KARSINOMA NASOFARING
Oleh :
Metha Arsilita Hulma
0910313245
0910312088
Thinagarayan Brabu
07120149
Pembimbing :
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah jenis karsinoma yang berasal dari epitel
atau mukosa dan kripta yang melapisi permukaan nasofaring. Keganasan ini
sering disebut sebagai kanker tenggorok. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah
keganasan yang jarang di sebagian besar dunia dan salah satu yang paling
membingungkan, sering salah terdiagnosis, dan sulit dimengerti. Insiden KNF
rendah di sebagian besar tempat seperti Eropa dan Amerika Utara, juga Jepang
dan India, kurang dari 1 per 100.000 orang, tetapi tinggi di Cina Selatan,
Hongkong, Alaska dan Greenland. Pola insidens menunjukkan prevalensi KNF
lebih tinggi pada orang Cina ke mana pun mereka bermigrasi. Di Indonesia, KNF
adalah kanker terbanyak kelima, sekitar 5,78% dari seluruh kanker dengan
insidens 6,2/100.000 populasi per tahun. KNF dalam beberapa dekade terakhir
telah menarik perhatian dunia karena interaksi kompleks atara genetik, virus,
faktor lingkungan, dan makanan, yang boleh jadi berhubungan dengan etiologi
penyakit ini.1,2
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, tetapi cukup sulit dilakukan
karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di
bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam
tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring
yang tidak mudah diperiksa, seringkali tumor ditemukan terlambat dan
menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.1
1.2
Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai karsinoma nasofaring meliputi anatomi
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi kepustakaan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Nasofaring1
Nasofaring merupakan bagian teratas dari komponen faring, yang
berhubungan dengan cavum nasi melalui koana dan telinga bagian tengah melalui
muara tuba eustachius. Ukuran nasofaring pada orang dewasa yaitu tinggi 4 cm,
lebar 4 cm, dan 3 cm pada dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya sekitar 8
cm dari aparatus piriformis sepanjang dasar hidung.
Batas-batas nasofaring :
1. Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai
dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan vertebra servikal 1 dan 2.
2. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak yang
merupakan batas koana posterior.
3. Batas inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas dinding lateral
merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring superior.
Tuba Eustachius masuk dari telinga tengah ke nasofaring melalui celah di
fasia faringobasilar di daerah posterosuperior, tepat di atas batas superior
muskulus konstriktor faring superior yang disebut fossa russenmuller (resessus
faringeal). Fossa Rossenmuller merupakan tepi dinding posterosuperior
nasofaring yang merupakan tempat asal munculnya sebagian besar kanker
nasofaring dan yang paling sensitif terhadap penyebaran keganasan pada
nasofaring.
saraf glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X), dan serabut saraf
ganglion servikalis simpatikus. Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal
dari saraf glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim
tuba yang mendapat persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion
sfenopalatina yang berasal dari cabang maksila saraf trigeminus (V1).1,2
2.2. Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala leher yang
terbanyak di Indonesia.1
2.3. Epidemiologi Karsinoma Nasofaring
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai
penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 54 tahun. Lakilaki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 23 : 1. Kanker
nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa
kejadian tumor ini di Amerika Serikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000.4
Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring
sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Disebahagian provinsi di
Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk.
Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou,dilaporkan
sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk
keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini
menunjukkan sebuah kecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan
dengan lingkungan pemicu.5 Di Indonesia, KNF menempati urutan ke-5 dari 10
besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di
bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala
dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), tumor ganas laring (16%), serta tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.1
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap
sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak
tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Komsumsi ikan asin dan
makanan yang diawetkan yang mengandung volatile nitrosamin merupakan faktor
karsinogenik yang berhubungan dengan kanker nasofaring. Telah terbukti bahwa
mengkonsumsi ikan asin sejak anak-anak meningkatkan risiko kanker nasofaring
di Cina Selatan. Ventilasi rumah yang jelek dengan asap yang terperangkap di
dalam rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian kanker nasofaring karena
asap yang berasal dari kayu bakar mengandung zat karsinogen yang akan
terakumulasi pada dinding nasofaring posterior dan lateral, dengan waktu terpapar
sampai beberapa jam sehari selama bertahun-tahun. Merokok juga berhubungan
dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya
paparan jangka panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam
patogenesis karsinoma nasofaring.1,6
7
2.5.
adalah virus Epstein-Barr karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer
anti EBV yang cukup tinggi. Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi
sebagai anggota famili virus Herpes (Herpesviridae) yang saat ini telah diyakini
sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononukleosis infeksiosa,
penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan KNF. Melalui tempat replikasinya di
orofaring, VEB dapat menginfeksi limfosit B yang immortal, sebagai virus laten
pada sel ini, menetap pada pasien yang terinfeksi tanpa menyebabkan suatu
penyakit yang berarti.1,3
Ada dua jenis infeksi VEB yang terjadi, yaitu infeksi litik, dimana DNA
dan protein virus disintesis, disusul dengan perakitan partikel virus dan lisis sel.
Jenis infeksi kedua adalah infeksi laten non litik, disini DNA virus dipertahankan
di dalam sel terinfeksi sebagai episom. Infeksi laten inilah yang sering berlanjut
menjadi keganasan.3 Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa makanan yang
mengandung nitrosamin dan nitrit yang dikonsumsi semasa kecil mempunyai
resiko untuk terjadinya KNF pada umur dewasa.3
2.6. Klasifikasi Kanker Nasofaring
Klasifikasi gambaran histopatologi kanker nasofaring dibagi atas 3 tipe,
yaitu : 1
1.
2.
Cell Carcinoma).
Tipe 2 : Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe
3.
ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa.
Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada
tipe ini, sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya, batas
sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama,
dengan sel epitel besar dengan batas tak jelas dan nukleolus eosinofilik yang
mencolok. 5,7
Cara lain untuk menentukan stadium karsinoma nasofaring adalah dengan
kriteria
yang
ditetapkan
AJCC/UICC
(American
Joint
Committee
on
T4
paranasal
Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terlibatnya saraf
kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa
infratemporal/ruang mastikator
KGB Regional (N)
NX
KGB regional tidak dapat dinilai
N0
Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1
Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter
terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan atau
unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan
N2
10
dengan mudah.
Rinoskop posterior menggunakan scope
Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic
scope ( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke
11
d.
lidah kadang perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif4.
e.
Pencitraan
Computed tomography (CT) scan nasofaring
Makna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2)
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat; (3) secara
tepat menetapkan zona target terapi; merancang medan radiasi; (4)
memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan
tindak lanjut2,4.
Chest x-ray
Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray
dada mungkin dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke
paru2,4.
Magnetic resonance imaging (MRI) scan
MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat
serentak membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga
lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih
dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara
pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga
lebih bermanfaat2,4.
Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)
Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak
sebagian
radioaktivitas2,4.
f.
Biopsy nasofaring
12
kecil
sebagai
area
defek
Pemeriksaan histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma
kanker nasofaring4,9:
Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >= 1:80
Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin)
EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinu atau terus meningkat.
2.9.
Tatalaksana
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan
tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap
terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan)1,2,5.
a.
b.
c.
Stadium I
: Radioterapi.
Stadium II&III
: Kemoradiasi.
Stadium IV dengan N<6cm
: Kemoradiasi.
13
d.
Kemoterapi
dosis
penuh
dilanjutkan
kemoradiasi1.
a.
Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi
atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat
pertumbuhan sel kanker.
Co-60,
radiasi energi tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama
dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu
ditambah radioterapi stereotaktik2,5.
b.
Kemoterapi
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap
Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
Terapi paliatif
14
Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang tidak dapat
disembuhkan lagi.
Tujuan terapi paliatif adalah:
dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul
metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak.1,5
2.10
Komplikasi
Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas nyeri pada
tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati serta gangguan fungsi organ lain6,9.
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme,
fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus,
kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi
pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis.
Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.
Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang
menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari
mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan
perawatan gigi yang tepat9.
2.11
Prognosis
Prognosis
karsinoma
nasofaring
secara
umum
tergantung
pada
stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan
dan ras Cina daripada ras kulit putih9.
Gambaran dengan lymphadenomegali menyiratkan bahwa penyakit telah
meyebar luas keluar dari bagian primer. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
angka bertahan hidup 5 tahun setelah mendapatkan terapi radiasi adalah 85-95%
untuk KNF stadium I dan 70-80% untuk KNF stadium II. Stadium III dan stadium
IV yang cuma mendapat terapi radiasi, angka bertahan hidup 5 tahun berkisar
antara 24-80%. Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena metastasis
jauh yang dapat ditemukan di tulang, paru, dan hati8.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
:Tn. R
:18 tahun
Pekerjaan
Suku
:Minang
No. MR
:85.68.32
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Bicara pelo sejak 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit
Keluhan tambahan : Riwayat penyakit sekarang :
Bicara pelo sejak 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
berbicara tidak jelas saat diajak berkomunikasi. Lidah pasien miring ke
kiri sejak 2 bulan yang lalu.
16
Hidung kiri tersumbat sejak 6 bulan SMRS. Keluar darah dari hidung
disangkal pasien.
Pusing berputar sejak 3 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien merasa nyeri
kepala, hilang timbul namun semakin memberat.
Telinga kiri berdenging dan terasa penuh sejak 2 bulan yang lalu, nyeri
pada telinga tidak ada.
Pasien memiliki riwayat merokok sejak 3 tahun yang lalu, 5 batang per
hari.
Riwayat merokok sejak 3 tahun yang lalu, sebanyak 5 batang per hari.
1. Pemeriksaan Fisik
17
Status generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu
:Sakit sedang
:Komposmentis kooperatif
:110/70
:80x/menit
:18x/menit
:370C
Kepala
Mata
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Daun Telinga
Kelainan kongenital
Trauma
Radang
Kelainan metabolik
Nyeri tarik
Hiperemis
Edema
Massa
Bau
Warna
kekuningan
kekuningan
Jumlah
sedikit
sedikit
Jenis
serumen
Serumen
Liang
dinding telinga
Sekret/serumen
Membran timpani
18
Utuh
Warna
suram
suram
Refleks cahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Jumlah perforasi
Jenis
Kuadran
Pinggir
Gambar membrane timpani
Mastoid
Tanda radang
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Rinne
+/-
Schwabach
Weber
Kesimpulan
Audiometri
Tuli konduktif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Timpanometri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Perforasi
Hidung
Pemeriksaan
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Hidung Luar
Deformitas
Kelainan congenital
Trauma
Radang
Massa
19
Sinus Paranasal
Nyeri tekan
Vestibulum
Vibrise
tertutup tampon
tertutup tampon
Cavum nasi
Radang
Cukup lapang (N)
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Sempit
tertutup tampon
tertutup tampon
Lapang
Lokasi
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Jenis
tertutup tampon
tertutup tampon
Jumlah
tertutup tampon
tertutup tampon
Bau
Ukuran
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Warna
tertutup tampon
tertutup tampon
Permukaan
tertutup tampon
tertutup tampon
Edema
Ukuran
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Warna
tertutup tampon
tertutup tampon
Permukaan
tertutup tampon
tertutup tampon
Edema
Cukup lurus/deviasi
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Permukaan
tertutup tampon
tertutup tampon
Warna
tertutup tampon
tertutup tampon
Spina
tertutup tampon
tertutup tampon
Krista
tertutup tampon
tertutup tampon
Abses
tertutup tampon
tertutup tampon
Perforasi
Ada/tidak
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
tertutup tampon
Rinoskopi anterior
Sekret
Konka inferior
Konka medial
Septum
Massa
20
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Koana
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Sempit
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Lapang
Warna
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Edema
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Jaringan granulasi
Ukuran
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Warna
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Permukaan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Edema
Ada/tidak
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Edema mukosa
Lokasi
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Ukuran
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Bentuk
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Permukaan
Ada/tidak
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
sulit dilakukan
Dekstra
Sinistra
Mukosa
Konka inferior
Adenoid
Muara
eustachius
Massa
Kelainan
Trismus
21
Uvula
Palatum
dan
Edema
Bifida
mole Simetris/tidak
tidak simetris
Arkus Warna
merah muda
Faring
Dinding faring
Bercak/eksudat
Warna
Tonsil
Permukaan
Ukuran
T1
T1
Warna
Merah muda
Merah muda
Permukaan
Licin
Licin
Muara kripti
tidak terlihat
tidak terlihat
Detritus
Eksudat
Warna
Merah muda
Merah muda
Edema
Abses
Lokasi
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Bentuk
tidak terlihat
tidak terlihat
Ukuran
tidak terlihat
tidak terlihat
Permukaan
tidak terlihat
tidak terlihat
Gigi
Konsistensi
Karies/radiks
tidak terlihat
-
tidak terlihat
-
Lidah
Kesan
Warna
Bentuk
tidak simetris
Deviasi
Peritonsil
Tumor
merah muda
licin
Massa
Gambar orofaring/mulut
Laringoskopi indirek
Epiglotis
Sulit dinilai
22
Sulit dinilai
Aritenoid
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Ventrikular band
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Plika vokalis
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sinus piriformis
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Valekulae
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Inspeksi
Palpasi
3.4 Resume
3.4.1 Anamnesis
Bicara pelo sejak 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
berbicara tidak jelas saat diajak berkomunikasi. Lidah pasien miring ke
kiri sejak 2 bulan yang lalu.
Pusing berputar sejak 3 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien merasa nyeri
kepala, hilang timbul namun semakin memberat.
Telinga kiri berdenging dan terasa penuh sejak 2 bulan yang lalu, nyeri
pada telinga tidak ada.
Pasien memiliki riwayat merokok sejak 3 tahun yang lalu, 5 batang per
hari.
23
24
BAB IV
DISKUSI
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah jenis karsinoma yang berasal dari
epitel atau mukosa dan kripta yang melapisi permukaan nasofaring. Keganasan ini
sering disebut sebagai kanker tenggorok. Di Indonesia, KNF adalah kanker
terbanyak kelima, sekitar 5,78% dari seluruh kanker dengan insidens 6,2/100.000
populasi per tahun. KNF dalam beberapa dekade terakhir telah menarik perhatian
dunia karena interaksi kompleks atara genetik, virus, faktor lingkungan, dan
makanan, yang boleh jadi berhubungan dengan etiologi penyakit ini.
Dari anamnesis didapatkan keluhan bicara pelo pada pasien sejak 6 bulan
yang lalu dan disertai dengan berbagai gejala lainnya yang menyertai seperti
hidung kiri tersumbat sejak 6 bulan yang lalu, pusing berputar sejak 3 bulan yang
lalu, telinga kiri berdenging dan terasa penuh sejak 2 bulan yang lalu, penglihatan
ganda sejak 2 bulan yang lalu, pipi kiri terasa kaku sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat merokok sejak 3 tahun yang lalu, 5 batang per hari, riwayat
mengkonsumsi mie instan 1 bungkus setiap hari. Pasien memiliki riwayat pernah
bekerja di tempat pembuatan batu bata, penurunan berat badan dalam 3 bulan
terakhir, saat ini BB pasien 38 kg dibandingkan sebelumnya 45 kg.
Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan gambaran membran timpani
yang suram, tes penala yang dilakukan Rinne negatif pada telinga kiri, Schwabach
memanjang di telinga kiri, dan Weber lateralisasi ke telinga kiri sehingga
didapatkan kesan tuli konduktif. Pemeriksaan hidung tidak dapat dilakukan karena
tertutup tampon. Pada pemeriksaan mulut dan orofaring didapatkan trismus dan
arkus faring dan palatum mole yang tidak simetris. Pemeriksaan rinoskopi
posterior dan laringoskopi indirek sulit dilakukan pada pasien ini.
Penatalaksanaan pada pasien karsinoma nasofaring adalah dengan
melakukan kemoradiasi karena pada pemeriksaan fisik didapatkan kemungkinan
25
pasien tersebut didiagnosa dengan suspek karsinoma nasofaring grade III. Namun
pada pasien ini belum dilakukan terapi tersebut. Prognosis pada pasien ini curiga
ke arah yang buruk karena pada pasien ini sudah terjadi gejala saraf dan mata
sehingga sudah dicurigai pada pasien ini telah terjadi penyebaran hingga ke
foramen di basis kranii.
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Berlin Heidelberg.p1261-4
Brennan, Bernadette. Nasopharyngeal Carcinoma. Manchester. BioMed
Central Ltd. 2006. Available from http://www.ojrd.com/content/1/1/23.
27