Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan undang-undang dasar 1945 (UUD 45) Indonesia
merupakan negara hukum. Oleh karena itu seluruh aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur oleh seluruh sistem dan tata peraturan yang
bertumpu pada UUD 45. Aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut
perlu dipahami secara benar agar dalam pelaksanaan dan implementasinya
dapat selaras dengan peraturan hukum yang berlaku.
Pada aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tentu saja hal tersebut
sangat terkait dengan hak dan kewajiban warga negara. Oleh karena itu
seluruh hal yang berkaitan hak serta kewajiban warga negara telah diatur
dengan pada UUD 45 pasal 27, 28, 30, dam 31. Pasal-pasal tersebut
menjelaskan tentang hak-hak warga negara serta kewajiban yang melekat
pada dirinya. Selain itu, pasal-pasal tersebut menjadi tumpuan dalam
pembuatan dan pelaksanaan pertaturan terkait hak dan kewajiban yang
tingkatannya berada di bawah UUD 45.
Melalui makalah ini diharapkan terbentuk pemahaman yang benar
terkait dengan hak dan kewajiban berwarga negara. Selain itu makalah ini
fokus pada pelaksanaan hak dan kewajiban Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK),

sehingga

diharapkan

akan

diperoleh

pemahaman

bahwa

sesungguhnya hak dan kewajiban ABK sama dengan orang pada umumnya.
Hanya saja harus dipahami keterbatasan ABK tersebut agar disesuaikan
terhadap implementasi hak dan kewajiban yang ada di lapangan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penyusunan makalah ini,
antara lain :
1. Apa pengertian pengertian warga negara?
2. Apa pengertian hak dan kewajiban sebagai warga negara?
3. Apa sajakah hak dan kewajiban sebagi warga negara?
4. Apakah hak dan kewajiban warga negara khususnya Anak Berkebutuhan
Khusus sudah terealisasi seperti yang tercantum pada UUD 1945?
1

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Warga Negara


Menurut UUU 1945 Pasal 26 (Ayat 1), warga negara adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara. Penduduk, sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 (Ayat 2), ialah warga negara indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. Hal-hal mengenai warga negara dan
penduduk di atur dengan undang-undang (UUD 1945 Pasal 26 (Ayat 3)).
Menurut Sunarso, dkk (2013:29) Status kewarganegaraan dalam suatu
1)

negara biasanya terkait dengan dua asas, yaitu :


Ius Soli
Ius Soli adalah asas tempat kelahiran. Di dalam asas ini, seseorang
memperoleh kewarganeraannya berdasarkan negara tempat di mana dia
dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara
tersebut. Pada awalnya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini
hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa
karena sesorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia
menjadi warga negara tersebut. Akan tetapi dengan semakin tingginya
tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya
berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap
asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang
memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah
jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu
orang tuanya (misalnya, di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius
soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan
ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan
bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan,

2)

sehingga si anak dapat memiliki status kewarganegaraan bapaknya.


Ius Sanguinis
Ius sanguinis adalah asas keibubapaan. Di dalam asas ini, seseorang
memperoleh

kewarganegaraan

suatu

negara

berdasarkan

asas

kewarganegaraan orang tuanya, di manapun ia dilahirkan. Jika suatu


negara menganut asas ius sanguinis, seseorang yang lahir dari orang tua
yang memiliki kewarganegaraan suatu negara, seperti Indonesia, maka

anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya,


yaitu warga negara Indonesia.
Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan
mengutamakan salah satu, tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara
Ius Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan
rangkap (bi-patride) atau tidak mempunya kewarganegaraan sama sekali (apatride). Berhubungan dengan itu, maka untuk menentukan kewarga negaraan
seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (di samping kedua asas di
atas), yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif. Pelaksanaan kedua stelsel ini kita
bedakan dalam hak opsi dan hak reputasi. Hak opsi ialah hak untuk memiliki
kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel aktif) dan hak reputasi ialah hak untuk
menolak kewarganegaraan (pelaksana stelsel pasif).
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU No. 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang
yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah:
1) Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI.
3) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan
ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya.
4) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan
ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang
ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
5) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang
WNI.
6) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI.
7) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
8) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.

10) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya

tidak

memiliki

kewarganegaraan

atau

tidak

diketahui

keberadaannya.
11) Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan
ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan

memberikan

kewarganegaraan

kepada

anak

yang

bersangkutan.
12) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:
1)

Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia

18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing.
2)
Anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara
sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
3)
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia.
4)
Anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang
termasuk dalam situasi sebagai berikut:
1) Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
2) Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat
anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga
negara Indonesia.
Sudah selayaknya keturunan warga negara RI adalah WNI. Sebagaimana
telah diterangkan di atas yang menentukan status anak ialah ayahnya. Apabila

tidak ada hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya atau apabila


ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan ataupun (selama) tidak diketahui
kewarganegaraannya, maka barulah ibunya yang menentukan status anak itu.
Hubungan hukum kekeluargaan antara ibu dan anak selalu mengadakan
hukum secara yuridis. Anak baru turut kewarganegaraan ayahnya, setelah
ayah itu mengadakan hubungan hukum kekeluargaan dan apabila hubungan
hukum itu baru diadakan setelah anak itu menjadi dewasa, maka ia tidak turut
kewarganegaraan ayahnya.
B. Pengertian Hak dan Kewajiban
1. Hak
Dari segi etimologi kata Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, hak
adalah mempunyai, kekuasaan berbuat sesuatu, atau kekuasaan yang
benar akan sesuatu.
Notonagoro dalam

buku

Kaelani

dan

Achmad

Zubaidi

mendefinisikan hak sebagai berikut: Hak adalah kuasa untuk menerima


atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melalui
oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain manapun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Menurut Kaelan (2002:234) Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang seharusnya diterima atau dilakukan, yang pada
prinsipnya hanya dilakukan oleh pihak (individu) tertentu dan tidak dapat
dilakukan oleh pihak lain siapapun juga, yang dalam prinsipnya dapat
dilakukan oleh pihak lain siapapun juga, yang dalam prinsipnya dapat
dituntut dengan paksaan olehnya.
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik individu dan
penggunaannya tergantung kepada individu itu sendiri. Pada umumnya
hak didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas
kewajiban.
2. Kewajiban
Notonagoro

dalam

buku

Kaelani

dan

Achmad

Zubaidi

mengungkapkan bahwa ewajiban merupakan kata yang berdasar dari


wajib. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya

dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang
harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab atau pembatasan atau
beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan negara.
Disini kewajiban berarti suatu keharusan maka apapun itu jika
merupakan kewajiban kita harus melaksaakannya tanpa ada alasan
apapun itu.
Menurut Kaelan (2002:234) Kewajiban adalah beban untuk
memberikan atau membiarkan barang yang sesuatu yang semestinya
diberikan atau dibiarkan, yang hanya di lakukan oleh pihak tertentu dan
tidak dapat dilakukan oleh siapa pun, dan yang pada prinsipnya dapat
dituntut dengan paksaan dari padanya.
Kewajiban mengarah pada suatu keharusan/ kewajiban bagi individu
dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna mendapat
pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut.
3. Keterkaitan Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak
seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak
warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani
kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat
tinggi lebih banyak mendahulukan hak dari pada kewajiban. Padahal
menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan
tetapi mereka berkewajiban untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri
tetapi juga memikirkan kehidupan rakyatnya khususnya rakyat yang
belum merasakan kesejahteraan. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak
ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak
ada maka tidak akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Agar terhindarnya dari ketimpangan akan hak dan kewajiban tersebut

diperlukan kesadaran secara mendasar pada individu akan kewajiban


yang harus dipenuhi guna mendapatkan hak yang pantas dan sesuai atas
pelaksanaan kewajiban tersebut.
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Adapun hak sebagai warga negara yang tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945, antara lain :
1) Pasal 27 Ayat (2): Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2) Pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang
3) Pasal 28 A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
4) Pasal 28 B Ayat (1): Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
5) Pasal 28 B Ayat (2): Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
6) Pasal 28 C Ayat (1): Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
7) Pasal 28 C Ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
8) Pasal 28 D Ayat (1): Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
9) Pasal 28 D Ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

10) Pasal 28 D Ayat (3) : Setiap warga negara berhak memperoleh


kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
11) Pasal 28 D Ayat (4) : Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
12) Pasal 28 E Ayat (1) : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
13) Pasal 28 E Ayat (2) : Setiap orang atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
14) Pasal 28 E Ayat (3) : Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
15) Pasal 28F: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
16) Pasal 28 G Ayat (1) : Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
17) Pasal 28 G Ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan
dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.

18) Pasal 28 H Ayat (1-5) : mengatur beberapa hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk didalamnya hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
19) Pasal 28 I (1 dan 2) : memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
20) Pasal 30 : tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.
21) Pasal 31 (ayat 1) : setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

Adapun kewajiban sebagai warga negara yang tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945, antara lain :
1) Wajib menaati hukum dan pemerintahan
Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945: Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara
Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945: Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.
Memperteguh konsep yang dianut bangsa dan negara Indonesia di bidang
pembelaan negara, yakni upaya pembelaan negara bukan monopoli TNI,
tetapi merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara.
3) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
Pasal 28 J Ayat (1) UUD 1945: Setiap orang wajib menghormati hak
asai manusia orang lain.
4) Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang
Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 : Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
10

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin


pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
5) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
6) Wajib ikut dalam pendidikan
Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 : Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

BAB III
ANALISIS MASALAH
A. Masalah
Anak dengan Disabilitas Masih Menghadapi Diskriminasi
Pendidikan
JAKARTA, KOMPAS.com (Rabu, 10 Desember 2014 | 13:00 WIB
-Anak-anak penyandang disabilitas seharusnya memiliki hak yang sama
dengan anak-anak lain dalam pendidikan. Tapi, diskriminasi dalam
bidang pendidikan masih mereka hadapi. Selain kesulitan mengakses
pendidikan, masih sedikit pula jumlah guru yang memiliki kapasitas
menangani anak-anak tersebut.

11

Hak anak dengan disabilitas (AdD) untuk mendapat pendidikan yang


sama sebenarnya sudah ditegaskan dalam Undang-undang Perlindungan
Anak no. 23 tahun 2002. Tetapi, nyatanya masih banyak sekolah yang
belum mau menerima AdD.
"Ada seorang guru yang mengatakan semenjak sekolahnya menjadi
sekolah inklusi, banyak orang tua yang menarik anaknya keluar dari
sekolah. Katanya takut tertular dan memindahkannya ke sekolah lain.
Padahal sekolah luar biasa juga jarang ada di pedesaan," kata Wiwied
Trisnadi, Project Manager Save the Children dalam acara talkshow Save
the Children: Equal Rights Equal Opportunities di Menteng, Jakarta
Pusat, Selasa (09/12/14).
Selain itu, menurut Wiwied, kendala lainnya adalah kapasitas guru.
Masih banyak guru yang tidak tahu bagaimana cara menangani AdD ini.
Para guru di sekolah inklusi ini seharusnya diberikan informasi
mengenai AdD karena mereka sedikit unik dibandingkan anak umum
lainnya. Sayangnya, tak ada komunikasi yang terjadi antara orangtua dan
guru, sehingga banyak AdD yang dikeluarkan akibat kebiasaan-kebiasaan
yang tidak diketahui guru tersebut.
Anak AdD juga rawan mengalami kekerasan, berupa perundungan
(bullying), baik secara verbal atau nonverbal. Tak sedikit anak yang
mengejek atau bahkan melakukan perbuatan fisik pada AdD sehingga
orangtua mereka tidak jadi menyekolahkan AdD ini.
Jumlah sekolah inklusi saat ini menurut Wiwied masih jauh dari
harapan. "Sekolah inklusi tersebut menentukan kuota untuk para AdD ini
agar mereka bisa bersekolah dan bergabung dengan anak lainnya.
Namun, kuota tersebut jarang yang penuh, mengapa ? karena orangtua
mereka takut anaknya akan mengalami kekerasan. Apalagi siswa-siswa
itu kan tidak dipantau sepanjang waktu oleh guru," ujarnya.
Saat ini telah disediakan dana alokasi untuk anak-anak dengan
disabilitas di daerah pedesaan. Harapannya, anak-anak dengan disabilitas
tidak kesulitan lagi mendapatkan pendidikan. "Yang paling penting
sekolah yang siap menjadi sekolah inklusi adalah komitmen moralnya.
Karena sekolah inklusi ini dicampur dan tidak dieklusifkan maka metode

12

belajar, kurikulum, penilaian serta evaluasi semuanya harus disesuaikan


dengan kondisi anak," katanya.
Ia menambahkan, meski AdD berbeda, namun hal tersebut tidak
perlu diributkan, karena pada dasarnya semua anak unik. "Yang
seharusnya kita lakukan adalah menghargai perbedaan tersebut dan
memberikan waktu, kesempatan serta hak-hak mereka," jelasnya.(Eva
Erviana)
B. Analisis
Bertumpu pada UUD 1945 (pasal 31 ayat 1 dan 2) bahwa pendidikan
dasar wajib dan akan ada sanksi bagi siapa pun yang tidak melaksanakan
kewajiban itu. Dengan demikian setiap warga negara mempunyai
pendidikan minimum yang memungkinkannya untuk dapat berpartisipasi
dalam proses pencerdasan kehidupan bangsa. Di pihak lain, UUD
mewajibkan pemerintah untuk membiayayi pelaksanaan tersebut.
Ditegaskan UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 5
dalam buku Bidiyanto,dkk (2014:8) bahwa segala kebutuhan khusus
setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu guna mengembangkan potensi yang ada. Dan meninjau kembali
Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi bagi peserta
didik yang mengalami kelainan dan memiliki potensi kecerdasan/bakat
istemewa. Telah jelas bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki hak
yang sama tentang memperoleh pendidikan seperti warga negara lainnya
Namun kondisi lapangan masih jauh dari harapan yang ada dalam
setiap peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Merujuk pada
berita dari Kompas.com tentang Anak Dengan Disabilitas Menghadapi
Banyak Diskriminasi dalam Pendidikan. Dapat ditarik sebuah
keterkaiatan penyediaan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi, dari segi Guru, Orang tua anak berkebutuhan
khusus (ABK), orang tua anak non anak berkebutuhan khusus dan teman
sebaya.

13

Dari segi guru, dapat terlihat bahwa kapasitas guru sebagai


pembimbing dan pemberi pelayanan kepada anak berkebutuhan masih
kurang. Hal ini disebabkan karena belum terbentuknya kesiapan guru
yang maksimal, perlu ditekankan menghadapi anak berkebutuhan khusus
dengan berbagai sifat dan karakter yang unik bukanlah seperti
membalikkan telapak tangan. Seorang guru anak berkebutuhan khusus
haruslah memahami metode, kurikulum, cara mengajar, dan segala
informasi tentang anak tersebut secara lebih mendalam. Kapasitas guru
yang menghandel pengajaran ABK pada sekolah inklusi, selain itu
guru juga kurang dalam berkomunikasi dengan orang tua dari pihak anak
berkebutuhan khusus. Sehingga terjadi hal-hal yang kurang diinginkan
kedua belah pihak.
Dari segi orang tua anak berkebutuhan khusus, memiliki beberapa
pandangan bahwa anak mereka masih kurang mendapat akses pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan anak mereka. Bahkan memilih untuk tidak
menyekolahkan anak mereka. Hal ini dipengaruhi oleh asumsi-asumsi
sulitnya mendapat akses pendidikan yang sesuai dari harapan, kurangnya
komunikasi antara guru dan orang tua, dan ketakutan orang tua akan
kekerasan yang terjadi pada anak mereka selama disekolah saat guru
tidak mengawasi. Padahal telah jelas dalam UUD 1945 Pasal 28 B Ayat
(2): Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Namun, pasal ini tidak cukup mengayomi orang tua anak
berkebutuhan khusus dilapangan.
Dari segi orang tua murid non anak berkebutuhan khusus, mereka
memiliki kecenderungan lebih memilih mengeluarkan anak mereka dari
sekolah inklusi atau sekolah yang memiliki anak dengan kebutuhan
khusus. Faktor yang berkembang lebih condong pada asumsi apabila
menyekolahkan anaknya pada satu sekolah dengan anak yang memiliki
kebutuhan khusus, maka anak tersebut akan tertular kebutuhan khusus
anak tersebut.

14

Dari segi teman sebaya, anak berkebutuhan khusus lebih sering


mengalami perundungan (bullying, baik secara verbal maupun non
verbal. Hal ini terjadi karena anak lain menganggap mereka lemah dan
tak berdaya, sehingga rawan pula terjadi kekerasan fisik pada anak
berkebutuhan khusus.
C. Solusi
Adapun solusi berdasarkan analisis tersebut, antara lain :
1. Pemerintah seharusnya lebih memberikan ketegasan hukum untuk
kekerasan dan pendiskriminasian anak berkebutuhan khusus.
2. Seluruh pihak yang terkait dalam bidang penegakkan hukum seharusnya
mempertimbangkan karakteristik masing-masing anak berkebutuhan
khusus.
3. Guru seharusnya memahami karakter setiap siswa dalam kelasnya,
sehingga terbentuk keselarasan dalam kegiatan belajar mengajar. Selain
itu harus terjalin komunikasi yang baik dengan orang tua/wali agar
pemahaman tentang kelas inklusi dapat diterima positif dan terjalin
kolaborasi yang saling mendukung.
4. Orang tua seharusnya memberikan informasi tentang kondisi anak secara
lengkap, agar dapat diberikan pelayanan yang sesuai dengan anak
berkebutuhan khusus tersebut.

15

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan sebagai
berikut :
Warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Penduduk, sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat 2, ialah warga negara
indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Status
kewarganegaraan dalam suatu negara biasanya dikaitkan dengan asas ius
sanguinis dan ius soli. Hak merupakan sesuatu yang dimiliki oleh seorang
indvidu dan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang
individu. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang.
Hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia telah diatur dalam
UUD 1945, khususnya ada dalam pasal 27, 28, 30 dan 31. Pemenuhan hak
dan kewajiban anak berkebutuhan khusus belum terealisasikan seperti yang
16

ada dalam UUD 1945. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor yang harus
dikaji lebih mendalam.
B. Saran
Meninjau dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
saran. Antara lain :
1. Untuk pemerintah
Lebih mensosialisasikan tentang peraturan-peraturan yang ada
Memberikan pelayananan yang lebih optimal dalam pemperolehan
hak dan pelaksanaan kewajiban terhadap warga negara, khususnya
anak berkebutuhan khusus yang sekarang masih banyak terjadi
diskriminasi
Memberikan rasa aman dan damai dalam hidup bernegara
2. Untuk warga negara Indonesia
Membantu kelancaran terlaksananya pelaksanaan hak dan kewajiban

bernegara
Memperjuangkan hak yang harusnya diperoleh dan kewajiban yang

harusnya dilaksanakan dengan baik


Bersifat peduli tehadap hak dan kewajiban orang lain
3. Untuk mahasiswa
Memperjuangkan hak-haknya sebagai penerus

bangsa

dan

melaksanakan kewajibannya untuk memajukkan Indonesia


Sesuai dengan bidang pendidikan sebagai mahasiswa Pendidikan
Luar Biasa, ikud serta memajukan terlaksananya pelayanan terhadap
anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan, pekerjaan, dan segala
hak-hak yang harus didapatkan serta kewajibannya.

17

Daftar Pustaka
Budiyanto, dkk. 2014. Modul Pelatihan Pendiidkan Inklusif. Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Dorektorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Pendidikan Dasar.
Eva Erviana. 2014. Anak dengan Disabilitas Masih Menghadapi Diskriminasi
Pendidikan. Diakses melalui http://health.kompas.com/read/2014/12/10/
130000423/Anak.dengan.Disabilitas.Masih.Menghadapi.Diskriminasi.Pendi
dikan. Pada 6 Maret 2015, pukul 20.09.
Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : PARADIGMA
Kaelani dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
MPR Republik Indonesia. 2011. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketettapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta : Sekretariat Jendral
MPR RI.
Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : UNY PRESS

18

19

Anda mungkin juga menyukai