Anda di halaman 1dari 2

Tabel 2.

Nilai tambah yang diperoleh petani/kelompok dari tiga cara penanganan pascapanen bawang merah per hektar, Oktober-November 2008.
Uraian kegiatan

Ditebaskan

Produksi (kg)
Biaya proses:
Panen (Rp)
Pengangkutan dari sawah
ke jalan (Rp)
Pengangkutan dari sawah
ke gudang (Rp)
Penjemuran (Rp)
Pengikatan (Rp)
Sortasi tanah/umbi (Rp)
Perawatan penyimpanan (Rp)
Total biaya proses (Rp)
0
Penyusutan proses 20% (kg)
Penyusutan penyimpanan 15% (kg)
45.000.000
Harga jual (Rp)1)
Nilai tambah (Rp) 2)
0
1)

2)

Dikelola
sendiri

Dikelola sendiri
dengan
pengering-penyimpan

15.000

15.000

690.000

690.000

300.000

300.000

400.000
180.000
300.000
240.000
2.110.000
3.000

400.000
100.000
300.000
240.000
992.000
3.022.000
3.000

60.000.000
12.890.000

1.800
76.500.000
28.478.000

Harga jual: bila dikelola sendiri Rp5.000/kg, dan bila menggunakan


pengering-penyimpan Rp7.500/kg
Nilai tambah = harga jual (harga jual tebasan + biaya proses)

CEKAM dan CEES: Efektif sebagai


Antibakteri, Antijamur, Antinyamuk,
dan Antirayap
Pestisida nabati penting untuk mendukung program pemerintah Go
Organik 2010. Indonesia memiliki keragaman hayati termasuk berbagai
komoditas atsiri terbesar kedua di dunia yang berpotensi sebagai
pestisida nabati. Pada tahun 2008, Balittro telah meluncurkan dua
produk pestisida nabati berbahan dasar minyak aromatik yang efektif
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman dan
serangga pada rumah tangga.

ndonesia memiliki keragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Sebagai negara tropis,
Indonesia juga memiliki berbagai
komoditas atsiri yang potensial sebagai bahan baku pestisida nabati.
Ketersediaan bahan baku tersebut
akan mendukung pengembangan
industri minyak atsiri di dalam negeri sekaligus meningkatkan nilai
tambah produk atsiri. Minyak atsiri

sudah lama diketahui berkhasiat


sebagai antibakteri dan antijamur
pada manusia, hewan, maupun tanaman.
Untuk menunjang program pemerintah Go Organik 2010, pada
tahun 2008 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro)
meluncurkan dua produk pestisida
nabati berbahan dasar minyak atsiri, yaitu CEKAM dan CEES. Kedua

memperoleh nilai tambah. Bila


petani melakukan penanganan
pascapanen sendiri, mereka akan
mendapat nilai tambah Rp12,95
juta, dan bila petani melakukan
penanganan pascapanen dengan
pengering-penyimpan maka nilai
tambah akan meningkat menjadi
Rp28,50 juta (Sigit Nugraha dan
Yulianingsih) .

Informasi lebih lanjut hubungi:


Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen
Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 12
Bogor 16114
Telepon : (0251) 8321762
Faksimile : (0251) 8350920
Email
: bb_pascapanen@
litbang.deptan.go.id

produk tersebut kini masih dalam


pengujian yang cukup intensif di
lapangan.
CEKAM adalah formula pestisida nabati yang mengandung
minyak atsiri cengkih dan kayu
manis. Kedua jenis minyak atsiri
tersebut, terutama minyak cengkih, telah banyak diperdagangkan
di dalam negeri maupun manca negara. Menurut data yang dilaporkan Rizal dan Djazuli tahun 2006,
Indonesia merupakan eksportir minyak cengkih terbesar di dunia,
yang mengekspor 63% minyak
cengkih ke berbagai negara. Sebaliknya, minyak atsiri kulit kayu
manis (burmani) belum banyak diperdagangkan, walaupun khasiatnya tidak kalah dibandingkan dengan minyak cengkih.
Dalam pengujian pada tanaman
jahe di lapangan, penyemprotan
CEKAM dengan konsentrasi 3 ml
dalam1 liter air (0,3% bahan aktif)
setiap 2 minggu sekali selama 4-6
kali, dapat menekan serangan bercak daun yang disebabkan oleh ja-

mur Phyllosticta sp. Rimpang jahe


dari tanaman yang disemprot
CEKAM memiliki kualitas yang lebih baik karena pestisida nabati
tersebut dapat meminimalkan serangan hama rimpang seperti Aspidiella hartii. Di samping sebagai
antijamur, CEKAM juga berpotensi
sebagai antibakteri. Pada percobaan di rumah kaca, penyiraman
CEKAM dengan konsentrasi 40 ml
dalam 1 liter air (4%) pada tanaman jahe yang terserang penyakit
layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dapat menekan perkembangan penyakit tersebut.
CEKAM juga menunjukkan potensi yang cukup baik sebagai
antilarva (larvisida) untuk jentik
nyamuk. Hasil percobaan menunjukkan bahwa CEKAM dapat membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti
dan Culex quinquefasciatus dengan
LC50 masing-masing 228,33 ppm
dan 311,18 ppm pada paparan 24
jam, sedangkan nilai LC95 masingmasing adalah 1.037,02 ppm dan
563,16 ppm pada paparan 24 jam.
Hal ini berarti dengan meneteskan
formula CEKAM 1-2 ml sudah
dapat membunuh jentik nyamuk
yang ada dalam 1-2 liter air tergenang, seperti air comberan dan
air selokan yang tidak mengalir.
CEES adalah pestisida nabati
yang mengandung bahan aktif

Pestisida nabati CEKAM dan CEES,


efektif sebagai antibakteri, antijamur,
antinyamuk, dan antirayap.

minyak cengkih dan serai wangi.


Khasiatnya tidak kalah baik dibandingkan dengan CEKAM. CEES
dapat menekan perkembangan
penyakit bercak daun (Phyllosticta
sp.) dan layu bakteri pada jahe,
sama seperti CEKAM. Hasil pengujian menunjukkan, penyemprotan
CEES 2 ml dalam 1 liter air (0,2%
bahan aktif) 2 kali setiap minggu
sebanyak 4 kali pada bunga brokoli
dapat menekan serangan penyakit
busuk lunak yang disebabkan oleh

bakteri Erwinia sp. Penyakit busuk


lunak pada brokoli menyebabkan
bunga mudah membusuk sehingga
harga jualnya rendah.
Satu potensi yang cukup menjanjikan dari CEES adalah kemampuannya sebagai antirayap. Dengan
menginjeksikan larutan CEES 1020% sebanyak 50-100 ml ke dalam lubang sarang rayap pada lantai rumah, gangguan rayap dapat
diatasi sehingga mencegah serangan rayap yang lebih luas. Kuncinya adalah menemukan lubang
rayap dan menginjeksinya dengan
larutan CEES. Suatu cara pengendalian rayap yang ramah lingkungan
Masih ada peluang untuk menemukan khasiat lain dari kedua
formula pestisida nabati CEKAM
dan CEES, karena penelitian untuk
menggali manfaatnya masih terus
dilakukan (Supriadi).

Informasi lebih lanjut hubungi:


Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik
Jalan Tentara Pelajar No. 3
Bogor 16111
Telepon : (0251) 8321879
Faksimile : (0251) 8327010
E-mail
: balittro@telkom.net

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 31, No. 3 2009

Biopestisida Pengendali Hama dan


Penyakit Tanaman Hias
Salah satu kendala utama dalam usaha tani tanaman hias adalah
serangan hama dan penyakit. Penggunaan biopestisida merupakan salah
satu cara alternatif pengendalian yang potensial karena efektif,
ekonomis, mudah diaplikasikan, dan ramah lingkungan. Biopestisida
dapat dibuat sendiri karena bahannya ada di sekitar kita.

anaman hias yang memiliki


penampilan cantik, unik, dan
menarik dengan kualitas yang prima
senantiasa dituntut oleh konsumen.
Namun, upaya memenuhi keinginan
konsumen tersebut menghadapi
berbagai masalah, terutama organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

seperti serangga hama, jamur, bakteri, virus, dan nematoda. Hama


dan penyakit dapat merusak tanaman secara langsung atau mengganggu penampilan tanaman sehingga kualitasnya menurun atau
bahkan tidak layak jual.

Untuk menanggulangi serangan


OPT, petani tanaman hias umumnya menggunakan pestisida sintetis
yang diaplikasikan secara intensif
dan terjadwal. Cara ini tidak efisien
karena biayanya mahal dan berpengaruh negatif terhadap keberadaan musuh alami OPT dan lingkungan. Munculnya tuntutan masyarakat dunia akan kelestarian
lingkungan perlu menjadi perhatian,
karena dapat menghalangi ekspor
tanaman hias ke manca negara.
Salah satu cara pengendalian OPT
yang memenuhi tuntutan tersebut
adalah dengan menggunakan biopestisida, baik berupa bahan nabati
maupun agens hayati.
Penggunaan biopestisida dalam
budi daya tanaman hias belum ba-

Anda mungkin juga menyukai