Anda di halaman 1dari 29

A.

PENDAHULUAN
Kehidupan anak tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan, minum,
menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan kalkulator tidak lepas
dari sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menstimulasi anak dengan
berbagai kegiatan yang terkait dengan sains dan teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu
mempelajari konsep-konsep keilmuan dan cara pengajarannya.
Pengenalan sains untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses daripada produk. Untuk
anak prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil
bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda,
baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya. Anak belajar menemukan
gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda
dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar.
Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang
dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda
yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir
lanjut. Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut
melatih anak menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak
berpikir logis.
Dalam pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan
pengukuran. Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti jengkal, depa atau
kaki. Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak secara bertahap berlatih
menggunakan stuan yang akan memudahkan mereka untuk berfikir secara logis dan rasional.
Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual anak.
B. Pengertian Sains
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan
segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari
kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler(dalam Winataputra 1993),sains adalah
ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan
didasarkan terutama atas pengamatan induksi.Carin dan Sund (1993)mendefinisikan sains
sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa
kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan
dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara
sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains.
Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk
hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan
sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa,
bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi, dan hasil
yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang
benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahanpermasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut
meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan,
evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta, prinsipprinsip, teori, hukum, dan sebagainya.
C. Sains dan Proses Pembelajaran

Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh
karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengem-bangkan kemampuan bernalar dan
berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu
inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang
memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa
fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara
memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan
keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan
informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi,
memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian,
siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkansejumlah pengetahuanyang menyangkut
kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya.
Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
Mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/ penelitian.
Mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
Mampu mengembangkan keterampilan berpikir.
Mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya
adalah:
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan proses
kehidupan;
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya;
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan perubahannya;
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam semesta; serta
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains, diantaranya adalah
keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan
bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan
pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam,
menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah
sehari-hari.
Prinsipnya pembelajaran sains, yaitucara memberi tahu dancara berbuat, akan membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan
siswa sebagai pusat perhatian dalaminteraksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber
lainnya.
D. Tahapan usia dalam pengembangan sains
Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar sains kepada anak sangat tergantung pada
pengalaman, usia dan tingkat perkembangannya.perhatikan bebrapa indikator disetiap usia
dibawah ini :
1) Usia 3-4 Tahun
Mulai menjelajah dan melakukan penelitian terhadap apa yang dilihat di sekitar lingkungannya.

Lebih menyukai aktivitas fisik danpenjelajahan melalui panca indera. Bagaimanapun mereka
sudah mulai mampu untuk menerina informasi yang mempunyai hubungan langsung dengan
pengalaman yang dia dapat dari percakapan atau dari buku-buku dengan tulisan sederhana..
Mulai menyukai ilmu pengetahuan dan mau bekerja sama dengan orang dewasa
Banyak bertanya tentang apapun tetapi tidak pernah puas dengan jawaban yang diberikan.
Mulai berkembangnya kemampuan bahasanya..
Belajar jadi lebih mudah diman mereka sudah mulai mengerti aktivitas yang akan dia kerjakan
dan mulai percaya pada orang dewasa.
2) Usia 4-5 tahun
Anak-nak mulai mengerti tentang banyak hal berupa informasi yang berhubungan dengan apa
yang terjadi di dunia sekitarnya.
Mulai memahami apa maksud penelitian dan menjedi lebuh bermakna dan menemuklan
penjelajahan mereka.
Mulai memyeleksi aktivitas yang dilakuakan.
Mulai mampu membuat perkiraan-perkiraan terhadap berbagai peristiwa yang akan terjadi
Suka memikirkan penjelasan dari apa yang mereka teliti baik itu fakta ataupun imajinasi/fantasi
Menikmati percakapan dengan anak-anak lain dan mulai secara spontan berbagi dan
mengambil keputusan
Memahami percakapan dengan yang lain seperti mereka bermain dan melakukan percobaan
Mulai menggunakan gambaran untuk mewakili dan mengunmgkapkan ide-ide.
Senang melihat buku-buku dan pura-pura membacanya.
3) Usia 5-6 tahun
Anak mampu merencanakan penelitian yang berhubungan dengan pemecahan masalah, seperti
ketika mencari jawaban bagaimana cara hewan berkembang biak ?
Dapat mengikuti tiga tahap tujuan dan menikmati beberapa penelitian langsung dari guru
Memiliki perhatian yang lama untuk berbagai aktivitas sains,mereka mulai dapat menikmati
kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu beberapa hari
Bekerja sama bersama-sama dengan lima atau enam anak.
Tetarik pada buku-buku yang yang berhubungan dengan aktivitas dari praktek sains dengan
beberapa ilustrasi-ilustrasi berupa gambar
Mulai dpat memahami beberapa konsep sains yang bersifat abstrak, tetapi tetap dengan contohcontoh nyata yang kongkrit dan praktek langsung
Senang menggunakan gambar-gambar dan menulis berbagai pengalaman yang mereka dapatka
dalam praktek sains yang telah dilakukan
E. MANFAAT BELAJAR SAINS
1) Eksplorasi dan investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek serta
fenomena alam
2) Mengembangkan ketrampilan proses sains dasar, seperti melakukan pengamatan, mengukur,
mengkomunikasikan hasil pengamatan, dan sebagainya.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, rasa senang dan mau melakukan kegiatan inkuiri atau
penemuan.
4) Memahami pengetahuan tentang berbagai benda baik ciri, struktur maupun fungsinya.
F. Permainan Sains untuk Anak UsiaDini
Kapur Barus Lompat
Telur ajaib
Penggabungan warna

Magnet
Paru paru plastik
Bermain rasa

Pentingnya Sains Untuk Anak Usia Dini

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehidupan anak tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan, minum,
menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan kalkulator tidak lepas
dari sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menstimulasi anak dengan
berbagai kegiatan yang terkait dengan sains dan teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu
mempelajari konsep-konsep keilmuan dan cara pengajarannya.
Pengenalan sains untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses daripada produk.
Untuk anak prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil
bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda,
baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya. Anak belajar menemukan
gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda
dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar.
Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari.
Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada
disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut.
Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih

anak menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir
logis.
Dalam pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan
pengukuran. Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti jengkal, depa atau kaki.
Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak secara bertahap berlatih
menggunakan stuan yang akan memudahkan mereka untuk berfikir secara logis dan rasional.
Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual anak.
Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi
perkembangan intelektual, bahasa, motorik dan sosio emosional.
berdasarkan kurikulum 2004 taman kanak-kanak dan raudlatul afhtal, pendidikan anak usia
dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia dini yang dilakukan
dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani. melalui upaya ini, anak diharapkan memiliki kesiapan dalam memasuki
jenjang pendidikan selanjutnya.
Ruang lingkup kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal mencakup bidang
pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar yaitu berbahasa,
kognitif, fisik/motorik dan seni. Dalam bidang pengembangan kemampuan dasar kognitif
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
dengan mengembangkan kemampuan berpikir, anak diharapkan dapat mengolah perolehan
belajar dan menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah. salah satu hasil belajar
yang harus dicapai adalah anak dapat mengenal berbagai konsep sains sederhana dalam
kehidupan sehari-hari. untuk itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat menunjang
tercapainya standar kompetensi dalam kurikulum 2004 taman kanak-kanak dan raudlatul afhtal.
Pembelajaran sains untuk siswa Taman Kanak-kanak dalam upaya menumbuhkan
kemampuan berpikir sangat memerlukan peran serta dari para pendidik baik orang tua, guru, dan
orang dewasa lainnya. Namun pada kenyataannya, masih banyak kendala yang harus dihadapi
khususnya dalam menanamkan hasil belajar pengenalan konsep-konsep sains sederhana (IGB
IGTKI Semarang: 2004 dalam Yulianti D, 2005: 1).
berdasarkan survey pada guru tk di semarang (yulianti d, 2005: 6) menyebutkan bahwa
implementasi pelaksanaan kbk 2004 mengalami kendala yaitu 80% mengalami kendala strategi

pembelajaran bermain sains, 80% sistem penilaian, 78% menyusun skenario pembelajaran sains.
oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran pengenalan sains sederhana dengan materi
pengukuran untuk anak taman kanak-kanak terutama yang dapat melatih kemampuan
berpikirnya.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di TK X, diketahui bahwa peneliti mengalami
kesulitan dalam memilih metode yang tepat untuk memberikan pembelajaran mengenai konsep
sains sederhana. Peneliti juga merasa kesulitan dalam menyusun skenario pembelajaran agar
pembelajaran mengenai konsep sains sederhana menjadi lebih menarik bagi anak.
Karena dunia anak adalah bermain maka pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Bermain adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau
memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak
(Sudono A, 2000: 1).
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objekobjek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, belajar
dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang,
menemukan sendiri, mempraktekkan dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya.
Jadi, pembelajaran pengenalan sains sederhana dapat diberikan pada anak melalui metode
bermain. Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi penelitian di TK X tempat peneliti
mengajar.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dalam pembahasan makalah ini dirumuskan pertanyaan pertanyaan
di antaranya:
a. Apa pengertian sains untuk Anak Usia Dini?
b. Apa dan bagaimana pentingnya ains untuk Anak usia Dini?
c.

Apa tujuan pembelajaran sains untuk Anak Usia Dini?

d. Apa dan bagaimana materi pembelajaran sains untuk Anak Usia Dini?
e. Bagaimana strategi pembelajaran Anak Usia Dini?
f. Bagaimana proses evaluasi pembelajaran sains untuk PAUD?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sains Untuk Anak Usia Dini
Menurut istilah secara umum, Sains adalah proses pengamatan, berpikir, dan merefleksikan
aksi dan kejadian/peristiwa. Sains merupakan cara kita berpikir dan melihat dunia sekitar kita.
Ini adalah salah satu cabang ilmu atau subjek bahasan yang mengkaji fakta-fakta/kenyataan yang
terkait dengan fenomena alam. Pengkajian ini pun perlu dilakukan secara berkelanjutan (Isaac
Asimov, 1995). Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Kilmer dan Hofman (1995:60)
bahwa Sains merupakan pengetahuan tentang fenomena-fenomena tertentu,proses yang
digunakan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi,dan sebagai bentuk adaptasi
manusia pada lingkungan.
Pendapat di atas senada dengan pemahaman tentang sains yang disampaikan oleh Brewer
yang mengatakan bahwa sains adalah semua yang ada/nampak di sekitar kita, terjadi di mana
kita berada. Sains pada anak-anak usia dini dapat diartikan sebagai hal-hal yang menstimulus
mereka untuk meningkatkan rasa ingin tahu, minat dan pemecahan masalah, sehingga
memunculkan pemikiran dan perbuatan seperti mengobservasi, berpikir, dan mengaitkan antar
konsep atau peristiwa.
Sains adalah Aktifias pemecahan masalah yang dilakukan oleh manusia yang dimotivasikan
oleh rasa ingin tahu tentang dunia sekitar mereka dan keinginan. Untuk memahami alam
tersebut, serta keingian memanipulasi alam dalam rangka meluaskan keinginan atau
kebutuhannya.
Kata sains berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan. Berdasarkan
webster new collegiate dictionary definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperolehmelalui
pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari
hukum hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah.
Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena
fenomena yang terjadi di alam. \

Pengertian sains jugamerujuk kepada susunan pengetahuan yang orang dapatkan melalui
metode tersebut. atau bahasa yanglebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang
didapatkan dengan menggunakan metode tertentu.
Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya
dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
- Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam
- Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial
Sedangkan berikut ini adalah contoh dari begitu banyak pembagian bidang bidang sains,
khususnya natural sains atau IPA

BIOLOGI (Biology) : Anatomi,biofisika,genetika, Ekologi, Fisiologi, taksonomi,


virulogi, zoologi, dll

KIMIA (Chemistry) : Kimia Analitik, Elektrokimia, Kimia organik, kimia anorganik,


ilmu material, kimia polimer, thermokimia

Fisika (Physics) : Astronomi, fisika nuklir, kinetika, dinamika, fisika material, optik,
mekanika quantum, thermodinamika

Ilmu Bumi (Earth Science) : Ilmi lingkungan, geodesi, geologi, hydrologi, meteorologi,
paleontologi, oceanografi.

B. Pentingnya Sains Untuk Anak usia Dini


anak usia dini, atau usia prasekolah, berada dalam masa emas perkembangan otaknya. salah
satu hasil penelitian menyebutkan, kapasitas kecerdasan anak pada usia empat tahun sudah
mencapai 50 persen. kapasitas ini akan meningkat hingga 80 persen pada usia delapan tahun. ini
menunjukkan pentingnya memberi rangsangan pada anak usia dini.

Mengenalkan sains dan matematika pada anak bukan berarti mengenalkan rumus-rumus.
Suasana harus fun, sehingga anak dalam kondisi ceria akan bertanya mengapa bisa demikian?
Apakah kejadian selanjutnya? Dan sebagainya.
Perlu diingat, mengenalkan sains pada anak harus sesuai dengan tahapan umur dan
perkembangannya. Sebagian besar waktu dari anak usia dini dihabiskan bersama orang tua.
Maka yang perlu dilakukan orang tua adalah meluangkan sedikit waktu untuk bermain dengan
anak. Dalam situasi bermain itulah kita dapat melakukan eksperimen sains dan mengenalkan
matematika.
Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan esensial bagi anak usia dini. Dengan bermain,
anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,
kreativitas, bahasa, emosi, nilai, dan sikap hidup.
Menurut Whiterington (1979), bermain mempunyai fungsi mempermudah perkembangan
kognisi anak dan memungkinkan anak melihat lingkungan, mempelajari sesuatu, dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Selain itu, bermain juga dapat meningkatkan
perkembangan sosial anak.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh jika anak sejak dini telah diperkenalkan dengan sains.
Sains melatih anak bereksperimen dengan melaksanakan beberapa percobaan, memperkaya
wawasan anak untuk selalu ingin mencoba dan mencoba. Sehingga sains dapat mengarahkan dan
mendorong anak menjadi seorang yang kreatif dan penuh inisiatif.
Sains membiasakan anak-anak mengikuti tahap-tahap eksperimen dan tak boleh
menyembunyikan suatu kegagalan. Artinya, sains dapat melatih mental positif, berpikir logis,
dan urut (sistematis). Di samping itu, dapat pula melatih anak bersikap cermat, arena anak harus
mengamati, menyusun prediksi, dan mengambil keputusan.
Sekarang banyak buku panduan yang dapat diperoleh di toko buku. Orang tua dapat
menambah wawasan tentang sains dan matematika, dengan membacanya terlebih dulu untuk
dapat menjawab setiap pertanyaan anak. Yang perlu diingat, jangan berlaku sok tahu dalam
menanggapi pertanyaan anak. Jangan pula mematahkan semangatnya dalam bertanya dan belajar.
Kehidupan anak tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan, minum,
menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan kalkulator tidak lepas
dari sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menstimulasi anak dengan

berbagai kegiatan yang terkait dengan sains dan teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu
mempelajari konsep-konsep keilmuan dan cara pengajarannya.
Pengenalan sains untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses daripada produk.
Untuk anak prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil
bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda,
baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya. Anak belajar menemukan
gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda
dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar.
Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari.
Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada
disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut.
Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih
anak menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir
logis.
Dalam pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan
pengukuran. Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti jengkal, depa atau kaki.
Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak secara bertahap berlatih
menggunakan stuan yang akan memudahkan mereka untuk berfikir secara logis dan rasional.
Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual anak.
Pembelajaran sains pada anak usia dini sangat penting untuk memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada anak tentang alam dan segala isinya yang memberikan makna terhadap
kehidupannya di masa yang akan datang.
Pengembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini, harus memiliki arah dan tujuan yang
jelas, karena dengan tujuan yang jelas akan dapat dijadikan standar dalam menentukan tingkat
ketercapaian dan keberhasilan suatu tujuan pembelajaran yang dikembangkan dan dilaksanakan.
Suatu tujuan yang dianggap terstandar dan memiliki karakteristik yang ideal, apabila tujuan yang
dirumuskan memiliki tingkat ketepatan (validity), kebermaknaan (meaningfulness), fungsional
dan relevansi yang tinggi dengan kebutuhan serta karakteristik sasaran.
Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran mempunyai keterukuran yang memadai, artinya
tujuan pembelajaran yang dikembangkan harus dapat diukur dengan mudah, sederhana dan

praktis. Prasyarat keterukuran suatu program menjadi suatu keharusan apabila pembelajaran
sains dipandang sebagai suatu proses yang dinamis, terus menerus, berkesinambungan dan
terintgrasi. Hasil pengukuran tersebut dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan programprogram berikutnya. Hal ini sangat penting untuk pengembangan pembelajaran sains bagi anak
usia dini.
C. Tujuan Pembelajaran Sains Untuk Anak Usia Dini
Ada beberapa pandangan ilmuwan terhadap pendidikan dan pembelajaran sains
menyatakan bahwa tujuan pendidikan sains sejalan dengan kurikulum sekolah, yakni
mengembangkan anak secara utuh baik aspek domain kognitif, aspek afektif maupun aspek
psikomotor anak ( Abruscato, 1928), Sedangkan Sumaji mengemukakan bahwa tujuan sains
yang mendasar adalah untuk memupuk pemahaman, minat dan penghargaan anak didik terhadap
dunia dimana dia hidup. Sedangkan menurut Liek wilarjo (1988) mengemukakan bahwa fokus
dan tekanan pendidikan sains terletak pada bagaimana kita membiarkan diri anak dididik oleh
alam agar menjadi lebih baik. Maknanya dididik dengan alam, melatih anak untuk jujur dan tak
berprasangka. Dari pengalaman bergumul keras untuk memecahkan persoalan dalam sains, kita
dilatih untuk gigih dan tekun dalam menghadapi berbagai kesulitan, meningkatkan kearifan, dan
meningkatkan mendewasaan pertimbangan

dalam menempuh jalan kehidupan. Dengan

demikian tujuan pembelajaran sains hendaknya diarahkan pada penguasaan konsep dan dimensidimensinya, kemampuan menggunakan metode ilmiah, dalam pemecahan suatu masalah,
sehingga terbangun kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta Alam, yang ciptaanNya kita pelajari selama ini.
Leeper (1994) mengemukakan tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah
sebagai berikut :
1. Agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan
metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai
hal yang dihadapinya.
2.

Agar anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat dalam
mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap
informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.

3.

Agar anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan dapat
dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar keilmuan yang
semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif
serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya.

4.

Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di
lingkungan dan alam sekitarnya.
Berdasarkan tujuan tersebut, jelaslah bahwa pengembangan pembelajaran sains bukan saja
membina domain kognitif anak saja, melainkan membina aspek afektif dan psikomotor secara
seimbang, bahkan lebih jauh diharapkan dengan mengembangkan pembelajaran sains yang
memadai (adequate) akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis yang
semuanya akan sangat bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk menghadapi
perannya yang lebih luas dan kompleks pada masa akan datang.
D. Materi Pembelajaran Saiins untuk Anak Usia Dini
Ada beberapa jenis keterampilan sains dapat dilatihkan pada anak usia dini. Pertama,
mengamati. Caranya, ajak anak-anak mengamati fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita.
Dimulai dari yang paling sederhana. Misalnya, mengapa es bisa mencair? Mengapa ada siang
dan malam, dan sebagainya.
Kedua, mengelompokkan. Dalam hal ini, anak diminta untuk menggolongkan benda sesuai
kategori masing-masing. Misalnya kelompok bunga-bungaan, kelompok biji-jian, kelompok
warna yang sama, dan lain sebagainya.
Ketiga, memprediksi. Misalnya, berapa lama es akan mencair, berapa lama lilin akan
meleleh, berapa lama air yang panas akan menjadi dingin, dan seterusnya. Keempat, menghitung.
Kita mendorong anak untuk menghitung benda-benda yang ada di sekeliling, kemudian
mengenalkan bentuk-bentuk benda kepadanya.
Jadi, sains dan matematika sebenarnya dapat diperkenalkan kepada anak sejak usia dini.
Tentu dengan memperhatikan cara dan bahasa penyampaiannya, serta disesuaikan dengan umur
dan perkembangan si anak.
Kegiatan pengenalan sains untuk anak prasekolah sebaiknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak. Guru/pendidik hendaknya tidak menjejalkan konsep sains kepada anak,
tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri fakta

dan konsep sederhana tersebut. Teori Experimental Learning dari Carl Rogermengisyaratkan
pentingnya pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anak. Menurutnya anak
secara alamiah dengan kapasitas dan kemauan untuk belajar. Fungsi pendidik hanyalah
memfasilitasi dan membantu agar anak dapat belajar secara optimal. Menurut Piaget (1972) anak
prasekolah usia 4-6 tahun berada pada fase perkembangan pra operasional dan menuju konkret
operasional. Untuk itu kegiatan sains sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan
karakterstik anak tersebut.
Berikut ini merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit:
Benda-benda yang digunakan bermain dalam kegiatan pembelajaran adalah benda yang konkrit
(nyata). Pendidik tidak dianjurkan untuk menjejali anak dengan konsep-konsep abstrak. Pendidik
sebaiknya menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak dapat
menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan sebab akibat terlihat secara langsung:
Anak usia 5-6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung
karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat
yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara langsung, membuat anak
mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih
anak menghubungkan sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi:
Kegiatan sains sebaiknya memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda
yang ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik ke
dalam kelas. Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya, atau ulat yang akan
menjadi kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan perilaku dan perubahan yang
terjadi terhadap binatang tersebut. Bermain dengan air, magnet, balon, suara atau bayang-bayang
akan membuat anak sangat senang. Anak juga akan dapat menggunakan hampir semua panca
indranya untuk melakukan eksplorasi atau penyelidikan.

4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri:


Sains tidak melatih anak untuk mengingat berbagai objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi
pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup
dengan memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi memungkinkan anak berinteraksi
langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari objek
tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak tepat jika memperkenalkan anak berbagai objek melalui
gambar atau model. Anak membutuhkan objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan apa dari pada mengapa:
Keterbatasan anak menghubungkan sebab akibat menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan
mengapa. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab akibat. Jika anak
bermain dengan air di pipal lalu anak ditanya apa yang akan terjadi jika ujung pipa dinaikkan?.
Anak dapat menjawab, air akan mengalir melalui ujung yang lain yang lebih rendah. tidak
perlu anak ditanya mengapa jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke ujung yang lebih
rendah? Hal itu tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering anak menerjemahkan pertanyaan
mengapa dengan untuk apa, sehingga pertanyaan mengapa akan dijawab agar atau
supaya .
6. Lebih menekankan proses daripada produk:
Melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan sangat menyenangkan bagi anak. Anak
tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu guru tidak perlu menjejali nak dengan berbagai konsep
sains atau mengharuskan anak untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan anak. Biarkan anak
secara alami menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda.
Dengan kata lain proses lebih penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika:
Pengenalan sains hendaknya terpadu ddengan disiplin ilmu yang lain, seperti bahasa,
matematika, seni dan atau budi pekerti. Melalui sains anak melakukan eksplorasi terhadap objek.
Anak dapat menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Anak melakukan
pengukuran, menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga
menggambarkan objek yang diamati dan meawarnai gambarnya (seni). Anak juga diajarkan

mencintai lingkungan atau benda disekitarnya (budipekerti).


8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science):
Sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Anak-anak yang masih
memiliki pikiran magis (/imagical reasoning) akan sangat tertarik dengan keajaiban tersebut.
Misalnya air susu dicampur air sabun dan diberi tiga macam pewarna makanan, lalu diaduk.
Dengan manmbahkan sedikit air soda, anak akan melihat air berbuih dan mengeluarkan
gelembung seperti mendidih, menampilkan air warna warni yang menarik.
Ada beberapa materi sains yang sesuai untuk anak prasekolah terutama usia 5-6 tahun.
Pembelajaran topik-topik sains hendaknya lebih bersifat memberikan pengalaman tangan
pertama (first-hand experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep saians yang abstrak.
Selain itu pembelajaran sains hendaknya mengembangkan kemampuana observasi, klasifikasi,
pengukuran, mengunakan bilangan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat. Materi tersebut
antara lain:
1. Mengenal gerak:
Anak sangat senang bermain dengan benda-benda yang dapat bergrak, memutar, menggelinding,
melenting, atau melorot. Ada beberpa kegiatan untuk mengenalkan anak dengan gerakan, antara
lain:
a. Menggelinding dan bentuk benda: Materi ini menyadarkan anak akan sebab-sebab timbulnya
gerakan pada benda. Kemiringan papan, bentuk benda slilidris dan kotak, halus kasarnya
permukaan benda ikut mempengaruhi kecepatan gerakan. Materi ini juga dapat melatih
kemampuan observasi.
b. Menggelinding dan ukuran benda: Bermain dengan cara menggelindingkan benda-benda
dengan berbagai ukuran akan membantu siswa untuk mengenal bahwa besar kecil, berat
ringannya suatu benda akan mempengaruhi gerak benda tersebut. Meteri ini juga melatih
kemampuan observasi pada anak.
2. Mengenal benda cair:

Bermain dengan air merupakan salah satu kesenangan anak. Pendidik dapat mengarahkan
permainan tersebut agar anak dapat memiliki berbagai pengalaman tentang air. Air senantiasa
menyesuaikan bentuknya dengan bentuk wadahnya. Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi
ke tempat yng lebih rendah atau dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah. Berbagai kegiatan n dengn air, antara lain:
a. Konservasi volume: Kegiatan ini merupakan cara untuk melatih anak memahami isi atau
volume benda cair. Anak Pra operasional belum dapat memahami konservasi volume (Piaget
1972). Oleh karena itu memperkenalkan anak dengan bejana yang dapat diisi akan membantu
anak memahami konservasi volume. Sambil mengisi botol besar, lalu memindahkan ke botol
yang lebih kecil dan sebalaiknya, anak belajar mengunakan bilangan untuk menghitung
banyaknya air yang dimasukkan ke botol tersebut. Anak juga akan berlatih memahami
pengertian lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan di luar kelas. Agar
tidak basah, sebaiknya anak diminta memakai rompi plastik.
b. Tenggelam dan terapung: Kegiatan ini dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas. Jika di kelas,
beri alas plastik dan koran agar air tidak mmbasahi tempat. Tujuan kegiatan ini adalah agar anak
diberi pengalaman bahwa ada benda yang tenggelam an ada yang terapung. Anak sering mengira
benda yang berukuran kecil terapung dan yang besar tenggelam. Tenggelam atau terapung tidak
ditentukan oleh ukuran benda melainkan oleh berat jenis benda.
c. Membuat benda terapung: Tujuan kegiatan ini addalah untuk mengenalkan pada anak bahwa
benda yang tenggelam dapat dibuat terapung. Dari kegiatan ini pula anak akan memahami,
mengapa perahu yang berat dapat terapung.
d. Larut dan tidak larut: Sebagian benda larut ke dalam air dan sebagian lagi tidak. Gula, garam
dan warna pada teh larut dalam air sehingga akan membentuk larutan. Jika larutan dibiarkan,
maka akan membentuk endapan, kecuali jika airnya diuapkan semua. Benda lain tidak larut
dalam air, seperti tepung, pasir dan minyak. Jika benda tersebut dicampur dengan air maka tidak
akan membentuk larutan, tetapi membentuk campuran. Campuran kelihatan tidak homogen dan
jika diendapkan, maka akan terlihat adanya endapan.
e. Air mengalir: Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah karena

gravitasi bumi. Air dari tempat yang lebih rendah dapat dialirkan ke tempat yang lebih tingi
dengan menambah tekanan, misalnya dengan pompa air. Anak sangat senang bermain dengan air
mengalir dan memperoleh pengalaman langsung yang kelak akan berguna untuk mempelajari
sains.
f. Mengenal sifat berbagai benda cair: Melalui kegiatan ini anak diperkenalkan bahwa benda cair
itu bermacam-macam, tidak hanya air. Benda-benda cair itu juga memiliki sifat yang berbeda.
3. Mengenal timbangan (neraca):
Neraca sangat baik untuk melatih anakmenghubungkan sebab akibat karena hasilnya akan
nampak secara langsung.jika beban di satu lengan timbangan di tambah, maka beban akan turun.
Demikian pula jika beban di geser menjauhi sumbu. Berbagai benda memiliki massa jenis
berbeda. Kapas dan spon memiliki massa jenis yang lebih kecil dibanding besi dan batu,
meskipun batu dan besi ukurannya kecil tetapi akan lebih berat dari kapas atau spon.
4. Bermain gelembung sabun:
Anak sangat menyukai bermain dengan gelembung sabun. Dengan menambahkan satu sendok
gliserin pada dua liter air, larutan sabun, akan diperoleeh larutan yang sabun yang menakjubkan
yang dapat digunakan untuk membentuk gelembung raksasa, jendela kaca, atau bentuknya
lainnya

dari

busa..

5. Mengenal benda-benda lenting:


Benda-benda dari karet pada umumnya memuliki kelenturan sehingga mampu melenting jika
dijatuhkan. Demikian pulla benda dari kare yang diisi udara , seperi bola basket, bola voli dan
bola

plastik.

Anak

sangat

senang

bermin

dengan

benda-benda

tersebut.

6. Mengenal Binatang:
Binatang merupakan mahluk yang menarik bagi anak-anak karena mampu merespon
rangsang. Anjing, misalnya mampu mengembalikan bnda-benda yang dilemparkan pemiliknya.
Anak kucing akan mengejar dan menerkam benda-benda yang bergerak. Meskipun masih
diperdebatkan dari segi sanaitasi dan higienisnya, memelihara hewan peliharaan dapat
mengembangkan rasa kasih dan sayang pada anak. Melalui binatang anak akan belajar banyak
tentang mahluk tersebut. Oleh karena itu di nagara-negara maju, kebun binatang dilengkapi

dengan pojok sains (sains center) dimana anak dapat berinteraksi dengan bintang yang jinak dan
bersih sambil memperlajarinya. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh anak jika berinteraksi
dengan binatang. Pertama, anak belajar mengenal dan menghargai mahluk hidup, ia belajar
bahwa mahluk hidup memerlukan makanan, papan dan kasih sayang. Kedua, anak belajar untuk
menyayangi binatang yang pada akhirnya akan menumuhkan rasa kasih sayang pada mahluk
hidup.
Masih banyak materi yang dapat membantu anak mengenal sains termasuk mengenal tubuh
mereka sendiri. Guru dapat mengembangkan sendiri fenomena-fenomena yang ada dan yang
terjadi di sekitar anak. Termasuk tumbuhan yang ada di sekitar mereka.
E. Strategi Pembelajaran Anak Usia Dini
Strategi Pengembangan Pembelajaran Sains Melalui Seni Rupa
Banyak Taman Kanak-kanak di Indonesia yang mendekati seni dengan dua cara:
pertama dengan mengajarkan seni sebagai bidang pengembangan yang tersendiri dan terbuka
bagi siswa. Kedua dengan mengintegrasikan seni ke dalam semua bidang pengembangan sebagai
alat belajar mengajar. Seni-seni visual (rupa) menggambar, melukis, mengukir, merancang dan
instalasi sering diintegrasikan dalam pembelajaran di Taman Kanak Kanak.
Pendekatan yang kedua di atas, dapat di terapkan dalam bidang pengembangan sains di
Taman kanak-Kanak. Akan tetapi tentu saja guru/pendidik di Taman Kanak-Kanak harus
memperhatikan tipologi dan gaya karya seni rupa anak, secara umum anak juga mengalami
periodisasi atau masa perkembangan menggambar. Bahkan dikatakan bahwa pada masa peka
itulah anak-anak mengalami masa keemasan ekspresi kreatif. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap karya gambar yang dilakukan oleh para ahli antara lain W. Labert Britain dan Viktor
Lowenfeld menunjukkan bahwa setiap anak mengalami masa-masa perkembangan menggambar.
Menurut Lowenfeldperiodisasi menggambar anak-anak dibedakan menjadi:
masa goresan (sekitar usia 2-4 tahun)
Masa prabagan (sekitar usia 4-7 tahun)
Masa bagan (sekitar usia 7-9 tahun)
Masa permulaan realisme (sekitar usia 9-11 tahun)
Masa realisme semu (sekitar umur 11-13 tahun)
Anak usia TK B adalah termasuk masa prabagan. Masa ini goresan-goresan yang
dilakukan oleh anak masih bersifat mendatar, tegak dan melingkar yang selanjutnya berkembang

menjadi wujud ungkapan-ungkapan yang dapat dikaitkan dengan wujud objek tertentu, misalnya
bentuk bagan manusia yang masih sederhana. Kehadiran gambar manusia yang sering
diwujudkan anak-anak memang sangat wajar di mana anak selalu dalam lingkungan yang secara
visual manusialah yang sering dilihatnya. Sejak masa ini anak sudah dapat mewujudkan objek
gambarnya secara tetap dengan ciri-ciri tertentu, misalnya ini aku, ini ibu, ini ayah, ini kakak,
dan sebagainya. Goresan-gorasan yang dibuat sudah mulai terarah sesuai dengan hasratnya untuk
memberi bentuk kepada imajinasinya. Masa ini merupakan masa peralihan dari masa
menoreng/menggores ke masa bentuk bagan/skematis, sehingga dikenal dengan perkembangan
menggambar prabagan.
Masa seperti ini juga terjadi dalam bidang seni rupa yang lain, di mana anak mulai
dapat mengungkapkan imajinasinya ke dalam bentuk tertentu.
Dengan demikian dalam pembelajaran sain melalui seni rupa untuk anak TK B, harus
memperhatikan periodisasiperkembangan kognitif dan periode perkembangan seni rupa bagi
anak. Di mana anak dalam periode praoperasional dari sisi kogitif dan pada masa prabagan dari
sisi perkembangan seni. Berangkat dari sinilah pengembangan pembelajaran sains melalui seni
mulai disusun dengan memadukan pada semua aspek pengembangan dan mengacu pada tematema yang telah dirangcang oleh dewan guru bersama kepala sekolah dalam rangka memberikan
pendidikan yang terbaik untuk ana
Pendekatan dan Metode Pembelajaran Di Taman Kanak-kanak
Menurut R.J. Drost dalam Mardiyanto (2008:12) taman Kanak-kanak adalah pendidikan
untuk anak usia prasekolah. Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan untuk usia prasekolah
sehingga kegiatannya mencakup kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal (Depdiknas,
2004:2) disebutkan bahwa Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan formal bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun.
Berdasarkan definisi di atas, anak Taman Kanak-kanak (TK) adalah anak usia prasekolah
yang berada dalam rentang usia antara empat sampai enam tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Susanti (2007:6) yang menyatakan bahwa anak Taman Kanak-kanak (TK) adalah anak-anak usia
antara lima sampai dengan enam tahun.
Masa Kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu untuk mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung ingin menyenangkan orang dewasa, senang bermain
bersama tiga atau empat teman pada saat yang bersamaan, tetapi mereka juga ingin menang
sendiri dan sering merubah aturan main untuk kepentingannya sendiri (Juwita K, 1997: 27). Pada
masa itu, anak menjadi sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi
yang dimilikinya.

Pada masa itu pula terjadi pematangan fungsi- fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni,
moral dan nilai-nilai agama.
Dalam kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA) menguraikan
bahwa pendekatan pembelajaran pada pendidikan TK dan RA dilakukan dengan berpedoman
pada suatu program kegiatan yang telah disusun sehingga seluruh pembiasaan dan kemampuan
dasar yang ada pada anak dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Pendekatan pembelajaran
pada anak TK dan RA hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Anak TK adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis
yang meliputi intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Dengan demikian berbagai jenis
kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan
berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.
2. Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak-anak
usia Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal. Untuk itu dalam memberikan pendidikan pada
anak usia Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal harus dilakukan dalam situasi yang
menyenangkan sehingga ia tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Selain
menyenangkan, metode, materi dan media yang digunakan harus menarik perhatian serta mudah
diikuti sehingga anak akan termotivasi untuk belajar.
Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan
objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain
bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan
yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya.
3. Kreatif dan Inovatif
Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa
ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya dijadikan
sebagai objek, tetapi juga dijadikan subyek dalam proses pembelajaran.
Kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan
mengembangkan kemampuan dasar yang ada dalam diri anak usia Taman Kanak-kanak, tetapi
dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak, seorang guru harus
memahami dan menguasai metode pembelajaran yang digunakan. Dengan menguasai metode
pembelajaran ini, diharapkan tujuan pendidikan yang di antaranya untuk mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni,
moral dan nilai- nilai agama dapat tercapai secara optimal. Beberapa metode pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik anak TK menurut Moeslichatoen (1999) adalah :
1. Metode bermain
2. Metode Karyawisata
3. Metode Bercakap-cakap
4. Metode Bercerita
5. Metode Demonstrasi
6. Metode Proyek

7. Metode Pemberian tugas


F. EvaluasiPenbelajaranSainsUntuk PAUD
Salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi.
Oleh karena itu, perangkat penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan
tuntutan tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan, bahkan
aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan
dengan berbagai cara dan menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi
tentang kemajuan atau pencapaian kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengukur
perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Selain itu, penilaian juga dilakukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan
umpan balik kepada siswa. Dengan demikian, penilaian dilakukan secara terus menerus guna
memastikan terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat
dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam
hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan untuk memperbaiki hasil pembelajaran.
Sains dan mengajarkan siswa tentang sains memiliki arti lebih dari pada pengetahuan ilmiah
itu sendiriknowledge.. Menurut Rezba (1999), hThere are three dimensionsal ini disebabkan
karena iof science that are all importalmu pengetahuan dikonstruksi atas tiga dimensi penting.
The first Pertamaof these is the content of science, the basic adalah konten atau isi dari ilmu
pengetahuan, konsep dasarconcepts, and our scientific knowledge., dan pengetahuan ilmiah.
Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi
bahan pemikiran pertama. Kedua adalah The other two important dimensions of sciencprosesof
doing science and scientific attitudes. kerja sains, di mana proses sains dalam hal ini adalah
keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam proses melakukan sains atau kerja
ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka
pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains.
Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan
watak yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa
keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan

menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap
metode dan nilai-nilai ilmiah. Metode ilmiah dan nilai ilmiah tersebut diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan menggunakan berbagai macam fakta atau bukti, serta ketelitian
dalam menemukan data. Lebih dari itu, sikap ilmiah yang penting adalah bahwasanya
pengetahuan dan teori ilmiah berubah setiap saat berdasarkan perkembangan informasi. Dalam
hal ini, siswa menyikapi kebenaran dalam ilmu pengetahuan sebagai kebenaran yang bersifat
sementara atau tentatif.
Dalam sifat ketentativan ilmu pengetahuan, guru tidaklah mungkin dapat mengajarkan
semua konten dalam ilmu pengetahuan. Siswa dalam keterbatasannya pun tidak mungkin dapat
mengetahui semua fakta-fakta yang telah ditemukan oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, hal
yang paling rasional dapat dilakukan adalah siswa harus memahami metodologi kerja sains dan
memiliki keterampilan dalam kerja ilmiah atau keterampilan proses sains. Dengan hal itu, siswa
memiliki kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya. Pada suatu saat,
siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Keterampilan proses sains dapat dikatakan sebagai kompetensi yang bersifat generik.
Keterampilan proses sains memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan ilmu
pengetahuan. Dalam hal ini, kemampuan keterampilan proses sains dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan siswa. Membiasakan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah,
selain dapat melatih detail keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk pola
berpikir siswa secara ilmiah. Dengan demikian, pengembangan keterampilan proses sains dapat
berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high order of thinking).
Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran sains pun harus dirancang sebagaimana desain
tiga dimensi sains yaitu konten/produk pengetahuan, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Dalam hal
ini, pembelajaran sains haruslah mengintegrasikan antara pembelajaran keterampilan kerja
ilmiah sebagai proses penemuan dan pembentukan pengetahuan, pembelajaran konsep dasar
pengetahuan sains sebagai konten/produk sains, dan pembelajaran sikap ilmiah. Oleh karena
pembentukan pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun
harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan keterampilan proses sains siswa.
Dengan demikian, perkembangan kemampuan keterampilan proses siswa memiliki peran yang
sama penting dan terintegrasi dengan penguasaan pengetahuan sains dan sikap ilmiah.

Menurut Rezba (1999), pengajaran dan pengukuran keterampilan proses dapat dilakukan
pada seluruh tingkatan kelas. Perbedaan materi dan tingkat kerumitan, metode dan sistem
pengukuran dapat disesuaikan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Kemampuan siswa
menggunakan proses sains akan berkembang seiring dengan berkembangnya pengalaman belajar
dan tingkatan kelas atau tingkat kognitif siswa secara biopsikologis. Penilaian terhadap
kemampuan keterampilan proses sains, dapat memberikan infromasi data status pencapaian
keterampilan siswa. Hasil tersebut, dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan keterampilan
proses selanjutnya serta instrument refleksi terhadap perencanaan dan proses pembelajaran.
Dengan demikian, pentingnya keterampilan proses sains merupakan dasar dalam pembentukan
pengetahuan sains bagi siswa dan akan digunakan siswa dalam setiap sisi kehidupannya di masa
depan.
Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008), keterampilan proses dasar terdiri atas enam
komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:
1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi
tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang
diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, ataucara lain untuk
berbagi temuan.
5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
MenurutRezba (1999), keenamketerampilan proses dasar diatas terintegrasi secara bersamasama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika
terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi

terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi
siswa sebelum melanjutkan keketerampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.
Keterampilan proses sains dapat meletakkan dasar logika untuk meningkatkan kemampuan
berpikir siswa bahkan pada siswa di kelas awal tingkat sekolah dasar. Di kelas awal, siswa lebih
banyak menggunakan keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan
komunikasi, namun seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses
sains yang kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba, 1999).
Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam
pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains dan sikap ilmiah
secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam
pencapaian keterampilan proses sains.
MenurutSmith

danWelliver,

pelaksanaanpenilaianketerampilan

proses

dapatdilakukandalambeberapabentuk, diantaranya:
1. Pretes dan postes. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal
tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari masingmasing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi. Pada akhir tahun sekolah, guru
melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan skor siswa setelah mengikuti
pembelajaran sains.
2. Diagnostik. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal
tahun ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan pada bagian manasiswa
memerlukan bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan
pelajaran dan kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.
3. Penempatan kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai
salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, criteria untuk memasuki kelas
akselerasi, kelas sains atau kelas unggulan.
4. Pemilihan kompetisi siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains
siswa sebagai kriteria utama dalam pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba

sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba sains
dengan baik.
5. Bimbingan karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian
keterampilan proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.
Penilaian keterampilan proses sains dilakukan dengan menggunakan instrumen yang
disesuaikan dengan materi dantingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas (Rezba, 1999).
Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum
digunakan.

Menurut Widodo (2009), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap

keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai.
2. Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.
3. Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya
apakah tes unjuk kerja, tes tulis, atau kah tes lisan).
4. Membuat kisi-kisi instrumen.
5. Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi
yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan
proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes)
6. Melakukan validasi instrumen.
7. Melakukan uji coba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.
8. Perbaikan butir-butir yang belum valid.
9. Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran
sains.

Pada langkah-langkah penyusunan instrument di atas, pencarian validitas dan reabilitas


empiris terutama dilakukan untuk penilaian keterampilan proses sains yang beresiko tinggi.
Penilaian yang beresiko tinggi yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam
skala besar atau penilaian untuk tujuan tertentu.
Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secarates (paper and pencil test) dan
bukan tes.Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test).
Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau
pengamatan. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan
melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan
kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap
keterampilan proses sains.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sains adalah proses sepanjang hayat sebagaimana belajar berhitung. Anak-anak dari segala
jenis usia akan memperoleh manfaat dengan menganalisis keadaan-keadaan di sekitarnya yang
mengadung unsur sains. Anak-anak perlu didorong agar memperoleh lebih banyak pengalaman
sains di alam, kemudian menjelaskan peristiwa-peristiwa yang mereka lihat, menanyakannya,
dan menganalisis cara peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Jika kita tidak menginteraksikan sains kepada anak-anak sejak dini, maka sama artinya kita
mencetak anak-anak yang sukar menganalisis peristiwa sains. Dengan demikian, ketika kita
menginginkan anak-anak kita memiliki kinerja yang baik saat duduk di jenjang sekolah yang
lebih tinggi, maka sains mesti kita ajarkan sejak taman kanak-kanak.
Seorang guru mesti membiarkan anak-anak bereksperimen. Kegiatan eksperimen itu bisa
berupa mengumpulkan batu, melempar bola, membaca gambar, menambah kosakata dengan
saling bertukar pikiran, dan memberi kesempatan mereka untuk bertanya serta mencari
jawabannya. Kesemuanya itu dimasukkan ke dalam kurikulum untuk pendidikan prasekolah.
Mungkin ada sebuah pertanyaan yang sekarang muncul di dalam benak kita, sains itu terjadi
kapan saja? Sejatinya, ada banyak kegiatan sehari-hari yang mengandung inti konsep dasar sains.
Menuangkan minuman memberikan penjelasan tentang sifat zat cair yang mengalir dari atas ke
bawah. Kincir kertas yang berputar karena ditiup angin, bola menggelinding di atas bidang
miring adalah beberapa kegiatan yang nampaknya remeh tetapi membuka peluang bagi anakanak untuk mengajukan pertanyaan: mengapa perstiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi.
Sains dan pengajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja,
melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian sains. Pertama, adalah
muatan sains (content of science) yang berisi berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori-teori.
Dimensi inilah yang menjadi obyek kajian ilmiah manusia.
Dimensi kedua sains adalah proses dalam melakukan aktivitas ilmiah dan sikap ilmiah dari
aktivis sains. Proses dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan sains biasa disebut
dengan keterampilan proses sains (science proccess skills). Keterampilan proses inilah yang
digunakan setiap ilmuwan ketika mengerjakan aktivitas-aktivitas sains. Karena sains adalah
tentang mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,
maka keterampilan ini dapat juga diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari ketika kita
menemukan persoalan-persoalan keseharian dan kita harus mencari jawabannya. Jadi,
mengajarkan keterampilan proses sains pada siswa sama artinya dengan mengajarkan
keterampilan yang nantinya akan mereka gunakan dalam kehidupan keseharian mereka.
Dimensi ketiga dari sains merupakan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan
watak ilmiah. Dimensi ini meliputi keingintahuan seseorang dan besarnya daya imajinasi
seseorang, juga antusiasme yang tinggi untuk mengajukan pertanyaan dan memecahkan
permasalahan. Sikap lain yang juga harus dimiliki seorang ilmuwan adalah sikap menghargai
terhadap metode-metode dan nilai-nilai di dalam sains. Metode-metode sains yang dimaksud di
sini meliputi usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menggunakan bukti-bukti, kemauan

untuk mengakui pentingnya mengecek ulang data yang diperoleh, dan memahami bahwa
pengetahuan ilmiah dan teori-teori berubah sepanjang waktu selama informasi-informasi yang
lebih banyak dan lebih baik diperoleh.
Dalam pengajaran sains, ada enam buah keterampilan proses dasar yang perlu diajarkan
kepada murid. Keterampilan-keterampilan proses merupakan bagian-bagian yang membentuk
landasan metode-metode ilmiah. Keenam keterampilan tersebut yaitu: pengamatan
(observation); pengomunikasian
(communication); pengklasifikasian (classification);
pengukuran (measurement); penyimpulan (inference); dan peramalan (prediction).
Keenam keterampilan di atas terintegrasi ketika seorang ilmuwan merancang dan
mengadakan sebuah eksperimen. Enam keterampilan dasar di atas sangat penting dalam
kedudukannya sebagai keterampilan mandiri sebagaimana pentingnya ketika berkedudukan
sebagai keterampilan terintegrasi. Pendek kata, belajar sains adalah belajar keterampilan berpkir
dan bertindak ilmiah.
Sementara itu, metode sains untuk prasekolah berarti seorang guru harus mendorong dan
membiasakan anak untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban. Menggunakan metode
sains artinya memusatkan perhatian pada apa yang akan terjadi, membuat prediksi, bahkan bagi
anak-anak prasekolah dengan aktivitas menebak mereka. Guru dapat membantu anak-anak
mempelajari metode ini setiap kali guru membacakan atau memberi anak-anak cerita. Cara itu
dilakukakan dengan menanyakan kepada mereka: Kira-kira, apa yang akan terjadi berikutnya?,
atau, Apa yang terjadi pada halaman berikutnya?
Meskipun aktivitas-aktivitas itu dilakukan oleh anak-anak usia prasekolah, tetapi mereka
telah belajar melakukan aktivitas-aktivitas penelitan sekaligus berinteraksi dengan keterampilan
proses sains. Anak-anak harus mendapatkan kesempatan untuk mengatakan gagasan mereka dan
pikiran mereka sebagai wujud dari sebuah dugaan-dugaan sebelum memulai aktivtas sains.
Saat memberikan kegiatan, guru tidak diperkenankan terlalu banyak bicara dan membiarkan
anak-anak mengolah hipotesis, pernyataan tentang apa yang mereka pikirkan atau yang mereka
pikir akan terjadi. Tugas seorang guru hanyalah menanti anak-anak memformulasikan gagasan
mereka. Aktivitas ini akan menjadi kebiasaan jika guru membiasakannya. Ketika anak-anak
menemukan serangga di tempat mereka bermain dan mereka bertanya kepada guru, Apa itu?
maka guru akan mengatakan, Menurutmu itu apa? Apa yang dilakukannya? Di mana kamu
menemukannya, di rerumputan atau di tanah? Doronglah mereka untuk mengenali atau
membangun simpanan ilmu pengetahuan mereka tentang serangga tersebut. Pada saat yang lain,
anak-anak mungkin menginginkan guru menjadi sumber informasi bagi mereka. Ketika hal
tersebut terjadi, jawablah pertanyaan atau bantulah mereka menemukan jawabannya di buku.
Kemudian dalam hal ini, bagian yang amat penting dalam metode sains adalah mengulang
percobaan yang yang memberikan hasil yang sama. Bisakah anak yang lain memperoleh hasil
yang sama? Ketika guru dan anak-anak melakukan percobaan mencampur warna, guru
menunggu seorang anak untuk menemukan bahwa mencampur warna biru dan kuning
membentuk warna hijau. Anak yang lain berteriak, Hei, punyaku juga berubah menjadi hijau!
Bagaimana denganmu Mustafa? Bagaimana denganmu Latifah? Anak-anak belajar bahwa sains
bukanlah sihir ketika mereka membuat sesuatu terjadi dan dapat mengulanginya kembali
berulangkali. Hasil yang mereka dapatkan bukan karena guru mempunyai kekuatan khusu atau
karena guru mengatakan mantera, tetapi karena sifat dari bahannya. Peristiwa itu akan selalu
terjadi setiap kali guru melakukan hal yang sama. Tunjukkan hasil yang berulang ini kepada
mereka selama percobaan sains karena mereka mungkin terlalu sibuk dengan bahan-bahan
percobaan sehingga tidak memperhatikan apa yang orang lain lakukan.

2. Saran

Bagi pengembang pembelajaran sains pada anak usia dini, hendaknya pahami terlebih dahulu
tujuan sains secara komprehensif dan karakteristik perkembangan anak usia dini untuk setiap
tahapan usia, kemudian tuangkan dalam rencana pembelajaran yang operasional dengan

menerapkan konsep bermain yang menyenangkan.


Gunakan multi media dalam pembelajaran sains, untuk menghindari rasa jenuh, bosan pada
anak, serta mempertahan perhatian anak untuk tidak berpaling pada objek lain.
Diposkan oleh Ririn Liestyawati di 16.31 |

2 komentar:
Yunita S.Pd. mengatakan...
tahunnya say, blm tercantum. thx artikelya
13 April 2014 09.07
Nurul Idhayani mengatakan...
kok ga dicantumin daftar pustakanya
5 Mei 2014 09.41
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Blog Archive
Followers

Anda mungkin juga menyukai