Anda di halaman 1dari 3

Rabu, 18 Februari 2009

Mencari Solusi Problem Tenaga Kesehatan


Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
tersedianya sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan. Problem SDM
kesehatan terutama dokter, bidan dan perawat di Indonesia saat ini adalah
jumlah yang tidak memadai dan distribusi yang tidak merata. Hal ini berdampak
terhadap kualitas dan aksesbilitas layanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat. Kasus mewabahnya penyakit kolera di Nabire pada Juli 2008
misalnya, karena masyarakat tak mampu menjangkau layanan kesehatan secara
cepat karena jaraknya yang relatif jauh dan sulit.
Penyediaan tenaga kesehatan harusnya menjadi tugas dan target utama
pemerintah sebagai komitmen pelaksanaan pasal 28 UUD 1945. Jika kesehatan
menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah harus memenuhi
kewajibannya termasuk penyediaan tenaga kesehatan. Kebutuhan mendesak
tenaga kesehatan terutama sangat dibutuhkan oleh daerah terpencil, tertinggal
dan wilayah perbatasan (dacilgaltas). Ini dapat terlihat dari data Depkes 2006,
dari 364 puskesmas di daerah dacilgaltas yang tersebar di 64 kabupaten pada
17 provinsi, 184 puskemas (51 persen) belum memiliki dokter. Ini tentu
memprihatinkan mengingat kebutuhan kesehatan yang kian meningkat.
Peningkatan Kuantitas
Ketersediaan tenaga kesehatan memang harus diakui jauh dari ideal. Dari data
Departemen Kesehatan (Depkes) hingga tahun 2006 jumlah tenaga medis
(dokter spesialis, umum dan gigi) tercatat 68.227 orang, bidan 79.152 orang dan
perawat 316.306 orang. Depkes mentargetkan hingga tahun 2010 nanti jumlah
kebutuhan SDM tenaga dokter adalah 117.969 orang, bidan 176.954 orang dan
tenaga keperawatan 587.487 orang. Selain itu Depkes juga memprediksi
kebutuhan tenaga kesehatan masyarakat 42.649 orang, dan tenaga gizi 42.469
orang.
Sejatinya problem kekurangan dan ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan
ini mesti disikapi dengan program-program signifikan dari pemerintah dalam hal
ini Depkes. Masalah ini harus diawali dengan pemetaan kebutuhan tenaga medis
yakni dokter, bidan dan perawat dalam jangkah pendek, menengah dan panjang.
Perencanaan waktu ini perlu dilakukan agar target-target pemenuhan kebutuhan
tenaga kesehatan dapat dievaluasi secara mudah dan terpadu.
Langkah berikutnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan
memperbanyak pendirian pusat-pusat pendidikan berbasis kesehatan seperti
fakultas kedokteran, akademi kebidanan, akademi keperawatan, sekolah analis
kesehatan dan sebagainya. Upaya pendirian pusat pendidikan ini akan lebih baik
jika tersebar ke berbagai wilayah Indonesia sehingga akan lebih mudah diserap
dan dirasakan manfaatnya oleh daerah-daerah yang minim tenaga kesehatan.
Srategi percepatan jumlah tenaga kesehatan ini juga bisa dilakukan dengan

membuat regulasi-regulasi yang memudahkan lembaga pendidikan dan


pemerintah daerah tanpa harus mengurangi ketentuan standar kualitas untuk
membuka kelas-kelas kesehatan. Sehingga dengan regulasi yang mudah akan
dapat mendorong lembaga pendidikan dan Pemda dalam mendidik dan melatih
tenaga-tenaga kesehatan yang nantinya akan berdampak pada semakin
bertambahnya lulusan tenaga kesehatan terutama di daerah-daerah yang
selama ini kekurangan SDM kesehatan.
Peningkatan kuantitas SDM kesehatan dapat juga dilakukan dengan memberikan
beasiswa bagi siswa-siswa berpotensi agar mau melanjutkan studinya pada
bidang kesehatan. Beasiswa ini dapat memicu semangat siswa-siswa khususnya
siswa-siswa dari kalangan menengah bawah di berbagai daerah untuk mau
mengikuti studi kesehatan. Sehingga diharapkan SDM kesehatan akan terus
tumbuh pesat yang akhirnya nanti dapat mendukung upaya pemerintah dalam
penyiapan tenaga kesehatan yang selama ini masih minim.
Pemerataan SDM Kesehatan
Selain jumlah kuantitas SDM yang belum memadai, masalah kesehatan yang
juga harus diselesaikan adalah masalah distribusi tenaga kesehatan yang tidak
merata. Sebagian besar tenaga kesehatan banyak terfokus di pulau Jawa dan
daerah-daerah perkotaan sehingga menyulitkan masyarakat yang berada di
daerah pedesaan dan daerah terpencil lainnya untuk mengakses layanan
kesehatan. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong agar tenaga
kesehatan khsususnya dokter dan bidan desa bersedia ditempat di deaerah
minim tersebut namun hingga kini masih banyak daerah di Indonesia yang
mengalami defisit SDM kesehatan ini.
Pemerintah dalam hal ini Depkes memang harus bekerja keras menyiasati
pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan terutama bagi daerah cilgaltas
(terpecil, tertinggal dan perbatasan). Upaya pemberian insentif bagi dokter,
bidan desa, perawat dan tenaga kesehatan lainnya bisa menjadi alternatif
Pemerintah untuk merangsang SDM kesehatan ini untuk bersedia ditempatkan di
daerah dacilgaltas. Besaran insentif ini tentu harus dilakukan secara proporsional
sehingga disatu sisi merangsang para tenaga kesehatan untuk siap mengabdi,
disisi lain juga ada kemampuan dana yang cukup dari pemerintah.
Upaya lain untuk pemerataan tenaga kesehatan ini adalah dengan
mengintensifkan kembali program-program pengabdian oleh tenaga kesehatan
seperti program wajib profesi dan program PTT bagi dokter-dokter baru.
Kebutuhan tenaga dokter PTT menjadi sangat penting mengingat masyarakat
pada daerah-daerah terpencil dan sangat terpencil karena disparitas regional
dan pelbagai permasalahan lainnya, didominasi oleh masyarakat yang serba
berkekurangan dengan tingkat ekonomi dan kesehatan yang rendah dan miskin.
Sehingga diharapkan kehadiran dokter PTT dapat mengatasi problem rentan
terhadap berbagai macam penyakit yang dialami masyarakat karena kondisi
yang serba terbatas seperti kurang gizi, kurang pengetahuan kesehatan, perilaku
kesehatan kurang baik, dan lingkungan pemukiman yang buruk.

Kehadiran dokter PTT juga diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan


dan mengurangi angka kematian bayi di komunitas masyarakat miskin di daerah
cilgaltas. Hingga kini angka kematian bayi pada kelompok masyarakat miskin 3,5
- 4 kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Sehingga upaya Depkes
mengirimkan 736 tenaga dokter PTT ke berbagai wilayah terpencil dan sanagt
terpecil pada awal September 2008 ini patut didukung semua pihak. Ini bukan
saja menegaskan komitmen pemerintah dalam melayani kesehatan masyarakat
secara merata tetapi juga untuk memberikan kesempatan yang sama bagi
semua warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara
optimal.
Selain jumlah dan distribusinya yang tidak merata, problem tenaga kesehatan
dibayangi pula masalah kualitas dan kompetensi. Peningkatan kualitas dan
kompetensi ini menjadi lebih penting saat dunia kesehatan memasuki situasi
global yang memungkinkan terjadi persaingan. Kualitas menjadi titik penting
bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat. Tanpa kualitas
memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap indeks
kesehatan masyarakat. Maka upaya untuk terus mencetak tenaga kesehatan
yang berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus menjadi prioritas
utama pemerintah. Uji sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas
lapangan dan lainnya bisa menjadi alat pengukur tentang seberapa jauh kualitas
dan kompetensi tenaga kesehatan.. Selain itu pengakuan terhadap profesi
tenaga kesehatan seperti perawat misalnya akan menjamin kenyamanan dan
kualitas kerja dari SDM kesehatan tersebut.
Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian
tersendiri bagi pemerintah terutama Direktorat PSDM Depkes. Kompetensi
tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan melalui serangkaian kursus, pelatihan
studi banding dan sejenisnya sehingga mereka mampu melakukan tugas-tugas
layanan kesehatan secara memadai, aplikatif dan sistematis sesuai
perkembangan teknologi dunia kesehatan. Jika kuantitas dan distribusi tenaga
kesehatan yang berkualitas dan kompeten ini terus dimonitoring secara intensif
oleh Pemerintah maka diyakini akan terjadi peningkatan derajat pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Pertumbuhan dan persebaran tenaga kesehatan
yang merata harus selalu disertai upaya peningkatan kualitas dan
kompetensinya. Mungkin dengan strategi ini harapan masyarakat untuk
mendapatkan layanan kesehatan secara mudah, merata dan berkualitas dapat
tercapai.
Wallahu alam.
Sumber : Harian WAWASAN, 22 September 2008

Anda mungkin juga menyukai