ABSTRAK
Adanya penyalahgunaan antibiotika dalam pengobatan infeksi bakteri
dapat berakibat pada resistensi antimikroba yang meluas di seluruh dunia dan
berkembang menjadi masalah kesehatan. Methicillin resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) merupakan galur spesifik dari bakteri Staphylococcus aureus
yang resisten terhadap antimikroba semua turunan penicillin dan methicillin serta
antimikroba spektrum luas beta-lactamase resisten penicillin. Oleh karena itu
perlu dikembangkan alternatif pengobatan sebagai solusi mengatasi masalah
resistensi antibiotik. Salah satu tanaman yang telah banyak dimanfaatkan secara
tradisional namun belum banyak diteliti aktivitas antibakterinya adalah Klerak
(Sapindus rarak). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antibakteri
dekok kulit buah klerak terhadap MRSA secara in vitro. Metode yang digunakan
adalah uji dilusi tabung yang terdiri atas tahap penentuan Kadar Hambat
Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Konsentrasi dekok kulit buah
klerak yang digunakan adalah 20%, 22,5%, 25%, 27,5%, dan 30%, sedangkan
konsentrasi MRSA adalah 106 CFU/ml. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
dekok kulit buah klerak secara signifikan dapat menghambat pertumbuhan
MRSA (ANOVA, p = 0.000) dan terdapat hubungan antara peningkatan
konsentrasi dekok kulit buah klerak dengan penurunan jumlah pertumbuhan
koloni MRSA (R = -0.922). KHM dekok kulit buah klerak terhadap MRSA adalah
27,5% v/v dan KBM-nya adalah 30% v/v. Kandungan dekok kulit buah klerak
yang diperkirakan berperan sebagai antibakteri adalah saponin dan flavonoida.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dekok kulit buah klerak memiliki efek
antibakteri terhadap MRSA secara in vitro.
Kata kunci: Klerak (Sapindus rarak), MRSA, antibakteri.
ABSTRACT
Irrational use of antibiotics in the treatment of bacterial infections can
result in antimicrobial resistance throughout the world and develop into health
problems. Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a specific strain
of the Staphylococcus aureus that are resistant to antimicrobials such as
derivatives of penicillin, methicillin and antimicrobial broad-spectrum beta-
Jurnal Penelitian
Staphylococcus
aureus
yang
resisten
terhadap
antimikroba
semua turunan penicillin
dan
methicillin
serta
antimikroba
spectrum
luas
beta-lactamase
2
resisten penicillin . Infeksi MRSA
masih tergolong baru. Menurut
Sheen dalam bukunya yang berjudul
Diseases and Disorder: MRSA,
infeksi ini pertama kali ditemukan
pada pasien-pasien di rumah sakit
dan panti jompo di Amerika Serikat
pada tahun 1960. Sejak epidemi
pertama-nya di Amerika Serikat
pada tahun 1968, hingga kini MRSA
masih menjadi masalah utama
infeksi nosokomial. Bakteri yang
termasuk dalam emerging infectious
pathogen ini bisa menyebar melalui
kontak antara tenaga kesehatan
yang
terinfeksi
atau
memiliki
kolonisasi
(bertindak
sebagai
reservoir) dengan pasien di rumah
sakit3.
Menurut Center for Disease
Control and Prevention (CDC), yang
telah meneliti kasus MRSA di
sembilan negara selama lebih dari
tiga puluh tahun, infeksi MRSA
Penyakit
infeksi
masih
menjadi penyebab utama dari
kematian di seluruh dunia, yang
menyebabkan setidaknya 50.000
orang
meninggal
setiap
hari.
Penyalahgunaan antibiotika dalam
pengobatan infeksi bakteri berakibat
pada resistensi antimikroba yang
meluas di seluruh dunia dan
berkembang
menjadi
masalah
kesehatan. Dalam beberapa dekade
terakhir,
insiden
multi-drug
resistance pada bakteri Gram positif
(Staphylococcus
aureus,
Streptococcus pneumonia), Gram
negatif (E. coli, Shigella dysentriae,
Haemophilus influenzae) dan bakteri
lain
seperti
Mycobacterium
tuberculosis dilaporkan meningkat
hampir di seluruh penjuru dunia.
Bakteri multi-drug resistant ini juga
menimbulkan masalah serius bagi
pasien dengan penyakit kanker dan
HIV/AIDS1.
Methicillin
resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)
merupakan galur spesifik dari bakteri
Jurnal Penelitian
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang
dilakukan
adalah
penelitian
eksperimental dengan desain post
tes
control
group
yang
menggunakan metode dilusi tabung
untuk mengetahui konsentrasi dekok
kulit buah klerak yang dapat
Jurnal Penelitian
Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan
bakteri MRSA
Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini
adalah dekok kulit buah klerak
(Sapindus rarak) yang dibuat dalam
konsentrasi tertentu.
Keterangan:
p = Jumlah perlakuan (terdiri dari
lima
macam
perlakuan/konsentrasi)
n = Jumlah sampel
Definisi Operasional
Kulit buah klerak yang
digunakan adalah kulit buah
yang dipisahkan dari klerak
utuh yang dibeli di salah satu
pasar tradisional di Malang,
yaitu Pasar Besar Malang.
Dekok kulit buah klerak
didapatkan dari pendidihan
kulit buah klerak
dalam
aquadest steril, kemudian
dilakukan pendinginan dan
penyaringan.
Isolat MRSA adalah galur S.
aureus
yang
resisten
terhadap antibiotik methicillin
yang diperoleh dari swab
tenggorok 4 pasien di Rumah
Sakit Saiful Anwar Malang.
Sebelumnya, MRSA yang
berasal dari spesimen diuji
dengan pewarnaan Gram, uji
katalase dan koagulase,
Jurnal Penelitian
Analisis Data
Analisis data yang digunakan
adalah uji statistik one way ANOVA
dan uji statistik korelasi-regresi. Uji
statistik one way ANOVA dengan
derajat kepercayaan 95 % ( = 0,05)
digunakan untuk mengetahui adanya
pengaruh
pemberian
berbagai
konsentrasi dekok kulit buah klerak
terhadap jumlah koloni
MRSA.
Sedangkan
uji
korelasi-regresi
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan antara konsentrasi dekok
kulit
buah
klerak
terhadap
pertumbuhan MRSA.
HASIL
PENELITIAN
ANALISIS DATA
DAN
Hasil Penelitian
1. Hasil Identifikasi MRSA
Dalam penelitian ini digunakan
empat isolat bakteri MRSA yang
berasal dari swab tenggorok dan
diperoleh dari Rumah Sakit Saiful
Anwar Malang. Selanjutnya bakteri
tersebut diidentifikasi ulang di
Jurnal Penelitian
Hambat
Minimal)
atau
MIC
(Minimum Inhibitory Concentration)
adalah
kadar
terendah
dari
antimikroba
yang
mampu
menghambat pertumbuhan bakteri
(ditandai dengan tidak adanya
kekeruhan pada tabung), setelah
diinkubasikan selama 18-24 jam.
Tingkat kekeruhan larutan dekok
kulit buah klerak diamati untuk
menentukan KHM. Berdasarkan
hasil uji dilusi tabung setelah
diinkubasi, dapat diamati bahwa
pada tabung 20% tampak masih
sangat keruh yang artinya masih
sangat banyak bakteri yang tumbuh,
KK
20%
22,5%
25%
27,5%
30%
Jurnal Penelitian
3. Hasil
Pengukuran
Pertumbuhan
MRSA
pada
Medium NAP
Setelah tabung diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 37C
dan diamati tingkat kekeruhannya
untuk
melihat
KHM,
tiap
konsentrasi
dekok
tersebut
digoreskan penuh dalam NAP.
Kemudian NAP diinkubasi lagi pada
suhu 37C selama 18-24 jam.
Keesokannya
dilakukan
penghitungan jumlah koloni yang
tumbuh
pada
masing-masing
konsentrasi
NAP
dengan
menggunakan colony counter. Hal
ini berlaku pada keempat isolat
bakteri MRSA untuk melihat kadar
bunuh minimum (KBM).
KBM (Kadar Bunuh Minimal)
atau MBC (Minimal Bactericidal
Concentration)
adalah
kadar
terendah dari antibakteri yang dapat
membunuh bakteri (ditandai dengan
tidak tumbuhnya kuman pada NAP)
atau pertumbuhan koloninya kurang
dari 0,1% dari jumlah koloni
inokulum awal (original inoculum/OI)
pada medium NAP yang telah
Jurnal Penelitian
Tabel 1. Jumlah Koloni MRSA pada Media NAP per ose (10 l)
Konsentrasi
(dalam %
v/v)
Jumlah
Rerata SD
KK 0%
I
500
II
486
III
448
IV
475
1909
477,25 0,5065
20%
22,5%
25%
275
100
23
165
94
36
215
88
15
239
106
25
894
388
99
223,5 1,57308
97 0,39367
24,75 0,87263
27,5%
10
15
3,75 1,01932
30%
KB
257
304
264
225
1050
OI
Keterangan:
KK : Kontrol Kuman
KB : Kontrol Bahan
262,5
OI : Original Inoculum
Jurnal Penelitian
bersih ditimbang dan direndam
seluruhnya dengan akuades di dalam
tabung dekok dengan perbandingan
1:1.
Tabung
dekok
tersebut
dipanaskan dalam wadah berisi air
yang sebelumnya telah mendidih
selama 30-45 menit. Larutan dekok
kemudian
mengalami
proses
penyaringan
menggunakan kertas
saring, filter Whatman, dan filter
Sartorius, sehingga pada akhirnya
didapatkan larutan dekok kulit buah
klerak yang siap digunakan. Proses
pembuatan
dekok dilakukan
di
Laboratorium Mikrobiologi FKUB.
Penelitian eksplorasi dilakukan
terlebih dahulu untuk menentukan
konsentrasi perlakuan. Dari eksplorasi
dapat diketahui konsentrasi yang tidak
didapatkan
pertumbuhan
bakteri
MRSA, yaitu pada konsentrasi dekok
50% v/v. Dari angka ini dapat
ditentukan konsentrasi yang tepat
pada penelitian. Konsentrasi dekok
yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu konsentrasi 20%, 22,5%, 25%,
27,5%, dan 30%. Rentang konsentrasi
tersebut dimaksudkan untuk dapat
menentukan KBM (Kadar Bunuh
Minimal) yang lebih tepat.
Dari pengamatan pada dilusi
tabung dapat ditentukan bahwa KHM
dekok kulit buah klerak terhadap
MRSA adalah pada konsentrasi 27,5%
v/v.
selanjutnya
dilakukan
penggoresan
pada
NAP
untuk
mengamati
pertumbuhan
koloni
MRSA, sehingga KBM didapatkan
pada konsentrasi 30% v/v. Hasil ini
diduga disebabkan karena semakin
besar
konsentrasi
dekok
yang
diberikan
semakin
besar
pula
konsentrasi
bahan
aktif
yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan
MRSA, sehingga pertumbuhan MRSA
menjadi semakin sedikit.
Bahan aktif dalam kulit buah
klerak yang diperoleh dari proses
dekok dan diduga berperan sebagai
antibakteri adalah utamanya saponin
serta flavonoida. Saponin dari klerak
merupakan surfaktan alami yang
digunakan
dalam
Ayuvreda
(pengobatan tradisional India) sebagai
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek antibakteri dekok
kulit buah klerak (Sapindus rarak)
terhadap MRSA secara in vitro.
Metode yang digunakan adalah
metode dilusi tabung dalam dua tahap
perbenihan, yaitu tahap pertama
MRSA ditumbuhkan dalam media cair
Nutrient Broth yang dicampur dengan
dekok klerak dan diinkubasi selama 18
- 24 jam untuk diamati kekeruhannya
untuk menentukan KHM. Tahap kedua
adalah penggoresan (streaking) pada
NAP kemudian diinkubasi selama 18 24 jam untuk dihitung jumlah koloninya
dengan menggunakan colony counter
untuk menentukan KBM. Kemudian
hasilnya dianalisis dengan uji statistik.
Bakteri yang digunakan dalam
penelitian ini adalah empat macam
isolat bakteri MRSA yang berasal dari
swab tenggorok dan disediakan oleh
Laboratorium
Mikrobiologi
FKUB.
Bakteri
diidentifikasi
dengan
pewarnaan Gram dan diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran
1000x. pada pengamatan didapatkan
bakteri bentuk kokus berwarna ungu
yang menunjukkan sifat Gram positif.
Pada tes katalase, didapatkan hasil
positif, yang berarti bahwa bakteri
tersebut merupakan Staphylococcus.
Kemudian pada tes koagulase,
didapatkan
hasil
positif,
yang
menunjukkan bahwa bakteri tersebut
adalah Staphylococcus aureus. Untuk
menguji
sensitivitas
terhadap
methicillin, bakteri tersebut diuji
menggunakan metode difusi cakram
cefoxitin 30 g. dengan metode difusi
cakram cefoxitin, didapatkan zona
inhibisi < 21 mm, yang menunjukkan
bahwa
Staphylococcus
tersebut
resisten terhadap methicillin, atau
MRSA.
Pada penelitian ini digunakan
dekok kulit buah klerak (Sapindus
rarak) yang bahannya diperoleh dari
Pasar Besar Malang. Untuk membuat
larutan dekok, kulit buah klerak yang
telah dipotong-potong serta dicuci
9
Jurnal Penelitian
pembersih, pencuci rambut, terapi
eksim, dan terapi psoriasis. Klerak
memiliki sifat insektisidal lemah
sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi pedikulosis. Saat ini buah
klerak mulai popular digunakan di
Negara-negara
Barat
sebagai
alternatif ramah lingkungan bagi
deterjen buatan pabrik11,12.
Secara struktural, saponin
tersusun atas satu atau lebih pecahan
hydrophilic
glycoside
yang
terkombinasi dengan derivat polycyclic
aglycone. Bahan aktif ini bekerja
menghambat sintesis protein melalui
penghambatan
translasi
dan
transkripsi13,14.
Saponin
dapat
melisiskan membran sel bakteri dan
dapat bekerja menghambat DNA
polimerase sehingga sintesa asam
nukleat terganggu. Aktivitas flavonoid
kemungkinan
disebabkan
oleh
kemampuannya
untuk
mengikat
adhesin,
membentuk
kompleks
dengan protein ekstraseluler dan
terlarut,
dan
juga
membentuk
kompleks dengan dinding sel bakteri,
serta sifat lipofiliknya juga mungkin
dapat merusak membran mikroba15.
Dari hasil anlisis data dengan
uji one-way ANOVA didapatkan
signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05).
Hal ini berarti terdapat perbedaan
nyata antar konsentrasi dekok kulit
buah
klerak
terhadap
rata-rata
pertumbuhan koloni isolat MRSA.
Berdasarkan Post Hoc test (Tukeys
Test)
antara
setiap
perlakuan
menunjukkan
bahwa
terdapat
perbedaan bermakna jumlah koloni
bakteri MRSA yang dihasilkan pada
medium
NAP
antara
berbagai
konsentrasi dekok kulit buah klerak
(p<0.05), namun jumlah koloni bakteri
MRSA antara konsentrasi 27,5% dan
30% tidak berbeda bermakna satu
sama lain (p>0.05).
Dari uji korelasi diketahui
bahwa pemberian dekok kulit buah
klerak sebagai antibakteri terhadap
jumlah koloni bakteri MRSA yang
dihasilkan pada medium NAP (R=0.922, p=0.000) mempunyai hubungan
(korelasi) yang kuat dan signifikan
Jurnal Penelitian
2. Ryan, KJ, Ray, GC. 2004.
Sherris Medical Microbiology
4th Ed. USA. Mc Graw Hill. P:
261-271
3. Sheen, B. 2010. Diseases and
Disorders: MRSA. USA. Lucent
Books. Chap 1.
4. Gorwitz, RJ. 2008a. A review
of
community-associated
methicillin-resistant
Staphylococcus aureus skin
and soft tissue infections.
Atlanta. Journal of Infectious
Diseases 27(1):1-7
5. National Agency for Export
Development (NAFED). 2006.
Biodiversity, Traditional
Medicine and Sustainablle Use
of Indigenous Medicinal Plants
in Indonesia (Online).
(Kementrian Perdagangan
Republik Indonesia.
http://www.nafed.go.id/docs/fea
turedpublications/Export_Agust
us_tradisional%20medicine_ok
.pdf. Diakses tanggal 9
Desember 2010 )
6. Mansfeld, R. 2001. Mansfeld's
Encyclopedia of Agricultural
and Horticultural Crops. New
York: Springer
7. Hadi, S. 2009. Sabun Gratis
untuk Batik (Online),
(http://sadhonohadi.com/index.
php?option=com_content&task
=view&id=84&Itemid=74.
Diakses tanggal 1 Desember
2010)
8. Irham,
F.
2007.
Efek
Antibakteri Berbagai Sediaan
dari Buah Lerak Terhadap
Streptococcus mutans. Skripsi.
Tidak diterbitkan, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas
Sumatra Utara.
9. Soetan, KO, Oyekunle, MA,
Aiyelaagbe, OO, Fafunso, MA.
2006. Evaluation of the
antimicrobial activity of
saponins extract of Sorghum
Bicolor L. Moench. African
Journal of Biotechnology 5
(23): 2405-2407.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang
telah
dilakukan,
dapat
disimpulkan bahwa:
Dekok kulit buah klerak
(Sapindus
rarak)
efektif
sebagai antibakteri terhadap
MRSA dan dapat menghambat
serta
membunuh
bakteri
secara in vitro yang dibuktikan
dengan
semakin
tinggi
konsentrasi dekok, semakin
rendah pertumbuhan MRSA.
Kadar Hambat Minimum (KHM)
dalam penelitian ini pada
konsentrasi 27,5% v/v dan
Kadar Bunuh Minimum (KBM)
dalam penelitian ini pada
konsentrasi 30% v/v.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang
telah dikemukakan maka diberikan
saran-saran
untuk
mengadakan
perbaikan di masa mendatang yaitu
sebagai berikut:
Diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai zat-zat aktif
lainnya dari kulit buah klerak
yang mempunyai efek sebagai
antibakteri.
Diperlukan penelitian lebih
lanjut terhadap efek dekok kulit
buah klerak in vivo pada
hewan coba, untuk mengetahui
farmakokinetik,
farmakodinamik, batasan dosis
yang aman maupun dosis yang
toksik, serta kemungkinan
adanya efek samping.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daisy, P, Selvakumar, BN,
Jasmine, R. 2007. Saponins
from Eugenia jambolana with
antibacterial activity against
Beta-Lactamase
producing
Methicillin
Resistant
Staphylococcus
aureus.
Pakistan. Research Journal of
Medicinal Plant (1):1-6
11
Jurnal Penelitian
10. Solimun. 2001. Diklat
Metodologi Penelitian LKIP dan
PKM Kelompok Agrokompleks.
Malang: Universitas Brawijaya.
11. Christman, S. 2008. Sapindus
(Online),
(http://www.floridata.com/ref/S/
sapi_sap.cfm. Diakses tanggal
13 Desember 2010)
12. Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R.,
Jamnadass, R., Anthony, S.
2009. Agroforestree Database:
a Tree Reference and
Selection Guide version 4.0
(Online)
http://www.worldagroforestry.or
g/sites/treedbs/treedatabases.a
sp. Diakses tanggal 14
Desember 2010
12