Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

ANALISIS
Spektrofotometri Visible
Sulfanilamid

Disusun Oleh :
Filania S. Kanja
Ni Made Uthari
Angelina Ajeng
Desi Setyowati

(2443013133)
(2443013195)
(2443013268)
(2443013288)

Golongan/Kelompok : T/D

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2015

A. DASAR TEORI
Sulfanilamid
(Farmakope Indonesia edisi III hal. 587)
Nama resmi

: SULFANILAMIDUM

Nama lain

: Sulfanilamida

Rumus Molekul

: C6H8O2N2S

Rumus bangun

Berat Molekul

: 172,21

Pemerian

: Hablur, serbuk hablur atau butiran, putih, tidak berbau,

rasa agak pahit kemudian manis.


Kelarutan

: Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air

mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) p, sukar larut dalam kloroform P,
dalam eter p. Dan dalam benzen p, mudah larutdalam aseton p, larut dalam
gliserol p, dalam asam klorida p dan dalam alkali hidroksida.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindungdari cahaya

Kegunaan : Antibakteri

Reaksi yang terjadi :

Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)


Spektrofotometri

UV-Vis

merupakan

salah

satu

teknik

analisis

spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer
(Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip metode spektrofotometri UV-Vis, sampel menyerap radiasi
(pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat.
Spektrofotometri ini menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber
cahaya UV dan sumber cahaya visible. Penggunaan utama spektroskopi
ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif. Penentuan kadar
senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus

kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak penggunaannya


cukup luas. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbsi pada panjang
gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbsi tertinggi
untuk setiap konsentrasi.
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer yaitu single
-beam dan double-beem.
a. Single-beam Instrument.
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam
instrument

mempunyai

harganya

murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan

keuntungan yang

beberapa

keuntungan

yaitu

sederhana,

nyata. Beberapa instrumen menghasilkansingle-

beam instrument untuk

pengukuran sinar ultra violet dan sinar

tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm


dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm.
b. Double-beem Instrument.
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190
sampai 750 nm. Double-beam instrumentdimana mempunyai dua sinar
yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut
pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar
kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan fotodetektor
yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara
elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca.
Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian
cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai
yang

diperoleh

hanya

nilai

absorbansi

dari

larutan

yang

dimasukan.

Spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan


dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama.
Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar
menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam)
dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis
spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan
lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami
pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam,

ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat


fluktuasi voltase (Skoog, DA, 1996)
Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari
analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Apabila dalam alur radiasi spektrofotometri terdapat senyawa yang
mengabsorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang mencapai
detektor. Gambar di bawah memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan
sesudah (P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat
penyerap sinar C, sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel
penyerap (pengabsorbsi) yaitu berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P.
Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui
larutan. Jadi,

Sinar Berkas Melewati Medium


Dimana :

T = Transmitansi
P = Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan
Po = Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan
b = Tebal medium

Transmitansi T sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorbansi (A)


suatu larutan dinyatakan sebagai persamaan:

P
A= - Log T = Po
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri sinar
tampak:
a. Panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum.
b. Kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi.

Masing-masing

absorbansi

larutan

dengan

berbagai

konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan


antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi
maka kurva kalibrasi merupakan garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
d. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi
tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal
(Rohman, 2007).
Spektrofotometri

adalah

pengukuran

absorbansi

selektif

radiasi

elektromagnetik yang dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa


kimia. Keuntungan utama dari metode spektrofotometri yaitu dapat menetapkan
kadar suatu zat yang sangat kecil (Bassett, 1991). Banyak kelebihan yang
dimilikinya, antara lain :
1.

Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan

kuantitatif untuk senyawa senyawa anorganik maupun senyawa anorganik.


2. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per
million), bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur
komponen trace (renik).
3. Sangat selektif bila suatu komponen x akan siperiksa dalam suatu
campuran, dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana
hanya komponen x yang akan mengadsorbansi cahaya tersebut
(Day & Underwood,1983).

Zat yang menyerap warna atau panjang gelombang tetentu dari sinar
tampak akan meneruskan warna komplementernya. Warna komplementer inilah
yang dapat terlihat oleh mata sebagai warna.
Spektrum Sinar Tampak dan Warna Komplementer

Spektrofotometer

terdiri

atas

spektrometer

dan

fotometer.

Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang


tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan
atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan
suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 1990).
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel
yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
(Mulja dan Suharman, 1995).

Komponen Spektrofotometri UV-Vis


Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen
dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-komponen
spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.
1. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk
pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel.
2. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan
dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
instrumen melewati spektrum.
3. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber
sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer
berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam
satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel.
Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri
adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau
pereaksi (Rohman, 2007).
4. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca
atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan
sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
5. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan
visibel tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan
visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara
tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan
radiasi ultraviolet atau terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik.
Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan antara orbital ikatan atau
orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan.
Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatantingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan. Spektrum ultraviolet adalah
gambar antara panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan
(transmitasi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik

atau tabel yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari
serapan molar, Emax atau log Emax (Sastrohamidjojo, 2001).
Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi menuju ke tingkat
yang lebih tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan
listrik. Monokromator adalah suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi dari
sumber berkesinambungan. Digunakan untuk memperoleh sumber sinar
monokromatis. Alat dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 1990).
Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi
maupun berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel
pengabsorpsi, merupakan sel untuk meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya
spektrofotometer. Sel haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral
yang diminati. Sebelum sel dipakai dibersihkan dengan air atau dapat dicuci
dengan

larutan

detergen

atau

asam

nitrat

panas

apabila

dikehendaki

(Sastrohamidjojo, 2001).
Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer (Beers law) adalah hubungan linearitas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004). Menurut hukum
Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan lapisan (b) yang
disinari :
A= k. b
Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah.
Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan
larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah proporsional:
A= k. c
Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan
bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan
dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus
dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan:
A= k . c. b

Umumnya digunakan dua satuan c (konsenterasi zat yang menyerap) yang


berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (K ) dalam hukum
Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c
dalam gram perliter, tetapan tersebut disebut dengan absorptivitas (a) dan bila
dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absorbtivitas molar ( ). Jadi dalam
sistem yang direkombinasikan, Hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua
bentuk:
A= a. b. c g/liter atau A= . b. c mol/liter
Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan
absorbsi spesifik, sedangkan adalah koefisien ekstingsi molar (Day and
Underwood, 1999).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan


spektrofotometri ultraviolet yaitu:
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai
konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat
kurva

yang

merupakan

hubungan

antara

absorbansi

dengan

konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum


Lambert-Beer terpenuhi.

Kurva kalibrasi
3. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2


sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal
ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu:
1. Metode Regresi
Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan
persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan
larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit
menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat
memberikan serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu
kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel
dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.
2. Metode Pendekatan
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan
serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel.
Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan
C = As. Cb/ Ab
Keterangan:
As = Serapan sampel
Ab = Serapan standar
Cb = Konsentrasi standar
C = Konsentrasi sampel
(Holme, 1983).

B. CARA KERJA
1. Pembuatan Blanko

Dipipet 1 ml larutan NaOH 0,5 N

Tambahkan 2 tetes indikator pp

Tambahkan HCl 0,5 N tetes demi tetes sampai warna merah hilang

Tambahkan 5 ml HCl 0,5 N + 5 ml lautan NaNO2 0,1 %


( diamkan 3 menit )

Tambahkan 5 ml larutan NH4-sulfamat 0,5%


+ 5 ml larutan N-napthyl etilendamin 0,1%

Tambahkan air ad 50 ml dalam labu takar 50 ml

2. Pembuatan Larutan Baku Induk


Timbang saksama Sulfanilamid 50 mg

Ditambah larutan NaOH 0,5 N ad larut

Tambahkan air ad 250 ml dalam labu takar

Perhitungan NaOH 0,5 N di dapat dari :

N=

m 1000
x
x Valensi
mr
V

0,5 N =

m 1000
x
x1
40 25

Massa ( m ) = 0,5 g

0,5 g NaOH adkan 25 ml aquadest aduk ad

homogen
Dari larutan Baku
( dipipet 1 ml,2 ml,3 ml )

Tambahkan 2 tetes indikator pp

Tambahkan HCl 0,5 N tetes demi tetes sampai warna merah hilang

Tambahkan 5 ml HCl 0,5 N + 5 ml lautan NaNO2 0,1 %


( diamkan 3 menit )

Tambahkan 5 ml larutan NH4-sulfamat 0,5%


+ 5 ml larutan N-napthyl etilendamin 0,1%

Tambahkan air ad 50 ml dalam labu takar 50 ml


Perhitungan =
C larutan baku = 50 mg / 250 ml = 200 ppm
C1 ( pipet 1 ml ) 1 ml ad 50 ml aquadest
Pengenceran 50/1 = 50 kali

C1 =

200 ppm
=4 ppm
50

C2 ( pipet 2 ml ) 2 ml ad 50 ml aquadest
Pengenceran 50 / 2 = 25 kali
200 ppm
=8 ppm
C2 =
25
C3 ( pipet 3 ml ) 3 ml ad 50 ml aquadest
Pengenceran 50 / 3 = 16,67 kali
200 ppm
=11,998 ppm
C3 =
16,67

3. Preparasi Sampel ( replikasi 3 kali )


Timbang saksama 250 mg sampel ( timbang 3 kali )

Tambahkan NaOH 0,5 N ad larut

Tambahkan air ad 100 ml dalam labu takkar


( saring dan buang filtrat pertama jika perlu, dengan kertas saring
Whatman )

Masing masing sampel dipipet 1 ml

Tambahkan 2 tetes indikator pp

Tambahkan HCl 0,5 N tetes demi tetes sampai warna merah hilang

Tambahkan 5 ml HCl 0,5 N + 5 ml lautan NaNO2 0,1 %


( diamkan 3 menit )


Tambahkan 5 ml larutan NH4-sulfamat 0,5%
+ 5 ml larutan N-napthyl etilendamin 0,1%

Tambahkan air ad 50 ml dalam labu takar 50 ml


4. Pembuatan Reagen

HCl 0,5 N
m 1000
x
x valensi
N = mr
V
0,5 =

m 1000
x
x1
36,5
50

Massa ( m ) = 0,9125 gram adkan 50 ml aquadest, aduk

homogen
Larutan NaNO2 0,1 %
Timbang 0,1 gram NaNO2 + aquadest ad 100 ml aduk

homogen
NH4- Sulfamat 0,5%
Timbang NH4- Sulfamat 0,5 gram + aquadest ad 100 ml aduk

ad homogen
N- napthyl etilendiamin 0,1 %
Timbang N- napthyl etilendiamin 0,1 gram + aquadest ad 100

ml, aduk homogen


C. HASIL ANALISIS
1. Larutan Baku Induk
Penimbangan Baku = 103,1 mg/500mL = 206,2 ppm
Konsentrasi(C)

Absorbansi (A)

C1

4,124 ppm

1,183

C2

8,248 ppm

2,108

C3

12,372 ppm

2,398

1. E1% 1cm = A/C = 1,183 / 4,124 / 10.000 = 2868,57 g/100mL


2. E1% 1cm = A/C = 2,108 / 8,248 / 10.000 = 2555,77 g/100mL
Rata-rata E1% 1cm = 2868,57 g/100mL + 2555,77 g/100mL = 2712,17 g/100mL
2

Perhitungan Konsentrasi di dapat dari =


0,0522 gram
=208,8 ppm
C Baku Induk = 103,1 mg/500mL = 206,2 ppm
250 ml
C1 ( pipet 1 ml ) 1 ml ad 50 ml aquadest
50
=50 kali
Faktor pengencer = 1
C1= 206,2 / 50 = 4,124 ppm

208,8 ppm
=4,176 ppm
50

C2 ( pipet 2 ml ) 2 ml ad 50 ml aquadest
50
=25 kali
Faktor pengencer = 2
C2 = 206,2 / 25 = 8,248 ppm

208,8 ppm
=8,352 ppm
25

C3 ( pipet 3 ml ) 3 ml ad 50 ml aquadest
50
=16,67
Faktor pengencer = 3
C3 = 206,2 / 16,67 =12,372 ppm

208,8 ppm
=12,52 ppm
16,67

2. Pembuatan Sampel
Penimbangan Sampel 1 = 0,1253 gram
Penimbangan Sampel 2 = 0,1250 gram
Penimbangan Sampel 3 = 0,1248 gram
Sampel

Konsentrasi
Teoritis
( ppm )

Absorbansi

Konsentrasi
percobaan

Kadar

Sampel 1

25,06

1,244

4,5867

18,900%

Sampel 2

25,00

1,299

4,7898

19,150%

Sampel 3

24,96

1,227

4,5240

18,125%

Perhitungan Konsentrasi Teoritis di dapat dari =


Sampel
1
=
125,3
mg/100mL
0,2539 gram
=2539 ppm
100 ml
Pipet 1 ml ad 50mL = 50x pengenceran
C1 = 1253/50 = 25,06 ppm

1253

ppm

Sampel

125,0

mg/100mL

1250

ppm

Pipet 1 ml ad 50mL = 50x pengenceran


C2 = 1250/50 = 25,00 ppm
Sampel
3
=
124,8
mg/100mL

1248

ppm

0,2539 gram
=2539 ppm
100 ml

0,2539 gram
=2539 ppm
100 ml
Pipet 1 ml ad 50mL = 50x pengenceran
C3 = 1248/50 = 24,96 ppm
Konsentrasi Percobaan :
C = Abs sampel
x 10.000
Rata-rata E1% 1cm
C1 =

1,244 x 10.000 = 4,5867


2712,17
C2 = 1,299 x 10.000 = 4,7898
2712,17
C3 = 1,227 x 10.000 = 4,5240
2712,17
3. Perhitungan Persentasi Kadar
% Kadar =

Konsentrasi kuvet
x 100%
Konsentrasi sampel yang dipipet
% Kadar 1 = 4,5867 x 100 % = 18,30 %
25,06
% Kadar 1 = 4,7898 x 100 % = 19,15 %
25,00
% Kadar 1 = 4,5240 x 100 % = 18,12 %
24,96

Rata-rata %Kadar = 18,30% + 19,15% + 18,12% = 18,525 %


3
% Kadar sesungguhnya adalah 16,99 %
% Kesalahan = 18,525 % - 16,99 % x 100% = 9,03%
16,99 %

D. PEMBAHASAN
Spektrofotometri adalah analisa instrument yang membahas tentang
molekul dan radiasi elektromagnetik obat golongan sulfadiamida yang

mempunyai struktur umum. Spektrofotometri adalah suatu metode analisi kimia


yang di gunakan untuk menerapkan kadar suatu zat atau senyawa obat dengan
menggunakan alat yang biasa di sebut spektrofotometer.
Prinsip kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen obat atau
molekul dengan radiasi elektromagnetik, yang energinya sesuai. Interaksi tersebut
akan meningkatkan energi potensi elektron pada tingkat aksitan. Apabila pada
molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada suatu macam
gugus maka akan terjadi suatu absorbsi yang merupakan garis spektrum.
Obat golongan sulfanamida yang mempunyai struktur umum C 6H4-5-4NHR3 mengabsorbsi cahaya dalam daerah ultraviolet karena mengandung
kromotor fenil. Namun tidak memperlihatkan absorbsi yang persis sama karena
gugus R dapat menyebabkan absorbsi tambahan mengubah sifat spektrum
aromatik

dasarnya. Spektrum ini

kuat sehingga

memungkinkan untuk

menganalisis obat dalam percobaan ini, diadakan pengukuran spektrum absorbsi


senyawa campuran sulfanamida. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri di
lakukan pada larutan yang mengandung senyawa tunggal maupun campuran
beberapa komponen.
Umumnya golongan sulfonamide mengandung gugus amin aromatis
primer (Ar-NH2), apabila direaksikan dengan asam nitrit dengan pemberian
pereaksi

pengkopling

dari

senyawa

N-(1-Naftil)

etilendiamin,

sehingga

menghasilkan derivat garam diazonium yang berwarna (reaksi diazotasi).


Diazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang
berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam
diazonium.
Adapun reaksi diazotasi, dapat dituliskan sebagai berikut :
Ar NH2 + HNO2
Ar N2+Cl- + H2O

(1)

Reaksi diazotasi secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa kemungkinan


reaksi dimulai dengan terjadinya nitrosasi amin (2), yang diikuti tautomerisasi
nitroso amin (3) dan peruraian diazohidroksida (4), seperti berikut :

Ar NH2 + HNO2
Ar NH N = O

Ar NH N = O + H2O
Ar N = N OH

Ar N = N OH + HCl Ar N = N+ Cl- + H2O

(2)
(3)
(4)

Penjumlahan ketiga reaksi di atas menghasilkan reaksi (1) yang merupakan dasar
analisis kalorimetri untuk diazotasi gugus amin aromatis.
Untuk mengetahui kadar sulfanilamid, dilakukan pembuatan larutan baku
dengan konsentrasi 200 ppm dan beberapa kali pengenceran dengan mengunakan
beberapa konsentrasi yaitu 4 ppm, 8 ppm dan 12 ppm, dengan menggunakan alat
yang di sebut spektrofotometer. Pengenceran ini di lakukan karena sampel sukar
larut dalam air, tetapi larut dalam alkali hidroksida. Dan larutan sampel dibuat
dengan tiga kali replikasi, dengan penimbangan masing- masing 200 mg dan juga
dilakukan pengenceran pada masing-masing sampel, pada sampel 1 dengan
konsentrasi 50,78 ppm, sampel 2 dengan konsentrasi 51,06 ppm dan terakhir
sampel 3 dengan konsentrasi 50,82 ppm.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan pada
sulfanilamid, dapat diketahui bahwa hubungan antara konsentrasi (ppm) dengan
nilai absorben (a) tegak lurus, sehingga dapat di simpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi sulfanilamid, maka nilai absorbennya atau daya tembus cahaya yang
di lewati sampel semakin besar berdasarkan hasil perhitungan, maka di dapatkan
nilai y sampel 1, sampel 2 dan sampel 3 secara berurutan 2,194 : 2,168 : 2,260.
Dengan kadar yang diperoleh 21,32 %
Adapun faktor faktor yang dapat mempengaruhi dalam perhitungan pada
percobaan ini adalah :
1.
Kesalahan atau ketidaktelitian dalam pemipetan volume pelarut.
2.
Kurang teliti dalam melakukan pengenceran sampel.
3. Alat dan bahan kurang bersih.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah dianalisa diperoleh kadar sulfanilamid dalam
sampel yaitu 18,525% dengan persen kesalahan 9,03%.

F. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. dkk. 1991. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dachriyanus.

2004.

Analisis

Struktur

Senyawa

Organik

Secara

Spektroskopi. Cetakan I. Padang: Andalas University Press


Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1983. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif.
Penerjemah: Pujaatmaka, A.H. Edisi ke V. Jakarta: Erlangga
Dirjen RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Holme,J.D. and Peck,H. 1983. Analitycal Biochemistry. New York,
London: Departement of Biological Sciences Sheffield City Polytecnic
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Mulja, M, dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya:
Airlangga University Press.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar dasar Spektroskopi. Yogyakarta :


Liberty.
Skoog, D. A. 1996. Fundamental of Analytical Chemistry. Seventh edition.
USA: Saunders College Publishing.

Anda mungkin juga menyukai