Anda di halaman 1dari 4

Lucem

Bapak itu mulai menekuk lututnya. Ia berjongkok, menatap


lurus ke arah kebun bunga itu. Tangannya mulai ia ulurkan ke
bawah perlahan-lahan ke arah kegelapan di depannya. Ia seperti
mencoba meraih sesuatu. Tangannya mulai keluar dari kegelapan
tersebut. Didekatkannya benda yang ia raih tadi ke hidungnya. Ia
mulai mencium sesuatu dengan hidungnya.
Ternyata!
Ternyata apa ibu?
Ternyata, bapak itu memetik setangkai bunga. Walaupun
sekitar kebun itu gelap, tapi bunga itu tetap tampak indah.
Setangkai bunga berwarna putih, putih bersih dan indah sekali.
Bapak tua ini kembali mendekatkan wajahnya ke arah bunga
yang dipetiknya itu. Memandanginya dari dekat. Dan, senyum
secerah mentari mulai terlukis di wajahnya yang renta
Ibu, bagaimana bapak itu tahu kalau ada bunga di sana? Kan
gelap.
Iya bu, kenapa bapaknya ga nyasar juga?
Iya, iya, kenapa juga bunganya bisa kelihatan?
Anak-anak. Ada sebuah kunci cerita yang ibu lupa ceritakan
ke kalian. Bapak itu duduk dari pagi hingga malam hanya untuk
menunggu sesuatu. Ia menunggu kunang-kunang. Bagi seorang
yang sudah tua, tidak jarang penglihatan mereka sudah tidak
tajam. Tidak jarang juga, mata mereka akan menjadi pedih bila
memandang cahaya yang terlalu terang. Itulah yang dialami
bapak tua ini.
Ia tidak sanggup lagi melihat cahaya matahari yang begitu
terang. Lantas, mengapa ia duduk di luar rumah? Ia selalu, setiap
hari, menunggu di luar rumah, kunang-kunang yang akan
beterbangan keluar dari balik persembunyiannya. Bapak ini tidak
pernah tahu, kapan kunang-kunang itu akan keluar. Bapak ini

takut melewatkan harinya yang berharga untuk memetik bunga.


Sebab, satu-satunya pekerjaan yang bisa menghidupi dia
hanyalah memetik dan merangkai bunga. Jika ia melewatkan
waktu berharga itu, ia khawatir, ia akan tiada esok.
Siapa bilang ia tidak punya siapa-siapa? Ia memiliki sahabat
sejatinya yang luar biasa. Kunang-kunang yang selalu setia
menuntunnya dalam dengan cahaya redup dalam perjalanan
menuju kebun satu-satunya dibelakang rumahnya. Bagi sebagian
orang, cahaya kunang-kunang sungguh kelam. Namun bagi bapak
ini, cahaya kunang-kunang seperti mentari, sebuah anugrah
Tuhan.
Hartanya bukanlah sepetak kebun bunga. Melainkan
setangkai dua tangkai bunga yang bisa ia petik dari petak
tersebut. Bunga putih dan bersih, bunga Lily Casablanca, atau
yang lebih dikenal dengan Bunga Bakung. Bunga ini hanya dapat
mekar satu kali dalam satu hari, yaitu pada malam hari. Bapak
ini, hanya bisa menambang harta karunnya pada malam hari.
Bersama dengan sahabatnya kunang-kunang yang asik
berterbangan di atas kebun miliknya, di antara hamparan kebun
teh.
Begitulah cinta Tuhan kepada manusia. Kita semua tahu, ia
begitu mulia. Tindakannya begitu luar biasa melampaui
kemampuan manusia biasa. Apabila kita samakan dengan
ciptaan-Nya, ia seperti matahari yang begitu terang. Namun
apabila kita memandang matahari itu dengan mata telanjang,
yang kita pandang bukanlah cahaya terang yang indah,
melainkan kepedihan mata yang membutakan sesaat pandangan.
Dan, kita semua tahu, Tuhan tidak demikian.
Ia menerangi pandangan kita dengan cahaya yang terbaik
untuk kita. Cahaya yang sesuai dengan kita dan tidak melampaui
kemampuan kita. Tetapi, kasih-Nya menerangi kita dengan
cahaya yang begitu menyilaukan, yang sungguh indah, dan yang
setia. Cahaya-Nya menerangi hati kita di tengah-tengah hati kita

yang penuh dengan kegelapan tanpa cahaya. Kasih-Nya seperti


bunga Lily atau Bunga Bakung di taman. Hanya setangkai dua
tangkai, tetapi sungguh membahagiakan, menerangi hati kita
yang tidak terdapat setitik cahaya terang dari dunia. Tetapi hati
kita diterangi dengan cahaya kasih-Nya, kasih yang jumlahnya
satu, namun besar dan indahnya sungguh luar biasa.
Kasih-Nya tidak layu seperti bunga mawar, tidak menguning
seperti bunga melati. Kasih-Nya adalah bunga Lily. Ia tidak mekar
seperti bunga lainnya pada pagi dan siang hari, tetapi tidak layu.
Ia hanya kuncup, menunggu waktunya untuk mekar dengan
sabar. Namun, ia mekar di malam hari yang tanpa cahaya
mentari, tidak seperti bunga lainnya yang membutuhkan cahaya
matahari untuk mekar.
Yesus tidak seperti manusia yang membutuhkan cahaya
dunia untuk bermegah (bermekar), tapi Yesus yang bermegah
karena kasih-Nya, kasih Allah Bapa. Ia bermegah pada waktu
yang Ia tunggu dengan sabar, yaitu melalui tindakan anak-anakNya yang akan menjadi cahaya dan memuliakan Nama-NyaMatius 5: 16
Kita, anak-anaknya, selayaknya bertindak seperti Bapak itu.
Bapak yang mampu tersenyum secerah mentari walau hanya dengan
kasih-Nya yang sederhana. Kasih-Nya yang selalu ada di saat yang
tepat. Kasih-Nya yang selalu menerangi dan menuntun kaki yang lemah
ini di tengah dunia yang kelam, di tengah hati yang penuh dengan
kepahitan.
Dan jangan lupa anak-anak. Kita punya kunang-kunang yang selalu
menerangi kita di malam kelam. Orang tua kita. Menerangi kita dengan
cahaya kasih dari Tuhan, menuntun kepada petak bunga itu. Menuntun
kalian ke ladannya Tuhan, sekolah minggu ini.
Teriakkanlah anak-anak. Mama, papa, kalian selalu menjadi cahaya
di hatiku

Mama, papa, kalian selalu menjadi cahaya di hatiku! Senyum


anak-anak pada hari itu pun secerah mentari, seindah bunga Lily.

Anda mungkin juga menyukai