KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Drosophila melanogaster
Menurut Strorer dan Usinger (1957), sistematika dari Drosophila melanogaster
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Subclass
: Pterygota
Ordo
: Diptera
Subordo
: Cyclorihapha
Family
: Drosophilidae
Subfamily
: Drosophilinae
Marga
: Drosophila
Spesies
: Drosophila melanogaster
menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus hidupnya yang pendek tersebut.
(Champbell,2010)
Strain pada D. melanogaster mempunyai ciri atau karakter yang berbedaa pada
masing masing strain. Untuk mengetahui jenis kelaminnya dari D. melanogaster
dilihat dari warna ujung posterior abdomennya. Pada D. melanogaster secara umum
memiliki warna hitam pada ujung posterior lebih banyak dan jelas dibandingkan
dengan yang betina
2.3 Peristiwa Gagal Berpisah pada Drosophila melanogaster
Peristiwa gagal berpisah pertama kali dilaporkan oleh T.H. Morgan dan Bridges
yang menyatakan bahwa diantara 2000 turunan F1 hasil persilangan antara Drosophila
melanogaster
strain white
penyimpangan entah betina bermata putih atau jantan bermata merah. Bridges
menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena gagal berpisah pada kromosom
kelamin X. Dalam hal ini kedua kromosom kelamin X gagal memisah selama meiosis
sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki
dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X maupun
yang tidak memiliki kromosom kelamin X ( Corebima, 2013)
Gagal berpisah adalah suatu peristiwa dimana bagian-bagian dari sepasang
kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada
meiosis I, atau dimana kromatid saudara gagal berpisah selama meosis II. Pada kasus
ini, satu gamet menerima dua jenis kromosom yang sama dan satu gamet lainnya tidak
mendapat salinan sama sekali (Campbell dkk. 2002). Dalam hal ini kedua kromosom
kelamin X gagal memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang
sama dan terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang
tidak memiliki kromosom kelamin X (Corebima, 2013).
Menurut Pai (1987), nondisjuction adalah penyimpangan pembelahan sel,
dimana kromosomkromosom atau kromatidkromatid yang secara normal berpisah
pada waktu anafase tetap tinggal bersama, menghasilkan sel anak dengan kebanyakan
atau kekurangan kromosom.
sedemikian sehingga setiap produk meiosis yang haploid diberi jatah satu perangkat
kromosom lengkap yang berisi semua informasi genetik yang berkaitan dengan jenis
yang bersangkutan. Jadi penjatahan lengkap ini menjadi kunci kedua proses meiosis.
Peristiwa nondisjunction persisnya terjadi saat tahap anafase, baik anafase I
maupun anafase II. Jika nondisjuncton terjadi pada anafase I maka yang mengalami
gagal berpisah adalah kromosom homolog yang mana kedua kromosom homolog
sama-sama tertarik ke kutub yang sama. Sementara jika nondisjunction terjadi pada
anafase II maka yang mengalami gagal berpisah adalah sister kromosom. Pai (1985)
mengatakan bahwa nondisjungsi dapat terjadi baik sebelum pembelahan meitotik
pertama maupun kedua. Kejadian dasar pada nondisjungsi adalah kromosomkromosom tidak berpisah. Hal ini menyebabkan aneuploidi pada sel-sel anak.
Corebima (2013) menyatakan bahwa peristiwa gagal berpisah dibedakan
menjadi gagal berpisah primer dan gagal berpisah sekunder. Mengenai hal ini Pai
(1985) menyatakan jika nondisjungsi terjadi pada sel-sel benih yang normal, hal ini
disebut nondisjungsi primer. Namun jika individual trisomi bereproduksi, nondisjungsi
yang menyebabkan aneuploidi pada sel-sel benih disebut nondisjungsi sekunder. Lebih
lanjut Corebima (2013) menyatakan bahwa frekuensi kejadian gagal berpisah sekunder
(sebagaimana yang dilaporkan) adalah sekitar 100 kali lebih tinggi (1 dalam 25
turunan) daripada frekuensi kejadian gagal berpisah primer (1 dalam 2000 turunan).
2.4 Faktor-faktor Penyebab Gagal Berpisah
Peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) dipengaruhi oleh beberapa hal baik
dari faktor luar maupun faktor dalam. Faktor luar yang dapat meningkatkan peristiwa
gagal berpisah pada Drosophila menurut Herskowitz (1977) dalam Abidin (1997)
adalah energi radiasi tinggi, karbon dioksida, dan zat kimia lain. Faktor luar lain yang
dapat mempengaruhi gagal berpisah adalah suhu.
Faktor dari dalam lainnya yang berpengaruh terhadap gagal berpisah adalah
adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan normal
atau abnormal. Dalam keadaan normal dua sentromer sesaudara saling menutup. Satu
sentromer akan berorientasi ke salah satu kutub, sedang sentromer lain berorientasi ke
salah satu kutub yang berlawanan. Dengan adanya gen mutan, dalam hal ini gen meis332, yaitu gen semi dominan pada meiosis II Drosophila melanogaster, maka
metafase II dua sentromer sesaudara akan terletak memisah, sehingga kedua sentromer
tersebut akan berorientasi ke kutub yang sama, akibatnya pada anafase II terjadi
peristiwa nondisjunction atau gagal berpisah (Herskowitz, 1977).