PENDAHULUAN
Nama Leptospirosis berasal dari nama bakteri penimbul penyakitnya
yaitu Leptospira. Salah satu penyakit yang dapat terjadi paska-banjir adalah
leptospirosis, yakni penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang.
Leptospirosis dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena muncul
dikarenakan banjir. Leptospira tersusun oleh dua kata yaitu Lepto yang berarti
sempit, tipis dan spiril yang berarti terpuntir seperti sekrup. Leptospirosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira dari spesies
Leptospira interrogans. Leptospirosis menginfeksi organ ekskresi Ginjal dan
salurannya, misalnya pelvis renalis, ureter atau urethra. Leptospirosis termasuk
penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis). Di beberapa negara
leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur,
penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam
rawa atau demam lumpur. Penyakit ini disebabkan bakteri leptospira berbentuk
spiral yang mempunyai ratusan serotipe. Bakteri leptospira bisa terdapat di
genangan air saat iklim panas dan terkontaminasi oleh urine binatang.
Leptospirosis dapat menyerang manusia akibat kondisi seperti banjir, air bah,
atau saat air konsumsi sehari-hari tercemar oleh urine hewan. Penemuan
penderita sering tidak optimal karena sering terjadi underdiagnosis atau
misdiagnosis. Hal ini berakibat keterlambatan tatalaksana penderita yang dapat
memperburuk prognosis. Meskipun sebenarnya penyakit ini pada umumnya
mempunyai
prognosis
yang
baik.
ASPEK BIOLOGI
Siklus Hidup
Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase yang berbeda, yaitu fase
septisemia dan fase imun. Dalam periode peralihan dari 2 fase tersebut selama 1
- 3 hari kondisi penderita menunjukkan beberapa perbaikkan. Manifestasi klinis
terdiri dari 2 fase yaitu fase awal dan fase ke dua. Fase Awal tahap ini dikenal
sebagai fase septicemic atau fase leptospiremic karena organisma bakteri dapat
diisolasi dari klutur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan
tubuh. Selama fase awal yang terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami
gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya. Karakteristik
manifestasi klinis yang terjadi adalah demam, menggigil kedinginan, lemah dan
nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit
tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal,
fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis. Fase ke dua sering
disebut fase imun atau leptospirurik harena sirkulasi antibodi dapat di deteksi
dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada
darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi karena akibat respon
pertahanan tubuh terhadap infeksi danterjadi pada 0-30 hari atau lebih.
Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
seperti
gangguan
pada
selaput
otak,
hati,
mata
atau
ginjal.
Morfologi
dapat menginvasi humor akuos mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan,
seringkali mengakibatkan uveitus kronis dan berulang. Meskipun kemungkinan
dapat terjadi komplikasi yang berat tettapi lebih sering terjadi self limiting
disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun siostemik dapat mengeliminasi
kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi gejala inflamasi yang dapat
mengakibatkan
secondary
end-organ
injury.
Penyebaran
Dikenal pertamakali sebagai penyakit occupational pada beberapa pekerja pada
tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi
pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit
ini
di
Jepang
pada
tahun
1916.
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara
10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan,
mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit okupasi ini. Angka
kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus
terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau
awal
gugur
karena
tanah
lembab
dan
bersifat
alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus
leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan
gejala ringan, self limited, salahdiagnosis dan nonfatal. Di Amerika Serikat (AS)
sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun.
Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam
banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak
atau Boyolali. Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan
Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga
banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan
Kalimantan. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 540%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam
kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised
mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian. Penderita berusia di atas 50 tahun,
risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah
mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko
kematiannya lebih tinggi lagi Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada
30-50% kasus. Kelompok yang beresiko utama adalah para pekerja pertanian,
peternakan, penjual binatang, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng,
buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Ancaman
berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai,
Gejala
Setelah 2 - 26 hari kuman memasuki tubuh manusia, maka mulailah timbul gejala.
Masa antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh dan mulai timbul gejala
dinamakan masa inkubasi. Walaupun rentang masa inkubasi cukup lebar, tapi ratarata sekitar 10 hari. Secara umum gejala leptospirosis, antara lain demam (ringan
atau tinggi), nyeri kepala yang bisa menyerupai nyeri kepala pada DBD, seringkali
disertai tubuh yang menggigil, nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan
paha sehingga penderita sukar berjalan, mual, muntah dan nafsu makan menurun,
radang pada mata, dan pada kasus berat dapat terjadi mata berwarna kuning,
gangguan faal ginjal, radang paru dan radang otak.
Pengobatan
Pemeriksaan complete blood count (CBC). Penurunan hemoglobin yang menurun
dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk
mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan serum creatinin dapat
meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis yang dapat terjadi
pada penyakit Weil. Terapi antimikrobial adalah pengobatan yanhg utama pada
leptospirosis. Pada infeksi tidak dengan komplikasi tidak membutuhkan rawat
inap. Penggunaan doksisiklin oral menunjukkan penurunan durasi demam. Rawat
inap diperlukan untuk penderita dengan pemberian terapi penicillin G intravena
sebagai pilihan utama. Penelitian terakhir menunjukkan cephalosporins sama
efektifnya dengan doksisiklin dan penicillin pada pengobatan fase akut.
Erythromycin digunakan pada kasus kehamilan yang alergi terhadap penicillin
sedangkan amoxicillin adalah terapi alternatif. Pada kasus berat mengakibatkan
gangguan beberapa organ dan gagal multiorgan. In addition to antimicrobials,
therapy is supportive. Tatalaksana penderita yang paling penting adalah
memonitor dengan cermat perubahan klinis karena berpotensi terjadi gangguan
kolap kardiovaskular dan syok dapat terjadi secara cepat dan mendadak. Fungsi
ginjal harus dievaluasi secara cermat dan diperlukan dialisis pada kasus gagal
ginjal. Pada umumnya kerusakan ginjal adalah reversibel jika penderita dapat
bertahan dalam fase akut. Penyediaan ventilasi mekanik dan proteksi jalan napas
harus tersedia bila terjadi gangguan pernapasan berat. Continuous cardiac
monitoring untuk memantau keadaan yang dapat timbul seperti ventricular
tachycardia, kontaksi ventrikel prematur premature ventricular contractions,
fibrilasi
atrial,
flutter,
dan
takikardia.
Pencegahan
Menghindari atau mengurangi kontak dengan binatang yang berpotensi
terkena paparan air atau lahan yang dicemari kuman.
Memakai sarung tangan, baju dan kacamata pelindung.
Memperhatikan secara ketat higiena sanitasi lingkungan seperti
kontrol binatang pengerat seperti tikus, dekontaminasi infeksi
Penggunaan vaksinasi pada hewan dan manusia masih kontroversi.
DAFTAR PUSTAKA
Cole DJ, Hill VR, Humenik FJ: Health, safety, and environmental concerns of
farm animal waste. Occup Med 1999 Apr-Jun; 14(2): 423-48
Doudier B, Garcia S, Quennee V: Prognostic factors associated with severe
leptospirosis. Clin Microbiol Infect 2006 Apr; 12(4): 299-300.
http://www.en.wikipedia/Leptospirainterrogans.com, diakses tanggal 10 Mei
2008.