Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1

Identifikasi

Nama
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
Alamat

: Karhanudin bin Ibrahim


: Laki-laki
: 48 tahun
: Petani
: Desa pius dusun II, kelurahan : pius, kecamatan : kisam

Status Perkawinan
MRS
No Reg/RM

ilir, kabupaten ogan komering ulu selatan


: Sudah Menikah
: 5 Januari 2015
: RI 15000283/838112

1.2

Anamnesis (Autoanamnesis, 10 Januari 2015)

Keluhan Utama
: Nyeri pinggang sebelah kanan dan kiri
Keluhan Tambahan
: (-)
Riwayat Perjalanan Penyakit
:
Pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kanan dan kiri. Nyeri pinggang
sebelah kanan terasa semakin berat sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas. Nyeri
dirasakan menjalar hingga ke perut bagian depan dan terkadang ke perut bagian
bawah sampai ke tungkai. BAK seperti biasa. Warna urin jernih, tidak terdapat
nyeri saat buang air kecil. Tidak terdapat demam, mual, muntah.
5 bulan SMRS pasien merasakan nyeri pinggang sebelah kanan dan kiri,
Nyeri pada pinggang dirasakan hilang timbul, nyeri pinggang sebelah kanan
dirasakan bertambah parah, nyeri dirasakan menjalar hingga ke perut bagian
depan dan terkadang ke perut bagian bawah sampai ke tungkai, nyeri saat BAK (-)
sering BAK (-), warna BAK biasa, keluar batu saat BAK (-), BAK berdarah (+) 1
bulan yang lalu terasa ada sisa saat BAK (-), demam disangkal, mual muntah (-),
riwayat trauma di daerah pinggang disangkal, riwayat sering mengangkat benda
berat disangkal. Pasien berobat rawat jalan 2 bulan di RSMH Palembang dan

sudah pernah dilakukan operasi ESWL pada pinggang sebelah kiri namun batu
pada ginjal kiri tidak pecah..
Riwayat Penyakit Dahulu

: Asma (+)

Riwayat Operasi

: Operasi ESWL (+) 2 bulan yang lalu

Riwayat Keluarga

: Ayah hipertensi (+), riwayat DM dan sakit


ginjal disangkal
: (-)

Riwayat Alergi
1.3

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Kesadaran
Keadaan Umum
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Nafas
Temperatur
Berat Badan
Tinggi Badan
Kepala
Leher
Thoraks

: Compos Mentis
: Baik
: 130/80 mmHg
: 76x/menit
: 18x/menit
: 36,60C
: 60 kg
: 165 cm
: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
: Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O
:

Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba
: dalam batas normal
: HR: 76x/m, Bunyi jantung I-II

normal, murmur (-), gallop (-)


Pulmo
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stemfremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)

Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

: datar, tidak ada benjolan


: lemas, nyeri tekan pada kuadran kanan

atas, ballottement kiri/kanan (-/-), Murphy sign (-)


Perkusi
: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal.

Lumbal dan Genitalia : Lihat status lokalis


Ekstremitas superior : Tidak ada kelainan
Ekstremitas inferior : Tidak ada kelainan
Status Lokalis
Regio Costovertebrae Angle
Inspeksi
: Bulging dextra (-), sinistra (-)
Palpasi
: Nyeri ketok dextra (+) sinistra (-)
Regio Suprapubik
Inspeksi
: Bulging (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi
: Bloody discharge (-)
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (5 Januari 2015)

Hematologi
Hb 15,1 g/dl
Eritrosit 5,01x106mm3
Leukosit 8,7x103mm3
Hematokrit 44%
Platelet 270x103/L
Diff.Count 0/2/0/42/48/8

Faal Hemostasis
CT 12 menit
BT 3 menit
Kimia Klinik
Na 144 mEq/L
K 2,5 mEq/L
Ureum 26 mg/dl
Kreatinin 1,21 mg/dll
GDS 93 mg/dl

Urinalisis
Sedimen urine
Epitel +
Leukosit 3-5
Eritrosit 40-50
Silinder
Kristal
Bakteri
Mucus
Jamur

Radiologis

BNO-

IVP

Gambar 1. BNO di RSUP Mohammad Hoesin Palembang (18 September


2014)
Kesan:
BNO di RSUP Mohammad Hoesin Palembang (18 September 2014)
Tampak batu opaque setinggi LIII sinistra

Gambar 2. IVP di RSUP Mohammad Hoesin


Palembang (18 September 2014)
IVP
Fungsi sekresi dan ekskresi renal kanan tampak
melebar, kaliks renal kanan tampak melebar grade II.
Ureter kanan tampak melebar setinggi LV.
Fungsi sekresi dan ekskresi renal kiri baik, tampak
posisi batu pada pool bawah renal kiri, tak ada tanda-

tanda bendungan pada kaliks dan ureter, buli-buli baik, tidak ada
additional shadow.
Kesan
Hidronefrosis dextra grade II
Hidroureter dextra setinggi L-V (causa partial obstruksi pada ureter kanan
setinggi L-V)
Fungsi renal kiri normal
Batu pada pool bawah renal kiri

Gambar 3. BNO

di RSUP

Mohammad

Hoesin Palembang

(4 November

2014) post operasi


ESWL

Kesan
Batu radioopak di setinggi vertebra L-II kanan kemungkinan di UPJ kanan

dan L-III kiri kemungkinan di calyx pole bawah ginjal kiri.


USG TUG

Gambar 1. USG-TUG di RSUP Mohammad Hoesin Palembang (29 Agustus


2014)
Ginjal Kanan
Tampak batu di pool bawah 2 cm dan di pyelum ginjal kanan 2,5 cm, kalik
melebar grade II
Ginjal Kiri
6

Terdapat batu di pole bawah berdiameter 1,5 cm, tidak ada pelebaran kalik
Kesan:

hidronefrosis dextra grade II disertai batu di pyelum ginjal kanan dan di pole
bawah ginjal kanan. Tampak batu diameter 1,5 cm di pole bawah ginjal kiri, tidak
ada hidronefrosis. Organ abdomen lainnya normal.

Gambar 2. USG-TUG di RSUP Mohammad Hoesin Palembang (1 November


2014) post operasi ESWL
Ginjal Kanan
Tampak batu di pole tengah ginjal kanan dengan diameter 2,2 cm + hidronefrosis
grade II
Ginjal Kiri
Tampak batu di pole bawah ginjal kiri dengan diameter 1,5 cm, tidak ada
hidronefrosis.
1.4 Diagnosis kerja
Nefrolitiasis bilateral dan hidronefrosis dextra grade II
1.5 Penatalaksanaan
Nefrolitotomi dekstra

1.6 Prognosis
- Quo ad vitam
- Quo ad fungsionam

:dubia ad bonam
:dubia ad bonam

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1
Anatomi
Ginjal

Gambar 2.1 Ginjal, parenkim dan pelvis ginjal terpapar (Netter, 2003 hal. 334)
Ginjal terselubungi oleh suatu lapis jaringan fibrosa yang disebut
hilum yang tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi
ginjal dengan sangat ketat, tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah
lapisan tersebut maka dapat terlihat ginjal dengan permukaannya yang
halus dan berwarna merah tua. Di tengah-tengah ginjal terdapat rongga
yang disebut sinus; rongga tersebut juga terlapisi oleh hilum (Gray, 1995).
Segala benda seperti pembuluh darah dan duktus ekskretorik akan
memasuki ginjal melalui fisura tersebut. Duktus ekskretorik ginjal, ureter
setelah masuk ke dalam ginjal akan melebar seperti sebuah kerucut,
struktur ini dinamakan pelvis. Pelvis akan bercabang menjadi dua atau tiga
percabangan yang akan memisah lagi yang disebut dengan calices atau

infundibula; semua struktur tersebut berada di dalam rongga ginjal (Gray,


1995).
Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular,
dan mudah terlaserasi. Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid
dimana arteri dan nervus masuk, dan dimana vena dan kelenjar limfe
keluar dari ginjal disebut cortical coloumn atau columna Bertini;
sementara porsi yang menghubungkan antara satu cortical coloumn
dengan yang lainnya disebut cortical arch dengan kedalaman yang
bervariasi dari 0,8-1,3 cm (Gray, 1995).
Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya,
berwarna merah, striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut,
pyramids of Malpighi; jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada
pembentukan lobus organ pada masa embrional (Gray, 1995).
Tubuli uriniferi yang membentuk sebagian besar dari ginjal mulai
dari korteks ginjal, lalu membentuk suatu sirkuit melalui korteks dan
medulla, dan akhirnya berakhir di apeks Malpighian pyramids dimana
cairan yang berada di dalam tubulus tersebut mengalir ke kaliks yang
berada di dalam sinus ginjal. Bila permukaan dari salah satu papila
diamati, maka dapat terlihat bahwa permukaan papila tersebut bertaburkan
dengan depresi-depresi yang berjumlah 16-20, dan bila sediaan ginjal yang
segar diberi tekanan maka dapat terlihat cairan yang terpancarkan dari
depresi-depresi tersebut. Depresi-depresi tersebut bermula di korteks
sebagai Malphigian bodies, Badan-badan tersebut hanya terdapat pada
bagian korteks ginjal. Setiap badan tersebut terbagi atas dua bagian: suatu
gumpalan pembuluh darah, Malphigian tuft; dan suatu membran
pembungkus, Malphigian capsule, atau capsule of Bowman (Gray, 1995).
Tubuli uriniferi yang bermula pada Malphigian bodies dalam
perjalanannya melewati korteks dan medulla dari ginjal. Setelah melewati
Malphigian capsule akan ada suatu penyempitan yang disebut neck atau
leher dari tubulus tersebut. Setelah itu maka tubulus akan berbelit pada
bagian

korteks

membentuk

proximal

convoluted

tubule.

Dalam

perjalanannya ke daerah medulla tubulus membentuk suatu spiral yang

10

disebut spiral tube of Schachowa. Pada daerah medulla, tubulus tiba-tiba


mengecil dan melandai ke dalam piramid dengan kedalaman yang
bervariasi membentuk descending limb of Henles loop; lalu tubulus akan
melengkung naik (loop of Henle), membesar membentuk ascending limb
of Henles loop dan kembali memasuki ke korteks. Ascending limb of
Henle lalu membentuk distal convoluted tubule yang menyerupai proximal
convoluted tubule; ini akan berakhir dengan suatu lengkungan yang
memasuki collecting tube (Gray, 1995).
2.2
Fisiologi Ginjal
2.2.1 Proses PembentukanUrin
Proses filtrasi di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, lalu diteruskan
ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.
Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan
pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat
bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif)
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Roehrborn, 2009).

2.2.2 Proses Mikturisi


Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke-2.

11

b. Adanya

refleks

saraf

(disebut

refleks

mikturisi)

yang

akan

mengosongkan kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan
spinal cord (tulang belakang). Sebagian besar pengosongan diluar
kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari latih. Sistem saraf
simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter
interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi.
Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor
berkontriksi,

sebaliknya

spinchter

relaksasi

terjadi

mikturisi

(Roehrborn, 2009).
2.3
2.3.1

Batu Ginjal
Definisi
Batu perkemihan dapat timbul dari berbagai tingkat dari system
perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih). tetapi yang paling sering
ditemukan adalah di dalam ginjal (Barbara, 1996).
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat
satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces ginjal. Nefrolitiasis adalah
adanya timbunan zat padat yang membatu pada ginjal, mengandung
komponen kristal, dan matriks organik (Soeparman, 2001).

2.3.2

Etiologi dan Faktor Risiko


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

12

3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1.

Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.

2.

Iklim dan temperatur

3.

Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4.

Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.

5.

Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. (Purnomo, 2007).

2.3.3

Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah

sesuai

dengan

perkembangan

kehidupan

suatu

bangsa.

Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai


negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang
terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di
kalangan anak.

13

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih


relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang
dewasa. Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1.
Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA
sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.
2.3.4

Klasifikasi Batu Ginjal


Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran
kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk
mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam
urat oksalat, dan sistin.
a.

Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK
yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadangkadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk
campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium
fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu
tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di
dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium
terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:

Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna


cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi
pada air kemih

Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite


(dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur
daripada whewellite.

b.

Batu asam urat


Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya
14

oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi


protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK,
karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat
sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga
membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe
batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan
berhasil dengan terapi kemolisis.
c.

Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)


Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter
yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman
yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella,

Serratia,

Enterobakter,

Pseudomonas,

dan

Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK.


Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air
kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan
menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d.

Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai
dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin,
arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi
saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam.
Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat
juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya
atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan

15

pengobatan

seumur

hidup,

diet

mungkin

menyebabkan

pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan


protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air
kemih.
2.3.5

Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri
harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun
berkurangnya nyeri. Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada
posisi, letak, ukuran batu. Keluhan paling sering adalah nyeri pinggang.
Nyeri bisa kolik atau bukan kolik. riwayat muntah, gross hematuria, dan
riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu
sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.
Pemeriksaan Fisik

Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, pada didapatkan nyeri


ketok pada daerah kostovertebra (CVA), dapat disertai takikardi,
berkeringat, dan nausea.

Teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

Terlihat tanda gagal ginjal dan retensi urin, jika disertai infeksi
didapatkan demam dan menggigil.

Selain itu, dapat pula dilakukan pengkajian :


a. Aktivitas istirahat Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana
pasien terpajang pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan
aktivitas/immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal
jantung). Kulit hangat dan kemerahan, pucat.

16

c. Eliminasi Gejala : riwayat adanya ISK kronis, obstruksi


sebelumnya (kalkulus), penurunan keluaran urine, kandung kemih
penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare. Tanda : oliguria,
hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih
d. Makanan/cairan Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet
tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat, ketidakcukupan
pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup. Tanda : distensi
abdominal, penurunan atau tak adanya bising usus, dan muntah.

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada kasus batu ginjal
adalah adalah foto polos abdomen, USG abdomen, CT-scan. Dari
pemeriksaan radiologi dapat menentukan jenis batu, letak batu,
ukuran, dan keadaan anatomi traktus urinarius. Secara radiologi, batu
dapat berupa radio-opak dan radio-lusen.
a. Foto Polos Abdomen

Foto

polos

abdomen

ini

bertujuan

untuk

melihat

kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu jenis


kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling
sering dijumpai di antara batu jenis lain. Batu Magnesium
Ammoniak Phospat (MAP) memberikan gambaran semi-opak.
Sedangkan batu asam urat, batu matriks dan indinivar bersifat
radio-lusen.
b. Intravenous Pyelograph

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan antomi dan


fungsi ginjal, selain itu IVP juga dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh
foto polos abdomen. (Purnomo, 2007)

17

Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup


untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah.
Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan
tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto
polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP).
Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu
berada Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung
batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul.
Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi retrograd. (Sudoyo,
2006)
c. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani


pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap
bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang
sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli yang ditunjukkan dengan echoic shadow,
hidronefrosis dengan gambaran dilatasi pelvis dan kaliks ginjal,
pionefrosis, atau pengerutan ginjal. USG dapat mendeteksi adanya
batu dan dilatasi sistem kollektivus.(Sudoyo, 2006)
Visualisasi hidronefrosis yaitu: derajat 1, dilatasi pelvis
renalis tanpa dilatasi kaliks, kaliks berbentuk blunting, alias
tumpul. Derajat 2, kaliks berbentuk flattening, mendatar, derajat 3,
dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor, kaliks minor, tanpa adanya
penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
Derajat 4, ada penipisan korteks ginjal dan kaliks berbentuk
balloonong, alias menggembung.1 Keterbatasan pemeriksaan ini
adalah kesulitan menunjukkan batu ureter dan tidak dapat
membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen. (Sudoyo, 2006)
d. CT Scan

Hidronefrosis

18

Penyebab hidronefrosis adalah obstruksi kronis pada


saluran kemih pada traktus urinarius sehingga menyebabkan
penimbbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter.
(Malueka, 2011)
Gambaran CT-Scan pada hisronefrosis adalah hidronefrosis yang
dini memberikan gambaran flattening, yaitu kaliks-kaliks yang
mendatar. Perubahan ini reversibel. Pada stadium lanjut akan
memeperlihatkan kaliks-kaliks yang berbentuk tongkat atau
menonjol (clubbing). (Purnomo, 2007). Pada tingkat yang lebih
parah lagi akan terjadi destruksi parenkim ginjal dan pembesaran
sistem saluran kemih. (Schaefer,2001)
Pielonefritis
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang
terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. (Purnomo, 2007)
Pielonefritis akut, CT-scan tanpa kontas menunjukkan gambaran
ginjal yang membengkak dan menebal yang mnekan kalik dan
pelvis renalis.CT-Scan dengan kontras menunjukkan gambaran
ginjal yang membesar dan bergaris-garis. (Scaefer, 2011)
Pielonefritis kronis, CT menunjukkan ginjal kanan yang telah
mengecil, menipisnya parenkim ginjal, perubahan bentuk kalik,
multipel skar dan kalsifikasi. (Sjahriar, 2009)

Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi,

dan sediment. Bertujuan menunjukkan adanya leukosituria,


hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
b. Urine kultur meliputi: mikroorganisme adanya pertumbuhan

kuman pemecah urea, sensitivity test


c. Pemeriksaan darah lengkap, leuco, diff, LED,
d. Pemeriksaan kadar serum elektrolit, ureum, kreatinin, penting

untuk menilai fungsi ginjal, untuk mempersiapkan pasien


menjalani pemeriksaan foto IVU dan asam urat, Parathyroid
19

Hormone (PTH), dan fosfat sebagai faktor penyebab timbulnya


batu saluran kemih (antara lain: kalsium, oksalat, fosfat, maupun
asaam urat di dalma darah atau di dalam urin)1 serta untuk
menilai risiko pembentukan batu berulang.
2.3.5

Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks
seperti pus darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu
ginjal bervariasi, kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat,
asam urin dan cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake
yang rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi
saluran kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk
pembentukan batu. Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan
kebasaan urin oleh produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium
dan magnesium pospat (Long. 1996 : 323)
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
1.

Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal
mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap
menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi
batu.

2.

Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein,
10% heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks
menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.

3.

Teori kurang inhibitor


Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat
pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan

20

penghambatan pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini


maka akan mudah terjadi pengendapan.
4.

Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersamasama, salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan
pembentuk pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt
yanga berlebihan dalam urin akan mendukung pembentukan batu
kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.

5.

Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.

2.3.6 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa: (1) Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan
diusahakan produksi urin sebanyak 2-3 liter per hari, (2) Diet untuk mengurangi
kadar zat komponen pembentuk batu, (3) Aktivitas harian yang cukup, dan (4)
Pemberian medikamentosa
Pemberian Medikamentosa
Jenis

Faktor

Penyebab Jenis Obat/Tindakan

Batu
Timbulnya Batu
Kalsium Hiperkalsiuri absorbtif Natrium selulosa fosfat
Thiazide
Orthofosfat

Mekanisme

Kerja

Obat
Mengikat Ca dalam
usus (absorbsi)
Reabsorpsi Ca di

Hiperkalsiuri renal

Thiazide

tubulus
sintesa vitamin D
urine inhibitor
Reabsorpsi Ca di

Hiperkalsiuri resorptif

Paratiroidektomi

tubulus
Reabsorpsi

Potasium sitrat
Magnesium sitrat
Allopurinol

dari tulang
pH sitrat
mg Urine
urat

Hipositraturi
Hipomagnesiuri
Hiperurikosuri

Ca

21

Hiperoksaluria
MAP

Urat

Infeksi

Dehidrasi
(pH urine )
Hiperurikosuri

Potassium alkali
Allopurinol
Pyridoxin
Kalsium suplemen
Antibiotika
AHA
(amino

pH
urat
Eradikasi infeksi
Urease inhibitor

hydroxamic acid)
Hidrasi cukup
pH
Potassium Alkali (Nat urat
Bik)
Allopurinol

2.3.7 Penatalaksanaan
Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil
karena sesuatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan
hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi
saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan
dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi. Atau
pembedahan terbuka .
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukuranya kurang
dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diabetikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal,atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih.

22

Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkanya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Beberapa tindakan
endourologi itu adalah :
1.
PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal
dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.
2.
Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
3.
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter
atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu , batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntutan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
4.
Ekstraksi Dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia.
2.3.8 Prognosis
Prognosis tergantung pada besar batu, letak batu, adanya infeksi,
dan adanya obstruksi. (Purnomo, 2007)

23

2.4 Hidronefrosis
2.4.1 Definisi
Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat
akumulasi urin di saluran kemih bagian atas. Hal ini biasanya disebabkan
adanya penyumbatan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.
2.4.2

Grading

Hidronefrosis grade I: dilatasi pelvis ginjal tanpa dilatasi kalises. Refleks


menonjol dari sinus ginjal tanpa tanda-tanda atrofi parenkim.
Hidronefrosis grade II: dilatasi pelvis ginjal dan kalises. Refleks sinus
dilemahkan. Tidak ada tanda-tanda atrofi parenkim.
Hidronefrosis kelas III: Hilang atau marjinal refleks sinus. Tanda minor
atrofi organ ini (papila datar dan forniks tumpul).
Hidronefrosis kelas IV: dilatasi besar pelvis ginjal dan kalises. Batas antara
pelvis ginjal dan calyces hilang. Tanda-tanda signifikan atrofi ginjal
(parenkim tipis).
BAB III
Analisis Kasus
Dari kasus di atas, Karhanudin bin Ibrahim usia 48 tahun tinggal di
Desa pius dusun II, kelurahan pius, kecamatan kisam ilir, kabupaten ogan
24

komering ulu selatan datang ke RSMH dengan keluhan nyeri pinggang


sebelah kanan dan kiri yang menjalar hingga ke perut bagian depan dan
terkadang ke perut bagian bawah sampai ke tungkai dan hilang timbul.
Dari anamnesa didapatkan bahwa keluhan berupa nyeri pinggang sebelah
kanan dan kiri sudah ada sejak 5 bulan yang lalu. Namun nyeri terasa
semakin berat dan terus menerus sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Ada beberapa organ yang dapat menyebabkan nyeri pinggang
sebelah kanan, seperti otot, vertebrae, nervus (hernia nucleus pulposus),
ginjal, ureter, selanjutnya pasien menambahkan nyeri juga dirasakan pada
perut kanan, organ-organ yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri perut
bagian kanan adalah hepar, vesica billiaris, duodenum, dan kolon. Nyeri
pada pinggang atau kolik (flank pain) pada daerah pinggang dapat
disebabkan oleh bermacam hal seperti batu ginjal, distensi usus, kolik
kantung empedu, atau appendisitis. Selain itu berdasarkan usia dan jenis
kelamin pasien pikirkan pula kemungkinan adneksitis juga. Ditemukan
pula urin jernih, tidak ditemukan darah. Tidak terdapat nyeri saat buang air
kecil. Maka tidak terdapat keganasan. Buang air besar biasa. Tidak
terdapat demam, mual, dan muntah.
Kemudian pada riwayat penyakit dahulu, terdapat riwayat
hipertensi. Riwayat kencing manis disangkal. Ayah pasien juga memiliki
riwayat hipertensi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan
vital sign dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak
ikterik. Pada inspeksi regio CVA dan regio supra pubik didapatkan dalam
keadaan normal, regio genitalia externa tidak ditemukan bloody discharge.
Pada pemeriksaan nyeri ketok CVA dextra positif. Pada pemeriksaan fisik
di ginjal kanan,tidak terdapat bulging, Murphy sign negative, ballottement
negatif,. Pada pemeriksaan lokalis terdapat nyeri tekan dan nyeri ketuk
pada region CVA dekstra memperkuat bahwa sumber rasa nyeri berasal
dari ginjal atau ureter.

25

Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan


penurunan kadar hemoglobin hematokrit dan eritrosit. Hal ini disebabkan
oleh adanya kekurangan hormon yang menstimulasi pembentukan
hemoglobin yaitu eritropoietin. Deplesi eritropoetin ini menunjukkan
adanya gangguan pada ginjal. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit
didapatkan penurunan neutrofil batang. Pada pemeriksaan elektrolit
ditemukan penurunan kadar kalium. Ginjal berperan dalam homeostasis
tubuh, termasuk salah satunya mempertahankan kadar elektrolit tubuh
seperti kalium. Saat terjadi gangguan pada ginjal (renal dysfunction) maka
keseimbangan ini dapat terganggu.
Dari pemeriksaan penunjang berupa USG Tractus Urogenitalia
didapatkan bahwa ginjal kiri terdapat batu di pole bawah berdiameter 1,5
cm, tidak ada pelebaran kalik. Sedangkan pada ginjal kanan tampak batu
di pool bawah 2 cm dan di pyelum ginjal kanan 2,5 cm, kalik melebar
grade II. Sehingga dapat dipastikan penyebab keluhan dari pasien
disebabkan batu pada ginjal. Untuk mengetahui fungsi ginjal dan ukuran
batu,

dilakukan

BNO

IVP. Didapatkan

hasil

berupa

gambaran

Hidronefrosis dextra grade II, Hidroureter dextra setinggi L-V (causa


partial obstruksi pada ureter kanan setinggi L-V), Fungsi renal kiri normal,
Batu pada pool bawah renal kiri. Batu radioopak di setinggi vertebra L-II
kanan kemungkinan di UPJ kanan dan L-III kiri kemungkinan di calyx
pole bawah ginjal kiri.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosa dengan nefrolitiasis bilateral dan hidronefrosis
dextra grade II.
Prognosis pada pasien ini secara vitam dubia ad bonam dan
fungsionam juga dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
Roehrborn, Claus. 2009. Contemporary Diagnosis and Management of Benign
Prostatic Hyperplasia. Handbooks in Health Care : Pennsylvania

26

Gray, Henry. 1995. Gray's Anatomy: The Anatomical Basis of Medicine and
Surgery. Churchill Livingstone : London
Kelly, Christopher R., dan Jaime Landman. 2003. The Netter Collection of
Medical Illustrations - Urinary System. Elsevier : London
Malueka, RG. 2011. Hidronefrosis dalam Radiologi Diagnostik. Cetakan Ketiga.
Yogyakarta:Pustaka Cendekia Press.
Sjahriar, Rasad. 2009. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Cetakan keempat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Purnomo, Basuki B. 2007. Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi.
Yogyakarta: Sagung Seto.
Sudoyo, AW. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Batu kandung kemih. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses
keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran.

27

Anda mungkin juga menyukai