Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH

TEKNOLOGI PRODUKSI BERBASIS MINYAK ATSIRI


PROSES PEMURNIAN MINYAK ATSIRI

Oleh
SANTO ZENO VINANSIUS SINURAYA
240120120002

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARA
JATINANGOR
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak
nilam, sereh wangi (Java citronella oil), akar wangi, pala, kenanga, daun cengkeh,dan
cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa Barat (Sereh wangi,
akar wangi, daun cengkeh dan pala), Jawa Tengah (daun cengkeh dan nilam), Jawa Timur
( kenanga dan daun cengkeh), Bengkulu (minyak Nilam), Aceh (minyak nilam dan pala).
Teknik penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan para petani masih dilakukan
secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan yang baik dan benar. Selain itu
penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal, seperti pemisahan
minyak setelah penyulingan, wadah minyak yang digunakan, dan penyimpanan minyak yang
tidak benar.
Biasanya minyak hasil penyulingan akan terlihat lebih gelap dan berwarna kehitaman
atau sedikit kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal ini akan berpengaruh
terhadap sifat fisika dan kimia minyak. Untuk itu proses penyulingan minyak yang baik dan
benar perlu dilakukan, sehingga minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu
yang ada. Kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing
minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya.
Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari bahan minyak
atsiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak atsiri dapat diperiksa dengan penetapan
kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu faktor yang menentukan mutu minyak atsiri adalah
sifat fisika-kimia minyak seperti bilangan asam, bilangan ester dan komponen utama minyak
atsiri. Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman, umur panen,
perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis dan kondisi peralatan yang digunakan selama
proses penyulingan, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan dan penyimpanan.
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal secara
umum adalah metode yang dilakukan secara fisika dan kimia. Pemurnian secara fisika
memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik akan tetapi minyak yang dihasilkan
lebih baik karena warnanya lebih jernih dan konsentrat komponen utamanya menjadi lebih
tinggi. Pemurnian minyak secara kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan
yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan absorben atau senyawa
kompleks tertentu.

BAB II
PEMBAHASAN
Pemurnian adalah proses pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak
yang keberadaannya dapat menurunkan mutu dari minyak tersebut. Proses pemurnian bisa
dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu secara fisika dan kimiawi. Proses pemurnian
dengan menggunakan metode fisika yaitu: metode penarikan air, penyaringan, sentrifuse,
redistilasi, membran filtrasi, distilasi fraksionasi, dan distilasi molekuler. Proses pemurnian
minyak dengan metode kimia , yaitu: flokulasi, adsorbsi, kromatografi kolom, ekstraksi
fluida CO2 superkritis.
A. Proses Pemurnian Minyak Atsiri secara Fisika
Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak
atsiri yang dihasilkan (redestillation), distilasi fraksinasi dan destilasi molekuler. Destilasi
merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih.
Secara sederhana destilasi dilakukan dengan memanaskan/menguapkan zat cair lalu uap tersebut
didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor. Destilasi digunakan untuk
memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik didih cairan. Pada proses ini cairan berubah
menjadi uap (Uap ini adalah zat murni). Kemudian uap ini didinginkan pada pendingin ini, uap
mengembun manjadi cairan murni yang disebut destilat. Destilat dapat digunakan untuk memperoleh
pelarut murni dari larutan yang mengandung zat terlarut misalnya destilasi air laut menjadi air murni.
Beberapa metode Distilasi:

a. Destilasi Sederhana
Destilasi sederhana adalah salah satu cara pemurnian zat cair yang tercemar oleh zat padat/zat
cair lain dengan perbedaan titik didih cukup besar, sehingga zat pencemar/pengotor akan tertinggal
sebagai residu. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran cair-cair, misalnya air-alkohol,
air-aseton, dll. Alat yang digunakan dalam proses destilasi ini antara lain, labu destilasi, penangas,
termometer, pendingin/kondensor leibig, konektor/klem, statif, adaptor, penampung, pembakar, kaki
tiga dan kasa.

Gambar 1. Destilasi sederhana

b. Redestilasi
Proses redestilasi adalah proses penyulingan kembali minyak atsiri dengan
menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5. Hasil penyulingan ulang
minyak nilam dengan menggunakan metode redestilasi ternyata dapat meningkatkan nilai
transmisi (kejernihan) dari 4% menjadi 83,4 % dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm
menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).
c. Destilasi Uap
Destilasi uap umumnya digunakan untuk memurnikan senyawa organic yang terdestilasi uap
(volatile), tidak tercampurkan dengan air, mempunyai tekanan uap yang tinggi pada 100 derajat C dan
mengandung pengotor yang tidak atsiri (nonvolatile).
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyaring serbuk simplisia yang mengandung
komponen atsiri yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa
kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka pemurnian
dilakukan dengan destilasi uap.
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan
diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian didalam suatu sistem, sehingga produk akan
terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir.
Destilasi uap merupakan suatu proses pemindahan massa kesuatu media massa yang bergerak.
Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus kedalam melalui
dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke
rongga uap yang bergerak melalui antar fasa. Proses ini disebut hidrodifusi.

Gambar 2. Proses Destilasi Uap

d. Destilasi bertingkat (destilasi Fraksionasi)


Destilasi bertingkat adalah proses pemisahan komponen-komponen minyak ke dalam
bagian-bagian destilasi dengan titik didih makin lama makin tinggi yang selanjutnya
pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi bertingkat
merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat pencampurnya berupa senyawa
cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda jauh dengan titik didih senyawa yang akan
dimurnikan. Destilasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran
yang komponen-komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi ini
digunakan untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada
proses destilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi.
Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa
cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya penghalang
dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya sama akan sama-sama menguap
atau senyawa yang titik didihnya rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan
turun sebagai destilat, sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum
mencapai harga titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu
destilasi, yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik didihnya.
Senyawa tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai destilat
Fungsi Distilasi fraksionasi adalah proses destilasi yang dilakukan untuk memisahkan
komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Distilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih
kurang dari 20 C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi
dari distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponenkomponen dalam minyak mentah
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom
fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda
pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin
tidak volatil cairannya.

Gambar 3. Destilasi bertingkat (Destilasi Fraksionasi)


e. Destilasi Vakum

Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak stabil,
dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran
yang memiliki titik didih di atas 150 C. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan pada
pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin, karena
komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan
digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada
sistem distilasi ini.

Gambar 4. Destilasi Vakum

f. Destilasi Molekuler
Distilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda
bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan (Lutisan et al.
2001). Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat, koefisien
transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah sampai
0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada 2000; Ibanez
2002).
Proses distilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul. Distilasi
molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari suhunya
pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film tipis dengan
memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis yang terbentuk, dibentuk
menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya
gravitasi dan lubang di dalam wiper.
Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada
karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi mengalir ke
bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan dan dipisahkan.

Gambar 5. Destilasi Molekuler

Distilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan,


diantaranya adalah:
1. Turbulensi dihasilkan dari pergerakan wiper yang berperan besar pada
transmisi panas ke seluruh permukaan evaporator, oleh karena itu dapat
menghasilkan suhu yang lebih rendah di dalam evaporator.
2. Dihasilkan luas area permukaan pemanasan per unit volume yang maksimum
dengan adanya aliran evaporasi.
3. Waktu kontak cairan dengan pemanas dapat dikontrol dalam hitungan detik
atau kurang. Hal ini meminimasi kerusakan produk karena panas dengan
mengontrol kecepatan wiper.
4. Bahan baku dengan viskositas tinggi dapat diproses dengan atau tanpa
penambahan pelarut.
Untuk menunjang lapisan tipis, Pope Science mendesain blade yang dapat
meminimasi waktu tinggal dan memastikan bahan yang masuk ke dalam proses seragam.
Bermacam-macam kecepatan wiper dengan kemampuan untuk berputar balik, menghasilkan
variasi retention time yang sangat beragam pada proses untuk mengalirkan fluida ke
evaporator. Blade dapat terbuat dari karbon maupun teflon, stainless steel, hastelloy, titanium,
C-20, alumunium alloys dan kaca.
B. Proses pemurnian minyak atsiri secara Kimiawi
Proses pemurnian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan larutan kimia.
Proses pemurnian secara kimiawi dilakukan dengan beberapa metode berikut:
1. Adsorpsi
Metode adsorpsi menggunakan absorben tertentu seperti bentonit, arang aktif dan
zeolit
2. Pengkelatan/ Flokulasi
Metode ini digunakan untuk menghilangkan senyawa yang ada di dalam minyak atsiri
misalnya senyawa terpen yang digunakan untuk meningkatkan efek flavouring, sifat
kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan minyak atsiri.
3. Deterpensi
Metode pemurnian ini menggunakan larutan senyawa kimia kompleks. Larutan ini
digunakan untuk membentuk senyawa kompleks dalam minyak atsiri seperti asam
sitrat dan asam tartarat.

Adsorbsi
Adsorpsi atau penyerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida,
cairan maupun gas yang terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap atau

adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap atau adsorbat)
pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida yang
dilakukan oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya
Van Der Waals yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara
zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas
zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu).
1. Adsorpsi fisika Berhubungan dengan gaya Van der Waals.
Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari daya
tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya, maka zat yang terlarut akan diadsorpsi
pada permukaan adsorben. Adsorpsi ini mirip dengan proses kondensasi dan biasanya terjadi
pada temperatur rendah pada proses ini gaya yang menahan molekul fluida pada permukaan
solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya van
der waals) mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair,
yaitu sekitar 2.19-21.9 kg/mol. Keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul fluida
biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.
2. Adsorpsi Kimia
Reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini
bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada Adsorpsi fisika. Panas
yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir, molekul
teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi
antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan
adsorbent akan terbentuk suatu lapisan atau layer, dimana terbentuknya lapisan tersebut akan
menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh batuan adsorbent sehingga efektifitasnya
berkurang.
Seperti halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan laju reaksi.
Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari
permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam
suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui dengan mengukur
perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut, dan menganalisis nilai k (berupa
slope/kemiringan) serta memplotkannya pada grafik. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh
kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan sebagai banyaknya zat yang
teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh

beberapa hal, diantaranya : Macam adsorben, Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate), Luas
permukaan adsorben, Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate), Temperatur.
Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu:
a. Molekul-molekuladsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan
interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben atau eksternal.
b. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben
(exterior surface).
c. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar
menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.
d. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
Berikut ini adalah beberapa metode yang termasuk ke dalam metode Adsorpsi:
1. Pemucatan
Pemucatan dilakukan dengan menggunakan adsorben. Adsorben yang digunakan
dalam proses pemucatan terdiri dari tipe polar (hidrofilik) dan non polar (hidrofobik).
Adsorben polar antara lain silica gel, alumina yang diaktivasi, bentonit, dan beberapa jenis
tanah liat (clay). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan
lebih polar dari cairannya. Adsorben non polar antara lain adalah arang (karbon dan batubara)
dan arang aktif, yang biasa digunakan untuk menghilangkan zat warna yang kurang polar.
Adsorben tipe polar secara kualitatif sangat mirip satu sama lain dalam hal selektivitas untuk
menyerap komponen dari beberapa campuran.
Pada saat proses pemucatan dilakukan pengadukan minyak dengan adsorben (bentonit
atau arang aktif) selama 20 menit dengan tujuan agar kontak antara minyak dengan adsorben
menjadi lebih efektif, sehingga dapat menghasilkan efek adsorbsi yang optimal. Daya
penyerapan terhadap warna juga dipengaruhi oleh bobot jenis adsorbennya. Semakin rendah
bobot jenis adsorben, maka semakin efektif penyerapan terhadap warna. Selain faktor bobot
jenis, keefektifan penyerapan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel dan pH adsorben
(sebaiknya ukuran partikel tersebut halus dan pH adsorben mendekati netral).
Pada keadaan awal bentonit dan arang aktif memiliki kemampuan adsorbs yang
rendah. Kapasitas adsorbsi dari bentonit dapat dinaikkan dengan prose aktivasi untuk
memberikan sifat yang diinginkan sehubungan dengan penggunaannya. Pengaktifan bentonit
dan arang aktif bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain bentonit dan arang
aktif yang tidak mempunyai sifat penyerap dan juga untuk memperluas permukaan melalui
pembentukan struktur porous dan berguna untuk mempertinggi daya adsorbsinya.
Berdasarkan teori ada dua cara perlakuan untuk meningkatkan daya serap bentonit, yaitu

dengan pemanasan dan aktivasi dengan pengasaman. Aktivasi dengan pemanasan bertujuan
agar air yang terikat di celah-celah molekul dapat teruap, sehingga porositasnya meningkat.
Sementara pengaktifan dengan pengasaman dapat menaikkan angka perbandingan antara
SiO2 dan Al2O3.
Contoh metode pemucatan
Minyak cengkeh yang akan dipucatkan warnanya terlebih dahulu dipanaskan hingga
suhunya mencapai 50 oC, setelah suhu minyak mencapai 50 oC barulah bentonit atau arang
aktif tersebut dimasukkan ke dalam minyak sambil dilakukan pengadukan selama 20 menit.
Suhu minyak dijaga tetap 50 oC, karena jika suhu terus naik maka mutu minyak tersebut akan
rusak karena pemanasan dengan suhu yang berlebihan.
Hasil yang didapat setelah dilakukan pemucatan dengan adsorben arang aktif
menunjukkan nilai rendemen minyak atsiri adalah 85%. Sedangkan dengan menggunakan
bentonit menunjukkan hasil rendemen 90,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang
dihasilkan dari pemucatan dengan bentonit lebih tinggi dibanding yang menggunakan
adsorben arang aktif. Hasil yang ditunjukkan juga menunjukkan warna yang menggunakan
adsorben bentonit lebih jernih dibanding yang menggunakan arang aktif. Hal ini dikarenankan
sifat kepolaran dari zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya, sehingga
kandungan bahan lain seperti zat-zat yang tidak dikehendaki dalam minyak, diantaranya
adalah zat-zat yang menyebabkan warna minyak menjadi gelap. Pemucatan dapat berlangsung
dengan baik apabila senyawa yang diserap memiliki polaritas yang berdekatan dengan zat
warna. Zat warna yang terkandung dalam minyak mudah sekali mengalami oksidasi yang
bersumber dari hidroperoksida asam atau dari udara terbuka. Senyawa yang teroksidasi
mempunyai sifat sukar diserap oleh adsorben, dan biasanya diatasi dengan peningkatan
konsentrasi adsorben namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
2. Penarikan Air
Penarikan air ini bertujuan untuk mengambil sejumlah air yang terkandung dalam
minyak atsiri agar mutunya dapat meningkat dan warna menjadi lebih jernih. Pada penarikan
air ini digunakan Na2SO4 yang berfungsi untuk menarik air dari minyak atsiri. Dengan
penambahan Na2SO4 diharapkan kadar air yang terkandung dalam minyak dapat berkurang.
Jika dengan penambahan awal Na2SO4 minyak tersebut belum menunjukkan penambahan
kejernihan, maka kembali ditambahkan Na2SO4 ke dalam minyak tersebut. Hasil yang
didapatnya adalah rendemen minyak atsiri sebesar 90%. Air yang dapat ditarik dengan
penambahan Na2SO4 ini kurang banyak.

Pemurnian minyak atsiri dengan metode penarikan air merupakan metode yang paling
sederhana, ekonomis dan murah dalam pengerjaannya (Guenther, 1987). Metode penarikan
air menggunakan Natrium sulfat anhidrat, ini dimaksudkan untuk menarik air yang masih
terdapat dalam minyak atsiri dimana air akan ditarik oleh natrium sulfat anhidrat hingga
dihasilkan minyak atsiri dengan kemurnian yang tinggi.
Pengkelatan/Flokulasi
Flokulasi atau pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan
senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al.,
2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan
mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat yang cukup dikenal
dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan
EDTA (Karmelita, 1991; Marwati et al., 2005; Moestafa et al., 1990).
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks
logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi
senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan, waktu kontak dan teknik
penyaringan (Karmelita, 1991).
Bahan pembentuk kompleks yang digunakan adalah EDTA dan minyak yang
digunakan adalah minyak cengkeh. EDTA telah lama digunakan dalam tahap pemurnian pada
industri minyak. Di beberapa negara di Eropa, pemurnian minyak dilakukan dengan
menggunakan EDTA pada tahap bleaching dalam pemurnian kimia minyak. Pemurnian
minyak dengan menggunakan EDTA juga dilakukan untuk memperoleh flavor yang baik dan
stabilitas oksidasi pada minyak sedangkan asam sitrat mempunyai kemampuan sebagai
chelating agent dalam menghilangkan katalis logam, selama pemurnian minyak yang telah
dihidrogenasi.
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks
logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi
senyawa yang ada. Secara umum kesembangan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut:
L-+S- LS
L = logam
S = senyawa pengkelat
LS = kompleks logam-senyawa pengkelat
Senyawa pengkelat yang digunakan adalah EDTA yang bersifat asam dengan ion
negatif (-), sedangkan logam yang akan diikat bersifat positif karena adanya perbedaan
muatan tersebut menyebabkan logam yang terdapat di dalam minyak atsiri dapat diikat

dengan senyawa tersebut, sehingga minyak bebas dari logam. Proses flokulasi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecepatan pengadukan, jenis flokulan dan
banyaknya flokulan yang ditambahkan.
Contoh proses pemurnian minyak atsiri dengan metode Flokulasi
Pada pemucatan minyak lemon, digunakan arang aktif seberat 0,5 gram untuk
membuat minyak lemon tersebut menjadi murni. Masa arang aktif yang digunakan diperoleh
dari 2% volume minyak atsiri yang digunakan. Karena penambahan arang aktif ini, warna
minyak lemon menjadi lebih jernih dari sebelum penambahan arang aktif. Hal ini dikarenakan
arang aktif dapat menyerap zat-zat pengkotor minyak atisiri tersebut. Pada penarikan air,
digunakan Na2SO4 seberat 1% dari volume minyak atsiri. Dengan penarikan air ini
menjadikan minyak lemon tampak lebih jernih. Hal ini disebabkan Na2SO4 dapat menyerap
kandungan air yang terdapat di dalam minyak atsiri.
Pada proses pengkelatan minyak atsiri digunakan EDTA sebanyak 0,5 ml untuk
mengikat logam yang terdapat di dalam minyak lemon sebanyak 25 ml. Dari hasil percobaan
pengkelat minyak lemon ini dihasilkan minyak lemon jernih sebesar 18,444 ml. Sehingga
logam yang terikat dengan EDTA dapat dihitung dari jumlah minyak ditambah dengan jumlah
EDTA dikurangi dengan jumlah minyak jernih yang dihasilkan, sebanyak 7,056 ml. Dengan
demikian logam terikat yang diikat oleh EDTA sebanyak 6,556 ml dari minyak lemon.
Dengan proses pengkelatan ini menjadikan minyak lemon menjadi lebih jernih dari
sebelumnya karena logam yang terkandung didalamnya dapat diserap oleh senyawa-senyawa
pengkelat, diantaranya adalah EDTA.
Deterpenasi
Deterpenasi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang
digunakan berupa pelarut organik seperti alkohol, hexan, eter, dan sebagainya. Deterpenasi
adalah pemisahan minyak atsiri dengan terpen. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan
senyawa atau flavor yang lebih kuat. Proses ini sangat berguna dalam menghasilkan minyak
essens bermutu tinggi.
Proses pemisahan menggunakan prinsip perbedaan massa jenis minyak dengan
terpen. Setelah pencampuran dilakukan pemisahan sehingga terbagi menjadi 2 fasa, yaitu fasa
polar dan non-polar. Fase ini terdiri atas minyak atsiri yang terlarut dalam senyawa nonpolar,
sedangkan terpen terlarut dalam hidrokarbon-O (senyawa polar). Fase polar merupakan terpen
yang terbentuk dan tidak diproses lanjut. Fasa yang diambil adalah fase non-polar yang
selanjutnya dilakukan evaporasi dengan menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan

minyak dengan air. Terbentuknya 2 fasa ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Ketaren (1986) karena minyak atsiri pada minyak pala terdiri dari campuran senyawa nonpolar (hidrokarbon) dan polar (hidrokarbon-O), maka pelarut yang digunakan terdiri dari
kombinasi pelarut-pelarut polar dan non-polar sehingga fraksi hidrokarbon akan terdistribusi
di lapisan pelarut non-polar, sedangkan fraksi hidrokarbon-O terdistribusi pada pelarut polar.
Metode umum pemisahan atau pengurangan terpen yang digunakan menurut
Wakayabashi (1961) dalam Djuanita (1995), yaitu destilasi bertingkat dalam kondisi vakum,
ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan kromatografi
menggunakan gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode ekstraksi caircair atau menggunakan pelarut. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut polar dan non
polar, dimana fraksi terpen akan terlarut dalam pelarut non polar dan fraksi terpen-o akan
terlarut dalam pelarut polar. Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa
dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam pemuatan parfum, karena
minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait
dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi
menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan
alkohol encer.

KESIMPULAN

Proses pemurnian minyak atsiri dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu
secara fisika dan kimiawi. Pemurnian minyak atsiri secara fisika dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yaitu: Distilasi Sederhana, Distilasi Uap, Distilasi
Fraksionasi, Distilasi Vakum, dan Distilasi Molekuler. Pemurnian minyak atsiri secara
kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan metode: Adsorpsi, Flokulasi, dan Deterpenasi.
Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik akan
tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik karena warnanya lebih jernih dan konsentrat
komponen utamanya lebih tinggi. Pemurnian minyak secara kimiawi bisa dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan
adsorben atau senyawa kimia kompleks tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanita, Nilla. 1995. Mempelajari Proses Deterpenasi Minyak Lemon dan Aplikasiny pada
Deterjen Cair [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta.
Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium
aromaticum L.) dengan asam aspartat. Bogor: IPB Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta
Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh Proses Deterpenasi Terhadap Mutu Obat Minyak
Biji Pala. Yogyakarta.
Purnawati, R. 2000. Pemucatan Minyak Nilam dengan Cara Redestilasi dan Cara Kimia.
Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai