Anda di halaman 1dari 14

SOKO GURU

Cara orang Jawa membangun rumah, dengan soko guru sebagai pusat rumah dan tiang-tiang
lain mengikuti di sekelilingnya, mirip dengan cara pandang masayarakat Jawa dalam melihat
masyarakat. Sultan ditempatkan berada di pusat dunia, yang mengendalikan tatanan
(Hamengkubuono) atau yang menggenggam bumi (Pakubumi) atau mengendalikan alam
(Paku Alam). Di pusatnya, pandangan kemudian bergerak melebar dengan disangga daerahdaerah lain di sekitarnya, mulai kabupaten sampai desa. Maka, tatanan rumah, politik, sosial
dan spiritual Jawa mempunyai kemiripan atau paralelitas satu sama lain. Inilah yang disebut
dengan desain mandala dalam kajian kosmologi tradisional dan arkais. - See more at:
http://jogjareview.net/seni/rumah-joglo-sisi-fungsional-dan-spiritual-arsitekturjawa/#sthash.nQz8riI1.dpuf
Rumah Joglo dibagi ke dalam tiga bagian/ruang. Pendapa merupakan ruangan pertemuan di
mana tuan rumah menemui para tamu. Pendopo tidak mempunyai dinding atau terbuka, yang
artinya orang Jawa ingin bersikap ramah kepada orang lain. Umumnya, pendopo hanya diberi
tikar, tanpa meja dan kursi. Tujuannya agar tidak ada batas yang tegas antara tuan rumah dan
para tamunya karena bisa berbincang dengan rukun dan akrab.
Pendopo
Pendopo letaknya di depan, dan tidak mempunyai dinding atau terbuka, hal ini berkaitan
dengan filosofi orang Jawa yang selalu bersikap ramah, terbuka dan tidak memilih dalam
hal menerima tamu. Pada umumnya pendopo tidak di beri meja ataupun kursi, hanya diberi
tikar apabila ada tamu yang datang, sehingga antara tamu dan yang punya rumah
mempunyai kesetaraan dan juga dalam hal pembicaraan atau ngobrol terasa akrab rukun
(rukun agawe santosa).
Pringgitan
Pringgitan memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri sebagai
simbolisasi dari pemilik rumah bahwa dirinya hanya merupakan bayang-bayang atau
wayang dari Dewi Sri (dewi padi) yang merupakan sumber segala kehidupan, kesuburan,
dan kebahagiaan (Hidayatun, 1999:39). Menurut Rahmanu Widayat (2004: 5), pringgitan
adalah ruang antara pendhapa dan dalem sebagai tempat untuk pertunjukan wayang
(ringgit), yaitu pertunjukan yang berhubungan dengan upacara ruwatan untuk anak sukerta
(anak yang menjadi mangsa Bathara Kala, dewa raksasa yang maha hebat).
Dalem (Ruang Utama)
Dalem atau ruang utama dari rumah joglo ini merupakan ruang pribadi pemilik rumah.
Dalam ruang utama dalem ini ada beberapa bagian yaitu ruang keluarga dan beberapa
kamar atau yang disebut senthong. Pada masa dulu, kamar atau senthong hanya dibuat tiga
kamar saja, dan peruntukkan kamar inipun otomatis hanya menjadi tiga yaitu kamar
pertama untuk tidur atau istirahat laki-laki kamar kedua kosong namun tetap diisi tempat
tidur atau amben lengkap dengan perlengkapan tidur, dan yang ketiga diperuntukkan tempat
tidur atau istirahat kaum perempuan.
Kamar yang kedua atau yang tengah biasa disebut dengan krobongan yaitu tempat untuk
menyimpan pusaka dan tempat pemujaan terhadap Dewi Sri. Senthong tengah atau
krobongan merupakan tempat paling suci/privat bagi penghuninya.
Di dalam dalem atau krobongan disimpan harta pusaka yang bermakna gaib serta padi hasil
panen pertama, Dewi Sri juga dianggap sebagai pemilik dan nyonya rumah yang
sebenarnya. Di dalam krobongan terdapat ranjang, kasur, bantal, dan guling, adalah kamar

malam pertama bagi para pengantin baru, hal ini dimaknai sebagai peristiwa kosmis
penyatuan Dewa Kamajaya dengan Dewi Kama Ratih yakni dewa-dewi cinta asmara
perkawinan(Mangunwijaya, 1992: 108). Di dalam rumah tradisi Jawa bangsawan
Yogyakarta, senthong tengah atau krobongan berisi bermacam-macam benda-benda
lambang (perlengkapan) yang mempunyai kesatuan arti yang sakral (suci). Macam-macam
benda lambang itu berbeda dengan benda-benda lambang petani. Namun keduanya
mempunyai arti lambang kesuburan, kebahagiaan rumah tangga yang perwujudannya
adalah Dewi Sri (Wibowo dkk., 1987 : 63).

Upacara Perkawinan Tradisional Jawa


Hubungan cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan pertimbangan , biasanya
dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama secara resmi
selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat..
Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan
dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan
yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua
zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta
tumbuh karena terbiasa.
Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan
mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku,
kedua insan yang berkasihan akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka
telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.
Bibit, Bebet, Bobot
Secara tradisional, pertimbangan penerimaan seorang calon menantu berdasarkan kepada
bibit, bebet dan bobot.
Bibit
:artinya mempunyai latar kehidupan keluarga yang baik.
Bebet : calon penganten, terutama pria, mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
Bobot : kedua calon penganten adalah orang yang berkwalitas, bermental baik dan
berpendidikan cukup.
Biasanya setelah kedua belah pihak orang tua atau keluarga menyetujui perkawinan, maka
dilakukan langkah-langkah selanjutnya, menurut kebiasaan adalah sebagai berikut :
Pinangan
Biasanya yang melamar adalah pihak calon penganten pria.Pada masa lalu, orang tua calon
penganten pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk meminang. Tetapi kini,
untuk praktisnya orang tua pihak lelaki bisa langsung meminang kepada orang tua pihak

wanita . Bila sudah diterima, langsung akan dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai
terjadinya upacara perkawinan.
Hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain meliputi :
Tanggal dan hari pelaksanaan perkawinan, ditentukan kapan pernikahannya, jam berapa,
biasanya dicari hari baik.Kalau hari pernikahan sudah ditentukan, upacara lain yang terkait
seperti : peningsetan, siraman, midodareni, panggih , resepsi dll, tinggal disesuaikan.
Tidak kurang penting adalah pemilihan seorang pemaes, juru rias penganten
tradisional.Dalam upacara perkawinan tradisional, peran seorang perias temanten sangat
besar, karena dia beserta asisten-asistennya akan membimbing, paling tidak memberitahu
seluruh pelaksanaan upacara, lengkap dengan sesaji yang diperlukan.Seorang pemaes yang
kondang, mumpuni dan ahli dalam bidangnya ,biasanya juga punya jadwal yang ketat,
karena laris, diminta merias dibanyak tempat, terlebih dibulan-bulan baik menurut
perhitungan kalender Jawa. Oleh karena itu, perias temanten harus dipesan jauh hari.
Perlu diprioritaskan pula pemilihan tempat untuk pelaksanaan upacara perkawinan itu.
Misalnya dimana tempat akad nikah, temu manten dan resepsinya. Apakah akan dilaksanakan
dirumah, disebuah gedung pertemuan atau dihotel.
Dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa, pihak calon penganten wanita secara resmi adalah
yang punya gawe, pihak pria membantu.Bagaimana pelaksanaan upacara perkawinan ,
apakah sederhana, sedang-sedang saja atau pesta besar yang mengundang banyak tamu dan
lengkap dengan hiburan, secara realitas itu tentu tergantung kepada anggaran yang tersedia.
Pada saat ini kedua pihak sudah lebih terbuka membicarakan budget tersebut.
Kesibukan dirumah calon penganten putri
Yang lebih sibuk memang pihak orang tua calon penganten wanita. Hal-hal yang mesti
dilakukan adalah :
1. Mengundang keluarga terdekat untuk membicarakan dan menyiapkan seluruh proses
perkawinan.Secara tradisi dibentuk sebuah panitya yang terdiri dari anggota keluarga
dan kenalan dekat dan masing-masing mempunyai tugas yang jelas.Hal yang penting
pula adalah penunjukkan pihak yang bertanggungjawab tentang konsumsi, Catering
mana yang akan ditunjuk.Penunjukkan catering berdasarkan pengalaman penting
sekali, harus yang baik dan bertanggungjawab dan servicenya memuaskan.
Pada masa kini, dengan pertimbangan praktis,ada keluarga yang punya
hajat,menunjuk seluruh pelaksanaan upacara diserahkan kepada Event Organizer yang
profesional.
Mungkin penunjukan Event Organizer dimaksud supaya tidak merepotkan keluarga
yang lain, ada baiknya. Tetapi perlu diingat bahwa upacara perkawinan tradisional itu
adalah juga sebuah acara untuk keluarga, menyangkut segi sosial, dimana para tamu
selain hadir untuk memberi selamat kepada kedua temanten , juga untuk mempererat
persaudaraan dan persahabatan antara pihak pengundang dan yang diundang.Pada
banyak kejadian,sebuah upacara perkawinan tradisional yang dikendalikan
sepenuhnya oleh Event Organizer terasa kaku , meski mereka melaksanakan benar

sesuai prosedur langkah-langkah yang dilaksanakan. Yang hilang dari upacara itu
adalah roh dari upacara ritual tersebut.
Oleh karena itu, beberapa pelestari budaya Jawa yang mau mengerti segi
kepraktisan zaman berpendapat sebaiknya untuk pelaksanaan hal-hal inti, meski ada
Event Organizer, tetap harus ada anggota keluarga yang terlibat. Bagaimanapun ,
keluarga yang punya gawe harus membentuk panitya kecil praktis yang mampu
mengarahkan dan membantu dan kalau perlu meluruskan kerja para personil Event
Organizer tersebut.
2. Pemasangan Bleketepe dan Tarub

Sehari sebelum upacara perkawinan, rumah orang tua mempelai wanita dipasangi
tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan.Dibuat gapura yang dihiasi tarub
yang terdiri dari berbagai tuwuhan ,yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti
simbolis.
Dikiri kanan gapura dipasang pohon pisang yang sedang berbuah pisang yang telah
matang.
Artinya : Suami akan menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan
bermasyarakat.Seperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun
dengan lingkungan, keluarga baru ini juga akan hidup bahagia, sejahtera dan rukun
dengan lingkungan sekitarnya.
Sepasang tebu wulung, pohon tebu yang berwarna kemerahan, merupakan simbol
mantapnya kalbu, pasangan baru ini akan membina dengan sepenuh hati keluarga
mereka.
Cengkir gading- kelapa kecil berwarna kuning, melambangkan kencangnya-kuatnya
pikiran baik, sehingga pasangan ini dengan sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan
bersama yang saling mencinta.
Berbagai macam dedaunan segar seperti : beringin, mojokoro,alang-alang,dadap srep,
merupakan harapan supaya pasangan ini hidup dan tumbuh dalam keluarga yang
selalu selamat dan sejahtera.
Anyaman daun kelapa yang dinamakan bekletepe digantungkan digapura depan
rumah, ini dimaksudkan untuk mengusir segala gangguan dan roh jahat dan sekaligus
menjadi pertanda bahwa dirumah ini sedang dilakukan upacara perkawinan.

Sesaji khusus diadakan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe, yang terdiri dari :
nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan termasuk pisang dan kelapa, berbagai
macam lauk pauk,kue-kue, minuman, bunga, jamu, tempe, daging kerbau, gula kelapa
dan sebuah lentera.
Sesaji ini melambangkan permohonan supaya mendapatkan berkah dari Tuhan, Gusti
dan restu dari para leluhur dan sekaligus sebagai sarana untuk menolak goda mahlukmahluk halus jahat.
Sesaji ditempatkan dibeberapa tempat dimana prosesi upacara perkawinan
dilaksanakan seperti didapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub, dijalan dekat
rumah dll.

Upacara-upacara sebelum pernikahan


Siraman

Siraman dari asal kata siram ,artinya mandi. Sehari sebelum pernikahan, kedua calon
penganten disucikan dengan cara dimandikan yang disebut Upacara Siraman. Calon
penganten putri dimandikan dirumah orang tuanya, demikian juga calon mempelai pria juga
dimandikan dirumah orang tuanya.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk Siraman :
1. Persiapan tempat untuk siraman, apakah dilakukan dikamar mandi atau dihalaman
rumah belakang atau samping.
2. Daftar orang-orang yang akan ikut memandikan. Sesuai tradisi selain kedua orang tua
temanten, eyang temanten , beberapa pinisepuh . Yang diundang untuk ikut
memandikan adalah mereka yang sudah sepuh, sebaiknya sudah punya cucu dan
punya reputasi kehidupan yang baik.
3. Sejumlah barang yang diperlukan seperti : tempat air, gayung, kursi, kembang
setaman, kain, handuk, kendi dsb.
4. Sesaji untuk siraman, ada lebih dari sepuluh macam, diantaranya adalah seekor ayam
jago.
5. Pihak keluarga penganten putri mengirimkankan sebaskom air kepada pihak keluarga
penganten pria. Air itu disebut air suci perwitosari artinya sari kehidupan, yaitu air
yang dicampur dengan beberapa macam bunga,yang ditaruh dalam wadah yang bagus

, untuk dicampurkan dengan air yang untuk memandikan penganten


pria.

6.
Pihak terakhir yang memandikan penganten adalah pemaes, yang menyirami calon
penganten dangan air dari sebuah kendi. Ketika kendi telah kosong, pemaes atau
seorang pinisepuh yang ditunjuk, membanting kendi dilantai sambil berkata : Wis
pecah pamore.artinya calon penganten yang cantik atau gagah sekarang sudah siap
untuk kawin.
7. Upacara siraman selesai dan calon penganten dengan memakai kain batik motif
grompol dan ditutupi tubuhnya dengan kain batik motif nagasari, dituntun kembali
keruang pelaminan.Calon temanten putri akan dikerik oleh pemaes.

Upacara Ngerik
Ngerik artinya rambut-rambut kecil diwajah calon pengantin wanita dengan hati-hati dikerik
oleh pemaes.Rambut penganten putri dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa
wangi. Perias mulai merias calon penganten . Wajahnya dirias dan rambutnya digelung
sesuai dengan pola upacara perkawinan yang telah ditentukan.
Sesudah selesai, penganten didandani dengan kebaya yang bagus yang telah disiapkan dan
kain batik motif sidomukti dan sidoasih, melambangkan dia akan hidup makmur dan
dihormati oleh sesama.
Malam itu, ayah dan ibu calon mempelai putri memberikan suapan terakhir kepada putrinya,
karena mulai besok, dia sudah berada dibawah tanggung jawab suaminya.
Sesaji untuk ngerik sama dengan sesaji siraman. Jadi untuk praktisnya, seluruh sesaji
siraman dibawa masuk kekamar pelaminan dan menjadi sesaji untuk ngerik.
Upacara Midodareni
Pada upacara midodareni yang berlangsung dimalam hari sebelum Ijab dan Temu
Manten/Panggih di keesokkan harinya, kedua orang tua calon mempelai pria beserta calon
mempelai pria, diantar oleh keluarga dekatnya, berkunjung kerumah orang tua calon
mempelai putri.

Calon mempelai putri setelah dirias dikamar pelaminan, nampak cantik sekali bagai
widodari, bidadari, dewi dari kahyangan.
Sesuai kepercayaan kuno, malam itu mempelai putri ditemani oleh beberapa dewi cantik dari
kahyangan. Malam itu dia harus tinggal dikamar dan tidak boleh tidur dari jam 6/enam sore
sampai tengah malam.Beberapa ibu sepuh menemani dan memberikan nasihat-nasihat
berharga.
Keluarga calon mempelai pria yang wanita, yang datang dimalam midodareni, boleh
menengok calon mempelai wanita yang sudah didandani cantik, siap untuk nikah esok
harinya.
Sesuai adat, dikamar pelaminan ada sesaji khusus untuk upacara midodareni, ada sebelas
macam makanan dan barang; selain itu ada 7/tujuh macam barang yang lain .
Upacara diluar kamar pelaminan
Dimalam midodareni, orang tua dan keluarga calon penganten putri, menerima kunjungan
dari orang tua dan keluarga dari calon penganten pria. Mereka duduk didalam rumah, saling
berkenalan dan bersantap bersama. Calon penganten pria juga datang, tetapi dia tidak boleh
masuk rumah dan hanya boleh duduk diserambi depan rumah. Diapun hanya disuguhi segelas
air minum, tidak boleh makan atau minum yang lain.Ini konon untuk melatih kesabaran
seorang suami dan kepala keluarga.
Srah-srahan atau Peningsetan
Dalam upacara midodareni, bisa dilakukan srah-srahan atau peningsetan.( Pada zaman dulu,
peningsetan dilakukan sebelum malam midodareni). Orang tua dan keluarga calon penganten
pria memberikan beberapa barang kepada orang tua calon penganten wanita.
Peningsetan dari kata singset, artinya mengikat erat, dalam hal ini terjadinya komitmen akan
sebuah perkawinan antara putra putri kedua pihak dan para orang tua penganten akan
menjadi besan.
Pemberian itu berupa : Satu set suruh ayu sebagai perlambang harapan tulus supaya
mendapatkan keselamatan. Seperangkat pakaian untuk penganten wanita , termasuk beberapa
kain batik dengan motif yang melambangkan kebahagiaan hidup. Tidak boleh ketinggalan
sebuah stagen, ikat pinggang kain putih yang besar dan panjang, sebagai pertanda kuatnya
tekad.Beberapa hasil bumi a.l. beras, gula, garam, minyak goreng, buah-buahan dlsb sebagai
pralambang hidup kecukupan dan sejahtera bagi keluarga baru..
Sepasang cincin kawin untuk kedua mempelai.
Pada kesempatan ini, pihak calon mempelai pria menyerahkan sejumlah uang, sebagai
sumbangan untuk pelaksanaan upacara perkawinan.Ini hanya formalitas belaka, karena
urunan uang sudah diberikan jauh hari sebelumnya.
Sesudah bersantap bersama dan saling berkenalan, seluruh keluarga rombongan orang tua
temanten pria berpamitan untuk pulang. Mereka perlu mempersiapkan diri untuk besok yaitu

pelaksanaan upacara perkawinan yang penting termasuk pernikahan secara agama, Upacara
adat temu manten dsb.
Catatan : Menurut adat perkawinan Surakarta, sewaktu rombongan tamu berpamitan pulang,
pihak tuan rumah memberikan angsul-angsulan , berupa buah-buahan, kue-kue dan
seperangkat pakaian temanten pria yang akan dipakai besok. Pada adat perkawinan gaya
Yogyakarta, tidak ada angsul-angsulan.
Nyantri
Sewaktu rombongan keluarga temanten pria pulang dari upacara midodareni, calon
penganten pria juga ikut diajak pulang.Tetapi, bila calon mempelai pria nyantri, maka dia
ditinggal dirumah calon mertuanya.Tentu nyantri sebelumnya sudah dibicarakan dan disetujui
kedua pihak. Begini tata caranya : Orang tua calon mempelai pria melalui jurubicara
keluarga mengatakan kepada orang tua calon mempelai wanita, bahwa calon mempelai pria
tidak diajak pulang dan menyerahkan tanggung jawab kepada orang tua calon mempelai
putri.
Setelah keluarganya pulang, ditengah malam dia dipersilahkan masuk rumah untuk makan,
tidak boleh ketemu calon istrinya dan sesudah itu diantar kekamar tidur untuk beristirahat.
Nyantri dilaksanakan untuk segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah harus didandani
untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan pernikahan, kedua calon
mempelai sudah berada disatu tempat
Pelaksanaan Ijab

Ijab adalah hal paling penting untuk melegalisir sebuah perkawinan. Ijab atau perkawinan
dilaksanakan sesuai dengan agama yang dianut kedua penganten, bisa Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, Konghucu.
Kini, warga Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, perkawinannya juga
diakui sah oleh negara sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan.
Persiapan untuk pernikahan/ Ijab, harus benar-benar cermat, supaya lancar dan aman.
Sesudah Ijab selesai, artinya temanten sudah sah sebagai suami istri. Tentu hati rasanya
plong, orang tua dan keluarga kedua pihak juga lega.

Upacara Panggih atau Temu Penganten.


Secara tradisional Upacara Panggih atau Temu Penganten dilaksanakan dirumah orang tua
penganten putri.
Pada saat yang telah ditentukan, penganten pria diantar oleh saudara-saudaranya kecuali
kedua orang tuanya yang tidak boleh hadir dalam upacara ini, tiba didepan rumah pengantin
putri dan berhenti didepan pintu rumah. Sementara itu, pengantin wanita dengan dikawal
saudara-saudaranya dan diikuti kedua orang tuanya, menyongsong kedatangan rombongan
pengantin pria dan berhenti dipintu rumah depan

Didepan pengantin wanita, dua gadis kecil yang disebut patah membawa kipas. Dua anak
laki-laki muda atau dua orang ibu, masing-masing membawa sebuah rangkaian bunga khusus
yang namanya kembar mayang.Seorang ibu pengiring pengantin pria maju dan memberikan
Sanggan kepada ibu pengantin putri sebagai tanda penghormatan untuk penyelenggaraan
upacara perkawinan. Sanggan itu berupa buah pisang yang dibungkus rapi dengan daun
pisang dan ditaruh diatas nampan.
Pada waktu upacara panggih, kembar mayang dibawa keluar rumah dan dibuang
diperempatan jalan dekat rumah atau didekat berlangsungnya upacara perkawinan,
maksudnya supaya upacara berjalan selamat dan tidak ada gangguan apapun dan dari pihak
manapun.
Balangan suruh
Kedua penganten bertemu dan berhadapan langsung pada jarak sekitar dua atau tiga meter,
keduanya berhenti dan dengan sigap saling melempar ikatan daun sirih yang diisi dengan
kapur sirih dan diikat dengan benang. Ini yang disebut ritual balangan suruh.
Kedua penganten dengan sungguh-sungguh saling melempar sambil tersenyum, diiringi
kegembiraan semua pihak yang menyaksikan. Menurut kepercayaan kuno, daun sirih punya
daya untuk mengusir roh jahat. Sehingga dengan saling melempar daun sirih, kedua
pengantin adalah benar-benar pengantin sejati, bukan palsu.
Ritual Wiji Dadi

Penganten pria menginjak sebuah telur ayam kampung hingga pecah dengan telapak kaki
kanannya, kemudian kaki tersebut dibasuh oleh penganten putri dengan air kembang.
Pralambang nya : rumah tangga yang dipimpin seorang suami yang bertanggung jawab
dengan istri yang baik, tentu menghasilkan hal yang baik pula termasuk anak keturunan.
Ritual memecah telur ini ada versi lain dari Yogyakarta, pelaksanaannya sebagai berikut :
Pengantin pria dan wanita berdiri berhadapan tepat. Telapak kaki kanan mempelai pria
dibasuh dengan air kembang oleh mempelai putri dengan sikap jongkok. Perias temanten
sebagai pembimbing upacara, memegang telur ayam kampung itu ditangan kanannya.Ujung
telur tersebut oleh perias ditempelkan pada dahi pengantin pria dan kemudian pada dahi
pengantin wanita.Kemudian telur itu dipecah oleh perias diatas tumpukan bunga yang berada
diantara kedua pengantin Ini penggambaran kedua pengantin sudah mantap dalam satu
pikiran, sadar saling kasih membina rumah tangga yang bahagia sejahtera dan menghasilkan
anak keturunan yang baik-baik
Ritual Kacar Kucur atau Tampa Kaya.
Sepasang pengantin dengan bergandengan dengan jari kecilnya berjalan menuju depan
krobongan, tempat dimana upacara tampa kaya diadakan.Upacara kacar kucur ini
menggambarkan : suami memberikan seluruh penghasilannya kepada istri. Dalam ritual ini
suami memberikan kepada istri : kacang, kedelai, beras, jagung, nasi kuning, dlingo bengle,
beberapa macam bunga dan uang logam dengan jumlah genap.Istri menerima dengan segenap
hati dengan selembar kain putih yang ditaruh diatas selembar tikar tua yang diletakkan diatas
pangkuannya. Artinya istri akan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan berhati-hati
Catatan : Pada masa dulu, ritual tampa kaya , dhahar kembul dll, memang dilakukan didepan
krobongan yang ada disenthong tengah ( Ruang tengah rumah kuno yang biasa dipakai untuk
melakukan sesaji). Pada masa kini, ritual tersebut tetap diadakan meskipun upacara
perkawinan diadakan digedung pertemuan atau hotel. Dekorasi dibelakang kursi temanten
adalah ukiran kayu yang berbentuk krobongan. Ini untuk mengikuti perkembangan zaman
dan sekaligus tetap melestarikan tradisi.
Ritual Dhahar Klimah atau Dhahar Kembul

Dengan disaksikan orang tua pengantin putri dan kerabat dekat, sepasang pengantin makan
bersama, saling menyuapi. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi kuning dengan lauknya
berupa telor goreng,tempe, kedelai, abon, ati ayam. Lalu ia menyuapkan kepada istrinya,
sesudah itu ganti sang istri menyuapi suaminya, diakhiri dengan minum teh manis bersama.
Ini melambangkan bahwa mulai saat ini keduanya akan mempergunakan dan menikmati
bersama apa yang mereka punyai.

Mertui atau Mapag Besan


Kedua orang tua pengantin putri menjemput kedua orang tua pengantin pria didepan rumah
( untuk perkawinan digedung menjemputnya didepan ruangan tempat berlangsungnya acara
ritual) dan mempersilahkan mereka masuk rumah/ ruangan tempat upacara, selanjutnya
mereka berjalan bersama menuju ketempat upacara. Ibu-ibu berjalan didepan, bapak-bapak
mengiringi dari belakang. Kedua orang tua pengantin pria didudukkan sebelah kiri
pengantin, orang tua pengantin putri duduk disebelah kanan penganten.
Upacara Sungkeman

Sepasang pengantin melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua. Mula-mula
kepada orang tua pengantin wanita kemudian kepada orang tua pengantin pria. Sungkem
adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan pinisepuh.
Pada waktu sungkem ( menghormat dengan posisi jongkok , kedua telapak tangan
menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai pengantin pria dilepas
dulu dan dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem , keris dikenakan kembali.
Orang tua dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra putrinya dan
pada waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya keduanya menempuh hidup
rukun, sejahtera. Tanpa mengucapkan kata-kata itu, sebenarnya para orang tua pengantin
sudah memberikan restu yang dilambangkan dari kain batik yang dikenakan yang polanya
truntum , artinya punyailah rejeki yang cukup selama hidup. Kedua orang tua juga
menggunakan ikat pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis
yang melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak
hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.
Ritual lain
Upacara-upacara diatas adalah tradisi yang berlaku di Yogyakarta, didaerah Surakarta dan
lainnya masih ada tambahan ritual yang lain.
Sindhur Binayang
Sesudah ritual Wiji Dadi, ayah pengantin putri berjalan didepan kedua temanten menuju ke
kursi pengantin didepan krobongan, sedangkan ibu pengantin putri berjalan dibelakang kedua
temanten, sambil menutupi pundak kedua pengantin dengan kain sindhur. Ini
melambangkan , sang ayah menunjukkan jalan menuju ke kebahagiaan, sang ibu mendukung.

Timbang
Kedua penganten bersama-sama duduk dipangkuan ayahanda pengantin putri. Sesudah
menimbang-nimbang sejenak, ayahanda berkata : Sama beratnya, artinya ayah mencintai
keduanya , sama , tidak dibedakan.
Tanem
Selanjutnya, ayah mendudukkan sepasang pengantin dikursi mahligai perkawinan. Itu untuk
memperkuat persetujuannya terhadap perkawinan itu dan memberikan restunya.
Bubak Kawah
Ayah pengantin putri, sesudah upacara Panggih, minum rujak degan/ kelapa muda didepan
krobongan. Istrinya bertanya : Bagaimana Pak rasanya? Dijawab : Wah segar sekali, semoga
orang serumah juga segar. Lalu istrinya ikut mencicipi minuman tersebut sedikit dari gelas
yang sama, diikuti anak menantu dan terakhir pengantin wanita. Ini merupakan perlambang
permohonan supaya pengantin segera dikaruniai keturunan.
Tumplak Punjen
Ritual ini dilakukan oleh orang tua yang mengawinkan putrinya untuk terakhir kali. Tumplak
artinya menuang atau memberikan semua, punjen adalah harta orang tua yang telah
dikumpulkan sejak mereka berumah tangga.
Dalam ritual ini, orang tua yang berbahagia, didepan krobongan, memberikan miliknya(
punjen) kepada semua anak-anak dan keturunannya. Secara simbolis kepada masing-masing
diberikan sebuah bungkusan kecil yang berisi bumbu-bumbu,nasi kuning,uang logam dari
emas, perunggu dan tembaga dll.
Dengan mengadakan tumplak punjen, orang tua ingin memberi teladan kepada anak
keturunannya,bahwa mereka sudah purna tugas dan supaya generasi penerus selalu
menyukuri karunia Tuhan dan mampu melaksanakan tugas hidupnya dengan baik dan benar.
Tukar Kalpika
Pengantin melakukan tukar cincin sebagai tanda kasih dan keterikatan suami istri yang sah.
Resepsi Perkawinan

Sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai, dilakukan resepsi, dimana kedua
temanten baru, dengan diapit kedua belah pihak orang tua, menerima ucapan selamat dari
para tamu.
Dalam acara resepsi, hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah disediakan,
sambil beramah tamah dengan kerabat dan kenalan. Ada kalanya, sebelum resepsi dimulai,
diadakan pementasan fragmen tari Jawa klasik yang sesuai untuk perkawinan seperti

fragmen Pergiwo Gatotkaca atau tari Karonsih, yang melukiskan hubungan cinta kasih
wanita dan pria.

Upacara Perkawinan di Karaton


Tidak bisa dipungkiri bahwa karaton-karaton di Jawa, terutama Yogyakarta dan Surakarta
merupakan sumber dan benteng budaya Jawa yang masih eksis dan tetap aktif melestarikan
warisan budaya leluhur.
Pada masa kini, upacara perkawinan adat di karaton dan luar karaton, pada intinya sama.
Hanya saja di Karaton masih ada lagi ritual yang biasanya tidak dilakukan diluar , antara lain:

Ngapeman
Dikaraton Ngayogyakarta, sebelum malam midodareni, Sri Sultan Hamangubuwono X dan
permaisuri dibantu oleh beberapa putri karaton dan wanita abdi dalem, membuat kue apem di
Bangsal Keputren.
Tantingan
Sri Sultan Hamangkubuwono X didampingi permaisuri, sebelum pelaksanaan Ijab,
menanyakan kepada putrinya yang akan menikah, apakah benar-benar menghendaki untuk
dinikahkan dengan calon mempelai pria.

Kelompok edan-edanan
Sewaktu prosesi perkawinan di Karaton Surakarta dan Yogyakarta, yaitu ketika pengantin dan
rombongan pengiring berjalan menuju kekursi tempat resepsi perkawinan, barisan iringiringan dipimpin oleh seorang Suba Manggala sebagai cucuk lampah, pembuka jalan
terdepan yang melangkahkan kaki dengan gerak tari mengikuti iringan gamelan. Dibelakang
pengantin yang bergandengan tangan dan berjalan anggun, berjalan dua gadis kecil yang
disebut patah dengan dandanan cantik. Diikuti beberapa penari berpakaian bagus-bagus
sambil menari menghibur hadirin.Dibelakangnya adalah bapak ibu kedua mempelai dan para
saudara mempelai. Pada prosesi pengantin di karaton Jogja dan Solo, masih ada rombongan
tambahan, yaitu kelompok edan-edanan ( edan artinya gila), yang terdiri dari beberapa
orang cebol, berbadan tidak normal dengan riasan aneh-aneh dan mencolok dan menari
dengan gerakan lucu.

Kelompok edan-edanan ini untuk tolak bala, mengusir semua gangguan berujud apapun
termasuk roh jahat

Disengker.
Calon mempelai di karaton, beberapa hari sebelumnya diharuskan sudah berada dilingkungan
karaton dan tidak boleh keluar,istilahnya disengker.

Anda mungkin juga menyukai