Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dimulai dengan makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat
yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mulailah timbuh tumpukan limbah atau
pun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya. Hal ini berakibat pada kehidupan
manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama
pada lingkungan sekitar.
Maka dari itu karya tulis ini akan dilengkapi dengan faktor faktor yang timbul dan upaya
upaya yang dapat dilakukan mengenai masalah limbah. Oleh karena itu, kami telah susun
karya tulis ini dengan rinci. Dengan maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta
Penanggulangannya ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi kualitas kehidupan
karena adanya limbah ataupun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya.
Pada makalah ini terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh guna meminimalisir dampak
dari limbah ataupun sampah dan akhirnya kita dapat bersama mengurangi dampak dari
adanya limbah ataupun sampah. Karena sampah sebenarnya ada juga yang masih dapat
dimanfaatkan terutama limbah hewan yang dapt dijadiak pupuk atau limbah plastic dengan
cara mendaur ulang serta limbah lain yang bias dimanfaatkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh
alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/ mendaur
ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan cara penangannanya klarena dari
setiap limbah yang ada mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya.
B.Karakteristik limbah :
Pada umumnya sesuatu yang ada di bumi ini memiliki suatu karakteristik yang berbeda.
Termasuk juga limbah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Berukuran mikro
Karekteristik ini merupakan karakterisik pada besar kecilnya limbah/ volumenya. Contoh dari
limbah yang berukuran mikro atau kecil atau bahkan tidak bias terlihat adalah limbah industri
berupa bahan kimia yang tidak terpakai yang di buang tidak sesuai dengan prosedur
pembuangan yang dianjurkan.

Dinamis
Mungkin yang dimaksud dinamis disini adalah tentang cara pencemarannya yang tidak dalam
waktu singkat menyebar dan mengakibatkan pencermaran. Biasanya limbah dalam
menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama dan tidak diketahui dengan hanya melihat
saja. Hal ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat dilihat
Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari karakteristik limbah
yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan mata tellanjang. Contoh dari besarnya
dampak yang ditimbulkan yaitu adanya istilah Minamata disease atau keracunan raksa (Hg)
di Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya kemampuan
untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di Teluk Minamata dan
Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).
Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak sekedar berdampak
pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan turunannya mengalami hal serupa.
Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap lingkungan diantaranya :
1.Volume Limbah
Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh manusia dampak yang akan
ditimbulkan semakin besar pula terasa.
2.Kandungan Bahan Pencemar
Kandunngan yang terdapat di limbah ini mengakibatkan pencemaran lingkungan apabila
kandunganya berbahaya dapat mengakibatkan pencemaran yang fatal bahkan dapat
membunuh manusia serta mahluk hidup sekitar.
3.Frekuensi Pembuangan Limbah
Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya di karenakan
banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak frekuensi limbah tentunya
pembuanganlimbah menjadi tidak terkandali dan usaha untuk mengolahnya tidak dapat
maksimal dikarenakan pengolahan limbah yang masih jauh dari harapan kita semua.
C.Sumber dan Jenis Limbah
1.Sumber Utama imbah
Sumber adanya limbah sebenarnya banyak sekali tetapi pada pengelompokannya sumber
limbah terdiri dari :
Aktivitas manusia

Saat manusia melakukan aktivitas untuk menghasikan sesuatu barang produksi maka akan
timbul suatu limbah karena tidak mampunya pengolahan yang dilakukan oleh manusia
menggunkan mesin dan juga sulitnya untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi
barang yang bias dimanfaatkan untuk keperluan manusia. Berikut adalah limbah yang
dihasilkan oleh aktivitas manusia misalnya :
a)Hasil pembakaran bahan bakar pada industry dan juga kendaran bermotor
b)Pengolahan bahan tambang dan minyak bumi
c)Pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian ataupun perumahan
Aktivitas alam
Selaindari aktivitas diatas pencemaran limbah di bumi juga di timbulkan oleh aktivitas alam
walaupun jumlahnya sangat sedikit pengaruhnya terhadap lingkungan karena lokasinya yang
biasanya bersifat lokal.berikut ini contoh dari aktivitas alam yang menghasilkan limbah
yaitu :
a)Pembusukan bahan organik alami
b)Adanya aktifitas gunung berapi
c)Banjir, longsor serta
d)Aktivitas alam yang lain
Karena kedua aktivitas ini menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan, manusia di
bumi terus mengembangkan teknologi untuk mencegah dampak pencemaran lingkungan.
Walaupun dilain pihak limbah terus meningkat terutamadiakibatkan oleh aktivitas manusia
hal ini didorong oleh beberapa factor sebagai berikut :
Perkembangan industri
Perkembangan industri yang sangat cepat baik pertambangan, transportasi dan manufakur
atau pabrik yang mengahsilkan limbah dalam jumlah yang relative besar sehingga terjadi
pembuangan limbah yang kurang terkontrol karena kurannya teknologi untuk membuat
limbah menjadi barang yang terurai atau ramah lingkungan
Modernisasi
Pada saat sekarang perkembangan teknologi untuk menghasilkan barang semakin marak
digunakan dikalangan orang yang mengeluti bidang industry. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan barang dengan cepat tetapi di lain hal perkembangan teknologi berakibat pada
semakin banyaknya limbah yang dihasilkan oleh teknologi itu sendiri.
Pertambahan penduduk
Semakin banyaknya penduduk di bumi ini mengakibatkan bertambah meningkatnya

kebutuhan akan tempat tinggal serta meingkatnya jumlah kebutuhan akan barang. Hal ini
dapat menimbulkan berberpa macam masal seperti :
a)Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi
Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi berdampak terhadap semakin
berkurangnya hutan untuk mengurangi kadar pencemaran lingkungan.
b)Penimbunan sampah
Semakin hari kita melihat banyaknya sampah yang menumpuk karena pembuangannya yang
sembarangan dan mungkin juga karena kurang mampunya tempat pembuangan sampah untuk
menampung sampah atau yang biasa disebut TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dalam
menampung sampah sehingga sampah menumpuk di suatu tempat yang berdampak
menurunnya kualitas lingkungan sekitar
2.Jenis Limbah
Bermacam-macam limbah mungkin akan kita temui di sekitar kita. Pernahkah anda melihat
sampah plastic, kaleng,pecahan kaca, kotoran hewan dan lain sebagainya. Dari sekian
banyaknya limbah ini dapat dikelompokan berdasar sumber dari limbah ini berasal seperti
penjelasan di bawah ini :
Garbage yaitu sisa pengelolaan atau sisa makanan yang mudah membusuk. Misal limbah
yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran dan hotel.
Rubbish yaitu bahan atau limbah yang tidak mudah membusuk yang terdiri dari
bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan kertas
bahan yang tidak mudah terbakar seperti klaeng dan kaca
Ashes yaitu sejenis abu hasil dari proses pembakaran seperti pembakaran kayu, batubara
maupun abu dari hasil industry.
Dead animal yaitu segala jenis bangkai yang membusuk seperti bangkai kuda, sapi, kucing
tikus dan lain-lain.
Street sweeping yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan karena
perbuatan orang yang tidak bertanggungjawab.
Industrial waste yaitu benda-benda padat sisa dari industry yang tidak tepakai atau dibuang.
Missal industry kaleng dengan potongan kaleng-kaleng yang tidak terolah.
D.Contoh Dari Pencemaran Limbah dan Upaya Pengolahannya.
Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh
wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu
kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.

Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam
harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan
wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun
ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan
tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari
kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi
kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan
baik, sampah memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan
kualitas dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos
yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan
dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa negara.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan
sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah
pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas
koran, HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar
60 70%, dan sampah anorganik sebesar 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah
sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan
infeksi;
Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah
untuk dipandang mata;

d. Terhambatnya pembangunan negara


Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau
wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman,
dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah
kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan,
maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi pengelolaan sampah.
Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan semakin dekat sampah
dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta
lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan
anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan yang
sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang mudah
membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan
fungsi kawasan wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting
sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai 25%.
2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku
dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak
langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol,
gelas dan botol air minum dalam kemasan.
c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan
composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai 10%, harus
dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan TPA
menjadi tanggung jawab masing-masing Pemda.

Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak dapat
dimanfaatkan lagi hanya sebesar 10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya
pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan
tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi
oleh banyak pemerintah daerah.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak
manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik
wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan
penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
B. Limbah Plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara
garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat
thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan
mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak
dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS
tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama
polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999
sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar
34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya.
Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono
(1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah
9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu
ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifatsifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak
dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi
masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang
cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan
secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80
tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik
dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan
tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh
aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu

dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan
demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang
percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur
ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita
berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat
menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah
penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90125 juta=11250 juta
kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu
dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang
percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih
malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di
supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri
dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang
dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal
mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan
bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali
(reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala
rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda,
misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek
pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk
pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara
umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu
industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk,
pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui
tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat
seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia
dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang
dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang
mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan
peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya
industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah
berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali
menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan
additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis
limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density
Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks

Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula
dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi
masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah
digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di
Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan
bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP,
1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas
pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan
memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai
komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat
termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk
papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai
matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan
menggunakan plastik polipropilena daur ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat
digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan
pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200C).
Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat
dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok
Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang
berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
(Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain
itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus
(Said dan Ineza, 2002).
Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan
penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat
dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu
(Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu
secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi
pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah
telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan.
Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi
(Barlin, 1995).
Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud
dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap
lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi
yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair
dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran
gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut
dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian.
Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai
dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa
setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan
pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan,
penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).
Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan
penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara
pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui
(Karmana dkk, 2003) :

Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.


Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima
limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran
pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung
menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah
mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota
(Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi
dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya
sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar
dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang
dkk, 1996).
Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di
Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di
Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur
per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari.
Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik
sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara
nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air
limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa
besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan
kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan
limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya.
Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit
per hari (Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah
sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim,
hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada
yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan,
hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk
membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh
dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah
menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan
limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir
September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya,
limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius.
Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan
khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah

infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat
pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit
karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan
peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada
1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain
harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL)
dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar
di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah
sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab
tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain
disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak
memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap
bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi
pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi
kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan
rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis
limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna
ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian
dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat
mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap
pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan
pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan
upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana,
keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah
rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit
dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD,
COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah
membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan
besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan
oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori

diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah
sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis
limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko
tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan
populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai
resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan
badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan
produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak
dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup
merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu
dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah
sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau
bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau
hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan
yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah
(Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah
sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan
pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang
terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah
(waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste
abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source
reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali
karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang

keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi
volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan
secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan
yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan
pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi
limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :
House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan
lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta
menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis
komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume,
atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat
menurut waktu yang telah dijadwalkan.
Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu
cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak
menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang
potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya
dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit
harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat
sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :
Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah
klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan
perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna
yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke
mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung
plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor
(dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat
ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna
dibangsal dan unit-unit lain
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian

diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas


Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang
samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan
yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke
insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas
Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya
dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung
limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada
hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan
limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan
bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain
disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao
gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan
dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan
berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator berukuran
kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 1500o C atau lebih tinggi dan
mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi
rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan
melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern

yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung
limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak
terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko,
2001) :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur.
Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian
0,5 meter dibawah permukaan tanah.
Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak mengandung bakteri,
virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat
sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari
laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji
laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu
mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan
sebelum dilempar menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan
tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan.
limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).
Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara
masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif
besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang
dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang
hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan
sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan
berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi
merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan
zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002).
Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan
limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun
1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil,
cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses
dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode

sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian
berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300
lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika
(Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan,
pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.
Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat
radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07
V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti
corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh
berbagai macam mikroorganisma seperti
bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai
mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan
merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga
melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy
(HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring
dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam
mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain
sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor
untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi
mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper,
1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini,
polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat
diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi.
Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon
aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan
berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur
ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat
dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas
yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan
chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi
berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh,
fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol,
cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di

sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida
dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik
juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma,
menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan
dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak
terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan
terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan
karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan
akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci
(Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau
hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah
hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik.
Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada
dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat
diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat
pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan
kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu
juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa
cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar.
Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan
kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke
pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk
menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di
lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring
limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit
sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan
(Wilson, 1986)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh
alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Karakteristik limbah:
Berukuran mikro
Dinamis

Berdampak luas (penyebarannya)


Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Limbah merupakan hasil dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.
Pengolahan limbah merupakan cara untuk mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh
limbah.
Saran
Pengolahan limbah disaat ini perlu perhatian khusus mengingat semakin banyaknya volume
limbah di lingkungan sekitar. Dengan pengolahan limbah diharapkan lingkungan sekitar bisa
tetap alami tidak tercemar oleh limbah.

Anda mungkin juga menyukai