BAB I
PENDAHULUAN
Kematian ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat,
karena infeksi telah mencapai paru-paru atau disebut sebagai radang paru mendadak
atau pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian utama,
terutama pada balita. Kondisi ISPA ringan dengan batuk pilek biasa sering diabaikan,
namun apabila daya tahan tubuh anak lemah penyakit tersebut cepat menjalar ke
paru-paru. Kondisi penyakit tersebut bila tidak mendapat pengobatan serta perawatan
yang baik dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan
dalam pengaturan pola makan balita serta menciptakan lingkungan yang bersih dan
sehat (Depkes RI, 2002).
Terjadinya ISPA dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya kuman (terdiri
lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi,
imunisasi) dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan
kepadatan penghuni) serta karekteristik ibu seperti umur ibu, tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu (Depkes RI, 2002).
Hasil penelitian Riswandri (2002) membuktikan bahwa kebiasaan membuka
jendela rumah, jumlah anggota keluarga dan letak ternak kandang berhubungan
dengan kejadian ISPA di Kecamatan Parung-Jawa Barat. Penelitian Muhedir (2002)
menyatakan bahwa ternyata kepadatan penghuni rumah, kondisi dapur, kelembaban
dan asap rokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA balita.
Penelitian Desmon (2002) di Sumatera Barat membuktikan bahwa jenis atap dan
kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita sedangkan
Penelitian Riza (2005) membuktikan bahwa jenis lantai rumah berhubungan dengan
kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Bekasi.
Lingkungan perumahan berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.
Pada komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi
yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan yang tinggi dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai (Taylor, Vicki. 2002).
Lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA adalah lingkungan
perumahan, dimana kualitas rumah berdampak pada kesehatan anggotanya. Kualitas
rumah dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, jenis bahan
bakar masak yang dipakai diduga sebagai penyebab terjadinya penyakit ISPA
(Yusianto, 2007).
Jendela rumah yang kecil menyebabkan pertukaran udara tidak berlangsung
dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok terkumpul dalam rumah. Bayi dan
anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab
dan basah disebabkan oleh banyak air yang terserap di dinding tembok serta
berkurangmya matahari pagi yang masuk ke dalam rumah (Ranuh, IGN. 1997).
Sesuai data yang diperoleh dari Puskesmas Depok Jaya selama satu tahun
terakhir yang merupakan lokasi penelitian, penyakit ISPA pada balita menduduki
urutan pertama, terdapat jumlah balita sebanyak 4.211 dengan kasus ISPA rata-rata
berjumlah 576 tiap bulannya (Puskesmas Depok Jaya, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Hubungan pengetahuan ibu dan sanitasi rumah terhadap kejadian ISPA pada anak
balita di puskesmas Depok Jaya.