Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN TEKNOLOGI & INOVASI

TUGAS RESUME JURNAL


INNOVATION PROCESS : WHICH PROCESS FOR WHICH
PROJECT

(Salerno M. S.)

Oleh :
RONY AFFANDI RACHMAN
9114201505

MANAJEMEN INDUSTRI
MAGISTER MANAJEMEN TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015

1. Latar belakang
Secara tradisional , proses inovasi digambarkan merupakan sebuah urutan proses : Pembangkitan
ide, seleksi, pengembangan , yang diakhiri dengan peluncuran ataupun penjualan produk. Utterback
(1971) adalah seorang pelopor dalam memodelkan proses inovasi sebagai proses manajerial tunggal
yang terdiri dari satu set kegiatan utama sebagai berikut: generasi ide; pemecahan masalah, dimana
outputnya merupakan solusi teknologi original atau sebuah penemuan; implementasi, dimana
outputnya adalah pengenalan kepada pasar; dan difusi, yang bertujuan untuk membuat dampak
ekonomi yang signifikan . Beberapa peneliti telah menyimpulkan suatu set kegiatan tertentu untuk
pemodelan mereka. Berfokus pada industri otomotif, Clark dan Fujimoto (1991) mengusulkan
kerangka organisasi (manajer kelas berat dan kontribusi lainnya) untuk proses inovasi. Wheelwright
dan Clark (1992) memperkenalkan gagasan Development Funnel. Cooper (1990, 1993, 2008) dan
Cooper et al. (1997, 2002) mengusulkan bahwa proses pengembangan produk bias direpresentasikan
sebagai urutan tahap-gerbang, yang kemudian menjadi
pemodelan yang berpengaruh dalam
manajemen inovasi.
Model ini dan pengikut mereka awalnya mengusulkan hanya untuk pengembangan produk baru
(NPD), dan mereka menganggap proses inovasi menjadi aliran linier berurutan dari fase yang
didefinisikan: pembangkitan ide, pemilihan ide (screening), pengembangan, dan peluncuran ke pasar .
Misalnya, judul makalah Cooper (1993, 2008) secara eksplisit menggunakan kata-kata "from idea
-to - launch", yang menunjukkan bahwa "pembangkitan ide " memulai proses dan "peluncuran ke
pasar" mengakiri proses tersebut.
Namun, beberapa penulis telah menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap pendekatan yang
one size fit all ini , terutama dari kalangan manajemen proyek (Shenhar, 2001; Andres dan
Zmud, 2001; Shenhar dan Dvir, 2007; Kok dan Biemans, 2009; Sauser et al., 2009). Misalnya,
Shenhar (2001) berpendapat bahwa tidak ada pendekatan tunggal untuk manajemen proyek yang
sesuai untuk semua kasus. Selain itu, studi perencanaan awal untuk spin off akademik (Vohora et al,
2004;. Gomes dan Salerno, 2010) dan studi eksplorasi yang dilakukan di perusahaan lain telah
menyarankan bahwa banyak perusahaan berhasil menerapkan berbagai jenis proses inovasi yang
berbeda dari proses inovasi tradisional. Penelitian terdahulu ini menunjukkan kepada kita bahwa
perspektif Shenhar bisa diterapkan pada pengelolaan proses inovasi, yang akan menunjukkan bahwa
pengaturan selain "Pembangkitan ide - seleksi dan pengembangan - peluncuran"
adalah
memungkinkan.
Model tradisional berfokus pada perusahaan besar yang memiliki departemen R & D dan proyek
jangka panjang yang membutuhkan sumber daya signifikan untuk dikembangkan selama berbulanbulan atau bertahun-tahun dan biasanya memproduksi barang tahan lama. Model-model ini tidak
sesuai untuk jenis proyek penting, seperti proyek dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan
kompleksitas, yang merupakan cirri khas dari inovasi radikal yang melibatkan terobosan teknologi
baru dan atau pasar baru. Pich et al. (2002) dan Rice et al. (2008) berpendapat bahwa lingkungan ini
membutuhkan model-model baru, alat-alat, dan teknik manajemen.
Berdasar pada teori kontingensi, penulis berpendapat bahwa proses inovasi dapat mengikuti
sejumlah jalan yang berbeda. Penelitian penulis berfokus pada teori dan pertanyaan manajerial yang
jelas, yaitu, bagaimana sebuah perusahaan mengatur dan merencanakan alokasi sumber daya untuk
melakukan proses-proses inovasi yang pada kenyataannya tidak selalu sesuai dengan model
tradisional. Pertanyaan ini, pada gilirannya, menimbulkan pertanyaan penelitian penulis : konfigurasi
proses inovasi dan alokasi sumber daya mana yang harus digunakan dalam situasi tertentu, dan apa
alasan di balik pilihan tersebut? Berdasarkan sebuah studi berskala besar, dengan menganalisis 132
proyek inovasi di 72 perusahaan, penulis mengusulkan Penggolongan delapan proses inovasi yang
berbeda dengan alasan-alasan tertentu yang bergantung pada kontinjensi proyek.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penulis adalah untuk menambah literatur saat ini pada bidang manajemen inovasi
dengan mengusulkan kategorisasi proses inovasi dan kontinjensi yang menjelaskan alasan mereka.

Penulis bergerak selangkah lebih maju dari sekedar kritik dari kekakuan model tradisional dengan
mengidentifikasi proses inovasi alternatif dari penelitian empiris skala besar dan dengan demikian
menambah pengetahuan tentang manajemen inovasi.
3.Tinjauan Pustaka
Model tradisional untuk manajemen inovasi lebih berfokus pada kegiatan pengembangan produk
baru (NPD). Mengembangkan produk melibatkan berbagai kegiatan, termasuk mengelola dan
mengubah sumber daya, mengumpulkan informasi dan keahlian mengenai spesifikasi-spesifikasi dan
menciptakan produk-produk yang memenuhi (atau membuat) permintaan pasar (Wheelwright dan
Clark, 1992).
Cooper et al. (2002) berpendapat bahwa perusahaan yang paling sukses di NPD adalah yang
menggunakan proses formal dengan kriteria pengambilan keputusan yang baik. Topik lain yang
terkait dengan pengembangan produk juga telah tersedia di berbagai literatur; misalnya, Brown dan
Eisenhardt (1995) melakukan kajian literatur yang luas dari masalah organisasi yang berkaitan
dengan pengembangan proyek, dan ada juga literatur mengenai concurrent engineering dan
manajemen proyek.
Namun demikian, seperti dicatat oleh Krishnan dan Ulrich (2001), berbagai pendekatan untuk
manajemen pengembangan produk biasanya hanya fokus pada satu tema atau daerah (terutama pada
pemasaran, organisasi, proyek-proyek teknik, dan manajemen operasi) dan tidak membahas
hubungan antara tema-tema atau daerah. Dalam hal ini, Fernandez et al. (2010) berfokus pada
bagaimana dampak unit fungsional berdampak pada kinerja produk baru berdasarkan kerangka
turbulensi teknologi. Knudsen dan Mortensen (2011) membahas efek negatif dari keterbukaan
terhadap kinerja pengembangan. Sarpong dan Maclean (2012) menjelaskan peran tim inovasi
produk dalam memobilisasi visi yang berbeda dari stakeholder organisasi. Kahn et al. (2012)
menganalisis praktek terbaik pengembangan produk baru dan menekankan pentingnya strategi pada
upaya NPD. Killen dan Kjaer (2012) mengusulkan kerangka kerja untuk pemodelan proyek yang
saling tergantung satu sama lainnya dalam manajemen proyek portofolio. Lowman et al. (2012)
mengeksplorasi risiko outsourcing dalam pengembangan produk baru dalam bidang farmasi.
Gassmann et al. (2012) mengusulkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan kegiatan eksploratif
yang terpisah dalam unit bisnis perusahaan. Killen dan Hunt (2013) membangun sebuah kerangka
kerja untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan manajemen portofolio. Yao et
al. (2013) mengeksplorasi dampak ketidakpastian teknis dan ekonomi pada pengembangan produk.
Ignatius et al. (2012) menunjukkan pengaruh-pengaruh pembelajaran teknologi terhadap kinerja
NPD. Eling et al. (2013a) meneliti dampak dari waktu siklus pada kinerja produk baru. Cankurtaran
et al. (2013) menggunakan pendekatan meta-analisis untuk menentukan kecepatan pengembangan
produk baru, mengikuti hasil riset Griffin mengenai lintasan pada cycletime . Eling et al. (2013b)
mengembangkan kerangka kerja konseptual untuk memahami peran intuisi dalam pengambilan
keputusan selama pelaksanaan fuzzy front end. Prez-Luno dan Cambra (2013) menunjukkan
hubungan antara orientasi pasar dengan radikal generation inovsi dan adaptasi inovasi. Wang dan LiYing (2014) mempelajari hubungan antara kinerja NPD dan lisensi teknologi.
Kim dan Wilemon (2003) melakukan kajian komprehensif terhadap literature yang ada di
berbagai definisi yang kompleksitas (termasuk jumlah komponen, interaksi mereka, tingkat inovasi
produk, dan jumlah disiplin dan daerah yang terlibat dalam proyek) dan menyarankan bahwa sumber
kompleksitas berasal dari teknologi, pasar, tingkat perkembangan, pemasaran, dan dinamika
organisasi; penulis akan menggunakan sumber-sumber ini sebagai titik awal untuk penyelidikan
lapangan penulis.
Karya-karya lainnya telah mengusulkan pandangan yang lebih komprehensif mengenai proses
inovasi dan manajemen inovasi. Gof fi dan Mitchell (2010) mengusulkan kerangka Pentathlon,
sebuah pemodelan lima dimensi manajemen inovasi. Hansen dan Birkinshaw (2007) mengusulkan
gagasan rantai nilai inovasi, di mana NDP merupakan kegiatan yang penting, tetapi ada kegiatan lain
yang sama pentingnya sebelum NPD, sejajar dengan NPD dan setelah NPD, seperti Generation Idea,
seleksi atau konversi, dan difusi. Selain itu, Hansen dan Birkinshaw (2007) mencari tingkat
integrasi antara pendekatan tradisional yang terisolasi dan mengusulkan bentuk organisasi yang
memungkinkan tim dan manajer menengah untuk mengembangkan ide-ide dan bahkan membangun

prototipe tanpa izin sebelumnya oleh dewan atau komite. Sebagai contoh, produk-produk seperti PostIt Notes, yang sebelumnya ditolak oleh departemen pemasaran 3M (3M, 2002), tidak akan berhasil
sampai ke pasar tanpa kemungkinan "pengembangan ide-ide sebelumnya". Pendekatan ini melanggar
model linear / rantai pengambilan keputusan di mana ide-ide harus disetujui untuk dikembangkan
lebih lanjut, yang disarankan oleh Funnel and Stage-Gate model. Namun, salah satu keterbatasan studi
Hansen dan Birkinshaw (2007) adalah bahwa penelitian mereka terfokus perusahaan multinasional
besar yang berparadigma divisionalized. Strategi ini tidak sesuai untuk perusahaan yang lebih kecil
atau satu unit perusahaan, yang menunjukkan bahwa jenis perusahaan yang akan diteliti harus
diperluas; dengan demikian, penelitian ini tidak terbatas pada perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian, para penulis ini semua mengadopsi representasi tradisional yang sama dari
proses inovasi dengan urutan yang diusulkan oleh Utterback (1971), Wheelwright dan Clark
(1992), dan Cooper (1990, 1993) .
4. Metodologi Penelitian
4.1 Disain Riset
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konfigurasi baru proses inovasi lainnya
disamping konfigurasi tradisional ( diakui oleh sebagian besar literatur) dan alasan dari setiap jenis
proses. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teori proses inovasi. Dalam hal ini, sesuai
rekomendasi Eisenhardt (1989), Yin (1994), Voss et al. (2002), dan Eisenhardt dan Graebner (2007) ,
kami menggunakan metode pendekatan multi-studi kasus.
Unit yang dianalisis adalah proses inovasi, bukan perusahaan. Pilihan ini dibuat karena
perusahaan memungkinkan memiliki proses inovasi yang berbeda. Fakta ini diperkuat, misalnya, oleh
literatur tentang organisasi ambidextrous, yang membedakan antara struktur inovasi incremental dan
radical di perusahaan yang sama (Bessant et al., 2005).
Penelitian ini menawarkan kerangka kerja analitis, dilakukan dalam tipologi proses inovasi, divalidasi
melalui analisis kasus komparatif.
4.2 Kualifikasi dan seleksi Sampel
Penulis melakukan penelitian lapangan pada 132 proyek inovasi produk di 72 perusahaan,
terutama di Brazil, dengan satu di Perancis dan dua di Belanda. Dalam sampel penulis, penulis
meneliti perusahaan dengan karakteristik yang berbeda, seperti sektor (termasuk rumah sakit,
konsultan teknik, dan layanan R & D ), ukuran (TNCs dan up start), usia, dan dengan atau tanpa
departemen R & D . Perusahaan-perusahaan ini dipilih untuk memberikan keragaman situasi-situasi,
isu penting untuk menutupi kontinjensi yang berbeda. Tidak ada bukti tentang diferensiasi negara
mengenai proses inovasi; tidak ada literatur yang relevan membahas keanehan antar negara mengenai
masalah ini. Dalam sampel penulis juga memiliki perusahaan lokal (dua dari mereka di Belanda),
tetapi juga terdapat perusahaan-perusahaan multinasional, beberapa dari mereka memiliki proses
global (misalnya, Braskem, Embraco, Embraer, Ford, Google, Iveco, Fiat, Orange, Magneti Marelli,
Mahle , Oxiteno, Petrobras, dan Tigre). Oleh karenanya hal ini bisa dianggap sebagai analisa global.
Tabel 1 menunjukkan karakteristik utama dari perusahaan-perusahaan di mana proyek-proyek
yang diteliti.

Pengambilan data
Berdasarkan rekomendasi dari Eisenhardt (1989), Yin (1994) dan Voss et al. (2002) untuk
mengontrol bias dan distorsi, protokol penelitian yang formal disusun. Protokol tersebut menjadi
panduan untuk wawancara (untuk meningkatkan diskusi metodologis dalam tim peneliti), panduan
untuk menulis dan menganalisis kasus, dan triangulasi topik (misalnya, mewawancarai lebih dari satu
orang dalam perusahaan dan untuk lebih memeriksa masalah melalui telepon atau e -mail). Protokol
ini disusun sebagai berikut:
a. Tujuan dari penelitian : (i) untuk memetakan rantai nilai inovasi setiap proyek, sebagai
referensi digunakan alur linear tradisional yang ditunjukkan pada Gambar. 1; (ii) untuk
menangkap aspek organisasi dan manajerial, setiap proyek dipelajari sebagai sumber
daya, keputusan utama, peristiwa yang membentuk keputusan utama dan aliran; (iii)
untuk menaikkan kontinjensi utama yang terkait dengan proses tertentu setiap proyek.
b. Persiapan sebelum wawancara (untuk mencari data yang tersedia tentang perusahaan di
situs, publikasi dan sarana lainnya mengenai produk, struktur pasar, pesaing,
pemerintahan, ukuran, proyek, dll).
c. Panduan wawancara semi-terstruktur, yang berisi: (i) pertanyaan umum tentang
perusahaan dan struktur organisasi, sejarah proyek inovasi dan pemilihan proyek inovasi)
akan difokuskan pada; (ii) pertanyaan tentang generasi ide proyek dan peristiwa sebelum
diformalisasi (jika ada - ada juga "rahasia", tetapi proyek-proyek yang relevan, yang
beroperasi tanpa persetujuan dari manajemen senior atau dilakukan di luar proses formal
perusahaan); (iii) kegiatan yang terkait dengan tahap konversi sebagai pembiayaan,
pemilihan ide dan pengembangan proyek.
d. Kejadian yang berkaitan dengan difusi ke pasar atau di antara unit perusahaan dan caracara proyek bisa memberikan umpan balik bagi proyek atau kegiatan lainnya.
Setelah wawancara, semua kasus ditulis dan dianalisa lebih lanjut oleh seluruh tim, berdasarkan
kerangka yang sama.

.
Data Analisis
Analisis data dilakukan dengan membuat daftar semua proses inovasi yang telah dianalisis,
kemudian membandingkan mereka untuk menangkap persamaan dan perbedaan dalam urutan

kegiatan utama. Oleh karena itu, penulis mampu menyusun taksonomi disajikan di bawah ini. Analisis
data dilakukan dengan cara rekursif: dimulai dengan kasus pertama dan dilakukan sampai jenuh
dengan masing-masing jenis proses yang dicapai. Berdasar literatur, kita mengingat bahwa umpan
balik antara kegiatan tidak mencirikan aliran baru. Misalnya, Cooper (1990, hal. 46) secara eksplisit
menganggap bahwa di pintu gerbang terjadi pada "penilaian terhadap kualitas proyek dari sudut
pandang ekonomi dan bisnis, menghasilkan keputusan Go / Kill / Hold / Recycle".
Dalam hal ini, penulis mempertimbangkan bahwa hanya urutan baru atau kombinasi baru dari
kegiatan yang menjadi ciri proses baru, umpan balik di antara kegiatan menjadi bagian dari proses.
Perbandingan multi kasus dibuat sehingga generalisasi dimungkinkan karena pemahaman yang lebih
dalam kontinjensi proyek yang diamati di luar keragaman konteks di mana masing-masing
perusahaan diamati(O'Connor dan Rice, 2013). Setelah membuat daftar urutan kegiatan dalam proses
inovasi dalam setiap kasus, peristiwa penting yang berkaitan dengan proses yang disorot,
dibandingkan dan diberi kode, kemudian dicari persamaan dan dissimilarities antara proyek.
Akibatnya, beberapa model untuk proses inovasi yang diusulkan pertamakali. Dengan usulan ini ,
setiap laporan kasus kemudian ditinjau, diperiksa apakah itu bisa secara tegas dijelaskan oleh salah
satu model baru atau bahkan oleh yang tradisional. Penulis telah kembali ke beberapa perusahaan
untuk memvalidasi taksonomi yang dibuat.
5. Hasil Penelitian dan Diskusi Which Proses for Which innovation project
Dari penelitian empiris, kami iidentifikasi delapan jenis proses inovasi. Tabel 2 menunjukkan
banyaknya kejadian pada masing-masing jenis dalam sampel kami.

Delapan jenis proses inovasi dikategorikan berdasarkan empat gabungan temuan awal yang
muncul dalam penelitian lapangan. Berikut penjelasannya :
5.1 Proses 1 Tradisional Proses : from idea to lauch.
Proses yang paling umum adalah model tradisional (Gbr. 1). Proses ini lebih sering terjadi pada
perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi secara massal untuk persediaan; penjualan terjadi
setelah produksi. Kami menemukan bahwa proses tradisional digunakan dalam 53,0% kasus dalam
penelitian kami.

Proses tradisional sesuai untuk inovasi inkremental yang mengkonsumsi waktu dan sumber daya
yang wajar. Proses tradisional biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan proses inovasi
terstruktur dengan baik: di satu sisi, itu membuat inovasi incremental lebih mudah; di sisi lain,
menghambat inovasi radikal, khususnya yang berkaitan dengan pasar yang berkembang, sebagai
lawan pasar yang matang atau tidak ada pasar. Langkah pertama dalam proses inovasi tradisional
adalah pendaftaran ide menggunakan alat formal (biasanya sistem komputerisasi di perusahaanperusahaan menengah dan besar), dan proses selesai ketika produk (atau jasa) telah tersedia untuk
dijual.
5.2 Proses 2 Antisipasi Penjualan The Taylor Made- Approach (open order)
Sebuah perumpamaan yang baik untuk menggambarkan proses kedua adalah produksi pakaian.
Penjualan terjadi sebelum pengembangan dan produksi. Hubungan dengan klien adalah kontingensi
utama dan kadang-kadang mencakup komponen layanan besar. Proses kedua diilustrasikan pada
Gambar. 2

Dari kasus-kasus empiris, kami menemukan bahwa beberapa kegiatan penjualan kritis terjadi
pada fase awal (saat negosiasi kontrak). Dalam situasi ini, ide inovasi secara bersama-sama dibangun
dengan klien; setelah pembangunan bersama ini dibuatkan perjanjian kontrak untuk pelaksanaan
proyek.
Ketidakpastian terkait dengan proses ini dalam beberapa cara. Pertama, beberapa ketidakpastian
yang terkait dengan pembangunan ide dengan klien. Untuk mendapatkan pesanan, perusahaan harus
mengelola ketidakpastian klien tentang kebutuhannya sendiri, bagaimana menerjemahkan kebutuhan
ini menjadi persyaratan produk, dan harga. Kedua, sebaliknya dengan proses 1 (tradisional),
ketidakpastian yang berkaitan dengan difusi (atau penjualan) telah diantisipasi pada awal proses,
sebelum proyek formal dengan kontrak. Akhirnya, ada ketidakpastian terkait dengan kemampuan
perusahaan untuk mengembangkan produk: pendapatan tidak akan terjadi jika perusahaan gagal untuk
mengembangkan produk, dan hukuman biasanya didefinisikan dalam kontrak untuk kegagalan
tersebut.
Berkebalikan denga proses 1, di mana klien mengeluarkan uang hanya dalam tahap difusi, di sini,
proses dimulai dengan klien dan pengeluaran awal. Klien memulai proses bukannya mengakhiri ;
tanpa klien, tidak ada proyek karena produk yang dikembangkan oleh perintah dan bukan untuk rak.
Proses ini analog dengan proses yang dijelaskan oleh ahli teori produksi tertentu, seperti Wild (1977),
yang telah memperkenalkan tipologi sistem produksi berdasarkan - among other criteria - posisi klien

dalam sistem. Karena ukuran perusahaan dan pondasi teknologi yang selalu mungkin kontinjensi,
penting untuk dicatat bahwa mereka tidak menjelaskan proses ini, dan perusahaan-perusahaan kecil
dan menengah dengan teknologi yang berbeda juga mengantisipasi penjualan ini: the tailor - made
approach process.
5.3 Proses 3 Anticipating sales from a given client specication (closed order)
Berbeda dengan proses sebelumnya, klien dalam proses 3 menetukan spesifikasi (misalnya, syarat
fungsional atau bentuk) yang harus dipenuhi.Untuk vendor, proses ini tidak mengandung
predevelopment ide ataupun periode pematangan spesifikasi-spesifikasi. Bagi perusahaan, tahap
seleksi mencakup keputusan tentang apakah suatu produk akan dikembangkan. Proses ketiga
diilustrasikan pada Gambar. 3.

Dalam proses ini, penjualan mendahului pembangunan. Bahkan jika spesifikasi-spesifikasi datang
didefinisikan dari klien, perusahaan dapat menyarankan fungsionalitas baru atau spesifikasispesifikasi. Penulis menemukan kasus di mana perusahaan mengambil keuntungan dari perintah untuk
membangun platform yang dapat digunakan dalam proyek-proyek masa depan dengan klien lain.
5.4 Proses 4 Started by Public or Private Call
Proses ini biasanya terkait dengan permintaan publik untuk kontrak dan untuk proyek-proyek
yang didanai oleh badan-badan resmi yang terkait dengan pengadaan publik untuk inovasi sebagai
bagian dari kebijakan inovasi berorientasi pada misi (Edquist dan Iturriagagoitia, 2012); Namun,
hal itu juga ditemukan dalam tawaran kontrak pribadi, misalnya, ketika sebuah integrator sistem
meluncurkan permintaan untuk penawaran, seperti dalam peralatan industri otomotif, pesawat
terbang, atau rumah. Panggilan biasanya mendefinisikan persyaratan fungsional dari produk yang
akan dikembangkan. Proses dimulai dengan predevelopment, yang terdiri dari persiapan analisis awal
kelayakan proyek untuk perusahaan (Gbr. 4). Dalam beberapa kasus, perusahaan membangun sketsa
produk untuk menganalisa lebih baik kemampuan dan sumber daya mereka untuk mengelola
kebutuhan permintaan.

Faktor utama yang menjelaskan proses ini adalah panggilan. Dari sudut pandang pengembang,
kita dapat menafsirkan panggilan sebagai cara untuk mengurangi ketidakpastian pasar dengan

mengantisipasi penjualan. Dengan demikian, kegiatan utama dari proses inovasi terjadi setelah
penjualan, yaitu, setelah memenangkan panggilan. Dalam hal ini, kasus-kasus yang dianalisis
menunjukkan efek positif dari kebijakan pengadaan publik pada peningkatan inovasi. Dengan analogi,
kita bisa mempertimbangkan kontingensi utama untuk menjadi posisi klien dalam proses, yang mirip
dengan prose develop-to-order (proses 2 dan 3).
5.5 Proses 5 : Process With Stoppage Waiting For The Market
Proses 5, 6, dan 7 mengandung penundaan; karena penundaan ini memiliki penyebab yang
berbeda, kami lebih memilih untuk memilah proses ini secara terpisah. Penyebab penundaan adalah
sama pentingnya dengan penundaan itu sendiri untuk membuat konsep dan tindakan managerial.
Proses 5 (dengan penundaan: menunggu pasar) melakukan upaya inovasi mirip dengan proses
tradisional sampai ketidakpastian yang berkaitan dengan pasar menyebabkan penundaan sementara
atau jeda setelah penjualan awal (Gambar 5.).

Dalam jenis proses inovasi ini, ada perubahan dalam struktur dan ruang lingkup dibandingkan
dengan proses tradisional. Cooper (1993) sebelumnya mencatat bahwa beberapa ide yang awalnya
ditolak bisa disimpan dan akhirnya dimanfaatkan di kemudian hari; Namun, proses inovasi dimulai
kembali dengan ide sebelumnya dalam kasus itu. Dalam proses yang kita usulkan sebagai proses 5,
penghentian terjadi setelah pemilihan dan pengembangan awal dari ide. Dengan demikian, aliran
proses inovasi ini dapat dibagi menjadi dua segmen. Segmen pertama menyangkut pembangkitan ide,
seleksi ide, pengembangan, dan awal difusi / penjualan. Di segmen pertama , produk ini
dikembangkan untuk pilot project atau experimental. Difusi (sales) dilakukan untuk segmen pasar
tertentu, yaitu, pengguna utama. Ada penghentian dalam proses karena pasar yang dirasakan tidak
cukup besar untuk membenarkan pengembangan lebih lanjut, baik dalam proses produksi, penentuan
spesifikasi produk, atau fasilitas produksi. Sementara proses ini dihentikan, perusahaan
mengalokasikan sumber daya untuk memperbesar atau membuat pasar dengan calon klien baru,
mencoba untuk infrastruktur dan pangsa pasar, atau dengan menciptakan model kognitif tentang pola
kebutuhan dan spesifikasi produk . Stelah dirasa pasar berkembang, oleh kontrak penjualan atau
lainnya, perusahaan kembali ke segmen kedua mencoba untuk mencapai skala industri dan produksi
komersial
Dengan demikian, penghentian merupakan perilaku aktif: kegiatan pengembangan terganggu,
namun proyek ini tidak ditinggalkan karena perusahaan mengarahkan upaya untuk "membuat" pasar.
Situasi ini baik secara konseptual dan praktis berbeda dari mendaftarkan ide yang ditolak sebelumnya
("on the shelf") untuk penggunaan di masa depan , yang perilaku pasif.
5.6 Process 6 : With Stoppage - Wait For Advandce Technology
Proses ini mirip dengan yang sebelumnya, tapi penghentian dalam proses ini disebabkan oleh
hambatan teknologi dalam produk atau proses pengembangan. Tahap pertama dari proses
mengandung pembangkitan ide, seleksi, pengembangan awal, dan difusi awal. Ketika hambatan

teknologi terselesaikan, pengembangannal produk final dimulai, dan difusi / penjualan menutup
proses (Gambar. 6).

5.7 Process 7 : With Stoopage Wait For The Market & The Advance of Technology
Proses 7 adalah persimpangan dari dua proses dengan penghentian sebelumnya. Ada penghentian
pertama karena masalah teknologi dan penghentian setelahnya (aktif) untuk menunggu untuk
kelangsungan hidup pasar. Beberapa perusahaan melakukan peluncuran awal, dan kadang-kadang
primitif, versi produk menjadi yang pertama di pasar atau untuk menetapkan posisi awal di pasar.
Tahap pertama dari proses terjadi kemudian sampai difusi awal. Sebelum melanjutkan pengembangan,
perusahaan terus mencari klien baru dan pasar.
Berbagai model inovasi menggunakan pendekatan "menunggu momen terbaik" untuk mengelola
ketidakpastian. Pendekatan ini menyiratkan bahwa manajer menunda investasi penting sampai
informasi tertentu menjadi tersedia. Sebagai contoh, Cooper (1994) secara implisit menggunakan
pendekatan ini di At The Gates: ia berpendapat bahwa manajer yang baik harus membekukan proyek
ketika informasi yang diperlukan tidak dapat dikumpulkan dan harus mengubah fokus mereka ke
proyek lain dengan ketidakpastian yang lebih sedikit. Seperti yang diusulkan dalam makalah ini, poin
penghentian mewakili evolusi sehubungan dengan pendekatan "menunggu momen terbaik" . Pertama,
poin penghentian tidak berarti bahwa proyek dibekukan atau dibatalkan. Penghentian ini
menunjukkan bahwa manajer harus melakukan serangkaian kegiatan, seperti pembuatan pasar atau
kembali ke pengembangan teknis dari produk atau proses. Kedua, poin penghentian mencerminkan
sikap proaktif, yaitu, manajer mengejar informasi tertentu, membentuk masa depan daripada
menunggu informasi tertentu untuk menjadi tersedia. Terakhirnya, poin penghentian memberikan
kesempatan manajerial untuk mengatasi evolusi pangsa pasar, yaitu, dari pangsa pasar yang kecil,
dengan kebutuhan pasar yang belum sempurna, untuk pasar yang lebih stabil.
5.8 Proses 8 : Process With Parallel Activities
Penulis mengamati kasus-kasus dimana fase difusi / penjualan dimulai sebelum akhir
pengembangan produk (Gbr. 7). Pengembangan terus berjalan sampai versi pertama atau sampel
produk diperoleh. Versi pertama ini tidak harus memiliki semua variasi (misalnya, model, warna,
aksesoris, dll), fungsionalitas, atau masalah kualitas telah dipecahkan. Namun, ada versi dari produk
yang tersedia yang memungkinkan perusahaan untuk memulai difusi, yang dilakukan secara paralel
dengan upaya pembangunan yang tersisa. Upaya ini mungkin termasuk skala atau perubahan produk
yang sebelumnya atau dianggap sebagai konsekuensi dari umpan balik difusi. Berbeda dengan proses
5, 6, dan 7 dengan penghentian, dalam proses 8, pasar dan / atau ketidakpastian teknologi tidak
membenarkan penundaan dalam upaya pengembangan.
Paralelisasi disini berarti pemendekan waktu ke pasar dan mengurangi ketidakpastian pasar karena
versi yang lebih jelas dari produk tersebut diluncurkan setelah tes di pasar nyata. Hal ini tidak
diharapkan bahwa perusahaan farmasi akan menguji obat di pasar, juga produsen pesawat akan
sengaja meluncurkan pesawat untuk memodifikasi perbaikan beberapa bulan kemudian; dalam kasus

ini, biaya akan menjadi penghalang. Biaya dalam contoh ini didefinisikan secara luas untuk mencakup
tanggung jawab sosial dan citra perusahaan.

6. Implikasi terhadap Teori, Praktek dan Kebijakan Publik


Penelitian ini memberikan beberapa konstribusi positif untuk ilmu pengetahuan dan riset, untuk
pelaksanaan praktek proses inovasi maupun untuk kebijakan public, seperti yang diterangkan dibawah
ini.
6.1 Implikasi Terhadap Teori dan Penelitian
Penelitian ini meningkatkan pengetahuan tentang cara perusahaan mengatur proyek-proyek
inovasi yang melampaui urutan one sized Fit All model tradisional. Demikian pula dengan evolusi
perdebatan tentang kebijakan publik (dari model linier dengan pandangan sistemik sistem inovasi
nasional atau sektoral dan seterusnya), penelitian ini membantu menjelaskan bahwa ada proses lain
dan alasan-alasan mengenai inovasi dalam perusahaan selain proses tradisional dan alasan-alasan
yang dapat membantu memperluas fokus dan tema-tema penelitian masa depan.
Temuan-temuan membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut. Model untuk proses inovasi
biasanya dianggap linear, meskipun kenyataannya sering tidak sesuai dengan model linear. Sebuah
perusahaan dapat memiliki proses yang berbeda sesuai dengan proyek-proyek inovasi yang berbeda
yang tergantung pada kontinjensi dan ketidakpastian setiap proyek tunggal. Penulis telah berfokus
pada kontinjensi; penelitian lebih lanjut dapat meningkatkan pandangan sistemik proses inovasi
perusahaan 'yang terkait dengan ekosistem spesifik di mana ketidakpastian dihasilkan, diperbanyak,
dan dikurangi. Dalam hal ini, pengalaman dari penelitian ini menunjukkan setidaknya tiga tema
sebagai saran untuk penelitian lebih lanjut: pengelolaan ketidakpastian dalam ekosistem; penilaian
proyek radikal yang berkembang di teknologi tinggi dan pasar yang penuh ketidakpastian; dan
bagaimana untuk mewakili proses inovasi dalam cara yang lebih sistemik, yaitu, sebagai jaringan
yang dinamis dalam suatu ekosistem bukannya rantai linear yang mengubah input menjadi output.
6.2 Implikasi Terhadap Pelaksaan Proses Inovasi
Temuan kami menunjukkan bahwa tidak ada proses inovasi tunggal yang sesuai untuk semua
jenis proyek inovasi. Bahkan, ada proses inovasi lebih memadai untuk beberapa jenis proyek, yaitu,
proses yang mampu menangani kontinjensi proyek. Dengan demikian, temuan dapat membantu para
praktisi dalam merancang proses yang lebih disesuaikan dengan karakteristik proyek dan kontinjensi
mereka, yang dapat menyebabkan alokasi sumberdaya yang lebih baik dan sehingga lebh efisien.
Pendekatan kontingensi dan tipologi proses mengurangi risiko proyek inovasi yang menarik untuk
ditolak (yaitu untuk tidak dipilih atau untuk tidak dikembangkan) karena tidak sesuai dengan alir
model tradisional. Berbagai proses inovasi yang ditawarkan, memungkinkan perusahaan untuk

mengelola dan melakukan berbagai jenis proyek inovasi. Temuan penulis meningkatkan portofolio
pendekatan manajerial dan strategi manajerial untuk mengelola proyek-proyek inovasi dengan tingkat
ketidakpastian pasar dan teknologi tinggi . Penghentian dapat dilihat sebagai bagian dari proses
inovasi, bukan kegagalan. Manajer dapat secara proaktif menciptakan penghentian dalam proses
inovasi, yang memungkinkan untuk menunda investasi sampai mitigasi ketidakpastian . Penghentian
ini meningkatkan fleksibilitas manajerial.
6.3 Implikasi Terhadap Kebijakan Publik
Tujuan dari kebijakan publik untuk inovasi sering untuk mendorong pengembangan proyekproyek yang terlibat dalam ketidakpastian besar. Seperti yang telah kita bahas di atas, ketidakpastian
berada di jantung keputusan untuk menghentikan proyek. Kebijakan publik dapat mengatur alat untuk
mengurangi ketidakpastian tersebut - misalnya, dengan berinvestasi dalam perkembangan teknologi
terkait dengan penghentian, dengan membantu melalui pendanaan atau melalui proyek percontohan
bersama. Aspek kunci di sini adalah memperpendek waktu ke pasar dan mitigasi ketidakpastian
teknologi. Tentu saja, tindakan kebijakan yang menyangkut proyek-proyek dengan penghentian harus
hati-hati dianalisis oleh para pembuat kebijakan - apalagi bagi para pengelola lembaga publik yang
menjalankan kebijakan inovasi, karena memerlukan keserasian yang baik dengan perusahaan.
7. Kesimpulan
Literatur tentang model manajemen proyek inovasi telah didominasi oleh pendekatan one size fits - all untuk pemodelan dan menafsirkan proses inovasi. Pendekatan ini cenderung mengabaikan
kontinjensi penting yang berhubungan dengan proyek-proyek inovasi nyata. Banyak sarjana dan
praktisi telah membangun pola pikir mereka pada pendekatan ini dan mengabaikan bahwa sejumlah
faktor penting dapat membentuk proses inovasi dan menuntut pendekatan manajemen baru dan caracara untuk mengatur inovasi. Meskipun beberapa penulis telah menunjukkan ketidakpuasan dengan
pendekatan one size - fits - all, pendekatan kontingensi untuk model inovasi tetap memiliki
kesenjangan penting untuk diisi.
Penulis telah membahas penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: konfigurasi
proses inovasi mana yang sesuai yang sebuah situasi tertentu, dan apa alasan di balik pilihan ini?
Penulis mengamati proyek-proyek inovasi yang sukses yang telah mengikuti alur yang berbeda dari
yang dijelaskan dalam literatur. Literatur menunjukkan beberapa model yang dibahas pada awal
tulisan ini. Model ini memiliki aktivitas utama : pembangkitan ide, seleksi, pengembangan, difusi /
peluncuran / penjualan. Kami disebut urutan ini model tradisional - from Idea to launch" (Gambar 1.).
Model tradisional banyak dikritik , seharusnya inovasi radikal harus dianalisis dengan tools
lainnya dari sekedar tool financial yang sebagian besar digunakan untuk evaluasi inovasi inkremental,
termasuk pengembalian investasi (ROI), discounted cash flow, dan net present value. Pertanyaan
penelitian penulis didirikan untuk menantang linearitas urutan yang tetap fi, yaitu, pembangkitan ide seleksi - pengembangan - difusi / peluncuran / penjualan. penulis melakukan sejumlah besar studi
kasus karena ingin hal berikut: (a) memiliki jumlah kasus yang memadai i, dan (b) memiliki beberapa
contoh setiap proses sehingga kita bisa memahami alasan di balik itu. Dengan memeriksa studi kasus
ini, penulis mengusulkan tipologi delapan jenis proses inovasi dan kontinjensi yang menjelaskan
masing-masing dari mereka.

JURNAL TECHNOVATION
INNOVATION PROCESSES : WICH PROCESS FOR WICH PROJECT
(M. S. SALERNO et al)

RESUME JURNAL
INNOVATION PROCESSES : WICH PROCESS FOR WICH PROJECT
(M. S. SALERNO et al)

Anda mungkin juga menyukai