Anda di halaman 1dari 3

Pemberdayaan Garam Harus Transparan

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/19/02452946/Pemberdayaan.Garam.Harus.Transp
aran
kompas.com
Jakarta, Kompas - Program pemberdayaan garam rakyat yang digulirkan pemerintah tahun ini
sudah sepatutnya dilaksanakan transparan dengan target yang jelas. Upaya mendorong produksi
garam konsumsi sebesar 1,4 juta ton tidak bisa sekadar jargon.
Demikian dikemukakan Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)
Abdul Halim, di Jakarta, Minggu (18/9).
Anjloknya harga garam di sejumlah sentra produksi dan realisasi produksi yang baru 310.683 ton
(44,94 persen) hingga Agustus 2011 menunjukkan kebijakan pergaraman nasional belum berjalan
efektif.
Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) yang digulirkan sejak tahun 2011 tidak
berjalan transparan dan tidak diimbangi dengan pendampingan penuh petani. Petani di sejumlah
sentra produksi belum mendapat dukungan sarana untuk berproduksi optimal. Transparansi
program Pugar mutlak, ujar Abdul Halim.
Karut-marut produksi garam diperparah dengan hancurnya tata niaga dan distribusi garam.
Ironisnya, nyaris tidak ada koordinasi di antara tiga kementerian yang bertanggung jawab atas
pergaraman, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, dan
Kementerian Perindustrian.
Rendahnya produksi garam, ujar Abdul Halim, menyebabkan hampir mustahil mengejar target
produksi 1 juta ton dalam sisa dua bulan masa panen. Sementara itu, dihentikannya impor garam
oleh pemerintah berpotensi memicu garam selundupan demi mengejar kecukupan konsumsi.
Tahun 2011, anggaran Pugar diperuntukkan bagi pengembangan 40 kabupaten/kota dengan
sembilan sentra usaha garam. Sembilan sentra garam itu adalah Kabupaten Cirebon dan Indramayu
(Jawa Barat); Rembang dan Pati (Jawa Tengah); Tuban, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep (Jawa
Timur); serta Kabupaten Nagekeo (NTT).
Total lahan garam di 40 kabupaten/kota tersebut 19.822 hektar (ha). Luas lahan untuk pemanfaatan
Pugar 9.116,57 ha. Pemerintah menargetkan Pugar mampu meningkatkan produktivitas garam
petani dari 50 ton menjadi 80 ton per ha.
Menurut Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad, dana Pugar
saat ini sudah tersalur sekitar 60 persen. Namun, dana bantuan langsung itu hanya cukup untuk 40
persen dari total petani garam di Indonesia.
Program Pugar meliputi perencanaan secara partisipatif di tingkat desa, penyaluran bantuan
langsung masyarakat, peningkatan kapasitas petambak garam rakyat, dan fasilitasi kemitraan usaha
garam rakyat. Penyaluran dana Pugar ditentukan oleh kepala daerah, ujar Sudirman.
Peruntukan dana Pugar sebagian besar untuk Provinsi Jawa Timur, yakni Rp 29 miliar. Dari 11
kabupaten/kota penerima Pugar di Jawa Timur, terdapat 4 (empat) sentra garam rakyat, yaitu
Kabupaten Tuban, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep di Madura. (LKT/ANO)
AKARTA, KOMPAS.com Meski produksi garam konsumsi sudah lewat dari target, namun
sepanjang tahun 2014 lalu Indonesia masih melakukan importasi untuk garam industri sebesar lebih
dari 2 juta ton.
Tahun kemarin kita impor garam 2 juta ton lebih sedikit. Dan terbesar importasi garam itu 1,5 juta
ton untuk garam CAP (Chlor Alkali Plant), yaitu garam untuk industri kertas, kaca, dan kimia

lainnya, ucap Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), Sudirman Saad dalam paparannya, Rabu (7/1/2015).
Artinya, lanjut dia, sebesar 75 persen garam yang diimpor sepanjang tahun lalu diperuntukkan
industi CAP. Selebihnya, sebanyak 450.000 ton garam diperuntukkan industri aneka pangan.
(Industri) Ini juga membutuhkan garam yang banyak diimpor, imbuh Sudirman.
Pemerintah sejauh ini mencermati peruntukan garam impor untuk industri aneka pangan ini. Sebab,
dia menduga garam untuk aneka pangan inilah yang banyak merembes ke pasar garam konsumsi.
Dan memberikan tekanan pada garam rakyat, lanjut Sudirman.
Sementara itu, sebanyak 120.000 ton garam impor diperuntukkan industri pertambangan, dan
pengeringan kulit. Dan sebanyak 50.000 ton garam impor diperuntukkan industri farmasi. Ini yang
paling tinggi spesifikasinya untuk cairan infus. Kebutuhannya sedikit, tapi kandungan NaCl
(Natrium Klorida) harus 99 persen, kata dia.
JAKARTA, KOMPAS - Impor garam konsumsi ke Indonesia diduga mengalir sebanyak 255.000
ton sepanjang tahun 2013. Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai impor garam tersebut
memukul swasembada garam konsumsi nasional yang telah berjalan selama tiga tahun terakhir.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) Sudirman Saad, kepada pers, di Jakarta, Jumat (21/2/2014), mengemukakan bahwa impor
garam konsumsi diduga tidak hanya berlangsung tahun lalu, tetapi juga kembali berlanjut pada
Januari-Februari 2014 sebanyak 135.000 ton.
Sudirman menambahkan, impor garam tersebut perlu diklarifikasi apakah telah sesuai dengan
aturan tata niaga Kementerian Perdagangan.
Apalagi, Indonesia telah mampu mencapai swasembada garam konsumsi dengan total produksi 1,04
juta ton pada tahun 2013. Impor garam konsumsi dikhawatirkan memukul usaha garam rakyat yang
terus berbenah.
Kami sangat kaget dengan realitas ini. Janganlah ada yang bermain-main di tata niaga ketika kita
bisa swasembada dan potensi kita ada, ujar Sudirman.
Hingga tahun 2013, total petambak garam mencapai 31.432 orang, dengan total luas lahan 35.000
hektar, termasuk lahan PT Garam. Kapasitas produksi garam konsumsi berkisar 70 ton-120 ton per
hektar. Tahun 2014, KKP menargetkan produksi garam konsumsi mencapai 3,3 juta ton.
Menurut Sudirman, pihaknya akan melayangkan surat kepada Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk memastikan status
garam untuk kebutuhan industri pangan.
Ia menambahkan, pada bulan Desember 2013 berlangsung rapat antara Kemenko Perekonomian,
KKP, Kemendag, dan Kemenperin yang membahas status garam konsumsi bagi kebutuhan industri
pangan. Disebutkan, perlunya mengubah kategorisasi garam untuk industri pangan dari garam
konsumsi menjadi garam industri
Akan tetapi, ujar Sudirman, impor garam konsumsi tetap berlangsung untuk kebutuhan industri
aneka pangan. Penerbitan izin impor garam konsumsi seharusnya melibatkan lintas kementerian
yang terkait. Akan tetapi, KKP tidak pernah dilibatkan.
Penerbitan izin impor garam juga berdampak pada pajak. Hal ini karena impor garam konsumsi

memiliki bea masuk nol persen, sedangkan impor garam industri dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Selama ini peruntukan garam konsumsi meliputi garam untuk konsumsi rakyat, garam untuk
pengasinan ikan, dan industri aneka pangan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi
mengemukakan bahwa pihaknya masih akan mengecek informasi terkait dengan impor garam
konsumsi.
Terkait garam masih dicek. Akan segera diinformasikan jika sudah ada hasilnya, kata Bachrul.
Teknologi pengolah
KKP memperkenalkan inovasi dan teknologi untuk proses produksi garam, di antaranya paket
teknologi pemurnian garam secara mekanis. Peralatan itu mampu meningkatkan kandungan NaCl
pada garam krosok dengan kisaran 88 persen menjadi garam halus dengan tingkat kelembutan butir
garam 2 mm serta kandungan NaCl lebih dari 94 persen.
Inovasi lainnya adalah pengolahan limbah garam, yakni limbah cair yang dihasilkan selama
kristalisasi di tambak. Teknologi tersebut dirancang agar limbah itu menghasilkan padatan
magnesium hidroksida yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat mag. (LKT/AHA/YUN)

Anda mungkin juga menyukai