Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun

perdata.

Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan


karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran
ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana
alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan
tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam
berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang
tuanya. Identitas seseorang yang dapat dipastikan bila paling sedikit dua metode
yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan) (Gani, 2002).
Tugas utama dari para ahli kedokteran gigi forensik atau dokter gigi
forensik adalah melakukan identifikasi terhadap jasad individu yang sudah rusak,
mengalami dekomposisi, atau sudah tidak dalam keadaan itu. Identifikasi gigi
yang utama adalah membandingkan data gigi postmortem dengan data gigi
antemortem individu, melalui deskripsi struktur gigi dan restorasi, studi model,
atau radiografi (Abdul, 2009).
Forensik odontologi merupakan salah satu metode penentuan identitas
individu.

Keunggulan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena

ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari,
akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang
paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan
sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik
dan benar (Atmadja, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas rumusan masalah makalah ini adalah apakah
peran odontologi forensik dalam identifikasi korban.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui ilmu odontologi forensik dasar.
2. Mengetahui peran dokter gigi dalam forensik.
3. Mengetahui perbedaan gigi sulung dan gigi permanen.
4. Mengetahui dasar-dasar penamaan gigi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar Mahasiswa Kedokteran Gigi
Institul Ilmu Kesehatan memahami tentang odontologi forensik.
1.5 Hipotesis
Odontologi forensik berperan dalam identifikasi dengan pembuatan data
post mortem dan data antemortem yang membantu penyidikan.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Forensik
Ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan tertentu untuk pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap
bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan
utama dalam penyidikan tersebut (Made, 2012).
2.1.1

Identifikasi Forensik Secara umum


Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup

maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi
juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui
sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang
diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi forensik
merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk
kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan (Dr. Amri, 2000).
2.1.2

Macam Cara Identifikasi


Munurut Dr. Amri (2000) Objek identifikasi dapat berupa orang yang

masih hidup atau yang sudah meninggal dunia adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi terhadap orang tak dikenal yang masih hidup
- Penampilan umum (general appearance) yaitu tinggi badan, berat
-

badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata.


Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan

sebagainya.
Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi
tugas pihak kepolisian. Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan
bantuan dokter, misalnya pada kasus pemalsuan identitas di bidang

keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan.


2. Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia
dapat dilakukan terhadap:
- Jenazah yang masih baru dan utuh
- Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
- Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Digunakan dua motode dalam identifikasi korban adalah sebagai
berikut:

Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem


(pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal,
mengenai ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat,

bekas luka/operasi, dll), dalam suatu komunitas yang terbatas.


Identifikasi rekonstruktif, yaitu apabila tidak tersedia data antemortem dan dalam komunitas

yang tidak terbatas/plural.

2.2 Odontologi Forensik


Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang
mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara
evaluasi dan

presentasi temuan gigi tersebut dimana mempelajari tentang

identifikasi korban / barang bukti melalui data gigi nya baik itu data ante mortem
maupun post mortem untuk kepentingan peradilan (Djohansyah, 2006).
2.2.1 Ruang Lingkup Odontologi Forensik
Ruang lingkup odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang
keahlian kedokteran gigi. Menurut Djohansyah (2006) Batasan dari forensik
odontologi terdiri dari:
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan
kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
8. Peran dokter gigi forensik dalam kecelanaan massal.
2.3 Identifikasi Melalui Gigi Geligi
Menurut Sulistiyowati (2010) Identifikasi melalui gigi geligi dapat untuk
menentukan hal berikut:
a) Umur

Pada anak-anak perkiraan umur dapat dilihat dari jumlah gigi susu yang
tumbuh dan yang tanggal, dan pada dewasa pengamatan terhadap gigi orang
dewasa berdasarkan 6 hal, yaitu: keausan gigi (attrition), dentin sekunder ,
penurunan tepi gusi (gingival recession), penebalan cementum pada lapis luar
gigi, penyusutan akar, dan transparasi dentin.
b) Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin.
Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya.
Identifikasi jenis kelamin melalui gigi geligi ,antara pria dan wanita dapat
dibuat tabel sebagai berikut:
Gigi-Geligi
Outline bentuk gigi
Lapisan email dan dentin
Bentuk lengkung gigi
Ukuran cervico incicial

Wanita
Relatif lebih kecil
Relatif lebih tipis
Cenderung oval

Pria
Relatif lebih besar
Relatif lebih tebal
Tapered

mesio distal caninus

Lebih kecil

Lebih besar

Lebih bulat

Lebih persegi

Relatif lebih kecil

Relatif lebih besar

bawah
Outline incisive pertama
atas
Lengkung gigi

Identifikasi jenis kelamin melalui lengkung rahang (Lukman, 2006):


1. Identifikasi jenis kelamin melalui lengkung rahang atas
Pada pria, lengkung rahang lebih besar daripada wanita karena relatif gigi
geligi pria jarak mesio distal lebih panjang dibandingkan dengan
wanita.Sedangkan palatum pada wanita lebih kecil dan berbentuk
parabol.Dan pada pria, palatum lebih luas serta berbentuk U(Lukman,
2006).
2. Identifikasi jenis kelamin melalui lengkung rahang bawah
Lengkung rahang pria lebih besar dari wanita karena gigi-geligi wanita
jarak mesio distalnya lebih kecil daripada pria (Lukman, 2006).
c) Golongan Darah
Pada orang yang mempunyai sifat secretor (80% manusia bersifat
secretor), maka golongan darahnya dapat diperiksa melalui gigi selain

rambut, tulang, kuku, air liur, dan sperma/cairan vagina. Selain pada gigi,
golongan darah juga dapat diketahui dari saliva. Identifikasi golongan darah
korban melalui air liur atau saliva haruslah dibuat sediaan ulas pada TKP
maupun pada korban yang masih terdapat air liur baik masih basah maupun
sudah kering. Identifikasi golongan darah ini haruslah di Cross Check atau
pemeriksaan silang dengan keluarga yang sedarah semenda yaitu saudara
kandung, ayah dan ibu.Identifikasi ini disebut pula sebagai Pembuktian dari
tracing air liur atau Salivary Trace Evidence.
d) Ras
Setiap kelompok ras (Mongoloid, Caucasoid, Negroid) memiliki cirri-ciri
fisik yang berbeda, termasuk pada struktur tulang tengkorak dan gigigeliginya. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah kelompok ras
mongoloid.
e) Kebiasaan
Identifikasi umur melalui gigi berdasarkan kebiasaan menggigit bendabenda keras baik pada gigi seri maupun gigi premolar ataupun gigi-gigi lain
yang mempunyai interdigitasi gigi atas dengan gigi bawah.
Identifikasi ini antara lain (Julianti, dkk., 2008):
f) Ciri Khusus
Jika pada korban dapat ditemukan ciri-ciri yang khas/spesifik, maka
penentuan identitas korban akan lebih mudah lagi. Beberapa cirri khas ini
antara lain misalnya: adanya gigi palsu terbungkus emas pada gigi depan,
ompong pada gigi depan, susunan gigi yang tidak teratur, gigi yang terlalu
maju dan rahang baeah yang terlalu lebih ke depan dari pada rahang atas.
2.4 Bitemark
Bite mark adalahk bekas yang ditinggalkan pada korban berupa suatu jejak
sampai suatu kehilangan oleh suatu susunan gigi geligi (gambar, letak, bentuk
ujung, susunan gigi geligi).
Klasifikasi bitemark adalah sebagai berikut :
1. Kelas I , Pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisive dan kaninus.

2. Kelas II, Pola gigitan kelas II seperti pola gigitan kelas I tetapi terlihat
pola gigitan cusp buccalis dan palatalis maupun cusp buccalis dan cusp
lingualis tetapi derajata pola gigitannya sedikit.
3. Kelas III, Pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II
yaitu permukaan gigit insisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka
gigitan mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
4. Kelas IV, Pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah
kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitan
irreguler.
5. Kelas V, Pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan
insisive, kaninus, dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
2.5 Keuntungan Gigi Sebagai Objek Pemeriksaan
Menurut Lukman (2012) keuntungan gigi dijadikan sebagai objek
pemeriksaan pada identifikasi jenazah adalah sebagai berikut :
a) Gigi-geligi

merupakan

rangkaian

lengkungan

secara

anatomis,

antropologis dan morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otototot bibir dan pipi sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut
terlebih dahulu.
b) Gigi-geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau gangren, biarpun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain
bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).
c) Gigi-geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan
Furnes bahwa gigi manusia kemungkinan sama adalah 1:1000000000.
d) Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut
rusak atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan
menggunakan gigi bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.
e) Gigi-geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang dibunuh
dan direndam di dalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur
sedangkan giginya masih utuh.
f) Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 400 0C gigi
tidak akan hancur, kecuali dikremasi karena suhunya diatas 10000C. Gigi
menjadi abu sekitar suhu lebih dari 6490C. Apabila gigi tersebut ditambal
menggunakan amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu

lebih dari 8710C, sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam
atau inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu
871-10930C.
g) Gigi-geligi dan tulang rahang secara roentgenografis, biarpun terdapat
pecahan-pecahan rahang pada roentgenogramnya dapat diinterpretasi
kadang-kadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang
yang khas.
h) Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai
gigi palsu dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut
dapat ditelusuri atau diidentifikasi. Gigi palsu akrilik akan terbakar
menjadi abu pada suhu 5380C-6490C. Bridge dari porselen akan menjadi
abu pada suhu 10930C.
i) Gigi-geligi merupakan sarana terakhir dalam identifikasi apabila saranasarana lain atau organ lain tidak ditemukan.

2.6 Keterbatasan Odontologi Forensik


Menurut Rai (2013) keterbatasan odontologi forensik adalah sebagai
berikut:
a) Rugae palatal tidak bisa digunakan pada kasus edentulus, ketika tidak ada
data antemortem, ketika ada patologi di palatal, dan jika korban terbakar,
mengalami dekomposisi, dan skeletonisasi karena rugae sering hancur.
b) Sidik bibir tidak bisa digunakan 20 jam setelah kematian, jika ada patologi
di bibir seperti mukokel, dan cleft, atau jika ada perubahan postoperaso
dari bibir, ada scar, dan lain-lain.
c) Bite mark tidak bisa digunakan 3 hari setelah kematian atau jika sudah
dekomposisi atau jika korban terbakar.
d) Bisa terjadi kesalahan ketika mengambil foto dan radiograf. Kesalahan
dapat terjadi saat pengambilan sampel, proses, dan interpretasi.
Kontaminasi bakteri dan DNA orang lain dapat mengubah interpretasi.
2.7 Nomeklartur Gigi
Menurut Ijhiningsing (2013) Nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi.
Ada beberapa cara nomenklatur yaitu:
1. Cara Universal

Contoh: M3 atas kiri permanen = 16


c bawah kanan sulung = R

2. Cara Zsigmondy

Contoh: P2 atas kanan = 5


m2 atas kiri = V
3. Cara Palmers
Cara penulisan sama dengan cara Zsigmondy.

4. Cara Applegate

Contoh: P2 atas kanan permanen = 13


c bawah kanan = XIII

5. Cara Amerika

6. Cara Haderup

Contoh : P2 atas kanan permanen = 5 +


M2 bawah kiri = - 05
7. Cara G.B denton

Contoh: P2 atas kanan permanen = 2.5


c bawah kanan sulung = a.5
8. Cara FDI/WHO

9. Cara Utrecht / Belanda


Dengan menggunakan tanda-tanda:
S : Superior/atas
I : Inferior/bawah
d : dexter/kanan
s : sinister/kiri
Gigi tetap (pakai huruf besar)
Contoh: P2 atas kanan = P2 Sd
I1 bawah kiri = I1 Is
Gigi sulung (pakai huruf kecil)
Contoh: c bawah kanan = c Id
2.8 Jenis Data Odontologi Forensik
A. Data Antemortem
Menurut Lukman (2006) Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa
hidupnya, biasanya berisikan:
- Identitas pasien.
- Keadaan umum pasien.
- Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan).
- Data perawatan kedokteran gigi.
- Nama dokter gigi yang merawat.
- Informed consent (hanya sedikit sekali dokter gigi di Indonesia yang
membuat informed consent baik di praktik pribadi maupun di rumah
sakit).
B. Data Postmortem
Menurut Lukaman (2006) mekanisme adalah sebagai berikut:
1. Pencatatan data postmortem menurut formulir DEPKES berwarna
merah dengan catatan victim identification pada mayat. Yang pertama
dilakukan adalah fotografi kemudian proses pembukaan rahang untuk
memperoleh data gigi dan rongga mulut, lalu dilakukan pencetakan
rahang atas dan rahang bawah. Bila terjadi kaku mayat maka lidah
yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung

rahang bebas untuk dilakukan pencetakan. Studi model rahang


korban juga merupakan barang bukti.
2. Dilakukan pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan
kelainan-kelainan di rongga mulut dicatat pada kolom tertentu.
Catatan ini adalah lampiran dari visum et repertum korban. Lalu
dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu
nasional dan internasional, lalu dituliskan surat rujukan untuk
pemeriksaan laboratorium dengan formulir baku mutu nasional pula.
3. Setelah diperoleh hasil laboratorium maka dilakukan pencatatan ke
dalam formulir lengkap baru dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai
KUHAP demi proses peradilan. Visum yang lengkap ini sangat
penting dengan lampiran-lampirannya serta barang buktu dapat
diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara hukum
pidana.
2.9 Syarat Menjadi Dokter Gigi Forensik
Menurut Harvey (2006) seorang dokter gigi forensik harus memiliki
beberapa kualifikasi aatau syarat sebagai berikut :
1. Kualifikasi terpenting yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi
forensik adalah latar belakang kedokteran gigi umum yang luas, meliputi
semua spesialisasi kedokteran gigi.
2. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait.
Seorang dokter gigi forensik harus mengerti sedikit banyak tentang
kualifikasi dan bidang keahlian forensik lainnya yang berkaitan dengan
tugasnya, seperti penguasaan akan konsep peran dokter spesialis forensik,
cara otopsi, dsb.
3. Pengetahuan tentang hukum.
Seorang dokter gigi forensik harus memiliki pengetahuan tentang aspek
legal dari odontologi forensik, karena ia akan banyak berhubungan dengan
para petugas penegak hukum, dokter forensik dan juga pengadilan.
2.10

Aspek Hukum Odontologi Forensik


1. Dasar Pengadaan VeR
- Pasal 133 KUHAP
- Pasal 216 KUHP
- Pasal 22 KUHP
2. Permintaan Sebagai Saksi Ahli
- Pasal 179 (1) KUHP

- Pasal 224 KUHP


3. VeR bagi tersangka
- Pasal 120 KUHAP
- Pasal 180 KUHAP
- Pasal 55 Undang-Undang Kesehatan
4. Keterangan Ahli
- Pasal 1 Butir 28 KUHAP
5. Alat Bukti Sah
- Pasal 183 KUHAP
- Pasal 184 KUHAP
- Keterang ahli diberikaan secara tertulis Pasal 184 KUHAP

2.11 Perbedaan Gigi Sulung dan Permanen


Menurut Idjiningsih (2013) perbedaan gigi sulung dan permanen adalah
sebagai berikut:
1. Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai
premolar.
2. Akar gigi susu mengalami responsi.
3. Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.
4. Permukaan fasial gigi susu lebih licin dari pada gigi permanen.
5. Gigi geligi susu lebih putih dari pada gigi geligi permanen.
6. Permukaan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih datar dari pada
gigi molar permanen.
7. Ukuran mesio distal lebih lebar dari pada ukuran serviko insisalnya
dibandingkan dengan gigi permanen.
8. Ukuran mesio distal akar akar gigi susu anterior sempit.
9. Bentuknya menyerupai bentuk elemen yang bersangkutan pada gigi geligi
permanen tetapi lebih kecil.
10. Servikal ridge pada pandangan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih
tegas dari pada molar tetap.
11. Ruang pulpa gigi susu lebih besar daripada rung pulpa gigi permanen.
12. Secara keseluruhan ukuran gigi susu lebih kecil daripada gigi permanen

BAB III
CONCEPTUAL MAPPING

NBDJRUPKGIO

ouNeasid

kAnsitmRlgeo
etiamu.n

Syarat drg
melakukan
Odontologi

t
l

ekramnhifg
trekgaiF

s
i

t
r

aluniMko
rdanhue

ntk

t
e

ismkMrbdto
lPaiGDo

milsn
aius

r
l
i
Hukum
Odontolog
i forensik

BAB V
PEMBAHASAN
Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan
dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu
sesuatu dianggap ilmiah jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme),
kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya
(positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik
deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna
(logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakatluas dengan tidak
mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu). Ilmu kedokteran gigi forensik
memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan odontology forensic. Forensik
odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara
penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi
temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.
Pencatatan data postmortem menurut formulis DEPKES berwarna merah
dengan catatan victim identification pada mayat. fotografi kemudian proses
pembukaan rahang untuk memperoleh data gigi dan rongga mulut, lalu dilakukan
pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Bila terjadi kaku mayat maka lidah
yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung rahang bebas
untuk dilakukan pencetakan. Studi model rahang korban juga merupakan barang
bukti.
Dilakukan pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan kelainankelainan di rongga mulut dicatat pada kolom tertentu. Catatan ini adalah lampiran
dari visum et repertum korban. Lalu dilakukan pemeriksaan sementara dengan
formulir baku mutu nasional dan internasional, lalu dituliskan surat rujukan untuk
pemeriksaan laboratorium dengan formulir baku mutu nasional pula. Setelah
diperoleh hasil laboratorium maka dilakukan pencatatan ke dalam formulir
lengkap baru dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai KUHAP demi proses
peradilan. Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran-lampirannya

serta barang buktu dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara
hukum pidana.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang
mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara
evaluasi dan

presentasi temuan gigi tersebut dimana mempelajari tentang

identifikasi korban / barang bukti melalui data gigi nya baik itu data ante mortem
maupun post mortem untuk kepentingan peradilan.
Identifikasi pada gigi geligi dapat digunakan untuk menentukan umur, jenis
kelamin, golongan

darah, ras, kebiasaan, dan ciri-ciri khusus gigi seseorang

sehingga dapat diketahui identitasnya.


5.2 Saran
Diharapkan kepada dokter gigi untuk lebih memperhatikan penulisan dalam
pengisian rekam medis ataupun odontogram sehingga data yang tersajikan
merupakan data yang akurat agar tidak ada masalah dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Djohansyah.Lukman. 2006. Ilmukedokterangigi forensic jilid 1. Jakarta


:sagungseto
Harvey, W. 2006.Dental Identification and Forensic Odontology. London: Henry
Kimpton Pub.
Itjingingsih, ny.drg. 2013. Anatomi Gigi. Jakarta:EGC
Julianti, dkk. 2008. PerananForensikOdontologiDalamBencanaMasal.
Diunduhdarihttp://library.usu.ac.id/index.php?
option=com_journal_review&id=5133task=viewpadatanggal 27 Maret
2014.
Lukman D. Buku Ajar IlmuKedokteran Gigi Forensik.Jilid 1.CV SagungSeto.
Jakarta: 2006
Moeljatno. 1996. KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Cetakan XIX.
Jakarta : Bumi Aksara.
Siswanto.2010. PerananBiologiForensikdalamMengungkapSuatuTindakPidana.
Yogyakarta: Seminar UGM
Sulistiyowati, Endang. 2010. AspekHukumCatatan Gigi
GeligidalamPemenuhanPerlindunganHakbagiPasien.Semarang: Univ.
KatolikSoegijapranata

Anda mungkin juga menyukai