peraturan2
yang
terkait
dengan
pembangunan,
perumahan
dan
pemukiman,
perkotaan,konstruksi dan tata ruang
PERATURAN-PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN PEMBANGUNAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN, PERKOTAAN, KONSTRUKSI DAN TATA
RUANG KOTA
Peraturan-Peraturan yang ada dan terkait yang harus perhatikan dalam
Pembangunan, contohnya adalah:
1. Peratutan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
2. Peraturan Pembangunan Perkotaan
3. Peraturan Pembangunan Konstruksi dan Tata Ruang
Untuk yang pertama akan mambahas tentang Peraturan Pembangunan
Perumahan & Permukiman yang terkait.
A. Peratutan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
PENJELASAN KHUSUS SEKTOR PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
I. SUB SEKTOR USAHA PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Pengembangan usaha dalam sektor perumahan dan permukiman pada
dasarnya harus mengikuti:
a. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman.
b. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional (BKP4N) No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei
2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP).
A. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Tidak Bersusun.
Pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun harus
mengikuti Kawasan Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten, terdiri dari:
1. Rumah sederhana.
2. Rumah menengah.
3. Rumah mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:
1. Pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun harus mengikuti
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman
Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun dan
peraturan perubahannya.
2. Pembangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik
Pembangunan
Perumahan
Sangat
Sederhana
dan
peraturan
perubahannya.
3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah
wajib menerapkan ketentuan lingkungan hunian yang berimbang sesuai
dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-384 Tahun
1992, No. 739/KPTS/1992 dan No. 09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri
Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No.
d. Jaringan pengumpul air hujan dan atau sistem resapan air hujan.
2. Utilitas umum, seperti:
a. Jaringan gas.
b. Jaringan telepon.
c. Penyediaan air bersih.
d. Jaringan listrik.
e. Pembuangan sampah.
f. Pemadam kebakaran.
3. Pengembang (Developer) menyediakan tanah untuk:
a. Sarana pendidikan.
b. Sarana kesehatan.
c. Sarana olahraga dan lapangan terbuka.
d. Sarana pemerintahan dan pelayanan umum.
e. Sarana peribadahan.
f. Sarana pemakaman sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
F. Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary
Mortgage Facility/SMF)
Dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan perumahan dan
permukiman diperlukan pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan
melalui perusahaan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan (SMF) yang
mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998.
G. Usaha Jasa Profesional
Sebagai usaha penunjang sub sektor pembangunan perumahan dan
permukiman, terbuka kegiatan usaha jasa profesional di bidang
perumahan dan permukiman yang terdiri dari:
1. Jasa Konsultan Pembangunan Properti (Property Development
Consultant).
2. Jasa Penilai Properti (Property Valuation/Appraisal).
3. Jasa Perantara Properti (Property Agent termasuk Brokerage).
4. Jasa Pengelola Properti (Property Management).
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat
selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Nasional No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal
23 Juni 1995 tentang Tatalaksana Pendaftaran Dalam Pembinaan Badan
Usaha dan Jasa Profesional di Bidang Pembangunan Perumahan dan
Permukiman.
H. Bidang Usaha Prasarana dan Sarana Perumahan dan Permukiman
Bidang usaha prasarana dan sarana perumahan dan permukiman tidak
hanya di kawasan perumahan dan permukiman, tapi termasuk pula di
kawasan perkotaan, pedesaan, kawasan industri, dan kawasan fungsional
lainnya.
1. Bidang Air Bersih
Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian
dan pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk
sebagian atau keseluruhan dari sistem penyediaan air bersih yang
meliputi lingkup pekerjaan:
a. pengambilan air baku:
bangunan pengambilan/penangkapan air baku.
b. Transmisi:
1) pipa transmisi unit produksi, bangunan air baku ke unit produksi;
2) pipa transmisi unit instalasi ke distribusi.
c. unit produksi:
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan
pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib :
a. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan
penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang;
b. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan
membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan
pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan
melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan
konsolidasi tanah;
e. melakukan penghijauan lingkungan;
f. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g. membangun rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat
pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan
pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatankegiatan :
a. pematangan tanah;
b. penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
c. penyediaan prasarana lingkungan;
d. penghijauan lingkungan;
e. pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun
lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa
rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan
setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah
matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar
hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan
tanpa rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berupa kegiatan-kegiatan :
a. perbaikan atau pemugaran;
b. peremajaan;
c. pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang bertujuan untuk
mengembangkan kegiatan
jasa konstruksi nasional;
4. Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bagi penyedia
jasa, pengguna
jasa, dan masyarakat;
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
konstruksi.
Pasal 2
Lingkup pengaturan pembinaan jasa konstruksi meliputi bentuk
pembinaan, pihak yang dibina,
penyelenggara pembinaan, serta pembiayaan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pembinaan.
BAB II
PENYELENGGARAAN PEMBINAAN
Bagian Pertama Umum
Pasal 3
Bentuk pembinaan jasa konstruksi meliputi :
a. pengaturan;
b. pemberdayaan; dan
c. pengawasan.
Pasal 4
(1) Pihak yang harus dibina dalam penyelenggaraan pembinaan jasa
konstruksi terdiri atas
penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat.
(2) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Usaha orang perseorangan;
b. Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang bukan berbadan
hukum.
(3) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Orang perseorangan;
c. Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang bukan berbadan
hukum.
Bagian Kedua
Pembinaan terhadap Penyedia Jasa
Pasal 5
(1) Pembinaan jasa konstruksi terhadap penyedia jasa dilakukan untuk
meningkatkan
pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajibannya.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan :
1. menetapkan kebijakan nasional pengembangan jasa konstruksi dan
pengaturan jasa
konstruksi;
2. menerbitkan dan menyebarluaskan peraturan perundang-undangan
jasa konstruksi dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan menetapkan
kebijakan, meliputi :
1. pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi;
2. pengembangan usaha termasuk upaya mendorong kemitraan
fungsional yang sinergis;
3. dukungan lembaga keuangan untuk memberikan prioritas, pelayanan,
kemudahan, dan
akses dalam memperoleh pendanaan;
4. dukungan lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas,
pelayanan, kemudahan,
dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko;
5. peningkatan kemampuan teknologi, sistem informasi serta penelitian
dan pengembangan
teknologi.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna
tertib usaha, tertib
penyelenggaraan, tertib pemanfaatan jasa konstruksi mengenai :
1. persyaratan perizinan;
2. ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi;
3. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;
4. ketentuan keselamatan umum;
5. ketentuan ketenagakerjaan;
6. ketentuan lingkungan;
7. ketentuan tata ruang;
8. ketentuan tata bangunan;
9. ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa
konstruksi.
(5) Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dapat
didekonsentrasikan atau ditugas-pembantuankan kepada Pemerintah
Daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota
menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi untuk melaksanakan tugas otonomi daerah
mengenai :
a. pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi;
b. peningkatan kemampuan teknologi jasa konstruksi;
c. pengembangan sistem informasi jasa konstruksi;
d. penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
e. pengawasan tata lingkungan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota.
(2) Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah Propinsi
dilakukan dengan
cara :
a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi;
dengan cara :
a. memberikan penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan jasa
konstruksi;
b. memberikan informasi tentang ketentuan keteknikan, keamanan,
keselamatan dan
kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat;
c. meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap kewajiban
pemenuhan tertib
penyelenggaraan konstruksi dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan
konstruksi;
d. memberikan kemudahan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pengawasan untuk
turut
serta
mencegah
terjadinya
pekerjaan
konstruksi
yang
membahayakan kepentingan
dan keselamatan umum.
Bagian Kelima
Tata Laksana Pembinaan
Pasal 12
(1) Pelaksanaan pembinaan terhadap penyedia jasa, pengguna jasa, dan
masyarakat oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Pasal 7,
Pasal 9, dan Pasal 11 dapat dilakukan bersama-sama dengan Lembaga.
(2) Dalam hal Lembaga Daerah belum terbentuk, maka pembinaan jasa
konstruksi
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama
Lembaga Nasional.
Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi, unit kerja yang
ditunjuk oleh Menteri,
unit kerja yang ditunjuk oleh Gubernur, unit kerja yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota, dan
Lembaga bertugas :
a. menyusun rencana dan program pelaksanaan pembinaan;
b. melaksanakan pembinaan;
c. melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi;
d. menyusun laporan pertanggungjawaban.
(2) Rencana dan program pembinaan jasa konstruksi disusun dengan
memperhatikan masukan
dari masyarakat.
(3) Pemantauan (monitoring) dan evaluasi hasil pembinaan jasa
konstruksi dilakukan secara
berkala, dan merupakan masukan bagi penyusunan rencana pembinaan.
(4) Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan pembinaan jasa
konstruksi diatur sebagai berikut :
a. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Menteri disampaikan
kepada Menteri;
b. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Gubernur disampaikan
kepada Gubernur
dan Menteri;
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor
11 Seri C-01);
19. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Bangunan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2000 Nomor 23 Seri D)
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN TAHUN 2000 2010
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Tarakan;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah
Otonomi
yang lain sebagai badan eksekutif daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya DPRD adalah badan
legislatif daerah;
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan;
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut
BAPPEDA adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tarakan;
6. Wilayah Kota adalah wilayah perencanaan dan pertumbuhan kota yang
meliputi :
a. Kecamatan Tarakan Timur;
b. Kecamatan Tarakan Tengah;
c. Kecamatan Tarakan Barat;
d. Kecamatan Tarakan Utara;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan yang selanjutnya disebut
RTRW
Kota Tarakan adalah suatu rencana yang secara umum dapat diartikan
sebagai
suatu pola dalam pembangunan di bidang sosial, ekonomi, pemerintahan
dan
tata ruang fisik secara menyeluruh dan terpadu untuk jangka panjang;
8. Wilayah Pengembangan adalah suatu kesatuan wilayah yang
menggambarkan
kesatuan strategis pengembangan yang mencerminkan fungsi dari wilayah
yang bersangkutan;
9. Wilayah Perencanaan adalah ruang yang merupakan geografis beserta
segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek
administrasi dan atau aspek ruang fungsional;
10. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang digunakan untuk suatu
jenis
pemanfaatan tertentu;
11. Kawasan adalah suatu ruang/lahan dengan fungsi tertentu untuk
mengelompokkan kegiatannya;
12. Lingkungan adalah suatu satuan ruang yang menggambarkan
kesatuan sistem
kehidupan baik aspek sosial, budaya, ekonomi maupun pemerintahan;
13. Regional adalah suatu wilayah mencakup kehidupan keseluruhan kota
dan atau
pedesaan dalam suatu sistem tertentu;
14. Bagian Wilayah Kota yang selanjutnya disebut BWK adalah suatu
kesatuan
wilayah dari kota bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk
secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna
pelayanan fasilitas kota;
15. Pusat Kawasan adalah merupakan pusat konsentrasi berbagai
kegiatan
fungsional kota.
BAB II
PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KOTA TARAKAN
Bagian Pertama
Dasar Perencanaan Kota
Pasal 2
(1) Dalam menunjang kebijaksanaan Pemerintah terhadap pembangunan
nasional
yaitu pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur secara
merata,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kota
Tarakan
berdasarkan RTRW Kota Tarakan;
(2) RTRW Kota Tarakan dengan kedalaman rencana bagian wilayah kota
adalah
merupakan pedoman dasar serta garis kebijaksanaan utama bagi
penyusunan
rencana terinci Kota Tarakan.
Bagian Kedua
Tujuan Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan
Pasal 3
Penyusunan RTRW Kota Tarakan bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum :
a. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Nasional (PROPENAS);
b. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Propinsi (PROPEDA
Propinsi Kalimantan Timur);
c. Menunjang kebijaksanaan pengembangan wilyah Kalimantan Timur
Bagian Utara;
d. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Daerah (PROPEDA
Tarakan);
e. Menunjang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) Kota
Tarakan.
2. Tujuan Khusus :
a. Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan berdasarkan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional;
b. Penyelenggaraan pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya;
c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan
sejahtera;
2. BWK B
Kelurahan Juata Permai Utara dan sebagian Kelurahan Juata Laut
dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat kota perkantoran
perdagangan dan perumahan.
3. BWK C
Kelurahan Juata Permai Selatan dengan fungsi utama sebagai kawasan
perumahan, perikanan dan industri.
4. BWK D
Kelurahan Karang Harapan dan sebagian Kelurahan Juata Kerikil
sebagai kawasan perumahan, perikanan dan rekreasi Pulau Sadau.
5. BWK E
Kelurahan Karang Anyar Pantai dan sebagian Kelurahan Karang Anyar
dengan fungsi utama perumahan, rekreasi dan Bandar Udara Juata.
6. BWK F
Kelurahan Karang Anyar dan Kampung Satu dengan fungsi utama
sebagai kawasan perikanan, pemerintahan, pertambangan migas dan
kawasan lindung.
7. BWK G
Kelurahan Pamusian dengan fungsi utama sebagai kawasan
perumahan, perdagangan, perkantoran dan militer.
8. BWK H
Kelurahan Gunung Lingkas dengan fungsi utama sebagai kawasan
pelabuhan, perdagangan, pergudangan dan perumahan.
9. BWK I
Kelurahan Kampung Empat dengan fungsi utama sebagai kawasan
perikanan, kawasan lindung dan pariwisata bahari.
10. BWK J
Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan Kampung Enam dengan
fungsi utama sebagai kawasan rekreasi, militer, industri dan kawasan
lindung.
d. Kegiatan Pembentuk Struktur Kota Tarakan
1. Perdagangan dan Jasa
Kegiatan perdagangan dan jasa skala regional berlokasi disekitar
Simpang Tiga sedang kegiatan pusat perdagangan dan jasa berskala
lokal berlokasi disetiap Sub Pusat Kota dan Pusat BWK.
2. Pendidikan Tinggi
Kawasan Pendidikan Tinggi berlokasi di kawasan Tarakan Timur.
3. Pemerintahan
Kawasan Pusat Pemerintahan Kota berlokasi di Tarakan Tengah di
lokasi eksisting dan pusat pemerintahan baru (diproyeksikan untuk
tingkat Propinsi) berlokasi di kota baru Juata.
4. Industri
Kawasan industri dikembangkan di Juata Laut, Juata Permai, Lingkas
Ujung dan Mamburungan.
5. Pelabuhan
Pelabuhan penumpang antar pulau dan pelabuhan barang untuk
kegiatan ekspor dan impor berlokasi di Pelabuhan Malundung Lingkas
Ujung.
Pelabuhan Feri berlokasi diantara muara sungai Bengawan sampai
dengan Pelabuhan Tengkayu.
Pelabuhan perikanan berlokasi di jalan Perikanan Pelabuhan TPI
eksisting.
konsesi
pertambangan minyak diatur jarak bangunan terdekat dengan instalasi
pertambangan minyak yang ada.
6. Kawasan wisata Pantai Amal dan kawasan khusus Pulau Sadau
Pengembangan kawasan wisata Pantai Amal maximal 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan. Sempadan pantai ditetapkan sebesar 100
(seratus)
meter, ketinggian maximum tidak melampui pohon kelapa, koefisien dasar
bangunan maximum 40% (empat puluh persen) dan koefisien lantai
bangunan maximum 1,2 (satu koma dua). Pengembangan kawasan di
Pulau
Sadau tidak melampui 5% (lima persen) dari luas pulau. Pengembangan
dimungkinkan diatas pantai. Total luas lantai maximum 12.000 (dua belas
ribu) m dengan ketinggian bangunan kurang dari ketinggian pohon
kelapa
atau puncak pohon tertinggi di pulau tersebut.
Bagian Keempat
Pengembangan Kawasan Khusus
Pasal 12
(1) Kota Tarakan direncanakan memiliki 6 (enam) kawasan khusus yaitu :
a. Kawasan Pantai Barat;
b. Koridor Kegiatan Komersial;
c. Kawasan Kota Satelit Juata;
d. Kawasan Bandar Udara Juata;
e. Kawasan Wisata Pantai Amal;
f. Kawasan Wisata Khusus Pulau Sadau.
(2) Arah pembangunan pantai barat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal
ini
dibedakan atas :
a. Arah Pengembangan Umum;
b. Arah Pengembangan Khusus.
(3) Arah pengembangan umum sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini
adalah
sebagai berikut :
a. Peruntukan kegiatan di pantai barat diutamakan bagi kegiatan yang
telah
ada dan membatasi pengembangan kegiatan baru;
b. Pengembangan koridor pantai barat dilakukan tanpa mengurangi
intensitas kegiatan yang telah ada;
c. Pengembangan koridor pantai barat dilengkapi oleh rehabilitasi
kerusakan lingkungan dan meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan;
d. Pengembangan koridor pantai barat dilakukan dengan
mempertimbangkan keterbatasan daya dukung lingkungan terutama
kebutuhan akan air bersih.
(4) Arah pengembangan khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini
terdiri
dari :
a. Pasar Beringin dengan rencana pengembangan :
1. Penanggulangan dan pengendalian pencemaran lingkungan disekitar
pantai;
2. Penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah dan air kotor,
menghindari
perdagangan ilegal dan penyeludupan;
n. Penguatan basis pertahanan dan keamanan udara terpadu;
o. Pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi dengan efektif dan
efisien sebagai sumber pendapatan Pemerintah Kota;
p. Pengembangan perangkap insentif dalam penataan ruang untuk
menarik
investasi, menciptakan kondisi yang kondusif, dan menciptakan
keuntungan komparatif dibandingkan daerah lainnya;
q. Pengendalian pengembangan kawasan pantai timur atas dasar
keamanan
fisik;
r. Penyediaan ruang publik yang memadai untuk kegiatan sosial, budaya
dan sektor informal, khususnya dipusat kota dan sub pusat kota serta
lingkungan pemukiman.
(2) Pelaksanaan program investasi yang ditujukan untuk kepentingan
publik
berada pada tanggung jawab :
a. Pemerintah Daerah ;
b. Pemerintah Pusat;
c. Pemerintah Daerah dibantu Pemerintah Pusat;
d. Pemerintah Daerah bersama Perusahaan Daerah;
e. Badan Usaha Milik Daerah.
BAB VIII
WEWENANG PENETAPAN RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN
Pasal 16
(1) Kepala Daerah berwenang untuk mengambil langkah-langkah
kebijaksanaan
dalam melaksanakan RTRW Kota Tarakan secara keseluruhan sesuai
dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Dalam melaksanakan RTRW Kota Tarakan dan pengawasan
pembangunan,
Kepala Daerah dapat menunjuk aparat pelaksana dan pengawasan
pembangunan yang diberikan tugas untuk melaksanakan dan mengawasi
pembangunan kota sesuai dengan RTRW Kota Tarakan;
(3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan berupa data dan peta
ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
(1) Setiap orang atau setiap badan hukum dilarang menghambat dan atau
menghalangi pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah);
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini adalah
pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 18
(1) Selain oleh Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana pelanggaran
dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
a Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
c Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
d Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
e Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti
pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap barang bukti tersebut;
f Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
g Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang
RTRW Kota Tarakan;
i Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j Menghentikan penyidikan;
k Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang RTRW Kota Tarakan menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 19
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini
dilaksanakan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Daerah.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan.
Sumber
http://www.setneg.go.id/components/com_perundangan/docviewer.php?
id=526&filename=PP_No_30_th_2000.pdf
http://anisavitri.wordpress.com/2009/04/24/syarat-kelengkapanprasarana-dan-sarana-perumahan/
http://www.asiamaya.com/undangundang/uu_perumahan/uu_perumahan_babIV.htm
http://www.tarakankota.go.id/data/peraturan/perda152001.pdf
http://www.usdrp-indonesia.org/files/downloadContent/57.pdf