Anda di halaman 1dari 4

E.

Residu Monomer Kemasan Plastik


Bahan kemasan pastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi
dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung
menjadi satu dalam polimer. Dalam plastic juga berisi beberapa aditif yang diperlukan
untuk memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan
itu disebut komponen nonplastik, berupa senyawa anorganik atau organic yang memiliki
berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan,
menyerap ultraviolet, anti kanker, fungisida dan masih banyak lagi (Crompton, 1979).
Dalam terminology kemasan, migrasi digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan
dari bahan-bahan yang terdapat dalam kemasan umumnya material plastic ke dalam bahan
makanan. Bahan-bahan yang berpindah ke dalam bahan makanan tersebut merupakan hasil
dari kontak atau interaksi antara makanan dengan material kemasan. Bahan yang berpindah
itu berupa residu polimer (monomer), penstabil, penghalang panas (flame retardant), pewarna
dan lain-lain. Bahan aditif ini terikat secara kimia atau fisika pada polimer, dalam bentuk
asli atau sudah berubah.
Migrasi biasanya dibedakan atas migrasi global dan migrasi spesifik. Pada migrasi
global terjadi perpindahan semua komponen kemasan ke dalam bahan makanan, baik yang
bersifat toksik maupun tidak. Sedangkan migrasi spesifik adalah perpindahan satu komponen
tertentu ke dalam bahan makanan. Migrasi dipengaruhi oleh empat factor, yaitu : luas
permukaan yang kontak dengan makanan, kecepatan migrasi, jenis bhan plastic, dan suhu
serta lama waktu kontak.
Migrasi zat-zat plastic, monomer maupun zat-zatr pembantu polimerisasi, dalam
kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak (non polar) maupun
cairan tak berminyak (polar), tergantung dari jenis plastic yang digunakan. Perpindahan dan
pergerakan molekul-molekul kecil dari kemasan plastik berlangsung sacara difusi melalui
proses sorbsi. Pergerakan kinetik dari molekul-molekul seperti halnya monomer sangat
tergantung pada keadaan dan konsentrasi zat-zat yang termigrasi

serta sifat plastiknya

sendiri, yaitu apakah plastic transparan (glassy) atau opague (rubbery). Proses sorbsi dan
pergerakan molekul-molekul kecil dalam polimer yang glassy lebih rumit.
Penggunan PVC sebagai bahan pengemas makanan merupakan sumber migrasi vinil
klorida. Dilaporkan bahwa sari buah jeruk dan minyak makan mengandung monomer vinil
kloria sebanyak 10-40 ppb. Data yang terbaru menyatakan bahwa minyak makan
mengandung monomer vinil klorida sebanyak 50 ppb atau kurang dalam 6% sample, 50-1000
ppb dalam 27% sampel, dan 1000-2000 ppb dalam 7% sampel.

Residu vinil klorida termigrasi dengan laju migrasi cukup bervariasi, tergantung
kepada lingkungannya. Pada konsentrasi residu vinil klorida awal 0,35 ppm akan termigrasi
sekitar 0,020 ppm selama 106 hari kontak pada suhu 25oC. Manomer akrilonitril terlepas
keluar plastik menuju makanan atau minuman secara total setelah 180 hari kontak pada suhu
49oC (Sacharow, 1979).
Dalam penggunaan kemasan plastic perubahan fisiko kimia pada wadah dan
makananya tidak mungkin dihindari 100 persen. Para industrialis hanya mampu menekan laju
perubahan termasuk migrasi tersebut hingga tingkat minimum sehingga masih dapat
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Semakin tinggi suhu makanan, maka semakin
banyak zat plastic yang mengalami migrasi, masuk dan bercampur dengan makanan.,
sehingga setiap kita mengkomsumsi makanan tersebut, kita secara tidaksadar mengkomsumsi
zat-zat yang termigrasi itu. Semakin lama produk disimpan, maka batas maksimum
komponen-komponen yang termigrasi semakin dilampaui. Karena alasan tersebut keterangan
batas ambang waktu kadaluarsa bagi produk yang dikemas plastic perlu diberitahukan secara
jelas kepada konsumen.
Pada umumnya daya keracunan plastik mengalami migrasi ke dalam makanan, sangat
tergantung pada beberapa factor, yaitu : jenis monomer atau oligomer yang terdapat dalam
pastik; proporsi yang termigrasi; potensinya bereaksi dengan makanan ; jenis aditif yang
dapat digunakan; serta jumlah makanan yang dikomsumi, yang telah mengalami kontak
langsung dengan bahan kemas plastic tersebut.
Monomer atau bahan plastic lain termigrasi ke dalam makanan, bila dikomsumsi akan
masuk ke dalam pembuluh darah dan akhirnya tertimbun dalam jaringan tubuh dan beberapa
di antaranya bersifat karsinogen, yaitu merupakan penyebab terjadinya kanker. Manomer
vinil klorida dan akrilonitril merupkan monomer-monomer yang berbahaya karena cukup
tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada hewan dan manusia. Kemasan plastic
yang memiliki potensi keracunan memiliki batas ambang maksimum yang lebih rendah
misalnya ethyleneglycol 0,5 mg/kg, formaldehyde 5 mg/kg dan vinil klorida 0,005 mg/kg.
Bahaya penggunan kemasan plastic

untuk makanan tidak hanya berasal dari

komponen plastic itu saja, tapi juga dapat diakibatkan oleh reaksi antara komponen bahan
pangan dengan komponen dalam plastic. Sebagai contoh adalah timbulnya senyawa
nitrosoamine yang bersifat karsinogen.
The Codex Commite untuk bahan tambahan dan kontaminan telah merekomendasikan
batas 0,01 ppm monomer vinil klorida di dalam makanan. Demkian pula di berbagai Negara
maju, berbagai petunjuk dan peraturan penggunaan kemasan plastic telah diberikan. Sebagai

contoh Perancis mensyaratkan bahwa kemasan plastic mesti inert, tidak merusak citarasa
makanan, dan tidak beracun. Italia memberi batas maksimum migrasi tidak boleh dari 50
ppm untuk kemasan berukuran lebih besar dari 250 ml, dan kemasan kecil mempunyai batas
maksimum 8 mg/dm2 lembaran film. Di Inggris pengendalian kadar residu vinil klorida dalam
VC polymer, tidak melebihi 1 mg/kg bahan. Dan yang digunakan sebagai bahan kemasan
yang bersentuhan langsung dengan makanan tidak boleh ada yang bermigrasi ke dalam bahan
makanan lebih dari batas deteksi 0,01 mg/kg bahan pangan.
Belanda memberikan toleransi maksimum 60 ppm migrasi komponen plastic ke
dalam makanan dan 0,12 mg per cm2 permukaanplastik. Sedangkan di Jerman Barat 0,06 mg
per cm2 lembaran plastic dan bagi bahan berbahaya setingkat dengan manomer vinil klorida
maksimum 0,01 ppm. Sedangkan Jepang mensyaratkan migrasi maksimum 30 ppm untuk
aditif dan monomer yang tidak berbahaya, sedangkan untuk vinil klorida dan monomer lain
yang peracunannya tinggi hanya 0,05 ppm atau kurang (Crompton,1979 ;Sachrow,
1979;Food Safety Administratinn of Japan, 1984 dalam Winarno, 2002). (BAB X
SENY.RACUN)
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain
untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis
plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC),
dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai
panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk
dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh
akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini
dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang
mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut
dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening,
dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya
dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis
dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila
digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat
berbahaya bagi manusia. (BAHAYA DIBALIK KEMASAN)

Anda mungkin juga menyukai