Anda di halaman 1dari 4

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan. Saluran pernafasan
adalah hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak balita, hal ini disebabkan karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah (DepKes RI, 2000).
World Health Organization (WHO) memperkirakan kematian akibat ISPA
mencapai 10% - 20% pertahun dari seluruh jumlah balita yang ada bila tidak diberi
pengobatan (WHO 1990). (Djaja S, Ariawan I, dan Afifah T. 2001), menyatakan di
negara berkembang angka kematian bayi dan anak balita 20 35 % disebabkan oleh
ISPA. Diperkirakan 2 - 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun
meninggal karena penyakit infeksi saluran pernafasan akut.
ISPA di Indonesia menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA, ISPA sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentasi 22,30% dari seluruh
kematian balita (Depkes RI, 2008). Kematian balita karena ISPA secara nasional
diperkirakan 6 orang per 1000 balita per tahun atau sekitar 150.000 balita pertahun
(DepKes RI, 2002).
Berdasarkan hasil laporan Riskesdas 2010, ISPA menempati prevalensi
tertinggi pada balita yaitu lebih 35%. Prevalensi ISPA juga cenderung terjadi lebih
tinggi pada kelompok ibu dengan pendidikan dan tingkat pendapatan rumah tangga
yang rendah. Dalam Riskesdas ini dikumpulkan data ISPA ringan dan pneumonia
(Riskesdas, 2007).
1

Kematian ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat,
karena infeksi telah mencapai paru-paru atau disebut sebagai radang paru mendadak
atau pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian utama,
terutama pada balita. Kondisi ISPA ringan dengan batuk pilek biasa sering diabaikan,
namun apabila daya tahan tubuh anak lemah penyakit tersebut cepat menjalar ke
paru-paru. Kondisi penyakit tersebut bila tidak mendapat pengobatan serta perawatan
yang baik dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan
dalam pengaturan pola makan balita serta menciptakan lingkungan yang bersih dan
sehat (Depkes RI, 2002).
Terjadinya ISPA dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya kuman (terdiri
lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi,
imunisasi) dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan
kepadatan penghuni) serta karekteristik ibu seperti umur ibu, tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu (Depkes RI, 2002).
Hasil penelitian Riswandri (2002) membuktikan bahwa kebiasaan membuka
jendela rumah, jumlah anggota keluarga dan letak ternak kandang berhubungan
dengan kejadian ISPA di Kecamatan Parung-Jawa Barat. Penelitian Muhedir (2002)
menyatakan bahwa ternyata kepadatan penghuni rumah, kondisi dapur, kelembaban
dan asap rokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA balita.
Penelitian Desmon (2002) di Sumatera Barat membuktikan bahwa jenis atap dan
kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita sedangkan
Penelitian Riza (2005) membuktikan bahwa jenis lantai rumah berhubungan dengan
kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Bekasi.
Lingkungan perumahan berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.
Pada komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi
yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan yang tinggi dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai (Taylor, Vicki. 2002).
Lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA adalah lingkungan
perumahan, dimana kualitas rumah berdampak pada kesehatan anggotanya. Kualitas
rumah dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, jenis bahan

bakar masak yang dipakai diduga sebagai penyebab terjadinya penyakit ISPA
(Yusianto, 2007).
Jendela rumah yang kecil menyebabkan pertukaran udara tidak berlangsung
dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok terkumpul dalam rumah. Bayi dan
anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab
dan basah disebabkan oleh banyak air yang terserap di dinding tembok serta
berkurangmya matahari pagi yang masuk ke dalam rumah (Ranuh, IGN. 1997).
Sesuai data yang diperoleh dari Puskesmas Depok Jaya selama satu tahun
terakhir yang merupakan lokasi penelitian, penyakit ISPA pada balita menduduki
urutan pertama, terdapat jumlah balita sebanyak 4.211 dengan kasus ISPA rata-rata
berjumlah 576 tiap bulannya (Puskesmas Depok Jaya, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Hubungan pengetahuan ibu dan sanitasi rumah terhadap kejadian ISPA pada anak
balita di puskesmas Depok Jaya.

I.2 Perumusan Masalah


Prevalensi penyakit ISPA balita dan mortalitasnya terus meningkat. Berbagai
studi berbasiskan populasi telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
risiko ISPA balita. Penelitian untuk meneliti tingkat pengetahuan ibu dan sanitasi
rumah masih kurang diperhatikan sebagai faktor risiko ISPA. Dengan demikian,
masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan pengetahuan ibu dan sanitasi
rumah terhadap kejadian ISPA balita di puskesmas Depok Jaya.

I.3 Tujuan Penelitian


I.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dan sanitasi rumah terhadap kejadian ISPA
pada anak balita di puskesmas Depok Jaya.

I.3.2 Tujuan khusus


Mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan ventilasi rumah terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan kepadatan penghuni terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan bahan lantai rumah terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan bahan dinding rumah terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan bahan atap rumah terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan jenis bahan bakar terhadap kejadian ISPA balita
Mengetahui hubungan merokok di rumah terhadap kejadian ISPA balita

I.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :
I.4.1 Subjek Penelitian
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu dan sanitasi lingkungan rumah sebagai
penyebab timbulnya ISPA pada balita, sehingga dapat melakukan tindakan
pencegahan dan penanganan ISPA.
I.4.2 Diri Sendiri / Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu kedokteran, terutama
dalam bidang ilmu Community Research Programe (CRP) dan Ilmu
Kesehatan Masyarakat (IKM).
I.4.3 Pemerintah dan Praktisi Kesehatan
Sebagai informasi dan evaluasi kepada pembuat kebijakan dan pelaksana
program berkaitan dengan intervensi penyakit ISPA balita bagi pemerintah
dan praktisi kesehatan, sehingga dapat merencanakan strategi upaya
penanggulangan ISPA.
I.4.4 Masyarakat Umum
Memberikan informasi bagi masyarakat tentang ISPA dengan tingkat
pengetahuan ibu dan sanitasi rumah sebagai faktor risikonya, sehingga
masyarakat dapat menjaga kesehatannya.

Anda mungkin juga menyukai