Anda di halaman 1dari 18

Uang Di Zaman Nabi

Makalah
Mata Kuliah : Bank & Lembaga Keungan Non Bank
Dosen Pembimbing : Zuraidah, SE., M.SA

Disusun Oleh :
Aditya Fadi Nugroho

(12520010)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI

KATA PENGANTAR
1

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana
telah memberikan anugrah serta rahmatnya dalam mengerjakan tugas
makalah Uang Dari Zaman Nabi. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih kepada IBU dosen dan pihak-pihak lain yang turut memberikan
dukungan dan bimbingan untuk menyelesaikan makalah ini. Akhirnya,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi

pembaca

umumnya.Semoga

Allah

selalu

memberikan

limpahan

rahmat,ridho,berkah serta hidayahn dan syafaatnya kepada kita semua,


karena hanya kepada-Nya tempat meminta pertolongan, harapan dan doa
Amin Amin ya Robbal Alamin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang

Rumusan Masalah
4
Tujuan

BAB II Pembahasan
Sejarah Uang Dalam Islam
5
Mitzqal, Wazan Sabah Dan Ukuran Uang Zaman Nabi
9
Proses perubahan mata uang zaman Rasulullah
14
BAB III Penutup
Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Uang adalah sebagai pokok kegiatan dari kegiatan keuangan . Uang sudah
digunakan untuk segala keperluan sehari hari dan merupakan suatu
kebutuhan dalam menggerakan perekonomian suatu negara, Bahkan di
Zaman Nabi sudah ada yang namanya Uang hanya saja masih belum banyak
perhitungan yang baku.
B.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses uang Islam di Zaman Nabi Muhammad SAW?


2. Bagaimana sejarah sejarah uang Islam di Zaman Nabi?
3. Apa Uang Dinar dan Uang Dirham?
C.

Tujuan

1. Mengetahui dan memahami uang Islam di Zaman Nabi Muhammad


SAW
2. Mengetahui dan memahami bagaimana sejarah uang Islam di Zaman
Nabi
3. Mengetahui dan memahami tentang Uang Dinar dan Uang Dirham

BAB II
Pembahasan
1.

Sejarah Uang Dalam Islam

Untuk bisa lebih memahami dan mencari solusi penerapan sistem


moneter Islam, kita harus kembali lagi ke konteks sejarah
perkembangan uang dalam dunia Islam bagaimana sebenarnya
Rasulullah SAW, generasi shabat dan generasi sesudahnya
menggunakan uang.
Pada zaman Rasulullah SAW dikenal dua jenis uang yaitu uang
yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari
kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang
digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam
tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya
dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.
Tercatat bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan
Umar bin Khattab pada sekitar abad 18 H, meskipun demikian
koin logam emas dan perak dari Byzantine tetap juga diterima
oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada zaman
Kekalifahan Muawiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga
koin emas dan perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar
thaun 75H-76 H pada zaman Kekhalifahan Abdul Malik bin
Marwan ketika yang terakhir ini melakukan reformasi
5

finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang
dicetak sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.
Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut
mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masingmasing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan
uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan
berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan
berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan
terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga karena
keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin
emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai
numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.

Uang Logam Dinar

Uang Logam Dirham


6

Uang emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan


berdasarkan jumlah koinnya (bukan timbangannya) sebagaimana
kita kenal secara konvensioanl seperti sekarang ini tercatat di
dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam kejayaan
Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan
bersama meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan
budaya setempat. Di zaman Salahuddin Al Ayyubi uang emas
banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan perak (Dirham)
banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.
Selain Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah
Kekhalifahan Islam juga dikenal adanya uang Maghshus yaitu
uang yang dibuat dari campuran logam mulia (emas atau perak )
dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain
sebagainya .
Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka
penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak
terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling
percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru
dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada
pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham
dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak
(uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di
masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga
jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang
sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa
ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan
tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsiknya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang
menggunakannya.

Karena fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak


jauh tidak diterima dengan baik oleh pasar, maka pada masa
tersebut mulai dilahirkan pula apa yang disebut sebagai suftaja
atau al suftajah semacam apa yang kita kenal sekarang dengan
letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran
uang (Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin
Dinar atau Dirham di tempat penukaran uang di kota tujuan.
Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan uang kertas yang kita
kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan berperan
sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali
dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di
Kekhalifahan Usmaniah antara abad 17 19 karena luasnya
wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan efektifitas pembayaran
pembayaran perdangan jarak jauh .
Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada
dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran
Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua
bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini
membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai
intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat
penggunanya pasti gagal.
Ber abad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas
mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar
Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh
dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau
Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau
uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung
dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya
mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya
(gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua
kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 19971998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang
kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua
karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga
keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang
8

sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata


uang maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata
uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut
sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang
jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut
100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain
(misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang
beredar tersebut.

2. MITSQAL, WAZAN SABAH DAN UKURAN UANG


ZAMAN NABI
Pada masa Nabi sudah dikenal beberapa istilah pengukuran
antara
lain: Auqiyah/Uqiyah, Nasy, Nuwah, Mitsqal, Dirham, Daniq,
Qirathdan Habbah-syair
Mitsqal
Mitsqal secara bahasa artinya berat (Lihat QS 099:007-008).
Maka 1 mitsqal adalah satu satuan berat atau berat dasar yang
jadi batu ukuran berat-berat lainnya. Mitsqal sendiri ditakar
beratnya menggunakan biji gandum yaitu biji gandum Barley
yang memang digunakan di Tanah Arab dan Romawi. Ditetapkan
9

bahwa berat 1 Mitsqal setara dengan 72 biji gandum yang


dipotong kedua ujungnya.
Mitsqal merupakan berat yang diketahui umum setara dengan 22
qirath. Ada yang mengatakan 21 3/7 qirath (22 qirath dikurangi 1
biji yang dipotong kedua ujungnya). Sedang yang mengatakan 20
qirath tidak memiliki dasar. Qirath sendiri diartikan sebagai biji
kacang polong (carob) atau satuan kecil dan mungkin berasal
dari kata Yunani keration yang dalam bahasa Indonesia disebut
karat, yang digunakan untuk mengukur perhiasan.
Berat dasar menggunakan yaitu biji gandum. Mitsqal merupakan
berat yang diketahui umum setara dengan 22 qirath. Ada yang
mengatakan 20 qirath, tapi ini pendapat yang lemah atau
minoritas.
Pengukuran Berat standar Gram
Penggunaan gram sebagai satuan berat mulai digunakan tahun
1586M dan ditetapkan standarnya 20 Mei 1875 (lihat Metric
System) dan diadopsi oleh International System of Unit dan
ditetapkan bahwa
1 gram (g) = 15.4323583529 biji gandum utuh (gr) atau
1 biji gandum = 64.798 91 mg = 1 biji gandum (gr) = 0.06479891
grams (g)
lihat Konversi unit
Konversi Berat Tradisional Dasar ke Gram
Maka perhitungan syari konversi berat tradisional uang ke gram
adalah sebagai berikut
1 mitsqal = 1 dinar
Berat 1 mitsqal = 72 biji gandum dipotong kedua ujungnya = 6869 biji gandum utuh
Konversi ke gram dengan cara penimbangan 72 biji gandum
ukuran sedang dan dipotong kedua ujungnya dilakukan pada
Hari Sabtu, 12 Shafar 1432H bertepatan 16 Januari 2011 dan
menghasilkan sebagai berikut

10

Berat 1 mitsqal = 4.443353828571429 gram


Konversi ke gram dengan cara penghitungan standar 68 biji
gandum utuh didapatkan 4.40632588 gram;
Konversi ke gram dengan cara penghitungan standar 69 biji
gandum utuh didapatkan 4.47112479 gram. Maka Berat 1 Mitsqal
adalah antara 4.40632588 - 4.47112479 gram
Mengikuti pendapat Al Maqrizi dalam Ighotsah Imam Maqrizi,
beliau mengatakan bahwa 1 mitsqal adalah 22 qirath. Dari
pengetahuan umum yang ada 1 qirath = 200 mg maka
1 mitsqal = 22 x 200 mg = 4400 mg = 4.4 gram
Menurut Ibnu Khaldun dalamMuqaddimah ()
Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak
permulaan islam dan masa Para Nabi dan Rasu, masa Nabi
Muhammad, Khulafaur rasyidun, sahabat-sahabat serta tabiin,
tabiit tabiin bahawa dirham yang sesuai syariah adalah yang
sepuluh kepingnya seberat 7 mistqal (dinar) emas. Berat 1
mistqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang
nilainya 7/10 setara dengan 50 dan 2/5 butir. Ijma telah
menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini.
Demikian pula menurut Allamah Muhammad bin Abdurrahman
ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab, menyatakan bahwa:
Berdasarkan wahyu Allah, Emas dan Perak harus nyata dan
memiliki ukuran dan penilaian tertentu (untuk zakat dan lainnya)
yang mendasari segala ketentuannya, bukan atas sesuatu yang
tak berdasarkan syariah (kertas dan logam lainnya). Ketahuilah
bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan Islam
dan masa Para Nabi dan Rasul, masa Nabi Muhammad, Khulafaur
Rasyidun, Sahabat serta tabiin, tabiit tabiin bahwa dirham yang
sesuai syariah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mitsqal
(bobot dinar) emas. Berat 1 mitsqal emas adalah 72 butir
gandum, sehingga dirham yang bobotnya 7/10-nya setara
dengan 50-2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas
seluruh ukuran ini.

11

Lihat juga Kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, halaman 65. Catatan:


Dinar adalah emas murni = adz-dzahab (24K)
Konversi Troy-ounce di jaman Nabi dengan perhitungan Dinarius dan
Drachma
Troy-ounce (ozt) adalah standar umum yang digunakan sebagai
berat emas batangan dan koin di Dinasti Romawi, Yunani dan
Persia yang diadopsi dari masa-masa sebelumnya. Berat ini
digunakan untuk keping Denarius dan Drachma. Perlu dicatat
bahwa istilah Denarius dan Drachma (sedang di Persia disebut
Drahm dan 1/6 drahm itu adalah 1Danake atau daniq)didasarkan
pada mata uang yang sudah digunakan pada jaman Firaun Mesir
awal yaitu pada jaman Nabi Jacob dan Jusuf AS. Lihat
daftarkurensi historis
Rasulullah SAW mengadopsi berat Denarius Romawi tersebut
dengan menetapkan 1 mitsqal adalah 22 qirath [Ighotsah Imam
Al-Maqriziy, ]. Sedangkan untuk koin Drachma perak yang
diambil dari Persia, Rasulullah melakukan penyesuaian. Tiga jenis
Drachma dengan ukuran kadar yang berbeda-beda, yakni
Drachma besar 20 qirath, Drachma kecil 10 qirath dan Drachma
sedang 12 qirath, dirata-ratakan kadarnya.
sehingga

Formula 14/20 ini setara dengan 7/10 yang merupakan


prinsipwazan sabah yang sesuai dengan standar kuno yang
digunakan sejak jaman Nabi Yusuf AS (Menteri Keuangan Mesir)
yang menetapkan kembali dinar/dirham sesuai dengan Raqim(
)dan Wariq di jaman Nabi Idris AS (QS 018:009) [Abul Walid
Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab
Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq, Beirut-Libanon: Penerbit
Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2, tahun 1988, Jilid 2, halaman 355422].
Nabi Idris AS (Hermes) adalah Nabi pertama yang menemukan
penambangan emas dan perak, memiliki kejujuran yang tinggi
dalam mencetak mata uang Islam, yaitu Raqim dan Wariq, hal ini
12

dijelaskan dalam Al-Quran Surah Maryam [019]: 056; Juga


dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya [021]: 085. Nabi Idris AS
sebagai penemu Mata Uang pertama Islam, yaitu mata uang
emas dan perak, diriwayatkan oleh Wahhab bin Munabbih dalam
KitabQishohul Anbiya, karya Ibnu Katsir.

Standarisasi Dinar dan Dirham pada masa Rasulullah Saw


sama dengan ukuranRaqim dan Wariq pada masa Nabi Idris
sampai Nabi Ishaq, dan sama pula ukurannya dengan Dinar
dan Dirham pada masa Nabi Yaqub dan Yusuf
(perhatikan koin Yahudi) sampai Nabi Muhammad SAW.
Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati oleh Jumhur
Ulama. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak
20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat
Perak haul satu tahun. [Allammah Abdurrahman bin
Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, Bab Zakat
Emas dan Perak. Dan Kitab Fiqih Hanaf, Bab Zakat Emas,
hal. 119, juga bisa dibaca dalam Kitab Bidayatul
Mujtahid, Ibnu Ruysd [yang merupakan Kitab Fiqh Maliki] dan
Kitab Al-Umm Imam Syafii, Vol. 2, hal. 39. tentang Zakat
Wariq, dan Al-Umm, Vol. 2, tentang Zakat Emas, hal. 40].

Standar ini diikuti para Khulafa-ur Rasyidin[Muhammad,


Quthub Ibrahim. 2003. As-Siysah al-Mliyah li Umar ibn alKhaththb].

Para pemimpin Islam sesudah mereka juga menggunakan


standar yang sama [Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn
Katsir; Tarikh Khulafa, As-Suyuthi; Tarikh Bani Umayyah, AlMamlakah Suudiyyah; Tarikh Islamy, Ibn Khaldun; Sejarah
Bani Umayyah, Muhammad Syuub, Penerbit PT.Bulan
Bintang]

Konversi untuk satuan lain ke dalam Gram


1 Daniq Dzahab/Emas = 1/8 x 4.443353828571429 gr emas =
0.55541922857 gram
1 Qirath = 1/20 x 4.443353828571429 gr emas= 0.22216769142
gram
1 Dirham = 7/10 x 4.443353828571429 gr emas = 3.11034768
gram
10 Dirham = 10 x 3.11034768 gr perak = 31.1034768 gram
13

1 Nasy Fidhdhah/Perak = 20 dirham perak x 3.11034768 gr perak


= 62.2069536 gram
1 Nuwah Fidhdhah/Perak = 5 dirham perak x 3.11034768 gr
perak = 15.5517384 gram
1 Daniq Fidhdhah/Perak = 1/6 dirham perak x 3.11034768 gr
perak = 0.51839128 gram
1 Auqiyah/Uqiyah = 40 dirham perak x 3.11034768 gr perak =
124.4139072 gram
Nisab zakat emas = 20 dinar
Nisab zakat perak = 200 dirham = 5 Auqiyah/Uqiyah = 10 Nasy =
40 Nuwah = 20 ozt
Tambahan
Nama dinar ( )disebut dalam QS 003:075 dan dirham ()(
digunakan di Mesir masa Nabi Yusuf terlihat di QS 012:020
Sedangkan kata dzahab (emas) ada di
QS 003:014; 003:091; 009:034-35; 022:023; 035:033; 043:035,05
3,071
Dan istilah fdhdhah (perak) ada di QS 009:034-35
Istilah lain untuk diperhatikan adalah zukhruf ada di QS 017:093
dan perhatikan pula QS 007:148

14

3. Proses perubahan mata uang zaman


Rasulullah
Bagaimana Raasulullah saw mengganti/mengubah mata uang pada
zamannya dari mata uang yang berupa/terbuat dari kulit Unta ke
mata uang yang berupa Dinar ( dari Romawi ) dan Dirham ( Persia
) ( setelatah ditetapkan oleh hukum syara bahwa dinar dan
dirham sebagai mata uang islam).
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad di Madinah, kedua
mata uang ini diimpor; dinar dari Roma dan dirham dari Persia.
Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang
komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor
ke kedua negara tersebut dan ke wilayah-wilayah yang berada di
bawah kekuasaannya. Biasanya, jika permintaan uang (money
demand) pada pasar internal meningkat maka uang lah yang
diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang turun maka komoditas
lah yang diimpor. Hal yang menarik di sini adalah tidak adanya
pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari
Hijaz terhadap dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak
berpengaruh terhadap penawaran (supply) dan permintaan
(demand) dalam perekonomian Roma dan Persia. Sekalipun
demikian, selama pemerintahan Nabi uang tidak dipenuhi dari
keuangan negara semata melainkan dari hasil perdagangan
dengan luar negeri.
Nabi Muhammad saw melalui kebijakan khususnya berusaha
meningkatkan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan kaum
muslimin seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Keseluruhan
faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang.
Meskipun demikian, penawaran uang tetap elastis. Hal ini
dikarenakan tidak adanya hambatan terhadap impor ketika
permintaan naik. Di lain pihak, ketika penawaran naik, excess
supply (penawaran berlebih) akan diubah menjadi ornamen emas
dan perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan
15

berlebih dan pasar akan tetap berada pada keseimbangan


(equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang akan selalu stabil.
Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung pada
frekwensi transaksi perdagangan dan jasa. Sementara itu, situasi
yang kurang kondusif, permusuhan kaum Quraisy terhadap kaum
muslimin, dan keterlibatan kaum muslimn pada sedikkitnya 26
ghazwah( perang yang diikuti nabi secara lansung ), dan 32
secara sariyah ( perang yang terjadi pada masa kepemimpinan
nabi, tetapi beliau tidak terlibat secara lansung ), yang berarti
rata-rata enam kali perang dala setiap tahunnya, menimbulkan
precautionary demand ( permintaan uang untuk pencegahan )
untuk berjaga-jaga terhadap kebutuhan yang tidak diduga dan
tidak diketahui sebelumnya. Sebagai akibatnya, permintaan
terhadap uang selama periode ini umumnya bersifat permitaan
transaksi dan pencegahan. Selain dari yang sudah disebutkan
diatas, tidak ada lagi motif penggunaan uang. Karena kanz
( penimbunan uang ) dilarang, tidak ada seorangpun yang berhak
menyimpan uangnya dengan tujuan spekulasi pada nilai tukar.
Larangan penimbunan juga terjadi pada komuditas.

16

BAB III
Penutup
KESIMPULAN
1. Standar dinar/dirham didasarkan pada standar kuno sejak
Jaman Nabi Idris AS (sebelum Nabi Nuh AS) dan berlaku sampai
hari ini
2. Standar dasar diukur dengan menggunakan bahan makanan
pokok yaitu biji gandum
3. Standar bisa dikonversi ke gram sebagai acuan ukuran yang
digunakan hari ini
4. Pada Zaman Nabi Muhammad SAW telah berubahnya proses
mata uang dikarenakan berkembangnya Zaman dan teknologi

17

Daftar Pustaka
http://r1ch4rd14n.blogspot.com/2011/11/proses-perubahan-matauang-zaman.html
http://geordy-resistencia-anz.blogspot.com/2012/02/sejarah-uangdalam-islam.html
http://islamhariini.wordpress.com/2011/03/09/mitsqal-wazansabah-dan-ukuran-uang-jaman-nabi/

18

Anda mungkin juga menyukai