Anda di halaman 1dari 97

ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI

CITRA LEONATARIS
A14070023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
CITRA LEONATARIS. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan
Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi. Dibimbing oleh SANTUN R.P.
SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU.
Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.
Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas
kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup
tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan
penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pola perubahan penggunaan
lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010, (2) mengidentifikasi dan
membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan alokasi ruang menurut RTRW
Kota Bekasi periode 2000-2010, (3) mengkaji tingkat perkembangan wilayah
Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, serta (4) mengetahui faktor-faktor perubahan
penggunaan lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial pada citra
untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan
penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan
wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi,
kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui
penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh
RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi.
Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010
mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas
pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur
dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi
eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan
inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha
dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari luas pada
RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang dialokasikan sebagai
taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian.
Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan yang
memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006 meningkat
dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota
Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi
RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003,
luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke kota atau
kabupaten lain, alokasi RTRW untuk taman/hutan kota, pertambahan fasilitas
pendidikan, pertambahan fasilitas kesehatan, pertambahan fasilitas sosial, jarak
menuju pusat fasilitas sosial, jarak menuju kecamatan, jarak menuju pusat fasilitas
ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.

SUMMARY
CITRA LEONATARIS. An Analysis of Land Use Change Pattern and Regional
Development in Bekasi City. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and
DYAH RETNO PANUJU.
Development is necessary for human life. As a region is developed, the
population along with standard of quality and quantity of life are also increasing.
The influence of those increasings are lifting up facilities availability requiered.
To fulfill the needs of development, land use change will be taken place.
The objectives of the study are: (1) to observe changing pattern of land use
of Bekasi city in 2003 and 2010, (2) to identify land use inconsistencies based on
allocation space of Regional Spatial Plan (RTRW) period of 2000-2010, (3) to
identify regional development of Bekasi city in 2003 and 2006, and (4) to
determine the factors influence of land use change. Methods used include spatial,
inconcistency, skalogram, and multiple regression analyses. Spatial analysis is
used on the image to determine land use classification and calculate the hectarage
of land use change, skalogram analysis to determine the level of regional
development by using variables including number of educational, economic,
health, and social facilities. Inconsistency analysis was to determine deviations of
land use by spatial, and multiple regression analysis was to determine the factors
influencing land use change in Bekasi City.
Built up area of Bekasi in 2003-2010 had increased significantly. It
correlated to development of education facilities, industrial area, disordered and
ordered settlements from 10.187,71 ha (47.5%) became 12.061 ha (55.83%).
Inconsistence of allocation and empirical land use of Bekasi was 301,35 ha in
2003 increased to 377,41 ha in 2010. Greatest proportion of inconsistence of
empirical land uses compare to Regional Spatial Plan in 2003 and 2010 occurred
on allocation for garden city became built up area, open space, and agricultural
land. Level of Regional development in 2003 was dominated by villages with 3rd
hierarchy (48% ), and in 2006 by 2nd hierarchy (46%).
Factors that significantly influencing land use change in Bekasi were
allocation for built up area, allocation for agriculture, hectarage paddy field in
2003, hectarage mixed garden in 2003, hectarage of dryland agriculture in 2003,
hectarage of open space in 2003, distance to another town or suburban, allocation
for park/forest city, number of additional of educational facilities, health facilities,
social facilities, distance to the center of social facilities, distance to the civic,
distance to the center of economic facilities and population growth.

ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN


PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI

CITRA LEONATARIS
A14070023

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul Skripsi

: Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan


Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi

Nama Mahasiswa : Citra Leonataris


Nomor Pokok

: A14070023

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus


NIP. 19490721 197302 1 001

Dyah Retno Panuju,SP. MSi


NIP. 19710412 199702 2005

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.


NIP. 1962113 198703 1003

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Citra Leonataris ini
dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 1 Agustus
1989, sebagai putri pertama dari pasangan Sandi
Endang Nata dan Eko Ristuti. Penulis mengawali
pendidikan formal di TK Pertiwi Narogong Bekasi
Timur, SD Islam An-Nur Narogong pada tahun 1995,
kemudian pada tahun 2000 pindah di SD Negeri 101 Muara Bungo dan
menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
diterima di SLTP Negeri 1 Muara Bungo hingga lulus pada tahun 2004, dan pada
tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara Bungo. Pada tahun yang
sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi pengurus pada
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) mulai tahun 2008 hingga 2010 sebagai
staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan staf divisi Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun yang sama penulis juga tergabung ke
dalam Biro Lingkungan Hidup Azimuth dan aktif di Organisasi Mahasiswa
Daerah HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Jambi). Penulis juga aktif didalam
berbagai kepanitiaan antara lain Kejuaraan Tenis Meja Nasional Bogor City
Series V IPB sebagai bendahara umum, Seminar Nasional HMIT Soil, Disaster,
and Remote Sensing dan Soilidarity 2010.
Dalam kegiatan akademik, penulis berkesempatan menjadi asisten
praktikum untuk mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sistem
Informasi Geografis, dan Pengantar Ilmu Tanah. Selain itu penulis juga
berkesempatan mengikuti Program Kreatif Mahasiswa yang lolos mendapatkan
dana dari DIKTI dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat pada tahun
2011.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah AWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota
Bekasi.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku
pembimbing skripsi yang senantiasa mengarahkan, memberikan bimbingan, saran,
kritik, nasihat, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak
lupa juga kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis papa Nata dan mama Eko, adik-adikku (Cakra,
Chandra, Chatur), dan seluruh keluarga besar atas segala doa yang tulus,
kasih sayang dan dukungannya yang tiada pernah henti.
2. BAPPEDA, Dinas Tata Ruang, dan Badan Kesatuan Bangsa Kota Bekasi
yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.
3. Seluruh dosen dan staff di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
4. Teman-teman seperjuangan di Bagian Perencanaan Dan Pengembangan
Wilayah, Febriana, Lili, Siti, Astria, Anindita, Sisharyanto, dan Ufi.
Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
5. Saudara-saudara Soil 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima
kasih atas kebersamaan dan kenangan-kenangan indah yang diberikan.
6. Teman-teman terbaik Rini D.K, Ika P.S, Adiz Ed-har, Ana, Zuzu, Nia,
Risty, Irin, dan seluruh penghuni Wisma Nabila-Dahlia. Terima kasih atas
waktu kebersamaan dan canda tawa saat suka dan duka.
7. Mahmud Aditya Rifki atas perhatian, kesabaran, dan semangatnya.

8. Farid Ridwan, Angga, dan Rahmat Hadi. Terima kasih telah membantu
penulis dalam pengecekan lapang.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua
pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Bogor, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
II . TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah....................................................................... 4
2. 2 Kota .............................................................................................................. 5
2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 6
2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................................... 7
2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang .............................. 8
2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................................................ 9
2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu ................................................................... 10
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................................... 12
3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12
3. 2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................................... 13
3. 3 Metode Penelitian ....................................................................................... 13
3.3.1
Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ........................................ 14
3.3.2
Tahap Analisis Data Peta dan Citra ................................................ 15
3.3.3
Tahap Pengecekan Lapang .............................................................. 17
3.3.4
Tahap Analisis Statistika ................................................................. 19
3.3.4.1 Analisis Skalogram...................................................................... 19
3.3.4.2

Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................ 20

3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ...................... 21


IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 24
4.1

Keadaan Geografi ................................................................................... 24

4.2

Administrasi Pemerintahan .................................................................... 24

4.3

Kependudukan ........................................................................................ 26

ii

4.4

Perekonomian ......................................................................................... 28

4.5

Penggunaan Lahan ................................................................................. 29

4.5.1
Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota ................................... 29
4.5.3
Perdagangan dan Jasa...................................................................... 29
4.5.4
Industri ............................................................................................ 30
4.5.5
Permukiman .................................................................................... 30
4.5.6
Struktur Tata Ruang ........................................................................ 31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 33
5.1

Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ......................................................... 33

5.2
Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ........................ 39
5.2.1
Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi .................................... 39
Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010 .............................. 43
5.2.2
5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur ........ 45
5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran ....................... 46
5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian
Lahan Basah (TPLB) ................................................................... 47
5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK) ................................................................. 48
5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong ....................................... 49
5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..... 50
5.3

Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi .............................. 51

5.4

Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.................................... 56

5.5

Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan


Perkembangan Wilayah .......................................................................... 61

5.6

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ..... 62

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 67


6.1

Kesimpulan ............................................................................................. 67

6.2

Saran ....................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69


LAMPIRAN ......................................................................................................... 71

iii

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ............................................................. 13


2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran .............. 14
3. Paket Program untuk Analisis Data ................................................................ 14
4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra.............. 16
5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram ...................... 20
6. Variabel Untuk Analisis Regresi. .................................................................... 22
7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi...................................................... 25
8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi .... 27
9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya .................... 40
10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010............. 44
11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi ........
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ........................................... 45
12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ............................................. 46
13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010............................... 47
14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010.............................. 48
15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan
Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ................................................................. 49
16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau
Tahun 2003-2010 ............................................................................................ 50
17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010 ........................ 52
18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 ... 53
19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap Kecamatan. ... 58
20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. ........ 63

iv

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Teks

Halaman

Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 12


Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan ....................................... 18
Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 23
Peta Administrasi Kota Bekasi ................................................................ 25
Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi ...... 27
Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan .............................................. 28
Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Perumahan Teratur ................................................. 33
8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur .................................... 34
9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kawasan Industri.................................................... 34
10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau ............................................... 35
11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLB. ....................................................................... 35
12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLK. ....................................................................... 36
13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kebun Campuran ..................................................... 36
14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kosong ..................................................................... 37
15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan ................................................. 37
16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPA .......................................................................... 37
17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Badan Air ................................................................. 38
18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPU .......................................................................... 38
19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang............................................. 38
20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010....... 39
21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010 .......................... 41
22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003....................................................... 42
23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010....................................................... 42
24 .Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010.......................................... 51

25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003 .......... 54
26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010 .......... 55
27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003 ...................................... 57
28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006 ...................................... 57
29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan
Tahun 2006 ............................................................................................. 60
30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah ............. 62

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ......................................................... 72


2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 ......................................................... 75
3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan
Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan Penggunaan
Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010 ........................................ 78
4. Titik Pengecekan Lapang ............................................................................. 79
5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun ................................ 81
6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun ...................................................... 82
7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun ................................... 82
8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun ................................................... 83

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.
Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas
kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup
tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan
penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.
Penggunaan lahan akan mengarah pada jenis penggunaan yang
memberikan keuntungan paling tinggi. Pertumbuhan sektor pertanian di wilayah
Jabodetabek terus mengalami penurunan. Sektor pertanian merupakan sektor yang
tidak diminati untuk dijadikan sebagai aktivitas ekonomi bagi masyarakat di
Jabodetabek. Lahan-lahan pertanian banyak mengalami konversi akibat proses
suburbanisasi. Suburbanisasi yang diartikan sebagai proses terbentuknya
permukiman-permukiman baru dan kawasan-kawasan industri di pinggiran
wilayah perkotaan akibat perpindahan penduduk kota terindikasi telah terjadi di
Jakarta sejak awal tahun 1980 (Rustiadi dan Panuju, 1999).
Secara alami, dinamika perekonomian merangsang perkembangan wilayah,
salah satunya didorong oleh perkembangan industri. Alokasi ruang untuk industri
ditetapkan oleh pemerintah, baik lokasi maupun luasan areanya. Aktivitas industri
tersebut harus memiliki aksesibilitas yang mudah ditempuh misalnya berdekatan
dengan jalan tol dan jalan umum lainnya (Abbas, 2004).
Kota Bekasi merupakan salah satu hinterland Jakarta, selain Bogor, Depok,
dan Tangerang. Wilayah ini telah banyak mengalami perubahan penggunaan
lahan. Menurut Maulida (2002), pada periode 1990-1998, laju perubahan
penggunaan lahan di Bekasi lebih tinggi dibandingkan dua suburban Jakarta
lainnya, yaitu Bogor dan Tangerang. Pertumbuhan penggunaan lahan untuk
bangunan

semakin

lama

semakin

bertambah

perkembangan perumahan, industri, dan perkantoran.

yang

disebabkan

karena

Perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi merupakan dampak dari


pertumbuhan perekonomian yang pesat di Kota Jakarta. Pertumbuhan yang pesat
tersebut menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktivitas ekonomi semakin
meningkat. Ketersediaan lahan yang terbatas di Kota Jakarta berdampak pada
perkembangan lahan terbangun yang meluas ke wilayah-wilayah hinterland.
Pertumbuhan

penduduk

yang

semakin

meningkat

menyebabkan

bertambahnya kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas lahan di suatu wilayah
tidak akan pernah bertambah. Perkembangan penduduk dan peningkatan
perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan
lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam
merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian
wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman,
perdagangan, industri, dan lain-lain. Penggunaan lahan di suatu wilayah sudah
diatur pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Di
RTRW disajikan rencana-rencana tentang pemanfaatan ruang. Akan tetapi,
kondisi eksisting penggunaan lahan di suatu wilayah sering kali tidak sesuai
dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan di dalam RTRW oleh Pemerintah
daerah setempat. Hal ini dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang.
Penyimpangan penataan ruang di Kota Bekasi dapat diidentifikasi dari
terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan pada kondisi eksisting terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan pada RTRW. Untuk itu diperlukan evaluasi
konsistensi tata ruang dan sistem monitoring penggunaan lahan lebih dari satu
titik tahun yang digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang
wilayah.
1.2 Perumusan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan standar kualitas dan
kuantitas kebutuhan hidup manusia menyebabkan peningkatan terhadap
kebutuhan ketersediaan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut.
Pembangunan kebutuhan fasilitas memerlukan lahan yang tidak sedikit,

sedangkan lahan di Kota Bekasi terbatas. Hal ini menyebabkan perubahan


penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Pemerintah Kota
Bekasi telah menetapkan alokasi ruang yang terdapat pada RTRW, namun sering
kali penggunaan lahan di lapang tidak mengikuti alokasi yang telah ditetapkan.
Hal ini dinamakan dengan penyimpangan atau inkonsistensi pemanfaatan ruang.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada
tahun 2003 dan 2010?
2. Apakah kondisi eksisting penggunaan lahan pada tahun 2003 dan 2010
sudah sesuai dengan kebijakan RTRW 2000-2010 yang ditetapkan oleh
pemerintah?
3. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tahun 2003 dan 2006?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan di Kota Bekasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi.
2. Mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dengan
alokasi tata ruang Kota Bekasi.
3. Mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan
penggunaan lahan.

1.4 Manfaat Penelitian


Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai pola perubahan
penggunaan lahan dan inkonsistensi pemanfaatan ruang sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan evaluasi rencana tata ruang yang sudah dibuat
agar dapat menjadi lebih relevan terhadap kondisi yang telah berkembang.

II . TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah


Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al.
(2009), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas
tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan
hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Suatu wilayah yang luas dapat mempunyai beberapa inti dengan hirarki
(orde) tertentu. Sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih tinggi merupakan pusat
bagi beberapa sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih rendah. Secara teoritis,
hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah
secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur
fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta
kapasitas-kapasitas perekonomiannya (Rustiadi et al., 2009).
Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam
penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan
prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan
infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari jumlah sarana pelayanan,
jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta kualitas sarana pelayanan. Semakin
banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial
ekonomi mencerminkan kapasitas pusat wilayah yang tinggi yang berarti juga
menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al., 2009).
Banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan
berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pusat-pusat yang
berhirarki tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah di
samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat

dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah sedangkan kegiatan-kegiatan yang


semakin kompleks dilayani oleh wilayah yang berhirarki tinggi.
2. 2 Kota
Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari
wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan
dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota
sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi dengan wilayah sekitarnya. Dalam
konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya
sebagai

hinterland

maka

terdapat

empat

kemungkinan

sifat

interaksi

(Sadyohutomo, 2008). Sifat hubungan yang pertama adalah hubungan saling


menguntungkan. Kota berfungsi sebagai pasar dan rantai produk perdagangan dari
pedesaan. Hal ini berdampak positif bagi penduduk sekitar kota dalam
memperoleh pekerjaan. Migrasi penduduk desa bagi kota juga memberi manfaat,
yaitu penduduk desa ikut andil dalam menggerakan perekonomian kota.
Selain memberikan dampak positif (lapangan kerja dan pendapatan),
pembangunan di kota juga dapat merugikan ekonomi wilayah sekitar. Hal ini
menunjukkan sifat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang merugikan desa.
Kondisi ini ditimbulkan akibat adanya ketimpangan dalam sistem ekonomi desakota, yaitu nilai tukar yang tidak seimbang antara produk pedesaan dengan produk
perkotaan, surplus dari wilayah pedesaan banyak diserap ke kota, dan alokasi dana
pembangunan yang tidak seimbang antara desa dan kota.
Sifat

hubungan

desa-kota

yang

ketiga

yaitu

hubungan

tidak

menguntungkan untuk pemerintah kota, tetapi menguntungkan desa. Pertumbuhan


penduduk kota dikarenakan pertumbuhan penduduk alami (kelahiran dikurangi
kematian) dan ditambah adanya migrasi penduduk desa-kota. Migrasi masuk kota
mengakibatkan beban kota meningkat dalam hal penyediaan prasarana dan utilitas
penduduk kota. Sementara itu, penduduk migrant tidak banyak menyumbangkan
pendapatan bagi pemerintah kota, karena sebagian besar mereka bekerja di sektor
informal yang luput dari pajak. Hal ini menimbulkan masalah perkotaan, antara
lain munculnya pemukiman kumuh, pendudukan liar, beban prasarana kota yang
melebihi kapasitas, dan kemacetan lalu lintas.

Sifat hubungan yang keempat yaitu interaksi yang saling merugikan kedua
belah pihak. Misalnya migrasi para petani muda ke kota karena tertarik gaya
hidup kota, tetapi tidak mempunyai keahlian di sektor perkotaan. Di kota merek
menjadi pengangguran atau pelaku tindak kriminal. Akibatnya desa kehilangan
tenaga produktif, sedangkan kota menanggung beban sosial pengangguran.
2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana
faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di
dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun
sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibatakibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial
dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep ini.
Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materiil dan spiritual (Arsyad, 2006). Barlowe (1978) membagi penggunaan
lahan menjadi 10 jenis, yaitu : (1) lahan pemukiman; (2) lahan industri dan
perdagangan; (3) lahan bercocok tanam; (4) lahan peternakan dan penggembalaan;
(5) lahan hutan ; (6) lahan mineral atau pertambangan; (7) lahan rekreasi; (8)
lahan pelayanan jasa; (9) lahan transportasi; dan (10) lahan tempat pembuangan.
Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan
komoditas yang diusahakan seperti penggunaan lahan tegalan, kebun kopi, kebun
karet, padang rumput, sawah, hutan lindung, hutan produksi, padang alang-alang,
dan lain sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian dibagi berdasarkan atas
penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan pertambangan.
Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena
jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber
yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin
memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian

ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat


keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat
dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004).
2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan
lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda.
(Wahyunto et al., 2001), dalam Wirustyastuko D (2010). Perubahan penggunaan
lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta
penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti
citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan
penggunaan lahan.
Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode
waktu tertentu dapat dibangun model perubahan penggunaan lahan yang mampu
memprediksi penggunaan lahan yang akan terjadi (Munibah, et al., 2006). Hal ini
telah dilakukan oleh Munibah (2008) dengan membangun model perubahan
penggunaan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA). Model ini
menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan di tahun 2018 dan 2030. Kemudian
dilanjutkan dengan melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan
pertanian dan luas lahan pemukiman, baik berdasarkan peta penggunaan lahan
aktual (2006) maupun prediksi (2018 dan 2030).
Proses perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak
dapat diubah). Contohnya, lahan sawah yang dikonversikan menjadi pemukiman
atau berbagai aktivitas urban sangat mempunyai kemungkinan yang kecil untuk
dikembalikan lagi menjadi lahan sawah. Perubahan penggunaan lahan yang paling
intensif adalah lahan sawah dan hutan yang dikonversi menjadi pemukiman
sebagai akibat dari pertambahan penduduk (Bappeda Kota Bogor, 2006). Secara
umum, struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) Struktur permintaan atau kebutuhan
lahan; (b) Struktur penawaran atau ketersediaan lahan; (c) Struktur penguasaan

teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya alam (Saefulhakim,


1999).
Menurut Kaiser dan Weiss, dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara
konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi
oleh : (1) Urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga
kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser;
(2) Posisi strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi
pengusaha untuk membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) Mulai
diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk.
2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang
Menurut UU No. 26 Tahun 2007, tata ruang adalah wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang
menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 3 dikemukakan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang

tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk
insentif tersebut, antara lain berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan
sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan,
atau pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk
mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang, antara lain berupa pengenaan pajak yang tinggi,
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi atau
penalti.
Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam
undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat
ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi
dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang
Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan
untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan RTRW yang
telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Bentuk realisasi dari RTRW adalah pemanfaatan ruang yang terjadi di suatu
wilayah. Kompleksitas permasalahan dalam proses perkembangan wilayah dapat
menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari RTRW.
Dirjen Penataan Ruang (2003) menyatakan, bahwa inkonsistensi tata ruang
dapat disebabkan oleh permasalahan lain, yaitu :
1.

Adanya ketidakseragaman standar peta (skala, legenda, notasi, sumber)


yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pemberian perizinan dan evaluasi
pemanfaatan ruang.

10

2.

Lemahnya fungsi otoritas, perangkat yang kurang memadai, dan sistem


kelembagaan

yang

memiliki

wewenang

dalam

pengawasan

dan

pengendalian pembangunan.
3.

Belum

efektifnya

pemberdayaan

masyarakat

dalam

pengawasan

pemanfaatan ruang. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya
petunjuk teknis, operasional, dan peran serta masyarakat dalam penataan
ruang sebagai penjabaran dari PP No. 69/1996.
2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu
Anjani (2010) dalam penelitiannya mengenai dinamika penggunaan lahan
dan penataan ruang di Kabupaten Bekasi mengemukakan bahwa pola konversi
terbesar terjadi pada peningkatan lahan terbangun (8790,24 ha) dan penurunan
TPLK (5457,9 ha). Dalam rencana tata ruang Kabupaten Bekasi banyak terjadi
perubahan yang dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah. Penyimpangan
penggunaan lahan Kabupaten Bekasi terhadap alokasi ruang pada kurun waktu
1995-2000 terjadi pada kawasan pemukiman sebesar 13056,97 ha dan umumnya
terletak di bagian Utara Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan pada
kurun waktu 2006-2009 bervariasi hampir di seluruh bagian Kabupaten Bekasi.
Hasil penelitian dari Ruswandi et al. (2007) mendeskripsikan bahwa
selama kurun waktu 10 tahun (1992-2002) telah terjadi konversi lahan pertanian
di Kabupaten Bandung Utara yang memiliki pola konsentris. Dalam hal ini
konversi terjadi mulai dari pusat kota kecamatan (sentral), kemudian bergerak ke
arah luar menjauh dari pusat kota. Mulyani (2010) melakukan penelitian di lokasi
yang sama mengenai penggunaan lahan dan pola perubahan penggunaan lahan
pada tahun 1998-2008. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan telah terjadi
peningkatan jenis penggunaan lahan terbangun sebesar 264 ha per tahun. Hal ini
mengindikasikan adanya penambahan pembangunan baik berupa fasilitas-fasilitas
umum maupun pemukiman penduduk.
Hasil penelitian dari Putri (2009) mengenai perubahan penggunaan lahan
pada tahun 1997 dan tahun 2007 di Kabupaten Tangerang, menunjukkan bahwa
perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian (TPLB
dan TPLK) menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten

11

Tangerang menunjukkan adanya pola konsentris yang dipengaruhi oleh jarak


terhadap pusat kegiatan, yaitu DKI Jakarta dan Kota Tangerang. Selain jarak
terhadap pusat kegiatan, jaringan jalan diduga juga mempengaruhi pola perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Tanggerang. Hal ini terlihat pada pola
memanjang perubahan penggunaan lahan dari arah Timur ke Barat di bagian
tengah Kabupaten Tangerang yang dilalui jalan Tol Nasional Jakarta-Merak.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN


3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data
dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2011 sampai
Desember 2011.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

13

3. 2 Jenis Data dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya disajikan pada
Tabel 1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dari dua
periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 2003 dan 2010. Data primer terdiri dari
citra Quickbird tahun 2003 dan 2010 dan data survei lapang. Data sekunder
terdiri dari data PDRB, data Potensi Desa tahun 2003 dan 2006 yang meliputi data
jumlah fasilitas, aksesibilitas, dan data jumlah penduduk, peta batas administrasi
Kota Bekasi, peta RTRW Kota Bekasi tahun 2000-2010, serta beberapa peta
penunjang lainnya yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kota Bekasi dan Dinas Tata Ruang Kota Bekasi.
Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya
No Data
1. Peta RTRW 2000-2010

Sumber Data
Dinas Tata Ruang Kota
Bekasi

2. Peta Administrasi Kota Bekasi

BAPPEDA Kota Bekasi

3. Citra Quickbird Kota Bekasi


Tahun 2003 dan 2010

Google Earth

4. Data jumlah dan jenis fasilitas


(pendidikan, sosial, kesehatan,
ekonomi), data jarak kelurahan
ke pusat fasilitas, data jumlah
penduduk

Data Potensi Desa


BAPPEDA Kota Bekasi

Keterangan
Untuk mengetahui alokasi
ruang menurut Rencana
Tata Ruang.
Untuk mengetahui batas
wilayah administrasi Kota
Bekasi (kecamatan).
Untuk
membuat
peta
penggunaan
lahan
berdasarkan eksisting tahun
2003 dan 2010.
Untuk mengetahui tingkat
perkembangan wilayah di
Kota Bekasi dan faktorfaktor yang menyebabkan
perubahan
penggunaan
lahan.

3. 3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahapan penelitian
secara umum terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap
analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data, (5) Tahap
penyusunan skripsi. Tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data,
teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 2. Keluaran yang
diharapkan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya pola perubahan
penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003-2010, inkonsistensi
pemanfaatan ruang Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010, tingkat perkembangan
wilayah Kota Bekasi, faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan di

14

Kota Bekasi. Program yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 3.
Program yang digunakan untuk mengolah data spasial adalah Arcview GIS 3.3
dan ArcGIS 9.3, sedangkan untuk mengolah data atribut menggunakan Statistica
8.0 dan Ms. Office Excel 2007.
Tabel 2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran
No
1

Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi dan
menganalisis pola
perubahan penggunaan
lahan di Kota Bekasi
tahun 2003-2010
Mengidentifikasi dan
menganalisis
inkonsistensi
pemanfaatan ruang di
Kota Bekasi.

Jenis Data

Teknik Analisis

- Citra Quickbird 2003 - Digitasi Citra


- Citra Quickbird 2010 - Tabulasi data luas
perubahan
penggunaan lahan

- Peta RTRW 20002010


- Peta Penggunaan
Lahan 2003
- Peta Penggunaan
Lahan 2010
Mengkaji
- Data fasilitas
perkembangan wilayah
pendidikan
di Kota Bekasi
- Data fasilitas
kesehatan
- Data fasilitas
ekonomi
- Data fasilitas sosial
Menganalisis faktor- Data atribut peta
faktor yang
perubahan
mempengaruhi
penggunaan lahan
terjadinya perubahan
- Laju pertumbuhan
penggunaan lahan
penduduk
- Laju pertumbuhan
fasilitas
- Rata-rata jarak
kelurahan ke pusat
fasilitas dan ibu kota
kecamatan

- Digitasi peta
- Overlay Peta Land
Use dengan peta
RTRW
- Deskripsi tabel dan
grafik
- Analisis
Skalogram

- Analisis Multiple
Regression ( Regresi
Berganda ) dengan
metode Forward
Stepwise Regression

Keluaran
Pola perubahan
penggunaan lahan
di Kota Bekasi
pada tahun 20032010
Teridentifikasinya
inkonsistensi
pemanfaatan
ruang Kota Bekasi

Teridentifikasinya
tingkat
perkembangan
wilayah Kota
Bekasi

Teridentifikasinya
faktor-faktor
penyebab
perubahan
penggunaan lahan

Tabel 3. Paket Program untuk Analisis Data


No
1
2
3
4

3.3.1

Perangkat Lunak
Arcview GIS 3.3
Arc GIS 9.3
Statistica 8.0
M. Office Excel 2007

Keterangan
Mengolah data spasial (Peta dan Citra)
Mengolah data spasial (Peta dan Citra)
Mengolah data statistika
Tabulasi data

Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data


Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi pustaka,

pembuatan proposal, serta pencarian data-data yang diperlukan dalam penelitian

15

serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Data yang
dikumpulkan berupa data spasial dan data statistik. Unit terkecil wilayah yang
digunakan dalam analisis adalah desa/kelurahan. Data dikumpulkan dari berbagai
sumber terkait.
3.3.2

Tahap Analisis Data Peta dan Citra


Analisis citra dilakukan melalui interpretasi visual. Identifikasi obyek

merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada


karakteristik citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra digunakan untuk
mengenali obyek yang disebut interpretasi citra (Sutanto, 1994). Terdapat delapan
unsur interpretasi, yaitu :
1. Rona. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Rona
dapat pula diartikan sebagai tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya
(Sutanto, 1994).
2. Bentuk. Bentuk adalah kofigurasi atau kerangka suatu obyek (Lillesand dan
Kiefer, 1997).
3. Ukuran. Ukuran suatu obyek meliputi dimensi jarak, luas, tinggi, dan volume
(Sutanto, 1994).
4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi
(Lillesand dan Kiefer, 1979). Tekstur merupakan gabungan dari bentuk,
ukuran, pola, bayangan, dan ronanya.
5. Pola. Pola adalah hubungan spasial obyek (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik
bagi banyak obyek alamiah dan akan memberikan suatu pola yang dapat
membantu interpreter untuk mengenali obyek tertentu.
6. Bayangan. Obyek yang tidak tertembus cahaya terpresentasikan sebagai suatu
daerah yang tidak terkena sinar secara langsung yang disebut dengan
bayangan. Bayangan bersifat menyembunyikan obyek yang terdapat di daerah
bayangan (Sutanto, 1994).
7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang
dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Lillesand dan Kiefer,
1979).

16

8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang
lain (Sutanto, 1994)
Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan dengan digitasi on screen
dan pengamatan lapang, didapatkan beberapa penggunaan lahan, yaitu
perumahan teratur, pemukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman
Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan
industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU
(Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan
rumput,semak, ilalang. Uraian dari masing-masing ciri penggunaan lahan
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra
Penggunaan Lahan

Kenampakan Obyek Pada Citra

Perumahan Teratur

Rona cerah, pola teratur, bentuk dan ukuran seragam.


Rumah-rumah menghadap jalan sehingga dapat dilihat
jaringan jalan yang sejajar dan teratur.

Permukiman Tidak Teratur

Kenampakan yang bergerombol dengan vegetasi yang


berada di sekitarnya, bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah
tidak seragam.

Rumput, Semak, dan Ilalang

Memiliki rona yang cerah dan berwarna hijau muda dengan


tekstur agak kasar sampai kasar dan pola yang tidak teratur.

Kawasan industri

Berbentuk persegi memanjang dengan ukuran yang besar,


serta memiliki rona cerah dan pola yang teratur.

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau jalan


dan sempadan sungai. Memiliki tekstur yang agak kasar
dengan pola yang teratur dan berasosiasi dengan jalan.

Tanaman Pertanian

Obyek ini memiliki bentuk petak-petak segi empat dan


setiap petaknya dipisah oleh kenampakan garis pematang
yang polanya teratur. Warna sawah terlihat hijau tua (untuk
sawah yang berair atau baru tanam), hijau muda, hijau
kebabu-abuan, serta coklat dengan tekstur halus hingga agak
halus.

Lahan Basah (TPLB)

Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK)
Kebun Campuran

Sumber : Sarbini (2008)

Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya terdiri dari


ladang dan tegalan. Pada citra quickbird terlihat berwarna
hijau dan coklat dengan tekstur agak halus sampai kasar.
Kenampakannya dapat dilihat dari bentuknya yang
bergerombol dengan pola yang tidak teratur dan memiliki
warna hijau tua dengan tekstur yang agak kasar sampai
kasar. Biasanya kebun berasosiasi dengan pemukiman tidak
teratur.

17

Tabel 4. (Lanjutan)
Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang dapat


dikenali berdasarkan bentuk, ukuran, dan asosiasi. Sebagai
contoh sekolah yang biasanya berbentuk memanjang,
menyiku atau membentuk huruf U. Sekolah berasosiasi
dengan adanya lapangan olahraga dan apabila berada di
daerah pemukiman ukurannya lebih besar dibandingkan
dengan ukuran bangunan yang ada sekitarnya.

Tempat Pembuangan

Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari pusat kota.


Terlihat dari bentuk dan ukuran yang besar untuk
menampung sampah-sampah dari perkotaan

Akhir (TPA)
Badan Air

Badan air memiliki rona yang gelap, berwarna hitam, dan


memiliki tekstur yang halus.

Tempat Pemakaman

Makam dikenali berdasarkan ukuran, tekstur dan situs.


Ukuran kuburan pada citra quickbird terlihat kecil dengan
jumlah yang banyak, serta papan nama berwarna putih.
Obyek ini mempunyai tekstur kasar dan disekitarnya terlihat
tumbuhan dengan pola tidak teratur.

Umum (TPU)

Lahan Kosong

Pada citra quickbird lahan kosong tampak dari pantulan


tanahnya yang berwarna coklat. Lahan kosong ini biasanya
adalah hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan
digunakan untuk perumahan, perdagangan dan jasa, serta
industri.

Sumber : Sarbini (2008)


Hasil yang diperoleh dari analisis citra adalah peta penggunaan lahan pada
tahun 2003 dan 2010. Kedua peta penggunaan lahan tersebut dioverlay dengan
peta RTRW periode 2000-2010 dan peta administrasi Kota Bekasi sehingga
diperoleh peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi.
3.3.3

Tahap Pengecekan Lapang


Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak 4 kali pada bulan Januari

dan Februari 2012. Pengecekan lapang dilakukan untuk memperkuat hasil analisis
data dan interpretasi terutama dalam kaitannya dengan pengkoreksian peta
penggunaan lahan sementara, sehingga hasil akhir data yang diperoleh memiliki
tingkat akurasi dan ketelitian yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian.
Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil
data-data penggunaan lahan aktual serta mengetahui kesesuaian antara koordinat
di peta dengan koordinat yang sebenarnya. Peta lokasi contoh pengamatan lapang
disajikan pada Gambar 2.

18

Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan

19

3.3.4

Tahap Analisis Data Atribut


Analisis data atribut yang dilakukan adalah analisis skalogram dan analisis

regresi berganda. Analisis skalogram dilakukan untuk mengetahui tingkat


perkembangan wilayah. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Unit analisis
terkecil untuk proses analisis ini adalah kelurahan.
3.3.4.1 Analisis Skalogram
Metode ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat wilayah
penopang yang mendukung wilayah sebagai pusat pelayanan aktivitas.
Perkembangan suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah dan
jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Analisis skalogram
digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah.
Hirarki ditentukan berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas. Unit
wilayah yang memiliki fasilitas dengan kuantitas yang lebih banyak dan jenis
yang lebih kompleks memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi. Hirarki tinggi
adalah wilayah yang memiliki jumlah unit dan jenis fasilitas yang paling banyak
dan beragam. Beberapa asumsi yang berlaku dalam analisis skalogram adalah
bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi
dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk
komunitasnya. Pada Tabel 5 disajikan variabel data yang digunakan dalam
analisis skalogram.
Penentuan tingkat perkembangan wilayah di bagi menjadi tiga yaitu :
Hirarki I

: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai


Stdev dan Rata-rata ( IPD> ( Stdev+Average))

Hirarki II

: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar sama dengan


rata-rata ( IPD>=Average )

Hirarki III

: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar kecil dengan


rata-rata ( IPD<Average )

20

Tabel. 5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram


Kelompok Indeks
Fasilitas Ekonomi

Fasilitas Pendidikan

Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Sosial

Variabel yang digunakan


Jumlah Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel
Jumlah Warung Internet
Jumlah Toko/Warung/Kios
Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba
Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan Minuman
Jumlah Hotel/Penginapan
Jumlah Industri Kerajinan
Jumlah Bank Umum
Jumlah Koperasi
Jumlah TK Negeri dan Swasta
Jumlah SD Negeri dan Swasta
Jumlah SLTP Negeri dan Swasta
Jumlah SMU dan SMK Negeri dan Swasta
Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang sederajat
Jumlah Rumah Sakit
Jumlah Rumah Sakit Bersalin
Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas Pembantu
Jumlah Apotik
Jumlah Tempat Praktek Dokter
Jumlah Tempat Praktek Bidan
Jumlah Tempat Peribadatan
Jumlah Variabel

Jumlah
variabel
9

1
23

3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang


Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang dilakukan melalui overlay peta
penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010 dengan peta RTRW Kota
Bekasi dan peta administrasi Kota Bekasi. Hasil overlay tersebut adalah peta
inkonsistensi tata ruang Kota Bekasi. Kriteria inkonsistensi didasarkan pada
matriks logik inkonsistensi yang tertera pada Lampiran 3 yang merupakan
modifikasi dari matriks logik Listiawan (2010). Matriks logik ini terdiri dari
tabulasi silang klasifikasi kelas peruntukan lahan pada RTRW Kota Bekasi dan
klasifikasi penggunaan lahan pada hasil digitasi citra berdasarkan penyempurnaan
dan penyesuaian dari matriks logik yang telah dikembangkan oleh penelitian
sebelumnya. Indikasi konsistensi dan inkonsistensi matriks logik antara arahan
pemanfaatan ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini dilakukan
dengan melihat penyimpangan terhadap wilayah yang dialokasikan sebagai
kawasan lindung, tetapi kondisi eksistingnya adalah lahan terbangun. Hal tersebut
dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang. Jika suatu wilayah

21

dialokasikan sebagai lahan terbangun, tetapi kondisi eksistingnya masih


merupakan kawasan lindung, maka masih dianggap konsisten. Hal ini dikarenakan
program pemerintah setempat belum terlaksana untuk mendirikan lahan terbangun
di wilayah tersebut.
3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression)
Analisis regresi digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap
nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah-penjelas) lain yang
diamati. Proses analisis regresi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Statistica 8.0. Metode analisis yang digunakan adalah stepwise regression. Prinsip
dasar

stepwise regression adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam

persamaan dengan cara menyusupkan peubah satu demi satu sampai diperoleh
persamaan regresi yang paling baik.
Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah :
Y=A1X1+A2X2+AnXn+
dimana :
Y= Dependent variable (peubah penjelas)
Xi= Independent variable (peubah penduga) ke-i, dengan i=1,2,
Ai= Koefisien regresi peubah ke-i
= Galat model
Variabel-variabel respon yang digunakan dalam analisis regresi berganda
adalah perubahan luas dari TPLB ke lahan terbangun, perubahan luas TPLK
menjadi lahan terbangun, lahan kosong berubah ke lahan terbangun, kebun
campuran menjadi lahan terbangun sebagai peubah tujuan (variabel dependent)
dari tutupan lahan tahun 2003 dan 2010 dalam satuan hektar. Pemilihan peubah
tujuan ini berdasarkan perubahan penggunaan lahan lain menjadi lahan terbangun
dengan luasan terbesar. Peubah penduga (variabel independent) terdiri dari laju
pertambahan jumlah penduduk, laju pertambahan jumlah fasilitas (pendidikan,
ekonomi, sosial, kesehatan), rata-rata jarak aksesibilitas ke pusat fasilitas, luas
penggunaan lahan tahun 2003. Variabel untuk analisis regresi disajikan pada
Tabel 6.

22

Tabel 6. Variabel Untuk Analisis Regresi.


Peubah Tujuan (Y)
Perubahan luas TPLB-lahan terbangun (Y1)
Perubahan luas TPLK-lahan terbangun (Y2)
Perubahan luas kebun campuran-lahan terbangun (Y3)
Perubahan luas lahan kosong-lahan terbangun (Y4)

Peubah Penduga (X)


Pertambahan penduduk (X1)
Pertambahan fasilitas ekonomi (X2)
Pertambahan fasilitas kesehatan (X3)
Pertambahan fasilitas pendidikan (X4)
Pertambahan fasilitas sosial (X5)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas pendidikan (X6)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas kesehatan (X7)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas ekonomi (X8)
Rata-rata jarak askesibilitas ke fasilitas sosial (X9)
Jarak desa ke ibu kota kecamatan (X10)
Jarak desa ke ibu kota kabupaten/kota (X11)
Jarak desa ke desa terdekat (X12)
Alokasi RTRW untuk pertanian (X13)
Alokasi RTRW untuk hutan kota (X14)
Alokasi RTRW untuk lahan terbangun (X15)
Luas lahan terbangun tahun 2003 (X16)
Luas TPLB 2003 (X17)
Luas TPLK 2003 (X18)
Luas kebun campuran 2003 (X19)
Luas lahan kosong 2003 (X20)

23

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN


4.1

Keadaan Geografi
Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106o4828107o2729

Bujur Timur dan 6o1066o306 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang
sangat strategis merupakan keuntungan bagi Kota Bekasi terutama dari segi
komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana
transportasi di Kota Bekasi menjadikan Kota Bekasi salah satu daerah
penyeimbang DKI Jakarta.
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan Kecamatan
Mustika Jaya sebagai wilayah yang terluas (24,73 km2) sedangkan Kecamatan
Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil (13,49 km2). Batas batas wilayah
administrasi yang mengelilingi wilayah Kota Bekasi adalah :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok

Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Jakarta Timur

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi


Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 (tiga) sungai utama yaitu Sungai Cakung,

Sungai Bekasi dan Sungai Sunter, beserta anak-anak sungainya. Sungai Bekasi
mempunyai hulu di Sungai Cikeas yang berasal dari gunung pada ketinggian
kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Secara umum Kota Bekasi
mempunyai iklim yang tergolong pada iklim kering dengan tingkat kelembaban
yang rendah. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih
dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri/perdagangan
dan permukiman. Temperatur harian berkisar antara 24 33 C.
4.2

Administrasi Pemerintahan
Pada tahun 2001, wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10

kecamatan dengan 52 kelurahan. Sesuai dengan Perda Kota Bekasi No. 04 tahun
2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi, Kota Bekasi mengalami
pemekaran menjadi 12 kecamatan terdiri dari 56 kelurahan. Gambar 4 menyajikan
peta administrasi wilayah studi.

25

Gambar 4. Peta Administrasi Kota Bekasi


Setiap kecamatan memiliki jumlah kelurahan yang berbeda-beda.
Kecamatan Jati Asih dan Bekasi Utara masing-masing memiliki 6 kelurahan.
Kecamatan Pondok Gede, Jati Sampurna, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat
memiliki masing-masing 5 kelurahan. Kecamatan Pondok Melati, Bantar Gebang,
Mustika Jaya, Bekasi Timur, Rawalumbu, dan Medan Satria masing-masing
memiliki 4 kelurahan. Tabel 7 menunjukkan kecamatan dan kelurahan di Kota
Bekasi.
Tabel 7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi
No
1

Kecamatan
Pondok Gede

Kelurahan
Jati Bening Baru

No

Kecamatan
Bekasi Selatan

Jati Sampurna

Jaka Mulya

Jati Cempaka

Jaka Setia

Jati Waringin

Pekayon Jaya

Jati Makmur

Marga Jaya

Jati Bening
2

Kelurahan

Jati Karya

Kayuringin Jaya
8

Bekasi Barat

Bintara Jaya

Jati Sampurna

Jaka Sampurna

Jati Rangga

Kranji

Jati Ranggon

Bintara

Jati Raden

Kota Baru

26

Tabel 7. (Lanjutan)
No
3

Kecamatan
Jati Asih

Kelurahan
Jati Sari

No
9

Kecamatan
Bekasi Utara

Bantar Gebang

Bekasi Timur

Harapan Baru

Jati Rasa

Teluk Pucung

Jati Asih

Perwira

Jati Mekar

Harapan Jaya

Ciketing Udik

Kaliabang Tengah
10

Medan Satria

Mustika Jaya

Harapan Mulya

Sumur Batu

Kali Baru

Cikiwul
Bantar
Gebang

Medan Satria

Margahayu

Pejuang
11

Rawa Lumbu

Bojong Menteng

Bekasi Jaya

Bojong Rawalumbu

Duren Jaya

Pengasinan

Aren Jaya
6

Marga Mulya

Jati Luhur

Jati Kramat
4

Kelurahan

Padurenan

Sepanjang Jaya
12

Pondok Melati

Jati Murni

Cimuning

Jati Melati

Mustika Jaya

Jati Warna

Mustika Sari

Jati Rahayu

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2010)


4.3

Kependudukan
Sejak awal tahun 2000-an pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami

sedikit penurunan dibandingkan periode tahun 1990-an. Pada awal tahun 1990-an
laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sekitar 6,29% sedangkan pada awal
tahun 2000 menjadi 5,19%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1999
sampai 2009 adalah 4,08%.
Penduduk Kota Bekasi Tahun 2009 sebanyak 2.319.518 jiwa terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 1.157.418 jiwa dan perempuan 1.162.100 jiwa.
Jumlah penduduk ini tersebar di 12 kecamatan. Penyebaran tertinggi di
Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 14,67% (340.224 jiwa), Bekasi Barat 12,69%
(294.342 jiwa), Bekasi Timur 11,48% (266.277 jiwa), dan penyebaran terendah
pada kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,75% (86.936 jiwa). Tabel 8
menunjukkan jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin. Dinamika
pertumbuhan penduduk tiap kecamatan dari tahun 2005 sampai 2009 disajikan
pada Gambar 5.

27

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi
Kecamatan

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Pondok Gede

115,013

116,376

231,389

Jati Sampurna

42,445

44,491

86,936

Pondok Melati

44,492

56,129

100,621

Jati Asih

98,573

84,888

183,461

Bantar Gebang

51,562

51,001

102,563

Mustika Jaya

68,771

71,280

140,051

Bekasi Timur

136,221

130,056

266,277

Rawa Lumbu

121,168

108,158

229,326

Bekasi Selatan

83,499

91,732

175,231

Bekasi Barat

143,061

151,281

294,342

Medan Satria

79,413

89,684

169,097

Bekasi Utara

173,200

167,024

340,224

Kota Bekasi

1,157,418

1,162,100

2,319,518

Sumber : BPS Kota Bekasi (2009)

Gambar 5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi


Pertumbuhan penduduk semua kecamatan di Kota Bekasi dari tahun 2005
sampai 2009 bersifat fluktuatif seperti terlihat pada Gambar 5. Kecamatan Pondok
Gede, Jati Sampurna, Bantar Gebang, Bekasi Barat, dan Medan Satria mengalami
peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2009. Kecamatan Pondok
Melati, Bekasi Timur, dan Bekasi Selatan mengalami peningkatan jumlah
penduduk dari tahun 2005 ke 2007 dan penurunan jumlah penduduk pada tahun

28

2009. Kecamatan Jati Asih, Mustika Jaya, Rawa Lumbu, dan Bekasi Utara
mengalami penurunan jumlah penduduk pada tahun 2007 dan meningkat kembali
pada tahun 2009.
4.4

Perekonomian
Kota Bekasi yang dibentuk tahun 1997 sebelumnya merupakan bagian dari

Kabupaten Bekasi, dimana masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi


perekonomian yang berbeda. Awalnya, kedua daerah tersebut memiliki
karakteristik perekonomian pada sektor industri. Namun dalam perkembangannya,
Kota Bekasi mengalami perubahan potensi perekonomian menjadi sektor
perdagangan dan jasa. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi di suatu daerah
diperlukan suatu indikator ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto.
Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai
2009 adalah 4.5%. Dari data PDRB 2009, dua sektor dominan yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Bekasi yaitu sektor
industri pengolahan sebesar 43.39% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
sebesar 28.37%.

Pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi dari berbagai sektor

pada periode 2003 hingga 2009 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan

29

4.5

Penggunaan Lahan

4.5.1

Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota


Kawasan atau ruang terbuka hijau adalah ruang dalam wilayah kota dalam

bentuk areas atau jalur dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan (taman kota, lapangan olahraga, jalur hijau, TPU,
pertanian, situ). Pemanfaatan ruang kawasan tidak terbangun/ruang hijau di Kota
Bekasi ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang
nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai fasilitas pengaman lingkungan
perkotaaan; serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
4.5.2

Pusat Pemerintahan Kota Bekasi dan Bangunan Umum


Fungsi utama kawasan pemerintahan adalah sebagai pusat pelayanan

pemerintahan kota dengan skala pelayanan kota/regional. Pengembangan kawasan


pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi sebaiknya dilakukan dalam satu lokasi
yang saling berdekatan. Adapun lokasi yang potensial untuk dikembangkan
sebagai kawasan pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi, adalah di Komplek
Kantor Walikota yang ada saat ini di JL. Kartini Jl. Juanda dan di Komplek
Perkantoran lama di Jl. Ahmad Yani, serta dikawasan lain yang sudah ada
kegiatan pelayanan pemerintahan kota. Keberadaan kompleks perkantoran lama di
Jl. Ahmad Yani perlu dibenahi dan ditata kembali (revitalisasi) untuk
mengoptimalkan ruang yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat
perkantoran dinas-dinas pemerintahan Kota Bekasi.
4.5.3

Perdagangan dan Jasa


Secara umum, kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di Kota

Bekasi menempati lokasi di sepanjang jalan utama, baik itu jalan arteri maupun
jalan kolektor. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di pusat
kota, umumnya terpusat di sepanjang Jalan Juanda Jalan Cut Mutia dan di
koridor sepanjang Jalan A. Yani, serta di pusat perdagangan Pondok Gede
dengan skala pelayanan kota/regional.

30

4.5.4 Industri
Alokasi lahan yang diperuntukkan bagi zona industri adalah di sebelah
Utara dan Selatan Kota Bekasi, yang sebagian besar berada di Kecamatan Medan
Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Rawalumbu dan di Kecamatan
Bantargebang. Lokasi industri yang berada di zona industri ini umumnya tersebar
merata tidak terpusat di satu lokasi. Dengan demikian umumnya keberadaan
kegiatan industri bercampur dengan kegiatan lainnya, seperti permukiman atau
perdagangan dan jasa, sehingga apabila tidak ditangani dan dikontrol dengan
benar dapat mencemari lingkungan sekitarnya, baik berupa pencemaran suara,
udara (bau), ataupun limbah yang dihasilkan.
4.5.5 Permukiman
Tingginya tingkat investasi untuk pengembangan kegiatan permukiman
skala besar di wilayah Kota Bekasi, terutama di sebelah Utara dan Selatan, akan
merubah fungsi peruntukan dari kegiatan non terbangun menjadi daerah
terbangun. Selain itu, adanya kecenderungan perubahan fungsi kegiatan
permukiman di sepanjang jalan utama menjadi kegiatan bisnis akibat
perkembangan dan permintaan pasar menyebabkan pola pengembangan
permukiman di Kota Bekasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang sesuai
peruntukannya dan diminati oleh investor.
Pola pengembangan kawasan permukiman skala besar di Kota Bekasi
sesuai

RTRW Kota Bekasi 2000 2010 masih dilakukan dengan pola

lingkungan hunian berimbang (1:3:6). Pada kenyataannya pola ini seringkali


tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena jenis/tipe permukiman yang
dikembangkan sebagian besar tidak berada dalam satu lokasi kawasan yang sama,
tetapi dilakukan berpencar di beberapa lokasi. Untuk itu di masa mendatang
sebaiknya pola pengembangan permukiman lebih diarahkan pada pola
neighborhood unit. Pengembangan permukiman dengan konsep neighborhood
unit ini diintegrasikan oleh sistem jaringan transportasi yang memadai, sehingga
membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan saling mendukung antar
lingkungan permukiman, dan diharapkan para penghuninya dapat saling

31

bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya (Bappeda Kota Bekasi,
2009).
4.5.6 Struktur Tata Ruang
Rencana struktur ruang Kota Bekasi disusun untuk mewujudkan
keserasian dan keseimbangan pusat-pusat pelayanan serta mengefektifkan kinerja
sistem pusat-pusat tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan peran dan
fungsinya dalam mendukung perkembangan Kota Bekasi dalam konteks yang
lebih luas. Rencana struktur ruang Kota Bekasi meliputi rencana pengembangan
sistem pusat pelayanan dan rencana sistem jaringan prasarana kota.
Sistem pusat pelayanan yang dikembangkan di Kota Bekasi merupakan
sistem hirarki pusat dengan spesialisasi kegiatan tertentu. Konsep ini diterapkan
dengan maksud untuk mempertegas fungsi dan peran masing-masing pusat
kegiatan yang saat ini telah berkembang akibat tuntutan posisi Kota Bekasi dalam
konteks regional.
Dalam perkembangannya seperti halnya sistem perkotaan di Bodetabek,
sistem perkotaan di Kota Bekasi tidak semuanya memiliki hirarki pelayanan yang
sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan sehingga sistem pusat pelayanan
Kota Bekasi direncanakan terdiri dari 1 (satu) Pusat Pelayanan Kota, 4 (empat)
Sub Pusat Pelayanan Kota dan 7 (tujuh) Pusat Pelayanan Lingkungan. Penetapan
Pusat Pelayanan Kota, yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Medan Satria,
Bekasi Utara, Bekasi Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, yang meliputi kawasan
Jalan Sudirman Juanda - Cut Meutia - Achmad Yani dengan fungsi pusat
pelayanan pemerintahan, kesehatan, pendidikan tinggi, pusat perdagangan, pusat
hiburan dan rekreasi. Penetapan sub pusat pelayanan kota, sebagai pusat
pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi yang melayani sub wilayah kota,
terdiri atas:
1.

Sub-pusat pelayanan kota Pondokgede berada di sekitar Kelurahan


Jatiwaringin mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jati Cempaka,
Jatibening Baru, Jatibening, Jatiwaringin, Jatimakmur dengan fungsi
pusat pemerintahan, perdagangan skala grosir dan retail berkelompok,
pusat jasa dan pusat pendidikan;

32

2.

Sub-pusat pelayanan kota Bekasi Utara berada di sekitar di Kelurahan


Perwira mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Kaliabang Tengah,
Harapan Jaya, Perwira, Teluk Pucung, Harapan Baru, Margamulya
dengan

fungsi

pusat

pemerintahan,

pusat

permukiman,

pusat

perdagangan;
3.

Sub-pusat pelayanan kota Jatisampurna berada di sekitar Kelurahan


Jatikarya

mencakup wilayah

pelayanan

Kelurahan

Jatisampurna,

Jatirangga, Jatiraden, Jatikarya, Jatiranggon, dengan fungsi pelayanan


utama sebagai pusat permukiman skala besar, pusat perdagangan;
4.

Sub-pusat pelayanan kota Mustikajaya berada di sekitar Kelurahan


Pedurenan mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Mustikajaya,
Mustikasari, Pedurenan, Cimuning. dengan fungsi pusat pemerintahan,
pusat industri dan jasa pergudangan, pusat permukiman skala besar, pusat
prasarana persampahan (TPPAS Bantargebang), dengan penyediaan
pembangunan buffer zone yang dapat berupa taman kota, tempat
pemakaman umum, dan lain-lain.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1

Penggunaan Lahan di Kota Bekasi


Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird adalah

permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman


Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan
industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU
(Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan
rumput,semak, ilalang. Pada uraian berikut akan dijabarkan berbagai jenis
penggunaan lahan dan penyebarannya di Kota Bekasi.
Permukiman Teratur. Permukiman Teratur adalah sekumpulan bangunan yang
digunakan sebagai tempat tinggal dengan bentuk, ukuran dan jarak rumah satu
dengan yang lain seragam. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Permukiman teratur tersebar di seluruh
kecamatan. Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Rawalumbu memiliki
luasan sebaran permukiman teratur terbesar.

Gambar 7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang


Penggunaan Lahan Permukiman Teratur
Permukiman Tidak Teratur. Permukiman tidak teratur adalah sekumpulan
bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan bentuk, ukuran, dan jarak
antar rumah yang tidak seragam, memiliki pola tidak teratur, dan berasosiasi
dengan kebun campuran. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Penyebaran permukiman tidak teratur
dengan luasan terbesar terdapat pada Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat,
dan Jati Asih.

34

Gambar 8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang


Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur
Kawasan Industri. Kawasan industri umumnya memiliki luasan yang besar.
Kawasan industri hanya terdapat di beberapa kecamatan, yaitu

Kecamatan

Bantar Gebang, Mustika Jaya, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Medan Satria, dan
Rawalumbu. Kota Bekasi bagian Utara dan Selatan memiliki luasan sebaran
kawasan industri terbesar.

Gambar 9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang


Penggunaan Lahan Kawasan Industri
Ruang Terbuka Hijau. Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau
jalan, pulau jalan dan sempadan sungai. Seluruh Kecamatan di Kota Bekasi
memiliki RTH. Kecamatan Rawalumbu dan Bekasi Selatan adalah kecamatan
yang memiliki sebaran RTH terluas.

35

Gambar 10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau
Tanaman Pertanian Lahan Basah. TPLB adalah lahan pertanian yang ditanami
padi sebagai tanaman utamanya. Penggunaan lahan TPLB merupakan gabungan
dari berbagai fase berdasarkan faktor usia tanaman. Persebaran luas TPLB di
Kota Bekasi terbesar terdapat pada bagian Selatan Kota Bekasi, yaitu Kecamatan
Bantar Gebang dan Kecamatan Mustika Jaya.

Gambar 11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLB.
Tanaman Pertanian Lahan Kering. Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya
terdiri dari ladang dan tegalan, yang ditanami dengan tanaman semusim.
Persebaran TPLK merata hampir di seluruh kecamatan, kecuali pada Kecamatan
Pondok Gede. Luasan TPLK terbesar yaitu pada Kecamatan Mustika Jaya.

36

Gambar 12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLK.
Kebun Campuran. Kebun campuran adalah tanah pertanian yang ditanami
tanaman tahunan seperti melinjo, nangka, kelapa, pisang, dan lain-lain. Biasanya,
kebun campuran berada di sekitar permukiman tidak teratur. Penggunaan lahan
kebun campuran menyebar merata di seluruh kecamatan di Kota Bekasi.
Kecamatan Mustika Jaya dan Kecamatan Jati Asih memiliki sebaran luas kebun
campuran terbesar.

Gambar 13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kebun Campuran
Lahan Kosong. Lahan kosong adalah lahan terbuka yang diatasnya tidak
terdapat bangunan. Biasanya lahan kosong dulunya adalah lahan sawah yang
akan dijadikan perumahan teratur oleh pihak-pihak swasta. Kecamatan Mustika
Jaya dan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki luasan lahan kosong
terbesar.

37

Gambar 14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kosong
Fasilitas Pendidikan. Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang digunakan
untuk sarana pendidikan. Setiap kecamatan memiliki fasilitas pendidikan.
Kecamatan Bekasi Timur dan Rawalumbu memiliki luasan terbesar untuk
fasilitas pendidikan.

Gambar 15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan
Tempat Pembuangan Akhir. Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari
pusat kota. TPA hanya terdapat pada Kecamatan Bantar Gebang. Hal ini terkait
dengan alokasi untuk TPA yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Gambar 16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPA

38

Badan Air. Persebaran badan air tidak merata di seluruh kecamatan. Kecamatankecamatan yang tidak memiliki badan air yaitu Kecamatan Pondok Gede, Bekasi
Barat, Medan Satria, dan Kecamatan Pondok Melati.

Gambar 17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Badan Air
Tempat Pemakaman Umum. TPU biasanya terletak jauh dan agak terpisah dari
permukiman penduduk. Persebaran TPU hampir merata di seluruh kecamatan
kecuali di Kecamatan Medan Satria.

Gambar 18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPU
Rumput, Semak, Ilalang. Persebaran penggunaan lahan rumput/semak/ilalang
terbesar yaitu terdapat pada Kecamatan Jati Sampurna.

Gambar 19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang

39

5.2

Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi

5.2.1

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi


Penggunaan lahan di Kota Bekasi cenderung mengalami perubahan luas

setiap tahunnya. Luas tiap penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan
tahun 2010 disajikan pada Tabel 9. Penggunaan lahan yang mengalami
peningkatan luas terbesar adalah kelompok penggunaan lahan terbangun, seperti
permukiman tidak teratur, permukiman teratur, fasilitas pendidikan, dan kawasan
industri. Sementara itu penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas
mengarah ke penggunaan lahan non terbangun, seperti badan air, kebun
campuran, lahan kosong, TPLB (Tanaman Pertanian Lahan Basah), dan TPLK
(Tanaman Pertanian Lahan Kering). Selain itu terdapat juga penggunaan lahan
yang tidak mengalami perubahan yaitu TPU (Tempat Pemakaman Umum). Peta
perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010

40

Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya


Jenis Penggunaan Lahan
Badan Air
Fasilitas Pendidikan
Kawasan Industri
Kebun Campuran
Lahan Kosong
Permukiman Tidak Teratur
Permukiman Teratur
Ruang Terbuka Hijau
Rumput,semak,ilalang
Tempat Pembuangan Akhir
Tanaman Pertanian Lahan Basah
Tanaman Pertanian Lahan Kering
Tempat Pemakaman Umum

Tahun 2003
( ha )
21.23
79.88
602.74
3820.74
2255.58
5511.09
3994.00
725.47
1351.57
159.31
2413.36
360.56
62.84

Tahun 2010
( ha )
20.43
80.62
629.20
3071.84
1897.72
6585.28
4766.73
799.80
1124.31
160.76
1815.76
279.70
62.84

Perubahan
( ha )
-0.80
0.74
26.45
-748.90
-357.86
1074.19
772.73
74.33
-227.27
1.45
-597.60
-80.87
0.000

Perubahan
(%)
-4%
1%
4%
-20%
-16%
19%
19%
10%
-17%
1%
-25%
-22%
0%

Penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 didominasi oleh


permukiman baik permukiman teratur sebesar 18,5 % (3994,00 ha) maupun
permukiman tidak teratur sebesar 25,51 % (5511,09 ha). Proporsi penggunaan
lahan oleh permukiman yang paling besar terdapat di Kecamatan Pondok Gede
untuk permukiman tidak teratur sebesar 715, 85 ha dan Kecamatan Bekasi Utara
untuk permukiman teratur sebesar 551,28 ha. Hal ini dikarenakan kedua
kecamatan tersebut memiliki jumlah penduduk tertinggi di Kota Bekasi pada
tahun 2003, yaitu sebanyak 232.110 jiwa di Kecamatan Pondok Gede dan 236.303
jiwa di Kecamatan Bekasi Utara.
Penggunaan lahan pada tahun 2010 yang mengalami penurunan luas
terbesar adalah kebun campuran. Penggunaan lahan ini mengalami penurunan
menjadi 14,22 % (3071,84 ha), diikuti dengan lahan kosong menjadi 8,78 %
(1897,72 ha) dan TPLB mengalami penurunan menjadi 8,40 % (1815,76 ha).
Penurunan luas kebun campuran terbesar terjadi di Kecamatan Pondok Gede,
yang sejalan dengan peningkatan luas untuk penggunaan lahan pemukiman tidak
teratur.

41

Gambar 21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010


Pada Gambar 21 dapat dilihat peningkatan permukiman tidak teratur
sebesar 19% (1.074,19 ha), permukiman teratur sebesar 19% (727,73 ha),
Kawasan Industri 4% (26.45 ha), fasilitas pendidikan dan TPA 1% (0,74 ha) dan
(1,45 ha ), RTH sebesar 10% (74,33 ha). Hal ini diikuti dengan penurunan kebun
campuran sebesar 20% (748,90 ha), lahan kosong 16% (357,86 ha), penggunaan
lahan rumput, semak, ilalang sebesar 17% (227,27 ha), TPLB dan TPLK sebesar
25% dan 22% (597,60 ha dan 80,87 ha). Kecamatan Bekasi Utara adalah
kecamatan yang memiliki proporsi ruang terbangun (permukiman tidak teratur,
permukiman teratur, kawasan industri, fasilitas pendidikan) terbesar yaitu sebesar
1.138,93 ha dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 1.339 ha.
Penggunaan lahan Kota Bekasi secara spasial disajikan pada Peta
Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 22) dan Peta Penggunaan
Lahan Kota Bekasi Tahun 2010 (Gambar 23).

42

Gambar 22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003

Gambar 23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010

43

Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan penggunaan lahan Kota Bekasi


bagian Barat yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta dan Kota Bekasi
bagian Timur yang dekat dengan pusat Kota Bekasi

didominasi oleh ruang

terbangun. Pola ini terbentuk karena dipengaruhi oleh aksesibilitas, yaitu jarak
terhadap pusat kegiatan dan jaringan jalan yang memadai. Sementara itu bagian
Selatan Kota Bekasi yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan bagian Utara
yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi pada tahun 2003 masih didominasi
oleh penggunaan lahan non terbangun.
Pada tahun 2010 penurunan luas penggunaan lahan terbesar terjadi di
bagian Selatan Kota Bekasi yaitu Kecamatan Jati Asih dan Kecamatan Mustika
Jaya. Terbentuknya jalan tol baru di sepanjang Kecamatan Jati Asih menyebabkan
banyak penggunaan lahan yang terkonversi, salah satu yang terbesar adalah kebun
campuran. Pada Kecamatan Mustika Jaya, penurunan luas terbesar TPLB
dikarenakan dikonversi menjadi perumahan teratur. Di

dalam konteks

pengembangan sumberdaya, konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah


suatu proses yang bersifat irreversible atau tidak dapat balik. Hal ini berimplikasi
bahwa konversi lahan pertanian akan dibarengi dengan perubahan-perubahan
orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat yang juga umumnya
bersifat irreversible (Winoto et al., 1996)
5.2.2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010
Dalam mengamati pola perubahan penggunaan lahan, hal yang perlu
dicermati adalah arah perubahan menjadi penggunaan lahan apa dan penggunaan
lahan sebelumnya. Perubahan penggunaan lahan pada Kota Bekasi tahun 20032010 disajikan pada Tabel 10. Perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu terjadi
pada penggunaan lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur, lahan
kosong menjadi permukiman teratur, dan TPLB menjadi lahan kosong dengan
luas perubahan berturut-turut sebesar 649,88 ha, 493,09 ha, dan 365,09 ha.
Berikut ini akan diuraikan jenis perubahan penggunaan lahan dari tahun 20032010 secara rinci per kecamatan di Kota Bekasi.

44

Tabel 10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010

493.09

81.11

0.58

5485.57

46.59
80.48

Kawasan Industri

598.10

Kebun Campuran
0.74

0.56

4.91

0.14

10.19

15.22

19.83

1.03

2.42

3059.40

Permukiman Teratur

1.29

12.66
0.69

13.10

4.86

715.12
156.02

65.06

1126.23

TPA

159.31

TPLB

1.78

0.24

TPLK

1.10

3.94

TPU

1.45

3994.00

RTH
Rumput,semak,ilalang

TPU

195.47

TPLK

1427.27

TPLB

0.58

TPA

RTH

31.87

Rumput,Semak
,Ilalang

Permukiman
Teratur

Kebun
Campuran

Kawasan
Industri

Jalan TOL

Jalan Arteri

677.97

79.88

Jalan TOL

Permukiman Tidak Teratur

61.05

0.80

Jalan Arteri

Lahan Kosong

Permukiman
Tidak Teratur

Fasilitas Pendidikan

20.43

Lahan Kosong

Badan Air

Fasilitas
Pendidikan

Penggunaan Lahan 2003

Badan Air

Penggunaan Lahan 2010 ( Ha )

1.76

357.68

67.32

158.37

1.16

24.48

24.14

24.34

2.86

1819.91
279.70
62.84

44

45

5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur


Dalam selang waktu 7 tahun telah terjadi perubahan penggunaan lahan
permukiman tidak teratur menjadi jalan arteri, jalan tol, dan RTH. Perubahan ini
terjadi di sebagian kecamatan di Kota Bekasi, antara lain Kecamatan Bekasi
Barat, Bekasi Selatan, Jati Asih, dan Kecamatan Pondok Melati. Luas perubahan
permukiman tidak teratur menjadi penggunaan lahan lain dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010

Kecamatan

Luas (ha) Perubahan Permukiman Tidak Teratur


Menjadi
Jalan Arteri

Jalan tol

RTH

Bantar Gebang
Bekasi Barat

Luas
Perubahan
Per
Kecamatan
0.00

1.03

Bekasi Selatan

2.02

0.15

1.18

1.14

3.16

Bekasi Timur

0.00

Bekasi Utara

0.00

Jati Asih

0.36

0.36

Jati Sampurna

0.00

Medan Satria

0.00

Mustika Jaya

0.00

Pondok Gede

0.00

Pondok Melati

0.04

0.04

Rawalumbu
Jumlah

0.00
1.02

2.42

1.29

4.74

Perubahan terbesar terjadi pada permukiman tidak teratur menjadi jalan


tol sebesar 2,42 ha. Permukiman tidak teratur merupakan salah satu penggunaan
lahan yang sulit untuk dirubah menjadi penggunaan lahan lain. Tetapi, perubahan
ini dapat terjadi karena kebijakan dari pemerintah Kota Bekasi untuk
meminimalisasi kemacetan di Kota Bekasi dengan membuat jalan tol baru yang
mulai beroperasi pada tahun 2007. Kecamatan Bekasi Selatan mengalami
perubahan permukiman tidak teratur sebesar 3,16 ha. Permukiman tidak teratur di
wilayah tersebut mengalami penggusuran untuk pembuatan jalan tol dan RTH.

46

5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran


Perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi penggunaan
lahan lain per kecamatan disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2003-2010
penggunaan lahan kebun campuran telah banyak mengalami konversi lahan
menjadi jalan arteri, jalan tol, lahan kosong, permukiman tidak teratur,
permukiman teratur, RTH, dan TPA.
Tabel 12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan

Bantar Gebang
Bekasi Barat
Bekasi Selatan
Bekasi Timur
Bekasi Utara
Jati Asih
Jati Sampurna
Medan Satria
Mustika Jaya
Pondok Gede
Pondok Melati
Rawalumbu
Jumlah

Jalan
Arteri

Luas (ha) Perubahan Kebun Campuran Menjadi


Permukiman
Jalan
Lahan
Permukiman
Tidak
RTH
TOL
Kosong
Teratur
Teratur

0.56
2.80

2.07

0.03
0.56

4.91

5.86
2.10
6.23
2.35
1.55
14.30
12.39

1.35
0.18
0.16
0.65
0.06
10.69
4.73

5.04
2.70
1.67
5.47

35.79
80.41
36.57
13.18
12.28
131.66
67.76
9.17
47.85
103.66
75.48
36.06

59.66

649.88

31.87

4.91
6.34
0.25
2.55

TPA
1.45

44.46
83.30
46.25
16.18
13.89
158.72
84.88
9.17
57.79
112.71
77.48
44.08

1.45

748.90

0.05
0.48

0.05
0.58

Luas
Perubahan
Per
Kecamatan

Tabel 12 menunjukkan perubahan terbesar terjadi pada penggunaan


lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur sebesar 649,88 ha.
Sementara itu, perubahan terkecil yaitu menjadi jalan arteri terjadi di Kecamatan
Bekasi Barat sebesar 0,56 ha. Kecamatan Jati Asih adalah kecamatan yang
mengalami perubahan luas kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur
terbesar yaitu 131,66 ha. Perubahan kebun campuran menjadi penggunaan lahan
lainnya terjadi di seluruh kecamatan di Kota Bekasi. Luas kebun campuran
terbesar yang mengalami konversi lahan terdapat pada Kecamatan Jati Asih
sebesar 158,72 ha.

47

5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah


Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) adalah penggunaan lahan yang
memiliki nilai land rent yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun.
Hal ini yang memacu konversi lahan terbesar terjadi pada TPLB. Perubahan
penggunaan TPLB menjadi penggunaan lain di setiap kecamatan disajikan pada
Tabel 13.
Tabel 13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010

Bantar Gebang
Bekasi Barat

9.91
0.37

3.03

1.84

RTH

Permukiman
Teratur

Permukiman
Tidak
Teratur

Lahan
Kosong

Kawasan
Industri

Jalan TOL

Kecamatan

Jalan Arteri

Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLB Menjadi


Luas
Perubahan
Per
Kecamatan

3.17

16.11

9.37

11.58

Bekasi Selatan

17.85

5.43

1.57

24.86

Bekasi Timur

4.84

2.53

2.00

9.38

Bekasi Utara

52.92

30.70

20.45

6.74

0.63

2.64

10.01

24.14

1.16

26.95

52.25

112.35

10.63

10.29

108.90

4.16

65.99

179.05

1.22

3.14

4.36

13.54

1.71

10.34

25.82

12.06

6.11

2.47

20.63

365.09

67.32

158.37

Jati Asih
Jati Sampurna
Medan Satria

1.41

1.76

Mustika Jaya
Pondok Gede
Pondok Melati

0.24

Rawalumbu
Jumlah

1.78

0.24

1.76

0.55

0.61

1.16

104.61

137.05

595.72

Tabel 13 menunjukkan konversi TPLB terbesar yaitu menjadi lahan


kosong sebesar 365,09 ha. Lahan kosong ini nantinya akan dibangun menjadi
permukiman teratur. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan sekitar yang sudah
menjadi permukiman teratur. Perubahan TPLB menjadi penggunaan lahan lainnya
terjadi di seluruh kecamatan dengan konversi TPLB terbesar terjadi pada
Kecamatan Mustika Jaya sebesar 179,05 ha konversi TPLB terkecil terjadi di
Kecamatan Pondok Gede yaitu seluas 4,36 ha. Kecamatan Mustika Jaya adalah
kecamatan yang memiliki luas TPLB terbesar, sehingga berpeluang besar untuk
mengalami konversi lahan. Sementara itu, untuk Kecamatan Pondok Gede

48

berbanding terbalik dengan Kecamatan Mustika Jaya. Kecamatan ini memiliki


luas TPLB yang relatif kecil, sehingga konversi terhadap TPLB juga rendah.
Konversi lahan pertanian merupakan salah satu konsekuensi dari perluasan
kota yang membutuhkan lahan untuk pertumbuhan kota. Hal ini mengakibatkan
terjadi peningkatan permintaan terhadap lahan untuk aktivitas ekonomi,
permukiman dan infrastruktur yang menyebabkan terjadinya peningkatan konversi
lahan pertanian.
5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
(TPLK)
Pada tahun 2003-2010 telah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan
TPLK menjadi penggunaan lahan lain, yaitu jalan arteri, jalan tol, lahan kosong,
permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas perubahan yang
terjadi selama 7 tahun disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010

RTH

Permukiman
Teratur

Permukiman
Tidak
Teratur

Lahan
Kosong

Jalan tol

Kecamatan

Jalan Arteri

Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLK Menjadi


Luas
Perubahan
Per
Kecamatan

Bantar Gebang

0.00

Bekasi Barat

0.00

Bekasi Selatan

5.51

Bekasi Timur

5.51
2.45

2.49

4.93

10.08

8.38

23.00

4.28

0.01

1.77

0.67

12.84

0.42

3.10

Mustika Jaya

0.81

1.59

Pondok Gede

0.77

0.39

7.85

9.02

Pondok Melati

1.11

1.55

2.65

Rawalumbu

2.06

0.30

2.35

24.14

24.34

Bekasi Utara

4.55

Jati Asih

3.94

Jati Sampurna
Medan Satria

Jumlah

1.10

1.10

3.94

24.48

1.94

10.18
2.44

0.92

18.38
2.39

2.86

80.87

Tabel 14 menunjukkan luas perubahan penggunaan lahan TPLK


terbesar yaitu menjadi permukiman teratur sebesar 24,34 ha, yang diikuti dengan
permukiman tidak teratur sebesar 24,14 ha. Perubahan penggunaan lahan TPLK

49

cenderung mengarah ke lahan terbangun yang umumnya digunakan sebagai


tempat tinggal. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah penduduk,
sehingga permintaan lahan untuk permukiman juga semakin meningkat.
Perubahan TPLK menjadi penggunaan lahan lain terjadi hampir di seluruh
kecamatan kecuali Kecamatan Bantar Gebang dan Bekasi Barat, dikarenakan
kecamatan ini tidak memiliki TPLK. Konversi TPLK terbesar terdapat di
Kecamatan Bekasi Utara yaitu dengan luas konversi terbesar menjadi permukiman
tidak teratur sebesar 10,08 ha.
5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong
Selama waktu 7 tahun, penggunaan lahan kosong mengalami perubahan
menjadi penggunaan lahan lain, yaitu fasilitas pendidikan, jalan arteri, jalan tol,
kawasan industri, permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas
perubahan lahan kosong menjadi penggunaan lahan lain disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan Lahan
Lain (ha) Tahun 2003-2010

9.38

Bekasi Barat

2.63

2.58

15.56

22.27

8.82

51.86

Bekasi Selatan

7.07

16.47

31.89

8.10

63.53

8.05

12.68

1.15

21.88

15.85

64.54

17.20

38.43

21.07
14.50

Bekasi Timur
Bekasi Utara

1.65

Jati Asih

2.20

Jati Sampurna
Medan Satria
Mustika Jaya

7.56

13.86

0.74

RTH

Permukiman
Tidak
Teratur
13.36

Bantar Gebang

Permukiman
Teratur

Kawasan
Industri
3.80

Jalan tol

Jalan Arteri

Kecamatan

Fasilitas
Pendidikan

Luas (ha) Perubahan Lahan Kosong Menjadi


Luas
Perubahan
Per
Kecamatan
26.55

82.04
2.87

60.71

82.40

9.96

113.43

40.55

23.81

100.30

7.84

85.85

3.78

98.22

Pondok Gede

0.28

27.19

23.57

0.96

52.00

Pondok Melati

3.08

8.77

33.56

0.33

45.74

0.51

29.60

47.97

21.32

99.40

19.83

195.47

493.09

81.11

815.66

Rawalumbu
Jumlah

0.74

10.19

15.22

Tabel 15 menunjukkan perubahan lahan kosong terbesar yaitu menjadi


permukiman teratur seluas 493,09 ha dan diikuti dengan perubahan menjadi

50

permukiman tidak teratur seluas 195,47 ha. Perubahan lahan kosong menjadi
penggunaan lahan lain terjadi di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mengalami
perubahan lahan kosong terbesar adalah Kecamatan Jati Sampurna sebesar 113,43
ha dengan perubahan yang mendominasi yaitu perubahan menjadi permukiman
teratur sebesar 82,40 ha. Perubahan lahan kosong menjadi permukiman teratur
terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk yang meningkatkan permintaan lahan
untuk dijadikan sebagai tempat hunian. Kecamatan yang mengalami perubahan
luas lahan kosong terkecil adalah Kecamatan Bekasi Timur sebesar 21,88 ha.
Kecamatan Bekasi Timur memiliki luas lahan terbangun yang tinggi sehingga
sangat jarang ditemui lahan kosong yang dapat dikonversi menjadi penggunaan
lahan lain.
5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Selama selang waktu 7 tahun dari tahun 2003-2010, penggunaan lahan
RTH mengalami perubahan menjadi lahan kosong. Luas perubahan penggunaan
lahan RTH disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Tahun 20032010
Kecamatan

Luas (ha) Perubahan RTH menjadi Lahan Kosong

Bantar Gebang
Bekasi Barat
Bekasi Selatan
Bekasi Timur
Bekasi Utara
Jati Asih
Jati Sampurna
Medan Satria
Mustika Jaya
Pondok Gede
Pondok Melati
Rawalumbu

0.70
0.86
2.20
4.55
0.19
0.41

Jumlah

12.66

0.14
0.63
0.03
2.96

Tabel 16 menunjukkan total luas perubahan RTH menjadi lahan kosong


sebesar 12,66 ha. Perubahan ini terjadi hampir di semua kecamatan, kecuali
kecamatan Jati Sampurna dan Mustika Jaya. Perubahan terbesar terjadi pada

51

Kecamatan Bekasi Timur sebesar 4,55 ha. Umumnya perubahan RTH menjadi
lahan kosong terjadi pada jalur hijau.
5.3 Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi
Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan
untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sudah sesuai
dengan RTRW yang telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Analisis inkonsistensi dilakukan dengan mengoverlaykan peta
RTRW Kota Bekasi (Gambar 24) dengan peta penggunaan lahan tahun 2003 dan
2010. Hasil overlay tersebut menghasilkan peta inkonsistensi pemanfaatan ruang
Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 25) dan Tahun 2010 (Gambar 26). Bentuk
realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah adalah pemanfaatan ruang yang terjadi
di suatu wilayah.

Gambar 24 . Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010


Gambar 24 menunjukkan sebaran spasial alokasi RTRW 2000-2010 Kota
Bekasi. Alokasi RTRW lebih mengarah pada penggunaan lahan terbangun, antara
lain alokasi untuk pemerintahan dan bangunan umum, pendidikan, perdagangan
dan jasa, perumahan kepadatan rendah, perumahan kepadatan sedang, perumahan

52

kepadatan rendah. Alokasi untuk lahan terbangun menyebar di seluruh kecamatan.


Alokasi untuk industri terletak di bagian Utara yaitu di Kecamatan Medan Satria.
Sementara itu alokasi untuk pertanian terletak di Kecamatan Bantar Gebang. Luas
alokasi rencana tata ruang Kota Bekasi tahun 2000-2010 disajikan pada Tabel 17
dan proporsi total inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 disajikan pada
Tabel 18.
Alokasi RTRW Kota Bekasi terbesar adalah alokasi untuk kawasan
permukiman, yaitu perumahan kepadatan rendah sebesar 710,24 ha, perumahan
kepadatan sedang sebesar 9.195,72 ha, dan perumahan kepadatan tinggi sebesar
7.162,46 ha. Dampak dari proses suburbanisasi pada Kota Bekasi, mengharuskan
pemerintah Kota Bekasi membuat alokasi khusus untuk kawasan permukiman.
Tabel 17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010
Alokasi RTRW
Industri

Luas (ha)
1.369,73

Pemerintahan dan Bangunan Umum

81,93

Pendidikan

18,47

Perdagangan dan Jasa

1.744,16

Pertanian

775,55

Perumahan Kepadatan Rendah

710,24

Perumahan Kepadatan Sedang

9.195,72

Perumahan Kepadatan Tinggi

7.162,46

Rekreasi / Olah Raga


Sempadan Sungai

26,82
289,.32

Situ

5,39

Stasiun Kereta

3,97

T P A Sampah

13,38

TPU

13,80

Taman / Hutan Kota

193,97

Hasil analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang tahun 2003 terhadap


RTRW periode 2000-2010, menunjukkan proporsi persentase jenis inkonsistensi
terbesar terhadap luas peruntukan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota
menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu sebesar
40,88% (79,31 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha. Kemudian diikuti
dengan jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi ruang terbangun sebesar

53

23,27% (6,24 ha) dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha, jenis peruntukan
pertanian menjadi ruang terbangun sebesar 22,29% (172,88 ha) dari luas
peruntukan sebesar 775,55 ha. Luas inkonsistensi paling besar terdapat pada
Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 197,29 ha atau 4,31% dari luas wilayah
Kecamatan Bantar Gebang.
Tabel 18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan
2010
Jenis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang
Kota Bekasi
Peruntukan RTRW
Kondisi Eksisting
Pertanian
Ruang Terbangun
Sempadan Sungai
Ruang Terbangun
Taman/Hutan Kota
Ruang Terbangun
Taman / Hutan Kota Lahan Kosong
Taman / Hutan Kota Pertanian
Rekreasi/Olahraga
Ruang Terbangun
Jumlah

Tahun 2003
ha
172.28
43.53
53.11
17.73
8.46
6.24
301.35

%
0.797
0.200
0.246
0.082
0.039
0.029
1.393

Tahun 2010
ha
227.03
58.82
59.90
8.68
16.74
6.24
377,41

%
1.051
0.272
0.277
0.040
0.077
0.029
1.746

Pada tahun 2010, proporsi persentase jenis inkonsistensi terbesar terhadap


luas peruntukkan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota menjadi ruang
terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu meningkat menjadi 43,98%
(85,32 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha, diikuti dengan jenis peruntukan
pertanian menjadi ruang terbangun meningkat menjadi 29,27% (227,03 ha) dari
luas peruntukkan sebesar 775,55 ha. Jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi
ruang terbangun tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 23,27% (6,24 ha)
dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha. Total luas inkonsistensi paling besar
terdapat pada Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan pemekaran dari
Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 145, 92 ha atau 5,66% dari total luas
wilayah Kecamatan Mustika Jaya 2577,12 ha.
Besarnya inkonsistensi pemanfaatan ruang pada Kecamatan Bantar
Gebang pada tahun 2003 dan Kecamatan Mustika Jaya pada tahun 2010 yang
merupakan pemekaran dari Kecamatan Bantar Gebang, dikarenakan luas
penggunaan lahan di Kecamatan ini masih didominasi oleh penggunaan lahan non
terbangun atau penggunaan lahan yang memiliki nilai land rent yang rendah. Hal
ini memacu masyarakat untuk melakukan konversi lahan menjadi penggunaan

54

lahan yang memiliki nilai land rent lebih tinggi. Jarak kecamatan yang jauh dari
pusat kota juga menyebabkan rendahnya pengawasan aparat terhadap segala
bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang ( Listiawan, 2010).

Gambar 25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003

55

Gambar 26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010

56

5.4 Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi


Perkembangan suatu wilayah yang sejalan dengan meningkatnya jumlah
perumbuhan penduduk menuntut adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dalam
kebutuhan hidup diantaranya sarana dan prasarana. Tingkat perkembangan
wilayah Kota Bekasi dapat dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram
yang menggunakan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang ada di 10
kecamatan dengan 52 desa pada tahun 2003 dan dimekarkan menjadi 12
kecamatan dengan 56 desa pada tahun 2006. Sarana prasarana yang digunakan
sebagai variabel dalam analisis antara lain fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi,
fasilitas kesehatan, dan fasilitas sosial.
Analisis skalogram mengelompokkan setiap desa ke dalam hirarki wilayah
dengan kriteria tertentu. Hirarki wilayah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat
perkembangan tinggi, hirarki II wilayah dengan tingkat perkembangan sedang,
hirarki III wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Pengelompokkan
wilayah berdasarkan hirarki pada tahun 2003 dan 2006 disajikan pada Gambar 27
dan Gambar 28.

Gambar 27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003

57

Gambar 28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006


Secara spasial terlihat bahwa hirarki-hirarki tersebut tersebar tidak merata
atau mengelompok di wilayah-wilayah tertentu. Kecamatan-kecamatan di bagian
Utara, Barat, dan Timur Kota Bekasi cenderung memiliki hirarki lebih tinggi
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan di bagian selatan. Hal ini karena
wilayah-wilayah yang berhirarki lebih tinggi tersebut berbatasan dengan wilayah
DKI Jakarta sehingga perkembangannya lebih pesat dibandingkan dengan wilayah
bagian selatan yang berbatasan dengan wilayah kabupaten. Menurut Rustiadi et
al., (2009) aspek spasial merupakan fenomena alami, sehingga jika perkembangan
suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat adalah hal
yang wajar. Hal ini dikarenakan telah terjadinya interaksi sosial ekonomi dari dua
wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2003, jumlah kelurahan
yang berhirarki I adalah 7, kelurahan yang berhirarki II berjumlah 20, dan
kelurahan yang berhirarki III berjumlah 25 kelurahan. Hasil analisis skalogram
pada tahun 2006 menunjukkan jumlah kelurahan yang berhirarki I adalah 7,
kelurahan yang berhirarki II berjumlah 26, dan kelurahan berhirarki III berjumlah
23 kelurahan. Penyebaran hirarki di Kota Bekasi tidak merata, seperti tidak semua
kecamatan memiliki hirarki I, dimana tempat terjadinya pusat-pusat aktivitas.

58

Tabel 19 menyajikan persentase jumlah kelurahan berdasarkan hirarki di setiap


kecamatan pada Kota Bekasi. Dari Tabel 19 tersebut dapat dilihat bahwa terjadi
penurunan dan penambahan tingkatan hirarki. Pada tahun 2003 jumlah kelurahan
yang paling banyak adalah kelurahan yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar
48%, sedangkan pada tahun 2006 jumlah kelurahan yang paling banyak adalah
kelurahan yang berhirarki II sebesar 46 %.
Tabel 19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap
Kecamatan.
Nama Kecamatan
Pondok Gede
Bekasi Timur
Bekasi selatan
Bantargebang
Medan Satria
Bekasi Barat
Rawalumbu
Jatiasih
Jatisampurna
Bekasi Utara
Kota Bekasi

I
20%
75%
20%
0%
25%
20%
0%
0%
0%
0%
13%

Hirarki 2003
II
III
80%
0%
25%
0%
40%
40%
25%
75%
75%
0%
20%
60%
25%
75%
33%
67%
0%
100%
67%
33%
38%
48%

I
20%
75%
40%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
13%

Hirarki 2006
II
60%
25%
60%
25%
100%
100%
75%
33%
20%
50%
46%

III
20%
0%
0%
75%
0%
0%
25%
67%
80%
50%
41%

Hirarki I adalah wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi yang


berfungsi sebagai pusat aktivitas, seperti pemusatan penduduk, industri,
pemerintahan, pasar yang potensial, serta memiliki fasilitas yang beragam dan
lengkap. Dari hasil analisis tahun 2003 terdapat 5 kecamatan dari 10 kecamatan di
Kota Bekasi yang memiliki hirarki I, diantaranya Kecamatan Bekasi Timur,
Pondok Gede, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Medan Satria. Pada tahun 2006
terjadi penurunan kecamatan yang memiliki kelurahan berhirarki I yaitu 4
kecamatan dari 12 kecamatan setelah pemekaran pada tahun 2004, yaitu
Kecamatan Bekasi Timur, Pondok Gede, Bekasi Selatan, dan Pondok Melati.
Pada tahun 2003, Kecamatan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang
memiliki kelurahan berhirarki I paling banyak sebesar 43%, yaitu Kelurahan
Margahayu, Bekasi Jaya, dan Duren Jaya, sedangkan pada tahun 2006,
Kecamatan Bekasi Timur tidak mengalami perubahan hirarki pada kelurahannya,
meskipun terjadi penambahan jumlah dan jenis fasilitas. Kecamatan Bekasi Timur

59

memiliki letak yang strategis, aksesibilitas yang baik, dan penduduk yang padat
sehingga diperlukan peningkatan terhadap fasilitas yang lengkap dan beragam.
Kecamatan Pondok Gede tidak mengalami penambahan kelurahan yang berhirarki
I, tetapi terjadi perubahan kelurahan yang berhiraki I setelah pemekaran.
Kelurahan yang berhirarki I di Kecamatan Pondok Gede pada tahun 2003 adalah
Kelurahan Jatirahayu. Setelah pemekaran, Kelurahan Jatirahayu masuk ke dalam
kecamatan baru yaitu Kecamatan Pondok Melati. Hal ini memacu kelurahankelurahan lain di Kecamatan Pondok Gede untuk meningkatkan tingkatan hirarki,
sehingga pada tahun 2006 Kelurahan Jatiwaringin yang sebelumnya berhirarki II
mengalami peningkatan hirarki menjadi Hirarki I. Kecamatan Medan Satria dan
Bekasi Barat pada tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun 2003 karena
terdapat kelurahan yang berhirarki I berubah menjadi hirarki II, yaitu Kelurahan
Kranji dan Kelurahan Medan Satria. Pada Kecamatan Bekasi Selatan terjadi
penambahan jumlah dan jenis fasilitas sehingga kelurahan yang berhirarki I
bertambah, yaitu Kelurahan Kayuringin Jaya dan Jaka Setia
Hirarki II merupakan wilayah yang sedang berkembang, biasanya
dicirikan dengan pertumbuhan yang cepat dan merupakan wilayah penyangga dari
wilayah yang berhirarki I. Jumlah kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2006
mengalami peningkatan dari tahun 2003, yaitu 38% menjadi 46 %. Wilayah yang
berhirarki II tersebar merata hampir di seluruh kecamatan. Kecamatan
Jatisampurna tidak memiliki kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003,
sedangkan Kecamatan Pondok Melati dan Kecamatan Mustika Jaya yang
merupakan kecamatan hasil pemekaran juga tidak memiliki kelurahan yang
berhirarki II di tahun 2006.
Hirarki III adalah wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Di Kota
Bekasi, wilayah yang berhirarki III mengalami penurunan dari 48% menjadi 41%
di tahun 2003 dan 2006. Pada tahun 2003, semua kelurahan di Kecamatan
Jatisampurna masuk ke dalam tingkatan hirarki III, sedangkan pada tahun 2006
Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan kecamatan baru, seluruh kelurahannya
masuk ke dalam tingkatan hirarki III. Kecamatan Pondok Gede, Medan Satria,
dan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang tidak memiliki hirarki III di tahun
2003 dan pada tahun 2006, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Medan

60

Satria, dan Bekasi Barat tidak memiliki kelurahan berhirarki III. Hal ini
menunjukkan bahwa penyebaran fasilitas-fasilitas cenderung memusat dan tidak
merata.
Wilayah yang berkembang ditandai dengan adanya penambahan fasilitas
atau perkembangan sarana prasarana di wilayah tersebut. Pada Gambar 29 akan
disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Kota Bekasi.

Gambar 29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun
2006
Gambar 29 menunjukkan perkembangan fasilitas di Kota Bekasi. Dari
Gambar 29 tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan pada fasilitas
sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. Sedangkan fasilitas ekonomi
mengalami penurunan. Laju pertumbuhan fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, dan
fasilitas pendidikan berturut-turut sebesar 13,2%, 24,4%, dan 12,8%. Fasilitas
ekonomi mengalami penurunan sebesar 37,4%. Penurunan ini dikarenakan oleh
berkurangnya toko atau warung kelontong akibat dari menurunnya intensitas
masyarakat untuk berbelanja di warung-warung kecil. Selain itu, hal ini juga
dipengaruhi oleh banyaknya supermarket,minimarket, ataupun pasar swalayan
yang memiliki daya saing tinggi berdiri di sekitar lingkungan masyarakat yang
menyebabkan warung-warung kecil gulung tikar.
Kecamatan Bekasi Utara merupakan kecamatan yang mengalami
peningkatan paling tinggi pada fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan

61

fasilitas sosial. Sementara itu peningkatan fasilitas ekonomi tertinggi dijumpai di


Kecamatan Pondok Gede.

Kecamatan Bekasi Utara adalah kecamatan yang

memiliki jumlah penduduk tertinggi kedua setelah Kecamatan Bekasi Timur pada
Tahun 2006. Jumlah penduduk di Kecamatan Bekasi Utara meningkat tinggi dari
tahun 2003 sampai 2006, dari sebanyak 194.950 menjadi 228.327 jiwa. Dengan
jumlah penduduk yang bertambah diperlukan penambahan fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup penduduk tersebut di suatu wilayah.
5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan
Wilayah
Keterkaitan perubahan luas penggunaan lahan terhadap perkembangan
wilayah dapat dilihat pada Gambar 30. Pada Gambar 30 menunjukkan wilayahwilayah yang memiliki hirarki tinggi tidak terlalu banyak mengalami perubahan
penggunaan lahan ruang terbangun. Hal ini diduga karena lahan di wilayah
tersebut terbatas dan penggunaan lahannya didominasi oleh ruang terbangun yang
digunakan untuk aktivitas ekonomi, sehingga peluang untuk mengalami konversi
lahan lebih kecil. Sebaliknya, untuk wilayah-wilayah yang memiliki hirarki
rendah banyak mengalami peningkatan penggunaan lahan terbangun. Hal ini
diduga karena di wilayah tersebut penggunaan lahan non ruang terbangunnya
masih sangat luas sehingga berpotensi untuk mengalami konversi lahan dari
penggunaan lahan non terbangun menjadi penggunaan lahan ruang terbangun.
Semakin tinggi hirarki (hirarki 1) suatu wilayah maka perubahan luas
penggunaan lahan akan semakin kecil dibandingkan dengan wilayah yang
memiliki hirarki rendah bahkan suatu saat akan mengalami kondisi jenuh atau
tidak mengalami perubahan sama sekali karena tidak ada lagi lahan yang bisa
dikonversi.
Wilayah-wilayah yang berhirarki 3 mengalami perubahan luas penggunaan
lahan terbesar. Beberapa jenis penggunaan meningkat luasannya dan beberapa
jenis penggunaan cenderung terkonversi. Peningkatan luas penggunaan lahan
terbesar pada hirarki 3 terjadi pada permukiman tidak teratur sebesar 489,11 ha,
diikuti dengan permukiman teratur sebesar 458,82 ha. Sementara itu, penurunan
luas penggunaan lahan terbesar terjadi pada kebun campuran 392,84 ha, diikuti
dengan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) sebesar 317,94 ha.

62

Gambar 30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah


5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan terjadi dikarenakan peningkatan kebutuhan
akan ruang meningkat, tetapi ketersediaan lahan terbatas. Penggunaan lahan non
terbangun seperti Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB), Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK), kebun campuran, lahan kosong sering kali menjadi sasaran
untuk dikonversi menjadi penggunaan lahan terbangun seperti permukiman teratur,
permukiman tidak teratur, kawasan industri, dan fasilitas pendidikan. Faktorfaktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan
analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Peubah tujuan dalam
analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun
(disimbolkan dengan Y1), perubahan penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun
(Y2), perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun

63

(Y3), dan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun (Y4).
Hasil dari analisis disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan.
Peubah Yang Berpengaruh Nyata

Y1

Alokasi Pertanian (X1)

-0.29

Alokasi Lahan Terbangun (X2)


Alokasi Hutan Kota (X3)

0.20
-0,14

Aksesibilitas Ke Kota Lain Terdekat (X4)

-0.13

Y2
0.79

0.21
0.07

Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas ekonomi (X7)

0.27

Luas TPLB 2003 (X10)

0.37
0.28

Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas Sosial (X6)

-0.07
0.11

-0.60

Luas TPLK 2003 (X9)

0.66
0.90

Luas Kebun Campuran 2003(X11)

-0.43
-0.87

0.85

Fasilitas Sosial (X13)

-0.17

Fasilitas Kesehatan (X14)

0.17
0.16

Jumlah Penduduk (X17)

Keterangan :

0.20

-0.36
-0.19

Fasilitas Ekonomi (X16)


R-square

0.01

0.39

Luas Lahan Kosong 2003 (X12)

Fasilitas Pendidikan (X15)

Y4
0.09

Aksesibilitas Ke Kecamatan (X5)

Luas Lahan Terbangun 2003 (X8)

Y3

-0.16
0.65

0.43

0.10
0.57

0.84

Y1 : Perubahan TPLB-Lahan Terbangun


Y2 : Perubahan TPLK-Lahan Terbangun
Y3 : Perubahan Kebun Campuran-Lahan Terbangun
Y4 : Perubahan Lahan Kosong-Lahan Terbangun

Persamaan yang dihasilkan dari hasil analisis regresi berganda untuk setiap
perubahan adalah
Y1= -0,29X1+0,20X2-0,14X3-0,13X4+0,90X10-0,19X15
Y2= 0,79X2+0,21X5+0,07X6+0,27X7-0,60X8+0,66X9-0,87X11-0,17X13-0,36X14-0,16X17
Y3= 0,37X2+0,28X4-0,43X10+0,39X11+0,17X15+0,16X16
Y4= 0,09X1-0,07X6+0,11X8+0,01X10+0,85X12+0,20X12+0,10X17

Dari hasil persamaan analisis untuk Y1 dapat dilihat bahwa kenaikan


variabel Y1 sebanyak satu satuan diikuti dengan kenaikan variabel X2, dan X10
sebesar 0,20 satuan dan 0,90 satuan, kemudian diikuti dengan penurunan variabel
X1, X3, X4, dan X5 dengan koefisien berturut-turut 0,29, 0,14, 0,13, dan 0,19
satuan. Pembacaan hasil analisis regresi untuk Y2, Y3, dan Y4 sama halnya
dengan Y1.

64

Persamaan regresi yang terdapat pada Tabel 20 untuk Y1, Y2, Y3, dan Y4
berturut-turut adalah 0,65; 0,43; 0,57; 0,84. Nilai R-square yang mendekati 1
menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel
tujuan sudah relatif tepat. Dari hasil analisis regresi yang dilakukan tidak semua
mendekati 1. Berdasarkan Tabel 19, nilai parameter hasil analisis regresi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel yang berpengaruh sangat nyata (plevel < 0.05) dan variabel yang berpengaruh nyata (p-level > 0.05).
Dari hasil persamaan analisis regresi untuk Y1 variabel yang berpengaruh
sangat nyata adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk
pertanian, dan luas TPLB tahun 2003. Faktor yang berperan positif adalah alokasi
RTRW untuk lahan terbangun dan luas TPLB pada tahun 2003, sedangkan yang
berperan negatif adalah alokasi RTRW untuk pertanian. Hal ini dapat diartikan
bahwa semakin tinggi luas alokasi untuk lahan terbangun dan luas TPLB
menyebabkan perubahan penggunaan lahan terbangun akan semakin meningkat.
Luas

TPLB

yang

tinggi

diiringi

dengan

kebijakan

pemerintah

yang

mengalokasikan untuk lahan terbangun memberikan peluang untuk terjadinya


konversi lahan yang tinggi. Rendahnya luasan alokasi RTRW untuk pertanian
menyebabkan tingginya perubahan TPLB menjadi lahan terbangun. Hal ini terkait
dengan visi dan misi Kota Bekasi sebagai pusat permukiman, jasa, perdagangan,
dan industri dengan tetap mempertimbangkan aspek hijau kota. Oleh karena itu,
perlu pengawasan dan pengendalian agar tidak ada lagi bangunan-bangunan pada
alokasi yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian. Variabel yang berpengaruh
nyata pada Y1 memiliki koefisien negatif, yaitu alokasi untuk hutan kota,
aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain, dan pertambahan fasilitas pendidikan.
Pertambahan fasilitas pendidikan yang tinggi menurunkan peluang terjadinya
konversi lahan pertanian. Hal ini diduga karena fasilitas-fasilitas pendidikan
didirikan pada lahan-lahan yang sudah terbangun sehingga tidak mengkonversi
lahan pertanian. Aksesibilitas menuju kota atau kabupaten lain yang semakin jauh
menurunkan peluang untuk terjadinya konversi lahan. Semakin dekat jarak
dengan pusat kota maka kemungkinan konversi lahan menjadi lahan terbangun
semakin tinggi. Hal ini terkait dengan tingginya aktivitas ekonomi yang terjadi
pada pusat kota.

65

Pada hasil analisis regresi Y2, variabel yang berpengaruh sangat nyata
adalah luas penggunaan lahan (TPLK, kebun campuran, lahan terbangun) tahun
2003, alokasi lahan terbangun, dan pertambahan fasilitas kesehatan. Variabel yang
berperan positif adalah luas TPLK tahun 2003 dan alokasi lahan terbangun,
sedangkan untuk variabel yang berperan negatif adalah luas lahan terbangun tahun
2003, luas kebun campuran tahun 2003, dan fasilitas kesehatan. Luas TPLK dan
alokasi RTRW lahan terbangun yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan
perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sementara itu, tingginya luas lahan
terbangun dan kebun campuran pada tahun 2003, serta pertambahan fasilitas
pendidikan

menyebabkan

kecilnya

perubahan

tersebut.

Variabel

yang

berpengaruh nyata pada hasil analisis Y2 yang memiliki koefisien positif adalah
aksesibilitas menuju kecamatan, pusat fasilitas sosial, dan pusat fasilitas ekonomi,
sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah pertambahan fasilitas sosial dan
jumlah penduduk. Semakin jauh jarak dari kecamatan dan pusat-pusat aktivitas
menyebabkan peluang konversi lahan semakin tinggi. Hal ini diduga karena
perubahan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas seperti
perubahan menjadi kawasan industri yang memerlukan lahan luas dan harus jauh
dari lokasi permukiman terkait dengan pembuangan limbah industri tersebut.
Hasil analisis regresi Y3 untuk variabel sangat nyata menunjukkan
terdapat 3 variabel yang berperan positif yaitu alokasi lahan terbangun,
aksesibilitas ke kota lain, dan luas kebun campuran pada tahun 2003. Untuk
variabel yang berperan negatif adalah luas TPLB tahun 2003. Tingginya luas
alokasi lahan terbangun dan luas kebun campuran serta semakin dekat jarak
menuju kota menyebabkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi
lahan terbangun semakin tinggi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam
RTRW terkait dengan alokasi untuk lahan terbangun. Hal ini menguntungkan
pihak-pihak yang ingin mendirikan lahan-lahan terbangun untuk dijadikan sebagai
tempat aktivitas ekonomi. Variabel-variabel yang pengaruh nyata dalam Y3
memiliki koefisien positif yaitu pertambahan fasilitas pendidikan dan ekonomi.
Pembangunan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut mengurangi luas kebun
campuran yang ada. Hal ini diduga karena fasilitas tersebut dibangun oleh warga-

66

warga sekitar, seperti pembangunan toko-toko atau warung milik warga dan
sekolah-sekolah di sekitar permukiman.
Hasil analisis regresi Y4 untuk variabel yang berpengaruh sangat nyata
menunjukkan terdapat 2 variabel positif yaitu luas lahan kosong pada tahun 2003
dan laju pertambahan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya
peningkatan laju pertambahan fasilitas sosial dan

luasan lahan kosong

menyebabkan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun


semakin tinggi. Variabel berpengaruh nyata pada Y4 yang memiliki koefisien
positif adalah alokasi untuk pertanian, luas TPLB dan luas lahan terbangun 2003,
jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah aksesibilitas
ke pusat fasilitas sosial. Semakin tinggi luas TPLB pada tahun 2003 menyebabkan
peluang untuk terjadinya perubahan menjadi lahan terbangun juga semakin tinggi.
Hal ini diduga karena penggunaan lahan TPLB sebelum menjadi lahan terbangun
diusahakan untuk tidak digunakan untuk aktifitas pertanian, sehingga dibiarkan
menjadi lahan kosong untuk waktu yang tidak lama, setelah itu baru didirikan
bangunan-bangunan.

Kemudahan

aksesibilitas

ke

pusat

fasilitas

sosial

menimbulkan peluang yang kecil untuk terjadinya konversi lahan kosong menjadi
lahan terbangun. Hal ini mungkin disebabkan karena pembangunan aksesibilitas
menuju pusat fasilitas sosial sudah berada pada area lahan terbangun.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
1. Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010
mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan
fasilitas pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan
permukiman teratur dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15 %) menjadi
12.061 ha (55,83 %).
2. Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan
inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35
ha dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari
luas pada RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang
dialokasikan sebagai taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan
kosong, dan lahan pertanian.
3. Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan
yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006
meningkat dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%.
4. Semakin tinggi hirarki suatu wilayah, perubahan penggunaan lahan semakin
kecil, kecuali perubahan RTH semakin meningkat. Hal ini dikarenakan lahan
di wilayah tersebut sudah terbatas, dan penggunaan lahan yang mendominasi
sudah penggunaan lahan ruang terbangun yang menjadi aktivitas ekonomi,
sehingga berpeluang kecil untuk mengalami konversi lahan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi
lahan terbangun di Kota Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk
lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas
kebun campuran tahun 2003, luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun
2003, dan aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain.

68

6.2 Saran
1. Penelitian ini menghasilkan data luas penggunaan lahan, dan pola perubahan
penggunaan lahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
membuat prediksi penggunaan lahan pada beberapa tahun yang akan datang
dengan menggunakan data series pada tahun sebelumnya.
2. Agar penyimpangan penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang dapat
dikendalikan dan diperkecil, disarankan agar pemerintah Kota Bekasi
meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan, khususnya pada lokasi-lokasi
yang mengalami penyimpangan dari alokasi RTRW yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Y.A. 2004. Hubungan Suburbanisasi Dengan Perubahan Penggunaan
Lahan Sawah dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Studi Kasus Kota
dan Kabupaten Bekasi). [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Anjani, V. 2010. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten
Bekasi. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Anonim. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
Anonim. 2008. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Negara. Jakarta
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics. Prentice Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Hartini, S. dan Harintaka, I. 2008. Analisis Konversi Ruang Terbuka Hijau
Menjadi Penggunaan Perumahan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Media Teknik No.4 Tahun XXX Edisi November : 470-478
Lillesand, T.M dan Kiefer R.W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Listiawan, T. 2010. Hubungan Antara Kelas Jalan dengan Kecenderungan
Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kota Bogor Tahun 2003 dan Tahun
2007. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Maulida, R. 2002. Kajian Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan
Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Jabotabek Tahun 1990-2000. [Skripsi].
Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor

70

Mulyani, M. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan Faktor-faktor Yang


Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara. [Skripsi]. Jurusan Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor
Munibah, K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Celluler Automata: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten.
Majalah Ilmiah Globe. 10 (2) : 108-121
Munibah, K., Sitorus, S.R.P., Rustiadi, E,. Gandasasmita, K., Hartrisari. 2009.
Model Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Luas Lahan Pertanian
dan Pemukiman: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Tanah
dan Lingkungan. 11(1): 31-39
Pontoh, N.K dan Sudrajat, D. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan
Dengan Limpasan Air Permukaan : Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. 16(3): 44-56
Pontoh, N. K dan Kustiwan, A. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit
ITB. Bandung
Rustiadi, E dan Panuju, D.R. 1999. Suburbanisasi Kota Jakarta. Prosiding
Seminar Tahunan VII Persada. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Cresspent Press. Jakarta
Ruswandi, A., Rustiadi, E., Mudikjo, K. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan
Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara.
Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 63-70
Saefulhakim, R.S. 1999. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktivitas
Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Lokakarya HDPLUCC. Jakarta
Sarbini. 2008. Pemanfaatan Foto Udara dan Citra Quickbird Untuk Evaluasi
Perubahan Penggunaan Tanah di Desa Condongcatur Kecamatan Depok
Kabupaten Sleman. [Skripsi]. Jurusan Perpetaan. STPN Yogyakarta
Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University. Yogyakarta
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta
Winoto, J., Achsani N. A., Barus B., Panuju D. R., Tonny F. dan Aidi M. N. 1996.
Konversi Lahan dan Dampaknya Terhadap Keberlansungan Sistem
Pertanian di Pantai Utara Jawa Barat. Laporan Penelitian Kerjasama LP-IPB
dan ARMP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta

LAMPIRAN

72

Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003


Jumlah
Penduduk

Jumlah
fasilitas
Pendidikan

JATIRAHAYU

45675

40

398

61

58

1056

23

Hirarki 1

PONDOKGEDE

JATIWARINGIN

69768

59

973

53

91

2261

20

Hirarki 2

PONDOKGEDE

JATIBENING

47958

35

250

56

61

743

20

Hirarki 2

PONDOKGEDE

JATIMAKMUR

38641

36

796

45

58

1812

19

Hirarki 2

PONDOKGEDE

JATIWARNA

24842

12

353

45

40

860

19

Hirarki 2

JATISAMPURNA

JATIKARYA

6740

729

19

21

1527

16

Hirarki 3

JATISAMPURNA

JATISAMPURNA

17905

25

321

34

32

792

16

Hirarki 3

JATISAMPURNA

JATIMURNI

15782

14

274

12

35

635

15

Hirarki 3

JATISAMPURNA

JATIRANGGON

12938

18

146

26

364

14

Hirarki 3

JATISAMPURNA

JATIRANGGA

9339

25

22

19

123

14

Hirarki 3

JATIASIH

JATIRASA

24173

24

467

46

28

1102

19

Hirarki 2

JATIASIH

JATIKRAMAT

26983

46

270

48

24

752

19

Hirarki 2

JATIASIH

JATIMEKAR

25347

27

619

34

40

1400

17

Hirarki 3

JATIASIH

JATIASIH

17835

27

349

37

34

860

17

Hirarki 3

JATIASIH

JATISARI

14826

17

139

42

33

429

17

Hirarki 3

JATIASIH

JATILUHUR

11089

19

150

20

43

421

13

Hirarki 3

BANTARGEBANG

BANTARGEBANG

13316

23

1015

28

35

2167

19

Hirarki 2

Kecamatan

Kelurahan/Desa

PONDOKGEDE

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Hirarki

72

73

Lampiran 1. (Lanjutan)
Kecamatan

Kelurahan/Desa

Jumlah
Penduduk

Jumlah
fasilitas
Pendidikan

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Hirarki

BANTARGEBANG

MUSTIKA JAYA

13011

24

435

20

44

1002

19

Hirarki 2

BANTARGEBANG

PADURENAN

14274

13

988

16

35

2069

15

Hirarki 3

BANTARGEBANG

MUSTIKA SARI

9431

10

716

20

18

1510

13

Hirarki 3

BANTARGEBANG

CIKIWUL

7312

11

58

15

29

197

13

Hirarki 3

BANTARGEBANG

CIMUNING

6531

148

11

24

358

11

Hirarki 3

BANTARGEBANG

CIKETINGUDIK

6074

137

19

321

10

Hirarki 3

BANTARGEBANG

SUMUR BATU

6028

404

20

860

Hirarki 3

BEKASI TIMUR

MARGAHAYU

44684

60

180

47

66

640

24

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

BEKASI JAYA

43320

39

270

60

60

798

22

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

DUREN JAYA

52082

35

1051

58

66

2354

21

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

AREN JAYA

50718

30

324

62

47

879

18

Hirarki 2

RAWALUMBU

SEPANJANG JAYA

14432

18

524

21

25

1151

19

Hirarki 2

RAWALUMBU

PENGASINAN

35894

31

775

52

49

1765

17

Hirarki 3

RAWALUMBU

BOJONG RAWALUMBU

65416

39

519

64

52

1296

17

Hirarki 3

RAWALUMBU

BOJONG MENTENG

16222

15

1070

30

40

2270

16

Hirarki 3

BEKASI SELATAN

PEKAYON JAYA

38577

26

1048

54

31

2287

21

Hirarki 1

BEKASI SELATAN

JAKA MULYA

20451

15

339

28

36

800

18

Hirarki 2

BEKASI SELATAN

JAKA SETIA

23187

23

911

20

31

1939

17

Hirarki 3

BEKASI SELATAN

MARGA JAYA

15383

11

521

33

23

1153

17

Hirarki 3

73

74

Lampiran 1. (Lanjutan)
Jumlah
Penduduk

Jumlah
Fasilitas
Pendidikan

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Kecamatan

Kelurahan/Desa

Hirarki

BEKASI SELATAN

KAYURINGIN JAYA

47734

56

833

72

50

1972

20

Hirarki 2

BEKASI BARAT

KRANJI

39590

35

777

56

28

1764

21

Hirarki 1

BEKASI BARAT

BINTARA

49586

23

313

46

72

836

18

Hirarki 2

BEKASI BARAT

JAKA SAMPURNA

57443

46

1005

49

65

2265

17

Hirarki 3

BEKASI BARAT

KOTA BARU

41607

28

142

46

30

462

17

Hirarki 3

BEKASI BARAT

BINTARA JAYA

28032

29

16

49

29

217

16

Hirarki 3

MEDAN SATRIA

MEDAN SATRIA

24719

20

867

47

25

1893

23

Hirarki 1

MEDAN SATRIA

PEJUANG

49964

43

947

65

49

2159

20

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

KALI BARU

24747

18

946

23

16

1990

19

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

HARAPAN MULYA

18498

14

873

28

1820

19

Hirarki 2

BEKASI UTARA

HARAPAN JAYA

46546

52

360

49

65

987

19

Hirarki 2

BEKASI UTARA

TELUK PUCUNG

46614

34

284

67

52

822

19

Hirarki 2

BEKASI UTARA

KALIABANG TENGA

58226

47

494

56

56

1250

18

Hirarki 2

BEKASI UTARA

MARGA MULYA

15052

16

192

33

19

501

18

Hirarki 2

BEKASI UTARA

HARAPAN BARU

8848

11

130

18

324

17

Hirarki 3

BEKASI UTARA

PERWIRA

19664

45

96

27

27

363

16

Hirarki 3

74

75

Lampiran 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006


Jumlah
Fasilitas
Pendidikan

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

38327

35

1114

64

54

1267

22

Hirarki 1

JATIMAKMUR

43506

42

206

43

40

331

20

Hirarki 2

PONDOK GEDE

JATIBENING

35294

22

755

50

47

874

19

Hirarki 2

PONDOK GEDE

JATIBENING BARU

27475

33

89

42

35

199

17

Hirarki 3

PONDOK GEDE

JATICEMPAKA

36852

35

1121

47

44

1247

20

Hirarki 2

JATI SAMPURNA

JATISAMPURNA

19536

21

164

29

24

238

20

Hirarki 2

JATI SAMPURNA

JATIKARYA

5256

169

13

10

201

18

Hirarki 3

JATI SAMPURNA

JATIRANGGON

11800

18

128

30

30

206

15

Hirarki 3

JATI SAMPURNA

JATIRADEN

10072

14

101

13

13

141

12

Hirarki 3

JATI SAMPURNA

JATIRANGGA

9516

28

24

22

79

12

Hirarki 3

PONDOK MELATI

JATIRAHAYU

49658

34

675

66

62

837

24

Hirarki 1

PONDOK MELATI

JATIWARNA

16838

15

283

41

37

376

18

Hirarki 3

PONDOK MELATI

JATIMURNI

15913

16

302

21

20

359

17

Hirarki 3

PONDOK MELATI

JATIMELATI

16136

260

24

22

312

16

Hirarki 3

JATI ASIH

JATISARI

20597

20

356

41

35

452

20

Hirarki 2

JATI ASIH

JATIASIH

19006

29

156

42

39

266

19

Hirarki 2

JATI ASIH

JATIRASA

24597

29

175

32

30

266

18

Hirarki 3

Kecamatan

Kelurahan/Desa

PONDOK GEDE

JATIWARINGIN

PONDOK GEDE

Jumlah
Penduduk

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Hirarki

75

76

Lampiran 2. (Lanjutan)
Jumlah
Penduduk

Jumlah
Fasilitas
Pendidikan

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

JATIMEKAR

22995

32

246

44

42

364

17

Hirarki 3

JATI ASIH

JATIKRAMAT

21974

31

262

35

32

360

17

Hirarki 3

JATI ASIH

JATILUHUR

10372

19

241

21

21

302

16

Hirarki 3

BANTAR GEBANG

BANTARGEBANG

24706

24

317

32

24

397

21

Hirarki 2

BANTAR GEBANG

CIKIWUL

17203

11

173

17

16

217

13

Hirarki 3

BANTAR GEBANG

CIKETINGUDIK

16413

175

199

13

Hirarki 3

BANTAR GEBANG

SUMUR BATU

7737

127

151

11

Hirarki 3

MUSTIKA JAYA

MUSTIKAJAYA

31620

31

111

36

35

213

17

Hirarki 3

MUSTIKA JAYA

MUSTIKASARI

19826

20

41

24

20

105

16

Hirarki 3

MUSTIKA JAYA

CIMUNING

18163

11

50

34

30

125

15

Hirarki 3

MUSTIKA JAYA

PADURENAN

22227

19

122

36

35

212

14

Hirarki 3

BEKASI TIMUR

MARGAHAYU

63243

62

762

68

60

952

25

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

BEKASI JAYA

46876

57

372

60

55

544

24

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

AREN JAYA

59202

38

372

79

70

559

22

Hirarki 1

BEKASI TIMUR

DUREN JAYA

63174

35

577

59

52

723

20

Hirarki 2

RAWA LUMBU

BOJONG RAWALUMBU

67605

33

953

80

72

1138

21

Hirarki 2

RAWA LUMBU

SEPANJANG JAYA

16262

18

90

38

32

178

21

Hirarki 2

RAWA LUMBU

BOJONG MENTENG

18589

18

143

43

38

242

19

RAWA LUMBU

PENGASINAN

37470

36

77

46

42

201

18

Hirarki 2
Hirarki 3

Kecamatan

Kelurahan/Desa

JATI ASIH

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Hirarki

76

77

Lampiran 2. (Lanjutan)
Jumlah
Penduduk

Jumlah
Fasilitas
Pendidikan

Jumlah
Fasilitas
Ekonomi

KAYURINGIN JAYA

51382

55

526

79

65

725

25

Hirarki 1

BEKASI SELATAN

JAKA SETIA

32491

25

1050

54

46

1175

22

Hirarki 1

BEKASI SELATAN

PEKAYON JAYA

44769

33

1233

63

60

1389

21

Hirarki 2

BEKASI SELATAN

MARGA JAYA

15971

14

328

49

41

432

19

Hirarki 2

BEKASI SELATAN

JAKA MULYA

21542

22

223

56

48

349

19

Hirarki 2

BEKASI BARAT

BINTARA

50109

20

430

61

56

567

21

Hirarki 2

BEKASI BARAT

JAKA SAMPURNA

58955

47

149

82

74

352

21

Hirarki 2

BEKASI BARAT

KOTA BARU

45109

30

226

62

57

375

20

Hirarki 2

BEKASI BARAT

KRANJI

42028

25

154

52

46

277

20

Hirarki 2

BEKASI BARAT

BINTARA JAYA

29795

29

158

56

52

295

19

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

MEDAN SATRIA

24571

26

121

40

33

220

21

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

PEJUANG

51572

50

282

67

60

459

20

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

KALI BARU

25050

18

252

21

18

309

20

Hirarki 2

MEDAN SATRIA

HARAPAN MULYA

18728

20

203

31

30

284

20

Hirarki 2

BEKASI UTARA

HARAPAN JAYA

69459

53

416

68

65

602

20

Hirarki 2

BEKASI UTARA

TELUK PUCUNG

48306

43

303

71

64

481

20

Hirarki 2

BEKASI UTARA

KALIABANG TENGAH

60151

41

518

78

69

706

19

Hirarki 2

BEKASI UTARA

MARGA MULYA

19756

16

193

40

32

281

18

Hirarki 3

BEKASI UTARA

PERWIRA

19957

32

113

27

26

198

17

Hirarki 3

BEKASI UTARA

HARAPAN BARU

10698

13

138

19

18

188

17

Hirarki 3

Kecamatan

Kelurahan/Desa

BEKASI SELATAN

Jumlah
Fasilitas
Kesehatan

Jumlah
Fasilitas
Sosial

Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan

Jumlah
Jenis
Fasilitas

Hirarki

77

78

Lampiran 3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan
Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010

Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Kota Bekasi


Badan
Air

Fasilitas
Pendidik
an

Kawasan
Industri

Kebun
Campuran

Lahan
Kosong

Pemukiman
Tidak
Teratur

Perumah
an
Teratur

RTH

Rumput,semak
,ilalang

TPA

TPLB

TPLK

TPU

Industri

Pemerintahan dan Bangunan Umum

Pendidikan

Perdagangan dan Jasa

Pertanian

Perumahan Kepadatan Rendah

Perumahan Kepadatan Sedang

Perumahan Kepadatan Tinggi

Rekreasi / Olah Raga

Sempadan Sungai

Situ

Stasiun Kereta

T P A Sampah

TPU

Taman / Hutan Kota

Klasifikasi Peruntukkan RTRW

Keterangan : V : Konsisten; X : Inkonsisten


78

79

Lampiran 4. Titik Pengecekan Lapang


No

Jenis Perubahan

KECAMATAN

KELURAHAN

Badan Air-->Badan Air

711915.158

9293330.844

Jati Sampurna

Jati Karya

Badan Air-->Jalan Arteri

716786.201

9312042.729

Bekasi Barat

Bintara

Fasilitas Pendidikan-->Fasilitas Pendidikan

724594.558

9303649.365

Mustika jaya

Mustika jaya

Kawasan Industri-->Kawasan Industri

718952.278

9314662.854

Medan Satria

Medan Satria

Kawasan Industri-->Kawasan Industri

720847.027

9314324.638

Bekasi Utara

Harapan Jaya

Kebun Campuran-->Jalan Arteri

717624.236

9311936.126

Bekasi Barat

Bintara

Kebun Campuran-->Jalan TOL

716207.239

9303469.695

Jati Asih

Jati Asih

Kawasan Industri-->Kawasan Industri

719570.760

9301156.092

Bantargebang

Bantargebang

Kebun Campuran-->Kebun Campuran

715429.860

9300562.207

Jati Asih

jati luhur

10

Kebun Campuran-->Kebun Campuran

721989.581

9298275.910

Bantargebang

Sumur batu

11

Kebun Campuran-->Lahan Kosong

719017.432

9297768.910

Bantargebang

ciketin udik

12

Kebun Campuran-->Lahan Kosong

716394.519

9300966.436

Jati Asih

jati luhur

13

Kebun Campuran-->Lahan Kosong

725414.841

9301517.742

Mustika Jaya

Cimuning

14

Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur

712328.932

9297783.465

Jati Sampurna

Jati Raden

15

Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur

714480.416

9304363.690

Pondok Gede

Jati Makmur

16

Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur

717478.163

9311574.825

Bekasi Barat

Bintara

17

Kebun Campuran-->Perumahan Teratur

713062.664

9307568.917

Pondok Gede

Jati Cempaka

18

Kebun Campuran-->Perumahan Teratur

723610.975

9300832.805

Mustika jaya

Cimuning

19

Kebun Campuran-->Perumahan Teratur

716005.245

9301849.301

Jati Asih

jati luhur

20

Kebun Campuran-->RTH

716708.400

9307759.556

Bekasi selatan

Jaka mulya

21

Kebun Campuran-->TPA

721089.332

9297124.527

Bantargebang

Sumur batu

22

Lahan Kosong-->Fasilitas Pendidikan

725519.585

9304671.585

Mustika jaya

Mustika jaya

23

Lahan Kosong-->Jalan Arteri

718552.278

9315225.279

Medan Satria

Medan Satria

24

Lahan Kosong-->Jalan Arteri

716297.630

9312093.269

Bekasi Barat

Bintara

25

Lahan Kosong-->Jalan TOL

712887.530

9302050.509

Pondok Melati

Jaka Melati

26

Lahan Kosong-->Jalan TOL

716705.740

9305682.944

Bekasi selatan

Jaka mulya

27

Lahan Kosong-->Kawasan Industri

717953.259

9313846.821

Medan Satria

Medan Satria

28

Lahan Kosong-->Kawasan Industri

718357.390

9297742.784

Bantargebang

ciketin udik

29

Lahan Kosong-->Lahan Kosong

711819.949

9294394.388

Jati Sampurna

Jati Karya

30

Lahan Kosong-->Lahan Kosong

714941.331

9298236.353

jati asih

Jati Sari

31

Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur

711844.226

9304809.581

Pondok Melati

Jati Rahayu

32

Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur

719549.242

9310670.584

Bekasi Selatan

Kayuringin Jaya

33

Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur

720960.138

9314797.053

Medan Satria

Pejuang

34

Lahan Kosong-->Perumahan Teratur

720320.742

9307217.586

Rawalumbu

Sepanjang Jaya

35

Lahan Kosong-->Perumahan Teratur

723809.147

9312781.568

Bekasi Utara

Harapan Baru

36

Lahan Kosong-->Perumahan Teratur

714578.575

9301173.237

Pondok Melati

Jati Melati

37

Lahan Kosong-->RTH

718694.741

9315103.531

Medan Satria

Medan Satria

38

Lahan Kosong-->RTH

722432.198

9307740.551

Rawalumbu

Pengasinan

39

Lahan Kosong-->RTH

712820.025

9293961.943

Jati Sampurna

Jati Karya

80

Lampiran 4. (Lanjutan)
No

Jenis Perubahan

KECAMATAN

KELURAHAN

40

Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan Arteri

718628.106

9311724.289

Bekasi Barat

Kranji

41

Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL

716893.831

9308045.358

Bekasi Selatan

Jaka mulya

42

Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL

716629.909

9304203.037

Jati asih

Jati asih

43

Pemukiman Tidak Teratur-->Lahan Kosong

717008.580

9313253.240

Bekasi Barat

Kota Baru

44

Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur

711722.348

9306355.521

Pondok Gede

Jati Waringin

45

Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur

720298.032

9313382.119

Bekasi Utara

Harapan Jaya

46

Pemukiman Tidak Teratur-->RTH

716657.565

9307858.560

Bekasi Selatan

Jaka mulya

47

Pemukiman Tidak Teratur-->Sungai

717000.967

9313282.266

Bekasi Barat

Kota Baru

48

Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur

725015.581

9309747.707

Bekasi Timur

Aren Jaya

49

Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur

717912.666

9307774.756

Bekasi Selatan

Jaka Setia

50

RTH-->Lahan Kosong

721160.490

9308809.453

Bekasi Timur

Margahayu

51

RTH-->Lahan Kosong

722091.904

9308233.209

Bekasi Timur

Margahayu

52

RTH-->RTH

723590.827

9312601.488

Bekasi Utara

Harapan Baru

53

RTH-->RTH

720398.694

9310391.042

Bekasi Selatan

Kayuringin Jaya

54

Rumput,semak,ilalang-->Jalan Arteri

717062.400

9312020.556

Bekasi Barat

Bintara

55

Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL

713625.520

9302216.774

Pondok Melati

Jati Melati

56

Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL

716700.951

9304563.400

Jati Asih

Jati Asih

57

Rumput,semak,ilalang-->Kawasan Industri

718645.203

9312932.109

Medan Satria

Medan Satria

58

Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur

712455.686

9305518.593

Pondok Gede

Jati Makmur

59

Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur

722147.355

9308082.226

Bekasi Timur

Margahayu

60

Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur

724451.313

9314426.686

Bekasi Utara

Teluk Pucung

61

Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur

722085.601

9312750.872

Bekasi Utara

Margamulya

62

Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur

711657.590

9295784.285

Jati Sampurna

Jati Sampurna

63

Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur

714020.327

9304422.221

Pondok Gede

Jati Makmur

64

Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang

722391.438

9308132.567

Bekasi Timur

Margahayu

65

Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang

716297.510

9299121.935

jati asih

Jati Sari

66

TPA-->TPA

720730.072

9297781.347

Bantargebang

ciketin udik

67

TPLB-->Jalan Arteri

718471.273

9316944.789

Medan Satria

Medan Satria

68

TPLB-->Jalan TOL

713953.258

9302312.601

Pondok Melati

Jati Warna

69

TPLB-->Kawasan Industri

717664.555

9314107.379

Medan Satria

Medan Satria

70

TPLB-->Lahan Kosong

720660.603

9311253.816

Medan Satria

Harapan Mulya

71

TPLB-->Lahan Kosong

720984.286

9300711.525

Mustika jaya

Padurenan

72

TPLB-->Lahan Kosong

717898.729

9314285.847

Medan Satria

Medan Satria

73

TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur

720147.960

9308273.400

Bekasi Selatan

Pekayon Jaya

74

TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur

723130.670

9314192.768

Bekasi Utara

Teluk Pucung

75

TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur

721229.938

9311943.531

Bekasi Utara

Margamulya

81

Lampiran 4. (Lanjutan)
No

Jenis Perubahan

KECAMATAN

KELURAHAN

76

TPLB-->Perumahan Teratur

717237.573

9311672.995

Bekasi Barat

Bintara

77

TPLB-->Perumahan Teratur

723168.982

9312549.783

Bekasi Utara

Harapan Baru

78

TPLB-->Perumahan Teratur

723244.790

9303351.560

Mustika jaya

Mustika Sari

79

TPLB-->RTH

722470.976

9317147.103

Bekasi Utara

Kaliabang Tengah

80

TPLB-->TPLB

722100.848

9303467.689

Mustika jaya

Mustika Sari

81

TPLB-->TPLB

710799.801

9293489.892

Jati Sampurna

Jati Karya

82

TPLK-->Jalan Arteri

718544.672

9315781.446

Medan Satria

Medan Satria

83

TPLK-->Jalan TOL

716311.673

9303677.987

Jati Asih

Jati Asih

84

TPLK-->Lahan Kosong

718409.332

9315965.543

Medan Satria

Medan Satria

85

TPLK-->Lahan Kosong

718507.839

9306641.392

Bekasi Selatan

Jaka Setia

86

TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur

723507.864

9314820.537

Bekasi Utara

Teluk Pucung

87

TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur

721444.211

9304501.938

Rawalumbu

Bojong Rawalumbu

88

TPLK-->Perumahan Teratur

722449.447

9313431.227

Bekasi Utara

Perwira

89

TPLK-->Perumahan Teratur

714200.284

9304422.610

Pondok Gede

Jati Makmur

90

TPLK-->RTH

716252.711

9303684.978

jati asih

jati asih

91

TPLK-->TPLK

725551.086

9304033.890

Mustika jaya

Mustika jaya

92

TPLK-->TPLK

715389.854

9303498.985

Jati Asih

Jati Mekar

93

TPU-->TPU

723780.264

9310445.130

Bekasi Timur

Duren Jaya

94

TPU-->TPU

722785.641

9311640.635

Bekasi Utara

Harapan Baru

Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan


Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun

N=52

Regression Summary for Dependent: Luas TPLB-LT (Spreadsheet 59)


R= .80690246 R2= .65109158 Adjusted R2= .60457045 F(6.45)=13.996
p<.00000 Std. Error of estimate: .57675
Std.Err.of
Std.Err.of
Beta
B
t(45)
p-level
Beta
B

Intercept
TPLB

-0.279

0.247

-1.129

0.265

0.899

0.134

0.015

0.002

6.707

0.000

-0.229

0.128

-0.004

0.002

-2.234

0.030

0.205

0.098

0.001

0.000

2.086

0.042

Fas. Pend

-0.190

0.098

-2.019

1.044

-1.933

0.059

Alokasi KC

-0.142

0.092

-0.016

0.010

-1.528

0.133

J.Kota Lain

-0.132

0.089

-0.350

0.238

-1.474

0.147

Alokasi Pertanian
Alokasi LT

82

Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan


Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun
Regression Summary for Dependent: Luas TPLK-LT (Spreadsheet 59)
R= .65749680 R2= .43230204 Adjusted R2= .29383913 F(6.45)=10.41
p<.00477 Std. Error of estimate: .23752
N=52

Beta

Std.Err.of Beta

Intercept

Std.Err.of B

t(45)

p-level

-0.127

0.171

-0.741

0.463

0.660

0.177

0.014

0.003

3.722

0.000

Fas.Kes

-0.362

0.168

-0.337

0.156

-2.153

0.037

KC

-0.871

0.242

-0.002

0.000

-3.592

0.000

J.Sos

0.079

0.134

0.029

0.049

0.595

0.555

J.Kec

0.214

0.128

0.039

0.023

1.669

0.102

Alokasi LT

0.793

0.288

0.001

0.000

2.752

0.008

-0.597

0.248

-0.001

0.000

-2.408

0.020

TPLK

LT
J.Eko

0.277

0.150

0.098

0.053

1.840

0.072

Fas.Sos

-0.172

0.137

-0.329

0.261

-1.260

0.214

Penduduk

-0.164

0.139

-0.827

0.701

-1.178

0.245

Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan


Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun

N=52

Regression Summary for Dependent: Luas LC-LT (Spreadsheet 59)


R= .75820760 R2= .57487876 Adjusted R2= .51819593 F(6.45)=10.142
p<.00000 Std. Error of estimate: 1.1855
Std.Err.of
Beta
B
Std.Err.of B
t(45)
p-level
Beta

Intercept
KC
TPLB

-0.443

0.512

-0.864

0.392

0.387

0.110

0.007

0.002

3.510

0.001

-0.425

0.109

-0.013

0.003

-3.881

0.000

Alokasi LT

0.372

0.113

0.004

0.001

3.287

0.001

J.Kota Lain
Fas.Eko

0.276
0.162

0.099
0.100

1.368
0.548

0.494
0.339

2.769
1.619

0.008
0.113

Fas.Pend

0.172

0.107

3.390

2.116

1.602

0.116

83

Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan


Lahan Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun

N=52

Regression Summary for Dependent: Luas LK-LT (Spreadsheet 59)


R= .91816759 R2= .84303173 Adjusted R2= .81805950 F(7.44)=33.759
p<.00000 Std. Error of estimate: .84790
Std.Err.of
Beta
B
Std.Err.of B
t(44)
p-level
Beta

Intercept

-0.633

0.413

-1.534

0.132

LK

0.849

0.070

0.044

0.004

12.116

0.000

Fas.Sos

0.199

0.063

2.679

0.847

3.162

0.003

LT

0.117

0.062

0.002

0.001

1.878

0.067

TPLB

0.016

0.099

0.001

0.004

0.162

0.871

Penduduk

0.109

0.066

3.868

2.349

1.646

0.107

-0.078

0.062

-0.204

0.162

-1.258

0.215

0.095

0.092

0.003

0.003

1.032

0.307

J.Sos
Alokasi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai