektronegatifan adalah nilai
relatif yang tidak dapat diukur
Metode yang umumnya sering digunakan adalah metode Pauling. Hasil perhitungan ini
menghasilkan nilai yang tidak berdimensi dan biasanya dirujuk sebagai skala Pauling dengan
skala relatif yang berkisar dari 0,7 sampai dengan 4 (hydrogen = 2,2). Bila metode perhitungan
lainnya digunakan terdapat sebuah konvensi (walaupun tidak diharuskan untuk menggunakan
rentang skala yang sama dengan skala Pauling, hal ini dikenal sebagai elektronegativitas dalam
satuan Pauling.
Elektronegativitas bukanlah bagian dari sifat atom, melainkan hanya merupakan sifat
atom pada molekul. Sifat pada atom tunggal yang setara dengan elektronegativitas adalah
afinitas elektron. Elektronegativitas pada sebuah unsur akan bervariasi tergantung pada
lingkungan kimiawi, namun biasanya dianggap sebagai sifat yang terpindahkan, yaitu sebuah
nilai elektronegativitas dianggap akan berlaku pada berbagai situasi yang bervariasi.

Elektronegativitas Pauling
Pauling pertama kali mengajukan konsep elektronegativitas pada tahun 1932 sebagai
penjelasan dari fenomena lebih kuatnya ikatan kovalen antar dua atom berbeda (AB) dari yang

diperkirakan dengan mengambil kekuatan rata-rata ikatan AA dan BB. Menurut teori ikatan
valensi, "stabilisasi tambahan" dari ikatan heteronuklir ini disebabkan oleh kontribusi bentuk
kanonis ion kepada ikatan.
Perbedaan elektronegativitas antara dua atom A dan B dapat dihitung dengan:
E d ( AA )+ Ed ( BB)/2
E d ( AB )
X A X B=(eV )1/ 2
dengan Energi disosiasi (Ed) ikatan AB, AA dan BB diekspresikan dalam elektronvolt.
Faktor (eV) disisipkan untuk menghasilkan nilai yang tidak berdimensi. Dengan metode ini,
perbedaan elektronegativitas antara hidrogen dan bromin adalah 0.73 (energi disosiasi: HBr,
3.79 eV; HH, 4.52 eV; BrBr 2.00 eV)
Oleh karena hanya perbedaan elektronegativitas yang dapat dihitung, kita perlu memilih
sebuah titik acuan untuk membangun skala. Hidrogen dijadikan acuan karena ia membentuk
ikatan kovalen dengan hampir semua unsur. Nilai elektronegativitasnya pertama kali ditentukan
sebagai 2,1, namun kemudian direvisi menjadi 2,20. Selain itu, kita juga perlu memutuskan
unsur manakah (dari dua unsur) yang memiliki elektronegativitas lebih besar. Pemutusan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan "intuisi kimia", misalnya pada hidrogen bromida yang
terlarut dalam air membentuk H+ dan Br, kita dapat berasumsi bahwa bromin lebih
elektronegatif daripada hidrogen.
Untuk menghitung elektronegativitas Pauling sebuah unsur, kita memerlukan data energi
disosiasi dari paling sedikit dua jenis ikatan kovalen yang dibentuk oleh unsur tersebut. Allred
memutakhirkan nilai elektronegativitas Pauling pada tahun 1961 dengan melibatkan data-data
termodinamika. Nilai-nilai elektronegativitas Pauling yang direvisi inilah yang biasanya sering
digunakan.
Linus Pauling mengajukan cara yang berguna untuk menghitung rentang ikatan ionik di
antara pasangan atom tertentu, A dan B , dalam suatu molekul. Andaikan disosiasi ikatan A-A
adalah delta EAA, dan untuk ikatan B-B adalah delta EBB, keduanya adalah ikatan kovalen karena
atom-atomnya sama. Jadi estimasi untuk sumbangan kovalen pada suatu ikatan A-B ialah rerata
dari kedua energi ini,

E AA E BB .

Bagaimanapun, ikatan A-B yang sesungguhnya memiliki

sifat ionik, sebab terjadi sedikit perpindahan muatan di antara kedua aotm ini. Sifat ionik
cenderung memperkuat ikatan dan menaikkan nilai EAB.Pauling menyatakan bahwa selisih
antara energi sebenarnya dan ikatan kovalen,
X = E AB E AA E BB .

Merupakan ukuran selisih elektronegativitas antara atom A dan B. Secara khusus, ia


mendefinisikan
1

X A X B=0,102 2
Dengan XA dan XB (Yunani,chi) adalah elektronegativitas dari A dan B, dan dinyatakan dalam
kJ mol-1. Atom yang lebih mudah menerima electron (dengan begitu cenderung membawa
muatan negative bersih) memiliki nilai X yang lebih besar. Pada skala Pauling yang diperlihatkan
pada gambar 3.7 dan digunakan lampiran F, kisaran elektronegativitasnya bergerak dari
3,98(untuk fluorin) sampai 0,79(untuk sesium). Nilai numeric ini berguna untuk mengamati tabel
berkala dan amembuat perbandingan semikuantitatif. Niali-nilai tersebut bukan hasil ekperimen
yang sangat cermat tetapi angka reratanya didasarkan pada pengukuran energi ikatan dari sekian
banyak senyawa.
Gambar 2. Variasi
elektronegativitas Pauling
(sumbu
y)
terhadap
golongan periode tabel
dari periode ke-dua sampai
dengan periode ke-enam.

LASER
Kata LASER adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation, yang artinya perbesaran intensitas cahaya oleh pancaran terangsang. Kata kuncinya
adalah perbesaran dan pancaran terangsang yang akan menjadi jelas kemudian. Laser
merupakan sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Cara kerjanya
mencakup optika dan elektronika. Para ilmuwan biasa menggolongkannya dalam bidang
elektronika kuantum. Sebetulnya laser merupakan perkembangan dari MASER, huruf M disini
singkatan dari Microwave, artinya gelombang mikro. Cara kerja maser dan laser adalah sama,
hanya saja mereka bekerja pada panjang gelombang yang berbeda. Laser bekerja pada spektrum
infra merah sampai ultra ungu, sedangkan maser memancarkan gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang yang jauh lebih panjang, sekitar 5 cm, lebih pendek sedikit
dibandingkan dengan sinyal TV - UHF. Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser optik.
Referensi

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1 dan 2, Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai