Anda di halaman 1dari 4

Evidence Based Management of Severe Sepsis and Septic Shock

Abstrak
Sepsis tetap menjadi sebuah diagnosis yang mematikan diseluruh rumah sakit di Amerika
Serikat. Hal ini terus terjadi peningkatan morbiditas, mortalitas dan konsumsi sumberdaya,
meskipun dalam dekade ini penelitian dilakukan secara intensif dan kemajuan teknologi yang
pesat. Dalam beberapa tahun terakhir sumbangsih bidang ilmiah telah menunjukkan hasil
yang nyata. Artikel ini merangkum literatur terkini dan pendapat ahli tentang topik penting
ini, dan memberikan pendekatan khusus untuk pengelolaan sepsis pada tahun 2006.
Pendahuluan
Lebih dari 750.000 kasus sepsis terjadi di Amerika Serikat per tahun, dengan angka 3 kasus
per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan adanya 900.000 kasus infark miokard akut per
tahun, dan 700.000 kasus stroke akut. Angka kasar kematian sepsis (29%), AMI (25%), dan
stroke (23%). Tingkat kematian untuk kasus yang berkembang menjadi sepsis berat atau syok
septik pada penelitian Bleeker adalah 40% pada sepsis berat dan 50% pada syok sepsis.
Untuk biaya yang dikeluarkan akibat perkembangan sepsis adalah $ 22.100, atau jika
diterjemahkan menjadi biaya nasional tahunan $ 16.700.000.000.
Definisi
Definisi telah ada sejak tahun 1992 oleh The American College of Chest Physicians and
the Society for Critical Care Medicine Consensus , dan

telah bertahan dalam jangka

waktu lama serta melalui beberapa kajian. The systemic inflamation Respon Syndrome
(SIRS) adalah sindrom klinis yang dihasilkan dari sebuah stimulus eksogen yang
menyebabkan disregulasi keseimbangan homeostasis tubuh terhadap mekanisme pro dan
anti-inflamasi. Hal ini dapat dipicu oleh penyebab seperti trauma, luka bakar, racun,
ingestions, pankreatitis, barotrauma paru, dan

infeksi. Kriteria diagnostik untuk SIRS

diringkas dalam Tabel 1. Sepsis didefinisikan sebagai SIRS yang dihasilkan oleh infeksi.
Sepsis berat membutuhkan gejala tambahan yaitu hipotensi atau disfungsi organ, contoh
tercantum dalam Tabel 2. Syok septik terjadi ketika sepsis berat refrakter terhadap resusitasi
cairan, atau ketika agen pressor diperlukan.

Patofisiologi
Sepsis terjadi ketika agen infeksi atau produk biokimia menyebabkan respon perlindungan
inflamasi dari host menjadi tidak teratur. Respon imunologi yang tidak sesuai ini menyebar
ke jaringan yang terluka dan mendorong lingkungan untuk mngeluarkan agen pro-inflamasi
dan pro-koagulan. Hal ini telah dijelaskan dengan baik seperti peradangan intravascular yang
ganas, karena tidak diatur, menyebar di luar port de entry, dan pertahanan diri.
Hasil dari inflamasi sepsis yang hebat adalah kerusakan sistem organ yang progresif. Hal ini
merupakan hasil dari sebuah kekacauan yang unik dari gangguan kompleks perfusi jaringan
dan disfungsi seluler. Dalam syok kardiogenik atau hemoragik, penurunan curah jantung
menyebabkan hipotensi, hipoperfusi, dan metabolisme sel anaerobik.
Pada syok septik ada interaksi yang jauh lebih kompleks yaitu vasodilatasi patologis,
distribusi aliran yang diubah, hipovolenia relatif atau mutlak , depresi fungsi miokard, dan
toksisitas langsung pada mitokondria dan seluler.
Monitoring dan endpoint
Patofisiologi yang telah diuraikan di atas diterjemahkan ke dalam parameter klinis dan
laboratorium dengan indikator hemodinamik dan status perfusi pasien. Parameter ini juga
menggambarkan kemungkinan adanya usaha resusitasi di akhir pertolongan dan berfungsi
sebagai indicator secara umum terhadap pengobatan.
Hipotensi merupakan manifestasi kardinal dari sepsis. Berarti rata-rata tekanan darah arteri
(MAP) di bawah 65 mmHg menandakan perfusi yang tidak memadai dan hipoksia jaringan.
Manifestasi klinis nonspesifik dari hipoksia jaringan dapat mencakup perubahan status
mental, oliguria, ileus, dan perubahan kulit.
Tekanan vena sentral (CVP) merupakan indikator penting untuk menilai kecukupan resusitasi
cairan. Kegagalan dalam resusitasi atau rumatan CVP >8 mmHg berhubungan dengan
prognosis yang buruk pada sepsis berat dan syok sepsis. Kisaran target CVP yang ideal
adalah 8-12 mmHg. Pada pasien dengan ventilasi mekanik pada positive end expiratory
pressure (PEEP), target harus disesuaikan setidaknya 12-15 mmHg untuk mengkompensasi
kenaikan tekanan intra-toraks.

Variabel oksigen derivate seperti central venous oxygen saturation (SvO2) atau mixed venous
oxygen saturation (SMVO2) juga dapat memberikan gambaran hipoksia jaringan.
Bagaimanapun juga tindakan ini, merupakan penjumlahan dari perhitungan jumlah
oksigenasi dalam seluruh aliran balik vena, oleh karena itu tidak mencerminkan hipoperfusi
distributif relatif organ tertentu. Meskipun demikian, saturasi di bawah 70% berkorelasi
dengan hipoksia jaringan global dan prognosis yang buruk pada sepsis berat dan syok septik.
Indikator biokimia untuk hipoksia jaringan dan metabolisme anaerob adalah asidosis
metabolik dan tingkat laktat plasmayang meningkat. Pada kenyataannya, hiperlaktatemia
dapat mendahului penurunan tekanan darah pada pasien dari sepsis ke sepsis berat, karena itu
parameter screening penting pada pasien demam dengan normotensif. Hal ini dapat
mengakibatkan tidak hanya dari metabolisme anaerob akibat hipoperfusi, tetapi juga dari
kegagalan langsung metabolisme mitokondria selular, peningkatan glikolisis, dan penurunan
clearance dari hepar. Dalam sepsis berat, kadar laktat dalam darah memeiliki nilai prognostic
lebih tinggi dari pada ukuran derivate oksigen, dan plasma laktat > 4 mmol / L menunjukkan
prognosis yang buruk.
The Surviving Sepsis Campaign
Pada tahun 2004, sebuah komite yang mewakili konsensus 11 organisasi profesional
menerbitkan Surviving Sepsis Campaign (SSC) Pedoman pengelolaan sepsis berat dan syok
septik. Termasuk 47 rekomendasi spesifik yang telah dinilai, berdasarkan pengkajian literatur
terkini. Berikut ini adalah review rekomendasi yang dipilih, dengan referensi terbaru dan
telah didiskusikan
Antibiotik dan Manejemen Infeksi
Menurut definisi sepsis merupakan konsekuensi dari infeksi. Upaya untuk mengidentifikasi
dan mengelola lokasi klinis infeksi sangatlah penting. Meskipun hal ini tampakn jelas,
sebuah penelitian menunjukkan Angka kejadianyang mengejutkan mengenai tidak
memadainya atau tidak adanya hasil pemeriksaan, dan terapi antibiotik yang suboptimal atau
tidak. Di satu percobaan prospektif besar dengan lebih dari 2.000 pasien, pengobatan dengan
antibiotik terbukti terjadi resistensi pada 32% pasien. Kematian berkurang dari 34% menjadi
18%ketika antimikroba yang tepat diresepkan pada awal onset sepsis.
Pilihan antibiotik didasarkan pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, pengumpulan data
termasuk pencitraan, data pengecatan gram, dan pengetahuan lokal dan regional mengenai

pola resistensi dan data epidemiologi. Lokasi utama infeksi pada sepsis berat dan syok septic
adalah intra-abdomen (termasuk urinary) dan paru lebih dari 90% kasus.
Waktu optimum pemberian antibiotic masih belum jelas. Pedoman SCC menunjukkan bahwa
rejimen anti-mikroba harus dimulai dalam waktu satu jam setelah

diagnosis sepsis

ditegakkan. Meskipun tidak ada data mengenai waktu krusial yang membentuk interval time
to antibiotic. SSC juga merekomendasikan bahwa antibiotik dievaluasi kembali setelah 4872 jam untuk menentukan keadekuatan anti-mikroba, dan untuk menyingkirkan obat yang
tidak diperlukan.
Selain pengobatan antimikroba, manajemen dari sumber infeksi sangat penting. Drainase
abses, debridement jaringan, dan menghilangkan kateter pembuluh darah yang berpotensi
terinfeksi adalah contoh intervensi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai