Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik
periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil
dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah
katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.
2. Etiologi
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
3. Pencegahan
Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau
peradangan pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi
serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
4. Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,
adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing,
stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya
keganasan (karsinoma karsinoid).

Idiopatik

Makan tak teratur

Kerja fisik yang keras

Massa keras feses


Obstruksi lumen
Suplay aliran darah menurun
Mukosa terkikis

Perforasi

Abses

Peritonitis

Peradangan pada appendiks

distensi abdomen

Nyeri
Menekan gaster

Appendiktomy

pembatasan intake cairan

Insisi bedah

peningk prod HCL


mual, muntah

Resiko terjadi infeksi


Nyeri

resiko kurang vol cairan

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa
lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena
omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi
lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya
hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
5. Insiden
Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada
wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25
tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau


jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua,
alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan
suku bangsa.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama
nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
3) Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti
hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk
rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai
riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.

4) Riwayat penyakit keluarga


Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes
mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya
uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya.
5) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana
status

ekonomi

keluarga

kebiasaan

merokok

dalam

mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.


b) Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
c) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak
karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena
harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
d) Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak
bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam
masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e) Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan
serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu,
orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f) Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
g) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana
cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan
sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2) Integumen
Ada

tidaknya

oedem,

sianosis,

pucat,

pemerahan

luka

pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.


3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada
warna pucat.
4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan
biasanya normal (16 20 kali permenit).

Apakah ada ronchi,

whezing, stridor.
5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik
pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual,
apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis,
periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih,
keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir
lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri
yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Darah

: Ditemukan leukosit 10.000 18.0000 mn.

Urine

: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

2) Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


NO
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi
dan peradangan apen-diks.
Subyektif :
Nyeri daerah pusar
menjalar ke daerah perut
kanan bawah.
Tungkai kanan tidak
dapat diluruskan.
Obyektif :
Nyeri tekan di titik Mc
Burney.

2.

Resiko kekurangan vo
lume cairan berhubung an
dengan mual, mun- tah,
anoreksia dan diare.

TUJUAN & KRITERIA


HASIL
Nyeri berkurang.
Kriteria :
Klien mengungkapkan rasa
sakit berkurang.
Wajah dan posisi tubuh
tampak rileks

INTERVENSI

Kaji tanda vital


Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi, jenis dan intensitas nyeri.
Ukur dengan skala 1-10.
Jelaskan penyebab rasa sakit, cara mengurangi.
Beri posisi duduk untuk mengurangi penyebaran in-feksi pada
abdomen.
Ajarkan tehnik relaksasi.
Kompres es pada daerah sakit untuk mengurangi nyeri.
Anjurkan klien untuk tidur pada posisi nyaman (miring dengan
menekuk lutut kanan).
Puasa makan minum apabila akan dilakukan tindakan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Laksanakan program medik.
Pantau efek terapeutik dan non terapeutik dari pembe-rian
analgetik.
Cairan dan elektrolit da- Observasi tanda vital suhu, nadi, tekanan darah, perna-pasan tiap
lam keadaan seimbang.
4 jam.
Kriteria :
Observsi cairan yang keluar dan yang masuk.
Turgor kulit baik.
Jauhkan makanan/bau-bauan yang merangsang mual atau
Cairan yang keluar dan
muntah.
masuk seimbang.
Kolaborasi pemberian infus dan pipa lambung

3.

4.

Kurang
pengetahuan
tentang prosedur per-siapan
dan sesudah operasi.
Subyektif
Klien / keluarga ber-tanya
tentang prosedur persiapan
dan sesudah operasi
Obyektif
Klien tidak kooperatif
terhadap tindakan persiapan operasi.
Kerusakan integritas ku-lit
berhubungan dengan luka
pembedahan.

Setelah diberikan penjelasan klien memahami


tentang prosedur per-siapan
dan sesudah operasi
Kriteria
Klien kooperatif dengan
tindakan persiapan operasi
maupun sesudah operasi.
Klien mendemonstrasikan
latihan yang diberikan.

Jelaskan prosedur persiapan operasi.


pemasangan infus.
puasa makan & minum sebelumnya 6 - 8 jam.
cukur daerah operasi.
Jelaskan situasi dikamar bedah.
Jelaskan aktivitas yang perlu dilakukan setelah operasi.
Latihan batuk efektif.
mobilisasi dini secara pasif dan aktif bertahap.

Luka insisi sembuh tanpa Pantau luka pembedahan dari tanda-tanda peradangan: demam,
ada tanda infeksi.
kemerahan, bengkak dan cairan yang keluar, warna jumlah dan
karak-teristik.
Rawat luka secara steril.
Beri makanan berkualitas atau dukungan klien untuk makan.
Makanan mencukupi untuk mempercepat proses penyembuhan.
Beri antibiotika sesuai program medik.

DAFTAR PUSTAKA :

Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.


Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai