Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan pengetahuan dan teknologi di bidang
konstruksi yang mendorong kita lebih memperhatikan standar mutu serta produktivitas kerja
untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah pembangunan konstruksi dengan
lebih berkualitas. Diperlukan suatu bahan bangunan yang memiliki keunggulan yang lebih
baik dibandingkan bahan bangunan yang sudah ada selama ini. Selain itu bahan tersebut
harus memiliki beberapa keuntungan seperti bentuk yang dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan, spesifikasi teknis dan daya tahan yang kuat, kecepatan pelaksanaan konstruksi
serta ramah lingkungan. Jenis bahan bangunan pada bangunan konstruksi tersebut sangat
bervariasi misalnya beton, pasir, kerikil.
Dewasa ini kata Beton sudah tidak asing lagi di kalangan para Engineer. Karena
sudah hampir sebagian besar gedung-gedung dan sarana infrastruktur di daerah kota
menggunakan beton sebagai bahan dasar dari bangunan mereka. Penggunaan beton pada
gedung dilakukan dalam rangka menghemat pengeluaran dalam suatu proses konstruksi.
Selain harganya yang terjangkau beton juga memiliki kuat tekan yang tinggi.
Rasa tertarik pada penggunaan beton ini, akhirnya menimbulkan banyaknya jenis dari beton
itu sendiri. Salah satu yang kita kenal adalah Beton Ringan (lightweight concrete) atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Hebel. Dalam paper ini penulis akan menjelaskan mengenai
Beton Ringan.

I.2 Rumusan Masalah


a. Apa definisi dari Beton Ringan ?
b. Bagaimana Sejarah dari Beton Ringan ?
c. Apa saja Kelebihan dan Kekurangan dari Beton Ringan ?
d. Bagaimana Cara Pembuatan Beton Ringan ?
e. Apa saja Bentuk Aplikasi Beton Ringan yang ada pada Proyek ?

I.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Beton Ringan.
b. Mengetahui sejarah dari Beton Ringan.
c. Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan dari Beton Ringan.
d. Mengetahui Cara Pembuatan Beton Ringan.
e. Mengetahui Bentuk Aplikasi Beton Ringan yang ada pada Proyek.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 . Definisi Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada
beton pada umumnya. Beton ringan bisa disebut sebagai beton ringan aerasi (Aerated
Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC)
yang mempunyai bahan baku utama terdiri dari pasir silika, kapur, semen, air, ditambah
dengan suatu bahan pengembang yang kemudian dirawat dengan tekanan uap air. Tidak
seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat
beton ringan berkisar antara 600 1600 kg/m3. Karena itu keunggulan beton ringan
utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi (high rise
building) akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya
berdampak kepada perhitungan pondasi.

II.2 Sejarah Beton Ringan


Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton
ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved
Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Cellular Concrete
(semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ), Porous Concrete, dan di
Inggris disebut Aircrete and Thermalite. Beton ringan AAC ini pertama kali
dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk
mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi
oleh Joseph Hebel di Jerman Barat di tahun 1943.
Dia memutuskan untuk mengembangkan sistem bangunan yang lebih baik
dengan biaya yang lebih ekonomis. Inovasi-inovasi brilian yang dilakukannya, seperti
proses

pemotongan

dengan

menggunakan

kawat,

membuka

kemungkinan-

kemungkinan baru bagi perkembangan produk ini.


Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material
bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang
berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi.
Kesuksesan Hebel di Jerman segera dilihat negara-negara lain. Pada tahun 1967 bekerja

sama dengan Asahi Chemicals dibangun pabrik Hebel pertama di Jepang. Sampai saat
ini Hebel telah berada di 29 negara dan merupakan produsen beton aerasi terbesar di
dunia. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat
didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.

II.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton Ringan


Ada beberapa Kelebihan dari Beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete (AAC), yaitu :
1. Balok AAC mudah dibentuk. Sehingga dapat dengan cepat dan akurat dipotong
atau dibentuk untuk memenuhi tuntutan dekorasi gedung. Alat yang digunakan
pun sederhana, cukup menggunakan alat pertukangan kayu.
2. Karena ukurannya yang akurat tetapi mudah dibentuk, sehingga dapat
meminimalkan sisa-sisa bahan bangunan yang tak terpakai.
3. AAC dapat mempermudah proses konstruksi. Untuk membangun sebuah gedung
dapat diminimalisir produk yang akan digunakan. Misalnya tidak perlu batu atau
kerikil untuk mengisi lantai beton.
4. Bobotnya yang ringan mengurangi biaya transportasi. Apalagi pabrik AAC
dibangun sedekat mungkin dengan konsumennya.
5. Karena ringan, tukang bangunan tidak cepat lelah. Sehingga cepat dalam

6.
7.
8.
9.

pengerjaannya.
Semennya khusus cukup 3 mm saja.
Mengurangi biaya struktur besi sloff atau penguat.
Mengurangi biaya penguat atau pondasi
Waktu pembangunan lebih pendek.
Tukang yang mengerjakan lebih sedikit. Sehingga secara keseluruhan bisa lebih

murah dan efisien


10. Tahan panas dan api, karena berat jenisnya rendah.
11. Kedap suara
12. Tahan lama, kurang lebih sama tahan lamanya dengan beton konvensional
13. Kuat tetapi ringan, karena tidak sekuat beton. Perlu perlakuan khusus. dibebani
AC menggunakan fisher FTP, Wastafel fisher plug FX6/8, panel dinding fisher
sistem injeksi.
14. Anti jamur
15. Tahan gempa
16. Anti serangga
17. Biaya perawatan yang sedikit, bangunan tak terlalu banyak mengalami
perubahan atau renovasi hingga 20 tahun.
18. Nyaman
19. Aman, karena tidak mengalami rapuh, bengkok, berkarat, korosi.

Selain kelebihan, Beton AAC juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :


1. Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran yang tanggung, akan memakan waste
yang cukup besar. Diperlukan keahlian tambahan untuk tukang yang akan
memasangnya, karena dampaknya berakibat pada waste dan mutu pemasangan.
2. Perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan ketentuan produsennya, umumnya
adalah semen instan.
3. nilai kuat tekannya (compressive strength) terbatas, sehingga sangat tidak dianjurkan
penggunaan untuk perkuatan (struktural).
4. Harganya cenderung lebih mahal dari bata konvesional. Di pasaran, beton ringan
dalam

bentuk

bata

dijual

dalam

volume

m3,

sehingga

dengan

ukuran

60cmx20cmx10cm / m3 bata ringan terdiri dari 83 buah. Jika dikonversikan dalam


m2 maka 1 m2 terdiri dari 8.5 buah. Harga per bata kurang lebih Rp. 8000,-, sehingga
harga per m2 nya Rp.68.000,-. Belum termasuk semen instan dan ongkos pasangnya.

II.4 Pembuatan Beton Ringan


Pembuatan beton ringan ini pada prinsipnya membuat rongga udara di dalam beton. Ada tiga
macam cara membuat beton aerasi, yaitu :
1. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian beton
ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, stereofoam, batu alwa, atau abu
terbang yang dijadikan batu.
2. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/abu
terbangnya dibersihkan).
3. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi
menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.

Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara kimiawi kini
lebih sering digunakan. Sebelum beton diproses secara aerasi dan dikeringkan secara
autoclave, dibuat dulu adonan beton ringan ini. Adonannya terdiri dari pasir kuarsa, Semen,
Kapur, Gypsum, Aluminium pasta (Zat Pengembang). Untuk memproduksi 1 m3 beton
ringan hanya dibutuhkan bahan sebanyak 0,5 0,6 m3 saja, karena nantinya campuran ini
akan mengembang. Dalam komposisinya, secara umum pasir kuarsa memiliki persentase
yang cukup tinggi yaitu berkisar 60%, kemudian perekat yang terdiri dari semen dan kapur
sebanyak 30%, dan sisanya sebanyak 10% yaitu campuran gypsum dan aluminium pasta.

Semen yang digunakan merupakan semen tipe I. Semen tipe I merupakan yang biasanya
digunakan untuk segala macam jenis konstruksi. Untuk proses produksi, dalam 1 hari dapat
dihasilkan beton ringan sebanyak 300 400 m3. Pembuatan beton ringan ini sepenuhnya
dikerjakaan dengan mesin. Mesin yang digunakan seperti mesin penggiling, mesin mixxing,
mesin cutting, autoclaved chamber. Untuk proses awal semua bahan baku ditempatkan
didalam tangki masing masing untuk mempermudah proses pencampuran. Khusus untuk
pasir kuarsa harus dimasukkan kedalam mesin penggiling terlebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam tangki, untuk menghaluskan butiran butiran pasir. Kemudian melalui
ruang control, diatur kadar campuran yang akan dibuat. Kadar campuran dapat berubah
ubah tergantung dari keadaan bahan baku yang ada. Kemudian campuran beton ringan
tersebut dituangkan kedalam cetakan yang memiliki ukuran 4,20 x 1,20 x 0,60 m. Adonan
tersebut diisikan sebanyak bagian saja. Kemudian didiamkan sekitar 3 4 jam, sehingga
adonan dapat mengembang.
Dalam proses pengembangan ini, terjadi reaksi kimia. Saat pencampuran pasir kuarsa,
semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta ini terjadi reaksi kimia.
Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan
air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung
udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan
volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan
atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara.
Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
Meskipun hidrogennya hilang, tekstur beton tetap padat tetapi lembut. Sehingga mudah
dibentuk balok, atau palang sesuai kebutuhan. Setelah mengembang, adonan dipotong untuk
memperoleh ukuran yang persisi, karena pada saat pengembangan ukurannya tidak dapat
dikontrol sehingga dipotong setelah proses pengembangan selesai. Setelah melalui proses
pemotongan, beton ringan dimasukkan kedalam autoclave chamber selama 12 jam.
Didalam autoclaved ini pasir kwarsa bereaksi dengan kalsium hidroksida menjadi kalsium
hidrat silika. Dalam proses ini beton ringan diberi tekanan sebesar 11 bar atau sebesar 264 psi
( = 1,82 Mpa) dengan suhu setinggi 374 F. Sehingga terbentuk kalsium silikat dan beton
ringan berubah warna menjadi putih. Pada saat didalam autoclaved ini, semua reaksi kimia
dituntaskan dan dibersihkan pada suhu tinggi, sehingga nantinya pada saat digunakan tidak
mengandung reaksi kimia yang berbahaya. Kenapa tidak dijemur saja? Karena kalau adonan
ini dijemur di bawah terik matahari hasilnya kurang maksimal, karena tidak bisa stabil dan

merata hasil kekeringannya. Setelah keluar dari autoclave chamber, beton ringan aerasi ini
sudah siap untuk dipasarkan dan digunakan sebagai konstruksi bangunan.

II.5 Aplikasi Beton Ringan


Dengan berbagai kelebihan dari beton ringan yang telah disebutkan di atas, saat ini beton
ringan banyak diaplikasi dalam pelbagai proyek dalam bentuk :
a. Blok (bata)
Contohnya Bata Celcon, yang dapat digunakan pada dinding dan atap.
b. Panel
Contohnya Panel beton ringan yang digunakan sebagai pengganti tembok.
c. Bentuk Khusus
Contohnya bentuk-bentuk dekorasi, sebagai ornamen bangunan.
d. Ready Mix
Contohnya pada ready mix sebagai material pengisi.

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Beton ringan lebih mudah diperoleh karena jumlah produksi yang cukup banyak
dalam sehari.

2. Beton ringan lebih ramah lingkungan dan ekonomis, karena bahan bahan yang
digunakan merupakan bahan yang tidak bermanfaat untuk lingkungan dan
jumlahnya sangat banyak.
3. Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara kimiawi
lebih sering digunakan.
4. Secara totalitas pengunaan beton ringan lebih mudah dan efektif dibandingkan
beton pada umumnya (dalam hal tertentu).

III.2 Saran
1. Tidak menggunakan beton ringan sebagai perkuatan (struktural).
2. Dalam pemasangan beton ringan, sebaiknya menggunakan tukang yang memiliki
keahlian tambahan.
3. Gunakan Autoclave Chamber dalam proses pengeringan.

DAFTAR PUSTAKA
http://peneliti.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/05/ramos-sna2007.pdf
http://www.scribd.com/
http://www.dostoc.com/
http://www.eramuslim.com/konsultasi/arsitektur/penggunaan-bata-celcon.htm
http://www.ilustri.org/
http://indograha.co.id/
http://www.pu.go.id/

Anda mungkin juga menyukai