Anda di halaman 1dari 5

3. D.

20 - 40 tahun
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam mempengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Dalam Perry&Potter, 2005, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari
apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti
apa diri kita yang kita ingin.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir tetapi berkembang secara bertahap dan dapat
dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan
positif memahami individu dan dipelajari melalui kumpulan kontak-kontak sosial serta
pengalaman dengan orang lain. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat
mengeksplorasi dunianya secara terbuka.
a. Tahap Perkembangan Hidup Manusia
Menurut Erikson, 1963, terdapat delapan tahap perkembangan terbentang
ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas
perkembangan yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis
yang harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi
suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Adapun
tingkatan yang dijelaskan oleh Erik Erikson meliputi:
1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
Suatu tahap psikososial pertama yang dialami dalam tahun pertama
kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan
sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Kepercayaan
pada masa bayi menentukan harapan bahwa dunia akan menjadi tempat
tinggal yang baik dan menyenangkan. Anak yang mendapatkan kasih sayang
dan perlindungan yang cukup dari orangtua atau orang dewasa disekitarnya,
akan mempersepsikan dunia ini sebagai tempat yang aman untuk hidup
sehingga ia percaya diri. Rasa kepercayaan menuntut perasaan nyaman
secara fisik dan jumlah ketakutan minimal akan masa depan. Kebutuhankebutuhan dasar bayi dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka.
2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
Tahap perkembangan kedua berlangsung pada masa bayi dan baru
mulai berjalan (1-3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada
pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah
atas kehendaknya. Bila bayi cenderung dibatasi maka mereka akan
cenderung mengembangkan rasa malu dan keragu-raguan. Erikson percaya
bahwa keseimbangan antara otonomi, rasa malu dan keraguraguan yang

tumbuh secara bersamaan akan membuat anak lebih memperhatikan


batasan dan alasan dari setiap tindakan yang akan dilakukan.
3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
Merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun
sekolah. Ketika mereka masuk dunia sekolah mereka lebih tertantang dan
bertanggung jawab meningkatkan prakarsa. Anak-anak diharapkan aktif
untuk menghadapi tantangan ini dengan rasa tanggung jawab atas perilaku
mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan mereka. Namun, perasaan
bersalah dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan yang menimbulkan
kecemasan. Ini terjadi pada usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia ini anak sudah
mulai punya kemampuan motori dan mental yang bagus. Orang tua yang
memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi melalui
permainan dan bersosialisasi, akan mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan
mampu memihak pada salah satu gender.
4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
Berlangsung selama 6 12 tahun. Tidak ada masalah lain yang lebih
antusias dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh imajinasi.
Ketika anak-anak memasuki sekolah dasar, mereka mengarahkan energi
mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual, dan
mampu menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru. Yang
berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak
produktif. Ketika anak mulai masuk SD, dia sudah bisa merasakan nilai
sebuah prestasi. Orang tua yang memotivasi anak untuk berprestasi akan
meningkatkan kepercayaan diri dengan menguasai keterampilan baru yang
mampu mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
Tahap kelima yang dialami individu selama 1220 tahun. Pada tahap
ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa mereka, bagaimana mereka
nanti, dan ke mana mereka akan menuju masa depannya. Satu dimensi yang
penting adalah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran yang
sesuai dengan perubahan/pematangan tubuh. Orangtua harus mengijinkan
anak remaja menjajaki banyak peran dan berbagai jalan. Jika anak menjajaki
berbagai peran dan menemukan peran positif maka ia akan mencapai
identitas yang positif. Jika orangtua menolak identitas remaja sedangkan
remaja tidak mengetahui banyak peran dan juga tidak dijelaskan tentang
jalan masa depan yang positif maka ia akan mengalami kebingungan
identitas.
6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)

Pada masa ini (20 pertengahan-40 tahun) individu dihadapi tugas


perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain karena
perasaan mengalami perubahan peran dan mampu meningkatkan
tanggung jawab juga ikut muncul. Saat anak muda membentuk
persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim dengan orang lain,
keintiman akan dicapai, kalau tidak, isolasi akan terjadi. Masa Dewasa
Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy
isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang
kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok
sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dan membina
hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang
sepaham karena dalam tahap ini timbul perasaan yang stabil dan positif
tentang diri sendiri.
7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
Masa dewasa tengah (pertengahan 40-60 tahun) ditandai adanya
kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa
dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan
segala kemampuannya. Dalam tahap ini sudah terbentuk tujuan hidup dan
dapat menerima perubahan penampilan serta daya tahan fisik. Salah satu
tugas yang harus dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan
antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini
adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas
akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini
sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri
sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak
perduli terhadap siapapun.
8. Integrity vs despair (Integritas vs Putus asa)
Tahap kedelapan yaitu dewasa akhir (usia 60 tahunmeninggal)
adalah masa menoleh kembali kemasa lalu yang dapat bersifat positif
(keutuhan) atau negatif (putus asa). Pada tahun terakhir kehidupan, kita
menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan selama
hidup. Jika telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan lalu maka
integritas tercapai. Sebaliknya, jika menganggap selama kehidupan lalu
dengan cara negatif maka akan cenderung merasa bersalah dan kecewa.

Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity


despair. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang
akan dicapainya tetapi tidak tercapai karena faktor usia. Dalam situasi ini
individu merasa putus asa. Pada tahap ini juga individu sudah
mempersiapkan warisan untuk generasi berikutnya.
b. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan
diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat
dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus
hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c. Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep
merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan
konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih
efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual
dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat
dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
d. Keluarga dan budaya
Nilai yang dianut anak kecil sangat dipengaruhi oleh keluarga dan budaya.
Selanjutnya, teman sebaya mempengaruhi anak dan dengan demikian
mempengaruhi rasa dirinya. Ketika anak berkonfrontasi dengan membedakan
harapan dari keluarga, budaya, dan teman sebaya, rasa diri anak sering kali
membingungkan. Sebagai contoh, anak mungkin menyadari bahwa orang tuanya
mengharapkan ia tidak minum alkohol dan mengharapkan ia menghadiri layanan
agama setiap sabtu malam. Pada saat bersamaan, teman sebayanya minum bir
dan mendorongnya untuk menghabiskan malam sabtunya dengan mereka.
e. Stressor
Stresor dapat menguatkan konsep diri saat individu berhasil menghadapi
masalah. Di pihak lain, stressor yang berlebihan dapat menyebabkan respon
maladaptif termasuk penyalahgunaan zat, menarik diri, dan ansietas.

Kemampuan individu untuk menangani stressor sangat bergantung pada sumber


daya personal.
f.

Sumber Daya
Individu memiliki sumber daya internal dan eksternal. Contoh sumber daya
internal adalah rasa percaya diri dan nilai diri, sedangkan sumber daya eksternal
meliputi jaringan dukungan, pendanaan yang memadai, dan organisasi. Secara
umum, semakin besar jumlah sumber daya yang dimiliki dan digunakan individu,
pengaruhnya pada konsep diri semakin positif.

g. Riwayat keberhasilan dan kegagalan


Individu yang pernah mengalami kegagalan menganggap diri mereka sebagai
orang yang gagal, sementara individu yang memiliki riwayat keberhasilan
memiliki konsep diri yang lebih positif, yang kemungkinan dapat mencapai lebih
banyak keberhasilan.
Daftar Pustaka:
1. Stuart & Sudden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
2. Potter & Perry .2005. Buku Ajar Keperawatan Fundamental: Konsep, Proses,
dan praktik. Edisi 4 Vol.2. Jakarta: EGC
3. Erikson, EH. 1963. Childhood & Society Edisi 2. New York: Norton

Anda mungkin juga menyukai