Anda di halaman 1dari 35

kumpulan

peraturan2
yang
terkait
dengan
pembangunan,
perumahan
dan
pemukiman,
perkotaan,konstruksi dan tata ruang
PERATURAN-PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN PEMBANGUNAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN, PERKOTAAN, KONSTRUKSI DAN TATA
RUANG KOTA
Peraturan-Peraturan yang ada dan terkait yang harus perhatikan dalam
Pembangunan, contohnya adalah:
1. Peratutan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
2. Peraturan Pembangunan Perkotaan
3. Peraturan Pembangunan Konstruksi dan Tata Ruang
Untuk yang pertama akan mambahas tentang Peraturan Pembangunan
Perumahan & Permukiman yang terkait.
A. Peratutan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
PENJELASAN KHUSUS SEKTOR PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
I. SUB SEKTOR USAHA PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Pengembangan usaha dalam sektor perumahan dan permukiman pada
dasarnya harus mengikuti:
a. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman.
b. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional (BKP4N) No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei
2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP).
A. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Tidak Bersusun.
Pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun harus
mengikuti Kawasan Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten, terdiri dari:
1. Rumah sederhana.
2. Rumah menengah.
3. Rumah mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:
1. Pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun harus mengikuti
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman
Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun dan
peraturan perubahannya.
2. Pembangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik
Pembangunan
Perumahan
Sangat
Sederhana
dan
peraturan
perubahannya.
3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah
wajib menerapkan ketentuan lingkungan hunian yang berimbang sesuai
dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-384 Tahun
1992, No. 739/KPTS/1992 dan No. 09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri
Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No.

04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Surat Keputusan


Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri
Negara Perumahan Rakyat.
4. Bangunan rumah tidak bersusun yang belum selesai dibangun, dapat
dijual dengan syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/ M/1995
tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah.
B. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Bersusun.
Pembangunan perumahan dan permukiman bersusun, terdiri dari:
1. Satuan rumah susun sederhana.
2. Satuan rumah susun menengah.
3. Satuan rumah susun mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman bersusun:
1. Pembangunan rumah susun harus mengikuti Undang-undang No. 16
Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun, serta memenuhi persyaratan teknik pembangunan rumah susun
sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992 dan
peraturan tambahan/ perubahan-nya.
2. Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan penerbitan Sertifikat
Hak Milik atas satuan rumah susun harus memenuhi ketentuan Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan
Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang
Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat
Hak Milik Satuan Rumah Susun.
3. Pembentukan perhimpunan penghuni rumah susun harus memenuhi
ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan
Rakyat
selaku
Ketua
Badan
Kebijaksanaan
dan
Pengendalian
Pembangunan
Perumahan
dan
Permukiman
Nasional
No.
06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian,
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni
Rumah Susun.
4. Bangunan rumah bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual
dengan syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat
Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 11/KPTS/1994 tanggal
17 Nopember 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah
Susun.
C. Pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap
Bangun (LISIBA)
Pengusahaan pembangunan KASIBA dan LISIBA untuk keperluan
perumahan dan permukiman harus mengikuti Peraturan Pemerintah No.
80 Tahun 1999 tentang KASIBA dan LISIBA yang berdiri sendiri.
D. Perusahaan pembangunan perumahan harus membangun dan
menyediakan tanah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1
Tahun 1987 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 1990
tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Sarana Umum dan Sarana
Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah.
E. Pengembang (developer) harus membangun hal-hal sebagai berikut:
1. Prasarana lingkungan seperti:
a. Jalan.
b. Saluran air limbah dan instalasi pengolahan air limbah.
c. Saluran air hujan.

d. Jaringan pengumpul air hujan dan atau sistem resapan air hujan.
2. Utilitas umum, seperti:
a. Jaringan gas.
b. Jaringan telepon.
c. Penyediaan air bersih.
d. Jaringan listrik.
e. Pembuangan sampah.
f. Pemadam kebakaran.
3. Pengembang (Developer) menyediakan tanah untuk:
a. Sarana pendidikan.
b. Sarana kesehatan.
c. Sarana olahraga dan lapangan terbuka.
d. Sarana pemerintahan dan pelayanan umum.
e. Sarana peribadahan.
f. Sarana pemakaman sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
F. Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary
Mortgage Facility/SMF)
Dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan perumahan dan
permukiman diperlukan pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan
melalui perusahaan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan (SMF) yang
mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998.
G. Usaha Jasa Profesional
Sebagai usaha penunjang sub sektor pembangunan perumahan dan
permukiman, terbuka kegiatan usaha jasa profesional di bidang
perumahan dan permukiman yang terdiri dari:
1. Jasa Konsultan Pembangunan Properti (Property Development
Consultant).
2. Jasa Penilai Properti (Property Valuation/Appraisal).
3. Jasa Perantara Properti (Property Agent termasuk Brokerage).
4. Jasa Pengelola Properti (Property Management).
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat
selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Nasional No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal
23 Juni 1995 tentang Tatalaksana Pendaftaran Dalam Pembinaan Badan
Usaha dan Jasa Profesional di Bidang Pembangunan Perumahan dan
Permukiman.
H. Bidang Usaha Prasarana dan Sarana Perumahan dan Permukiman
Bidang usaha prasarana dan sarana perumahan dan permukiman tidak
hanya di kawasan perumahan dan permukiman, tapi termasuk pula di
kawasan perkotaan, pedesaan, kawasan industri, dan kawasan fungsional
lainnya.
1. Bidang Air Bersih
Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian
dan pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk
sebagian atau keseluruhan dari sistem penyediaan air bersih yang
meliputi lingkup pekerjaan:
a. pengambilan air baku:
bangunan pengambilan/penangkapan air baku.
b. Transmisi:
1) pipa transmisi unit produksi, bangunan air baku ke unit produksi;
2) pipa transmisi unit instalasi ke distribusi.
c. unit produksi:

instalasi pengolahan air.


d. distribusi:
1) reservoir;
2) jaringan distribusi utama, sekunder, tersier;
3) sambungan pelanggan (SR).
e. pengadaan jasa:
1) pengoperasian;
2) pemeliharaan;
3) penurunan kebocoran;
4) pencatatan meter;
5) penagihan.
2. Bidang Sampah
Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian
dan pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk
sebagian atau keseluruhan dari sistem pengelolaan sampah yang meliputi
lingkup pekerjaan:
a. Pengadaan fasilitas:
1) tempat pembuangan sementara (TPS);
2) tempat pembuangan akhir (TPA);
3) fasilitas pengolahan sampah;
4) pengadaan alat angkut sampah;
5) pengumpulan sampah dari rumah-rumah.
b. Pengadaan jasa:
1) pengumpulan sampah;
2) pengangkutan sampah;
3) pengolahan sampah;
4) pengelolaan TPA;
5) penagihan.
3. Bidang Air Limbah
Terdiri dari pembangunan, pengelolaan, rehabilitasi, penyewaan dan
penambahan untuk sebagian atau keseluruhan dari sistem pengelolaan air
limbah yang meliputi lingkup pekerjaan:
a. Pengadaan fasilitas:
1) pembangunan jaringan pengumpul;
2) instalasi pengolahan air limbah (IPAL);
3) pengadaan alat angkut limbah;
4) pengadaan sambungan rumah.
b. Pengadaan jasa:
1) pengoperasian;
2) pemeliharaan;
3) pengumpulan air limbah;
4) penagihan.
Bentuk usaha di bidang prasarana dan sarana perumahan dan
permukiman (air bersih, sampah dan air limbah) dapat berupa:
a. usaha patungan/kerjasama antara swasta dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998;
b. diusahakan oleh swasta sendiri dengan pengawasan/izin Pemerintah
Daerah setempat.
4. Pembangunan dan Pengusahaan Gedung Perkantoran
a. Kegiatan pembangunan suatu gedung perkantoran disamping harus
memenuhi standar internasional, juga harus mengacu pada ketentuan
yang telah diatur dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung. Yang

dimaksud dengan standar internasional adalah mempunyai persyaratan


fasilitatif bagi kegiatan administrasi modern baik di bidang pemerintahan
maupun di bidang kegiatan usaha;
b. Pembangunan gedung perkantoran mengacu kepada ketentuan tentang
bangunan gedung dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) luas lantai sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) lokasi gedung perkantoran sesuai dengan rencana lingkungan
permukiman (detail bestenings plan) yang disahkan dalam rangka master
plan kota/ daerah yang bersangkutan;
3) mendapat izin bangunan dari suatu instansi pemerintah yang
memenuhi kualifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
c. Bangunan gedung perkantoran yang belum selesai dibangun dapat
dijual, yang pelaksanaannya mengacu kepada Pedoman Perikatan Jual Beli
Satuan Rumah Susun (Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No.
11/KPTS/1994).
5. Pembangunan dan pengusahaan gedung parkir, gedung asrama,
gedung pusat perbelanjaan dan lain-lain, harus memenuhi ketentuan yang
berlaku untuk pembangunan gedung perkantoran.
Berikut adalah Undang-Undang yang mengatur tentang Pembangunan
Perumahan & Permukiman
Pasal 19
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan
kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan
terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditujukan untuk :
a. menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan
lingkungan permukiman;
b. mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas
lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling
dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan
kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan
kerja.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1) Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan satu bagian atau lebih
dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan
dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya meliputi penyediaan :
a. rencana tata ruang yang rinci;
b. data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah;
c. jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.
(3) Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor
mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum sebagian
diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap bangun

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha milik negara
dan/atau badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk
itu.
(3) Pembentukan badan lain serta penunjukan badan usaha milik negara
dan/ atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap bangun, badan
usaha milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dan ayat (3) dapat bekerjasama dengan badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha swasta di bidang
pembangunan perumahan.
(5) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
menghilangkan wewenang dan tanggung jawab badan usaha milik negara
atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6) Persyaratan dan tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri
sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan
oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah
memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan
konsolidasi tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan
siap bangun hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik
tanah yang bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun yang berdiri
sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah oleh masyarakat pemilik tanah,
hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas
tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan
siap bangun yang belum berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat
dilakukan kepada Pemerintah melalui badan-badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di bidang
pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau
di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.

Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan
pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib :
a. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan
penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang;
b. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan
membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan
pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan
melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan
konsolidasi tanah;
e. melakukan penghijauan lingkungan;
f. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g. membangun rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat
pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan
pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatankegiatan :
a. pematangan tanah;
b. penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
c. penyediaan prasarana lingkungan;
d. penghijauan lingkungan;
e. pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun
lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa
rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan
setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah
matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar
hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan
tanpa rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berupa kegiatan-kegiatan :
a. perbaikan atau pemugaran;
b. peremajaan;
c. pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28

(1) Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman


sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mengupayakan
langkah-langkah pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
B. Peraturan Pembangunan Perkotaan
Pembangunan Perkotaan
Sasaran
pembangunan
perkotaan
pada
Repelita
VI
adalah
terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih efisien
dan efektif dalam pemanfaatan sumber daya alamnya dengan mengacu
pada rencana tata ruang kota yang berkualitas, termasuk pengelolaan
administrasi pertanahan yang lebih tertib dan adil, dan ditunjang oleh
kelembagaan pemerintah yang makin siap melaksanakan otonomi daerah;
makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat dan
dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan, baik melalui
organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha
perseorangan; meningkatnya kesejahteraan masyarakat; berkurangnya
penduduk miskin di perkotaan; serta meningkatnya kualitas fisik
lingkungan di perkotaan.
Dalam upaya mencapai sasaran-sasaran pembangunan perkotaan
tersebut, kebijaksanaan pembangunan perkotaan dalam Repelita VI
adalah
mengembangkan
dan
memantapkan
sistem
perkotaan;
meningkatkan kemampuan dan produktivitas kota; meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia; memantapkan kelembagaan dan
kemampuan
keuangan
perkotaan;
melembagakan
pengelolaan
pembangunan yang terencana dan terpadu; memantapkan perangkat
peraturan pendukung pembangunan perkotaan; serta meningkatkan
kualitas lingkungan fisik dan sosial ekonomi perkotaan.
Pembangunan perkotaan dalam Repelita VI dilaksanakan melalui berbagai
program, yaitu:
a) pemantapan fungsi kota;
b) pembangunan prasarana dan sarana kota,
c) pengembangan ekonomi perkotaan;
d) peningkatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan;
e) peningkatan peranserta masyarakat;
f) pemantapan keuangan perkotaan;
g) pemantapan kelembagaan pemerintahan kota; dan
h) penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan.
Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Kota
Sejalan dengan pengembangan sistem perkotaan nasional, dikembangkan
sistem prasarana dan sarana yang mendukung mantapnya keterkaitan
antar kota dan antara kota dan kawasan dalam sistem perkotaan nasional
tersebut. Sistem prasarana dan sarana serta sistem kota-kota yang saling
terkait tersebut ditunjukkan dalam Lampiran Peta Prasarana Indonesia.
Pembangunan prasarana dan sarana dasar perkotaan sejak Repelita V
dilaksanakan antara lain melalui Program Pembangunan
Prasarana Kota Terpadu (P3KT) atau Integrated Urban infrastructures
development program (IUIDP). Penekanan program ini adalah pada
peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan urusan-

urusan yang menjadi tanggungjawabnya secara otonom dalam


pembangunan prasarana. Pemerintah pusat berperan memberikan
pembinaan teknis sedangkan perencanaan dan implementasinya
merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah.
Dalam Repelita VI, program ini dijabarkan dalam sub-sub program,
sebagai berikut :
a) Peningkatan penyediaan jaringan listrik dan telekomunikasi, terutama
untuk kawasan khusus, seperti kawasan industri dan kawasan cepat
berkembang.
b) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi kota untuk
meningkatkan pelayanan kota dalam hal penyediaan aksesibilitas di dalam
kota, kelancaran, keamanan dan kenyamanan pemakai jalan di dalam
kota dengan tarif terjangkau.
c) Peningkatan pelayanan air bersih kepada masyarakat kota dan kawasan
industri.
d) Peningkatan prasarana penyehatan lingkungan permukiman, seperti
jaringan pematusan, pengolahan limbah dan persampahan.
e) Pengembangan dan perbaikan fasilitas perumahan termasuk
pengembangan kawasan perumahan berskala besar dan pembangunan
kota baru serta revitalisasi kawasan-kawasan budaya dan bersejarah.
f) Pengembangan perangkat-perangkat kelembagaan, keuangan dan
pengembangan sumber daya manusia.
Keseluruhan sub-sub program ini dikoordinasikan dalam bentuk
kegiatan/paket-paket proyek pembangunan perkotaan atau Urban
Development Program (UDP) yang sebagian besar dibiayai dari bantuan
luar negeri.
Pada akhir Repelita V (tahun 1993/94) telah dilaksanakan 19 paket UDP
yang meliputi 140 Dati II dan 236 kota. Pada tahun pertama Repelita VI
(1994/95) terdapat tambahan paket UDP baru, yaitu di Pulau-Pulau
Kawasan Timur Indonesia melalui paket Eastern Islands UDP, Surabaya,
dan Semarang-Surakarta, untuk meningkatkan pelayanan di 8 Dati II
yang meliputi 8 Kota. Kemudian pada tahun kedua Repelita VI (1995/96)
ada tambahan paket UDP baru yaitu untuk wilayah Kalimantan yang
meliputi 5 Dati II. Pada tahun ketiga Repelita VI (1996/97) dilakukan
perbaikan pendekatan UDP dengan menitik beratkan pada pengembangan
kota-kota yang terkait dalam satu sistem dan bukan lagi penanganan kota
secara satu per satu. Sistem kota-kota dalam UDP ini sejalan dengan
pengembangan sistem perkotaan dalam kawasan-kawasan andalan
nasional. Pada tahun ketiga Repelita VI, juga telah ditambahkan paket
UDP baru untuk wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, yang
seluruhnya meliputi 101 Dati II dan 126 Kota. UDP di ketiga wilayah ini
merupakan kelanjutan (putaran kedua) dari UDP sebelumnya di kawasan
tersebut yang pelaksanaannya selesai pada Repelita V, dengan memberi
kesempatan bagi Dati II lainnya yang belum masuk dalam UDP putaran
pertama. Selanjutnya pada tahun keempat Repelita VI (tahun 1997/98)
terdapat tambahan paket UDP yang juga merupakan UDP kelanjutan
(putaran kedua) untuk wilayah Sulawesi, Metro Botabek, dan Bali, yang
meliputi 53 Dati II dan 79 Kota. Dengan demikian, secara keseluruhan
sampai dengan tahun
keempat pelaksanaan Repelita VI (1997/98) paket UDP telah mencakup
27 propinsi yang meliputi 223 Dati II dan 326 kota.
Melalui program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) diupayakan

peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan sarana dan


prasarana perkotaan. Untuk mendukung daerah dalam membangun
kebutuhan prasarana dan sarananya, telah disediakan pinjaman
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang disalurkan melalui
Rekening Pinjaman Daerah (RPD). Pada akhir tahun Repelita V (1993/94),
telah disalurkan pinjaman RPD sebesar Rp. 666,5 milyar. Pada tahun
pertama Repelita VI (1994/95) telah disalurkan tambahan pinjaman
sebesar Rp. 162 milyar. Pada kedua Repelita VI (tahun 1995/96) telah
disalurkan pula tambahan pinjaman RPD sebanyak Rp. 159 milyar. Pada
tahun ketiga Repelita VI (1996/97) disalurkan tambahan pinjaman RPD
sebanyak Rp. 57 milyar. Secara keseluruhan sampai dengan tahun
keempat Repelita VI telah disalurkan pinjaman RPD sebanyak Rp. 1.196
milyar bagi pembangunan PDAM di 138 Dati II, serta pembangunan
prasarana persampahan, air limbah, terminal dan rumah sakit di 78 Dati
II.
Unsur lingkungan hidup dan budaya mulai tahun 1996/97 dikembangkan
sebagai bagian dalam pembangunan prasarana perkotaan. Bali Urban
Infrastructure Program (BUIP) adalah paket proyek pembangunan
prasarana dan sarana perkotaan yang memasukkan aspek peningkatan
kualitas lingkungan
hidup
di perkotaan
(urban
environmental
management) dan aspek penyelamatan obyek peninggalan bersejarah
serta pelestarian kawasan budaya.
Dari segi kebijaksanaan pemberdayaan pemerintah daerah, sejak tahun
1996/97 telah dikembangkan dalam Inpres Dati II, komponen Bantuan
Prasarana Dasar Perumahan dan Permukiman (Inpres BPDP) dimana
pemerintah daerah tingkat II menjadi pengelola utama kegiatan tersebut.
Pada tahun kelima Repelita VI direncanakan untuk dilaksanakan paket
UDP untuk kota Bandar Lampung dan sistem kota-kota yang terkait dalam
kawasan andalan yang dilayani oleh kota tersebut. Direncanakan pula
untuk mengembangkan sistem kota-kota dan pusat kegiatan di Pulau
Lombok, Nusa Tenggara Barat untuk mendukung pengembangan
pariwisata. Selain itu, direncanakan pula untuk mengembangkan kotakota menengah dan kota kecil melalui peningkatan kualitas dan cakupan
pelayanan prasarana dan sarana perkotaan, khususnya pelayanan air
bersih di program-program di Kawasan Timur Indonesia.
B. Peraturan Pembangunan Konstruksi dan Tata Ruang
Berikut adalah Pasal-Pasal yang mengatur tentang penggunaan jasa
konstruksi dalam melakukan pembangunan dengan NO 30 Tahun 2000.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri
atas Presiden beserta para Menteri;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah
otonom yang lain
sebagai Badan Eksekutif Daerah;
3. Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang bertujuan untuk
mengembangkan kegiatan
jasa konstruksi nasional;
4. Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bagi penyedia
jasa, pengguna
jasa, dan masyarakat;
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
konstruksi.
Pasal 2
Lingkup pengaturan pembinaan jasa konstruksi meliputi bentuk
pembinaan, pihak yang dibina,
penyelenggara pembinaan, serta pembiayaan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pembinaan.
BAB II
PENYELENGGARAAN PEMBINAAN
Bagian Pertama Umum
Pasal 3
Bentuk pembinaan jasa konstruksi meliputi :
a. pengaturan;
b. pemberdayaan; dan
c. pengawasan.
Pasal 4
(1) Pihak yang harus dibina dalam penyelenggaraan pembinaan jasa
konstruksi terdiri atas
penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat.
(2) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Usaha orang perseorangan;
b. Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang bukan berbadan
hukum.
(3) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Orang perseorangan;
c. Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang bukan berbadan
hukum.
Bagian Kedua
Pembinaan terhadap Penyedia Jasa
Pasal 5
(1) Pembinaan jasa konstruksi terhadap penyedia jasa dilakukan untuk
meningkatkan
pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajibannya.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan :
1. menetapkan kebijakan nasional pengembangan jasa konstruksi dan

pengaturan jasa
konstruksi;
2. menerbitkan dan menyebarluaskan peraturan perundang-undangan
jasa konstruksi dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan menetapkan
kebijakan, meliputi :
1. pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi;
2. pengembangan usaha termasuk upaya mendorong kemitraan
fungsional yang sinergis;
3. dukungan lembaga keuangan untuk memberikan prioritas, pelayanan,
kemudahan, dan
akses dalam memperoleh pendanaan;
4. dukungan lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas,
pelayanan, kemudahan,
dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko;
5. peningkatan kemampuan teknologi, sistem informasi serta penelitian
dan pengembangan
teknologi.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna
tertib usaha, tertib
penyelenggaraan, tertib pemanfaatan jasa konstruksi mengenai :
1. persyaratan perizinan;
2. ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi;
3. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;
4. ketentuan keselamatan umum;
5. ketentuan ketenagakerjaan;
6. ketentuan lingkungan;
7. ketentuan tata ruang;
8. ketentuan tata bangunan;
9. ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa
konstruksi.
(5) Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dapat
didekonsentrasikan atau ditugas-pembantuankan kepada Pemerintah
Daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota
menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi untuk melaksanakan tugas otonomi daerah
mengenai :
a. pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi;
b. peningkatan kemampuan teknologi jasa konstruksi;
c. pengembangan sistem informasi jasa konstruksi;
d. penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
e. pengawasan tata lingkungan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota.
(2) Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah Propinsi
dilakukan dengan
cara :
a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi;

b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi;


c. melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan;
d. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk
terpenuhinya tertib
penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi.
(3) Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi
dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara :
a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi;
b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi;
c. melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan;
d. menerbitkan perizinan usaha jasa konstruksi;
e. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk
terpenuhinya tertib
penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi.
Bagian Ketiga
Pembinaan terhadap Pengguna Jasa
Pasal 8
(1) Pembinaan jasa konstruksi terhadap pengguna jasa dilakukan untuk
menumbuhkan
pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajiban pengguna jasa dalam
pengikatan dan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Pasal 9
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi
dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara :
a. memberikan penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan jasa
konstruksi;
b. memberikan informasi tentang ketentuan keteknikan, keamanan,
keselamatan dan
kesehatan kerja serta tata lingkungan setempat;
c. menyebarluaskan ketentuan perizinan pembangunan;
d. melaksanakan pengawasan untuk terpenuhinya tertib penyelenggaraan
dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi.
Bagian Keempat
Pembinaan terhadap Masyarakat
Pasal 10
Pembinaan jasa konstruksi terhadap masyarakat dilakukan untuk
menumbuhkan pemahaman
akan peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan nasional,
kesadaran akan hak dan
kewajiban guna mewujudkan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan
tertib pemanfaatan.
Pasal 11
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi
terhadap masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah

dengan cara :
a. memberikan penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan jasa
konstruksi;
b. memberikan informasi tentang ketentuan keteknikan, keamanan,
keselamatan dan
kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat;
c. meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap kewajiban
pemenuhan tertib
penyelenggaraan konstruksi dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan
konstruksi;
d. memberikan kemudahan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pengawasan untuk
turut
serta
mencegah
terjadinya
pekerjaan
konstruksi
yang
membahayakan kepentingan
dan keselamatan umum.
Bagian Kelima
Tata Laksana Pembinaan
Pasal 12
(1) Pelaksanaan pembinaan terhadap penyedia jasa, pengguna jasa, dan
masyarakat oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Pasal 7,
Pasal 9, dan Pasal 11 dapat dilakukan bersama-sama dengan Lembaga.
(2) Dalam hal Lembaga Daerah belum terbentuk, maka pembinaan jasa
konstruksi
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama
Lembaga Nasional.
Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi, unit kerja yang
ditunjuk oleh Menteri,
unit kerja yang ditunjuk oleh Gubernur, unit kerja yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota, dan
Lembaga bertugas :
a. menyusun rencana dan program pelaksanaan pembinaan;
b. melaksanakan pembinaan;
c. melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi;
d. menyusun laporan pertanggungjawaban.
(2) Rencana dan program pembinaan jasa konstruksi disusun dengan
memperhatikan masukan
dari masyarakat.
(3) Pemantauan (monitoring) dan evaluasi hasil pembinaan jasa
konstruksi dilakukan secara
berkala, dan merupakan masukan bagi penyusunan rencana pembinaan.
(4) Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan pembinaan jasa
konstruksi diatur sebagai berikut :
a. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Menteri disampaikan
kepada Menteri;
b. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Gubernur disampaikan
kepada Gubernur
dan Menteri;

c. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Bupati/Walikota


disampaikan kepada
Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri.
BAB III
PEMBIAYAAN
Pasal 14
(1) Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa konstruksi yang
dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dibebankan kepada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa konstruksi yang
dilakukan oleh Pemerintah
Propinsi diatur sebagai berikut :
a. Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan tugas dekonsentrasi
dan tugas
pembantuan dibebankan kepada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara;
b. Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan otonomi daerah
dibebankan kepada
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa konstruksi yang
dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten dan Pemerintah Kota diatur sebagai berikut :
a. Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan tugas pembantuan
dibebankan kepada
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan tugas otonomi daerah
dibebankan
kepada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(4) Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa konstruksi yang
dilakukan oleh Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur oleh Lembaga yang
bersangkutan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundangundangan mengenai
pembinaan jasa konstruksi yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan
ataupun belum diubah
atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan
tetap berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Ini adalah salah satu contoh mengenai Peraturan Pembangunan Tata
Ruang
Kota.
Karena
pemerintah
sudah
menetapkan
adanya
Perda/Peraturan Daerah, maka masing-masing kotapun membuat

Peraturan-Peraturan yang bertujuan untuk mengatur tata ruang kota agar


terkordinasi dengan baik.
Berikut adalah Kota Tarakan yang telah menggunakan Otonomi Daerahnya
dengan membuat Perda mengenai Tata Ruang Kota Tarakan.
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Jalan (Lembaran
Negara
Tahun 1960 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3274);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3501);
6. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan
Kotamadya
Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3711);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3888);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undangundang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1992 tentang Tata Cara
Pengairan
Air;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai
Dampak Lingkungan;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;
17. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1990 tentang pengelolaan
Kawasan
Hutan Lindung;
18. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang

Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor
11 Seri C-01);
19. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Bangunan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2000 Nomor 23 Seri D)
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN TAHUN 2000 2010
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Tarakan;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah
Otonomi
yang lain sebagai badan eksekutif daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya DPRD adalah badan
legislatif daerah;
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan;
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut
BAPPEDA adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tarakan;
6. Wilayah Kota adalah wilayah perencanaan dan pertumbuhan kota yang
meliputi :
a. Kecamatan Tarakan Timur;
b. Kecamatan Tarakan Tengah;
c. Kecamatan Tarakan Barat;
d. Kecamatan Tarakan Utara;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan yang selanjutnya disebut
RTRW
Kota Tarakan adalah suatu rencana yang secara umum dapat diartikan
sebagai
suatu pola dalam pembangunan di bidang sosial, ekonomi, pemerintahan
dan
tata ruang fisik secara menyeluruh dan terpadu untuk jangka panjang;
8. Wilayah Pengembangan adalah suatu kesatuan wilayah yang
menggambarkan
kesatuan strategis pengembangan yang mencerminkan fungsi dari wilayah
yang bersangkutan;
9. Wilayah Perencanaan adalah ruang yang merupakan geografis beserta
segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek
administrasi dan atau aspek ruang fungsional;
10. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang digunakan untuk suatu
jenis
pemanfaatan tertentu;
11. Kawasan adalah suatu ruang/lahan dengan fungsi tertentu untuk
mengelompokkan kegiatannya;
12. Lingkungan adalah suatu satuan ruang yang menggambarkan
kesatuan sistem
kehidupan baik aspek sosial, budaya, ekonomi maupun pemerintahan;
13. Regional adalah suatu wilayah mencakup kehidupan keseluruhan kota

dan atau
pedesaan dalam suatu sistem tertentu;
14. Bagian Wilayah Kota yang selanjutnya disebut BWK adalah suatu
kesatuan
wilayah dari kota bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk
secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna
pelayanan fasilitas kota;
15. Pusat Kawasan adalah merupakan pusat konsentrasi berbagai
kegiatan
fungsional kota.
BAB II
PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KOTA TARAKAN
Bagian Pertama
Dasar Perencanaan Kota
Pasal 2
(1) Dalam menunjang kebijaksanaan Pemerintah terhadap pembangunan
nasional
yaitu pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur secara
merata,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kota
Tarakan
berdasarkan RTRW Kota Tarakan;
(2) RTRW Kota Tarakan dengan kedalaman rencana bagian wilayah kota
adalah
merupakan pedoman dasar serta garis kebijaksanaan utama bagi
penyusunan
rencana terinci Kota Tarakan.
Bagian Kedua
Tujuan Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan
Pasal 3
Penyusunan RTRW Kota Tarakan bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum :
a. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Nasional (PROPENAS);
b. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Propinsi (PROPEDA
Propinsi Kalimantan Timur);
c. Menunjang kebijaksanaan pengembangan wilyah Kalimantan Timur
Bagian Utara;
d. Menunjang Program Pembangunan Lima Tahun Daerah (PROPEDA
Tarakan);
e. Menunjang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) Kota
Tarakan.
2. Tujuan Khusus :
a. Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan berdasarkan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional;
b. Penyelenggaraan pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya;
c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan
sejahtera;

2. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan


sumber daya binaan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
binaan
secara berdayaguna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia;
4. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mengendalikan serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5. mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Bagian Ketiga
Peran dan Fungsi Kota Tarakan
Pasal 4
Peran dan fungsi Kota Tarakan adalah :
1. Peran :
a. Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa serta Pelayanan Regional;
b. Sebagai Pusat Koleksi dan Distribusi;
c. Sebagai Kota Transit.
2. Fungsi :
a. Kota Perdagangan dan Jasa;
b. Kota Industri;
c. Kota Pariwisata;
d. Kota Pendidikan.
BAB III
RENCANA KOTA
Bagian Pertama
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pasal 5
(1) RTRW Kota Tarakan dengan kedalaman Rencana Bagian Wilayah Kota
Tarakan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah meliputi seluruh wilayah Kota
Tarakan;
(2) RTRW Kota Tarakan disusun dan dirumuskan dalam bentuk uraian dan
peta,
yang meliputi :
a. Struktur Pemanfaatan Ruang Kota;
b. Pola Pemanfaatan Ruang Kota;
c. Pola dan Intensitas Bangunan;
d. Pengembangan Kawasan Khusus;
e. Kebijaksanaan Penatagunaan Sumber Daya Alam.
(3) Strategi pengembangan wilayah Daerah didasarkan pada faktor
internal dan
eksternal yang menjadi peluang maupun hambatan bagi pengembangan
Daerah;
(4) RTRW Kota Tarakan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini,
ditetapkan
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun yang selanjutnya disebut jangka
panjang dan dibagi dalam tahap 5 (lima) tahunan.
Bagian Kedua
Peninjauan Kembali Tata Ruang Wilayah
Pasal 6
(1) Wilayah RTRW Kota Tarakan meliputi wilayah kota sebagaimana
dimaksud
Pasal 5 ayat (2) Peraturan Daerah ini yang diproyeksi seluas areal optimal

yaitu 657,33 Km2;


(2) RTRW Kota Tarakan yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali yang
disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dinamika pembangunan.
BAB IV
ARAH PENGEMBANGAN KOTA DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KOTA
Bagian Pertama
Arah Pengembangan Kota
Pasal 7
Dalam rangka mencapai fungsi dan peranan kota sebagaimana dimaksud
Pasal 4
Peraturan Daerah ini, maka kegiatan usaha yang berperan menunjang
fungsi kota
adalah :
1. Meningkatkan kapasitas dan jangkauan pelayanan transit dan
perdagangan
dalam lingkup wilayah;
2. Menyiapkan ruang kota bagi pertambahan penduduk dan perluasan
fungsi kota
dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang;
3. Meningkatkan intensitas perekonomian dan pelayanan diberbagai
bagian
wilayah kota secara merata;
4. Mendorong pertumbuhan kegiatan perekonomian diluar sektor
pertambangan
dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam secara
berkelanjutan;
5. Meningkatkan kenyamanan, kesehatan serta kelestarian lingkungan;
6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat kota Tarakan.
Bagian Kedua
Strategi Pengembangan Kota
Pasal 8
Strategi pengembangan kota sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (3)
Peraturan
Daerah ini secara menyeluruh sampai dengan tahun 2010 meliputi :
1. Pengembangan pusat-pusat pergerakan dan transaksi melalui
prasarana
pelabuhan, bandara, pergudangan transit, perkantoran dan pusat bisnis;
2. Pengembangan industri pengolahan untuk sumber daya perikanan dan
prasarana galangan kapal;
3. Pemanfaatan sumber daya alam migas secara lebih efisien untuk
meningkatkan
pendapatan dasar;
4. Pengembangan sumber-sumber air untuk penyediaan air bersih kota
beserta
prasarananya;
5. Pegelolaan kawasan lindung secara efektif untuk mempertahankan
kelestarian
ekosistem dan merehabilitasi kerusakan lingkungan;
6. Pembatasan pengembangan di pantai timur melalui pengalokasian
ruang
budidaya dan lindung;

7. Pengembangan pulau Sadau sebagai kawasan perencanaan yang


disesuaikan
dengan aspirasi masyarakat;
8. Penyediaan ruang bagi kegiatan informal dan sosial untuk menanggung
kepentingan berbagai pihak;
9. Perkuatan upaya pertahanan dan keamanan, terutama melalui
pertahanan udara
dan keamanan laut untuk menangkal penyeludupan;
10. Penyiapan institusi yang berwenang dalam penataan ruang;
11. Penyiapan perangkat insentif/kemudahan bagi semua pihak untuk
menarik
penanaman modal dan kegiatan ekonomi prospektif;
12. Pengembangan prasarana dan sarana pendidikan untuk menyiapkan
sumber
daya manusia, terutama pada tingkatan pendidikan tinggi;
13. Perkuatan daya dukung dan daya saing pelayanan diberbagai bidang
dan
kegiatan perkotaan.
BAB V
RENCANA TATA RUANG KOTA TARAKAN
Bagian Pertama
Struktur Pemanfaatan Ruang Kota
Pasal 9
Struktur ruang kota dibentuk oleh :
1. Pengembangan kegiatan utama kota :
Kegiatan utama yang akan dikembangkan di Daerah adalah kegiatan
pelayanan, perdagangan dan jasa dengan bertumpu pada kegiatan utama
tersebut, aktifitas perkotaan yang menjadi derivasinya akan memiliki
skala
pelayanan Daerah atau wilayah yang lebih luas.
2. Pengembangan sistem pusat kegiatan kota :
Sistem pusat-pusat kegiatan kota merupakan pemusatan aktifitas
pelayanan
penduduk untuk bagian wilayah kota tertentu, yang meliputi :
a. Pusat Kota
Merupakan pusat kegiatan yang melayani seluruh kebutuhan Daerah
dan/atau wilayah belakangnya di Kalimantan Timur bagian utara, pusat
pelayanan primer tersebut berlokasi disekitar Simpang Tiga dan
Pelabuhan
Malundung.
b. Sub Pusat Kota
Merupakan pusat kegiatan yang melayani sebagian wilayah kota baik satu
atau lebih kecamatan, sub pusat untuk bagian utara ditetapkan di Juata
Laut dan sub pusat untuk bagian selatan ditetapkan disekitar Brigrad dan
Kampung Enam.
c. Pusat Bagian Wilayah Kota
Merupakan pusat tersier yang melayani satu atau lebih kelurahan yang
meliputi :
1. BWK A
Kelurahan Juata Laut dan sebagian kelurahan Juata Kerikil dengan
fungsi utama sebagai kawasan pendidikan, militer, perumahan dan
kawasan lindung.

2. BWK B
Kelurahan Juata Permai Utara dan sebagian Kelurahan Juata Laut
dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat kota perkantoran
perdagangan dan perumahan.
3. BWK C
Kelurahan Juata Permai Selatan dengan fungsi utama sebagai kawasan
perumahan, perikanan dan industri.
4. BWK D
Kelurahan Karang Harapan dan sebagian Kelurahan Juata Kerikil
sebagai kawasan perumahan, perikanan dan rekreasi Pulau Sadau.
5. BWK E
Kelurahan Karang Anyar Pantai dan sebagian Kelurahan Karang Anyar
dengan fungsi utama perumahan, rekreasi dan Bandar Udara Juata.
6. BWK F
Kelurahan Karang Anyar dan Kampung Satu dengan fungsi utama
sebagai kawasan perikanan, pemerintahan, pertambangan migas dan
kawasan lindung.
7. BWK G
Kelurahan Pamusian dengan fungsi utama sebagai kawasan
perumahan, perdagangan, perkantoran dan militer.
8. BWK H
Kelurahan Gunung Lingkas dengan fungsi utama sebagai kawasan
pelabuhan, perdagangan, pergudangan dan perumahan.
9. BWK I
Kelurahan Kampung Empat dengan fungsi utama sebagai kawasan
perikanan, kawasan lindung dan pariwisata bahari.
10. BWK J
Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan Kampung Enam dengan
fungsi utama sebagai kawasan rekreasi, militer, industri dan kawasan
lindung.
d. Kegiatan Pembentuk Struktur Kota Tarakan
1. Perdagangan dan Jasa
Kegiatan perdagangan dan jasa skala regional berlokasi disekitar
Simpang Tiga sedang kegiatan pusat perdagangan dan jasa berskala
lokal berlokasi disetiap Sub Pusat Kota dan Pusat BWK.
2. Pendidikan Tinggi
Kawasan Pendidikan Tinggi berlokasi di kawasan Tarakan Timur.
3. Pemerintahan
Kawasan Pusat Pemerintahan Kota berlokasi di Tarakan Tengah di
lokasi eksisting dan pusat pemerintahan baru (diproyeksikan untuk
tingkat Propinsi) berlokasi di kota baru Juata.
4. Industri
Kawasan industri dikembangkan di Juata Laut, Juata Permai, Lingkas
Ujung dan Mamburungan.
5. Pelabuhan
Pelabuhan penumpang antar pulau dan pelabuhan barang untuk
kegiatan ekspor dan impor berlokasi di Pelabuhan Malundung Lingkas
Ujung.
Pelabuhan Feri berlokasi diantara muara sungai Bengawan sampai
dengan Pelabuhan Tengkayu.
Pelabuhan perikanan berlokasi di jalan Perikanan Pelabuhan TPI
eksisting.

Pelabuhan Pertamina berlokasi di Lingkas Ujung diantara Pelabuhan


Feri sampai dengan Pelabuhan Malundung.
Pelabuhan bahan bangunan berlokasi di pantai barat Kelurahan Karang
Anyar Pantai.
6. Bandara
Bandar Udara Juata direncanakan dikembangkan dengan penambahan
panjang landasan pacu, perluasan areal bandara dan menyediakan
fasilitas navigasi yang memadai.
7. Pariwisata
Wisata pantai dikembangkan di Pantai Amal.
8. Militer
Alokasi ruang untuk kegiatan pertahanan dan keamanan baru berlokasi
di Juata Laut. Pantai Amal selain sebagai kawasan wisata juga sebagai
lokasi bagi pendaratan amfibi.
9. Pertambangan
Kegiatan pertambangan migas berlokasi di Juata Laut, Juata Tambo,
Juata Sesanip, Kampung Empat, Kampung Enam dan Kampung Satu.
10. Kawasan Usaha Peternakan
Kawasan usaha peternakan berlokasi di kawasan Tarakan Utara.
4. Pengembangan Sistem Jaringan Jalan
Jaringan jalan kota Tarakan direncanakan membangun struktur lingkar
UtaraSelatan dilengkapi pola radial terhadap Sub Pusat Kota dan Pusat BWK.
Jalan
Yos Sudarso- Mulawarman-Juata Laut yang membentuk Poros UtaraSelatan
merupakan jalan Kolektor. Jalan Perikanan, jalan Jenderal Sudirman, jalan
Brigrad dan jalan Amal termasuk jalan Sekunder. Jalan Sebengkok dan
jalan
Mamburungan termasuk jalan Kolektor Sekunder. Diluar itu, jalan lainnya
berfungsi sebagai jalan Lokal.
Bagian Kedua
Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tarakan
Pasal 10
(1) Pola pemanfaatan ruang terdiri dari Kawasan Budidaya dan Kawasan
Lindung;
(2) Rencana pengembangan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud
ayat (1)
Pasal ini sebagai berikut :
a. Mempertahankan dan memperluas kawasan hutan lindung dan hutan
produksi terbatas terutama mengendalikannya dari kemungkinan alih
fungsi lahan untuk kegiatan budidaya;
b. Pengendalian konversi lahan hutan untuk kegiatan lainnya di hutan
konversi melalui pengkajian secara ketat;
c. Mengatur pemanfaatan ruang terbangun di kawasan dataran untuk
mempertahankan imbuhan air tanah melalui lahan-lahan terbuka;
d. Mengendalikan dan pembatasan pembangunan fisik oleh kegiatan
perkotaan di kawasan perbukitan yang rawan erosi dan longsor;
e. Mengendalikan pembangunan oleh kegiatan budidaya di sepanjang
bantaran sungai, pantai dan mata air yang termasuk sempadan
masingmasing;
f. Merehabilitasi pulihnya ekosistem mangrove pada lokasi eksisting;

g. Mengendalikan pemanfaatan hutan rawa untuk kegiatan lainnya yang


mengubah ekosisten rawa;
h. Merehabilitasi kawasan yang mengalami kerusakan lingkungan oleh
dampak kegiatan di kawasan perbukitan, seperti kawasan yang terkena
banjir lumpur/pasir ;
i. Merelokasi kawasan pemukiman yang berada di kawasan perbukitan ke
kawasan yang sesuai;
j. Memugar dan mengkonservasi bangunan peninggalan sejarah dan
budidaya di lokasi eksisting.
(3) Rencana pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
ayat (1)
Pasal ini dibedakan atas 2 (dua) yaitu :
a. Kawasan Pemukiman
Pengembangan kawasan pemukiman dilakukan sesuai kondisi setempat
yaitu :
1. Perbaikan lingkungan perumahan panggung di pesisir pantai barat
melalui penataan kembali serta penyediaan sarana dan prasarana
lingkungan;
2. Intensifikasi pembangunan pada kawasan pusat kota melalui pola
pembangunan perumahan secara vertikal;
3. Penertiban kawasan perumahan ilegal dan kumuh dikaitkan dengan
pembangunan rumah susun sederhana;
4. Penertiban pemukiman yang berlokasi di dalam kawasan lindung dan
mengupayakan relokasi dengan mempertimbangkan pola kehidupan
semula;
5. Pembangunan perumahan skala besar, terutama untuk golongan
ekonomi menengah ke atas di kota Satelit Juata dengan sarana dan
prasarana pendukungnya;
6. Pemugaran dan pemeliharaan bangunan dan lingkungan bersejarah;
7. pemberian insentif dan subsidi silang dalam penyediaan perumahan
bagi golongan ekonomi menengah kebawah, dengan melibatkan
berbagai kelembagaan, baik Pemerintah, Swasta maupun masyarakat.
b. Sistem Pusat Kegiatan Pelayanan
Pengembangan sistem pusat kegiatan pelayanan direncanakan sebagai
berikut :
1. Pengembangan sistem pusat kegiatan pelayanan kota diarahkan sesuai
dengan sistem perwilayahan kota;
2. Pusat kegiatan pelayanan baru akan dikembangkan di kota Satelit
Juata.
(4) Rencana sistem sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud ayat (1)
Pasal
ini adalah sebagai berikut :
a. Jaringan Air Bersih
Penyediaan air bersih bertujuan untuk memberikan pelayanan air bersih
yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat dengan jaminan
kualitas, kuantitas dan kontinuitas penyediaannya, dengan rencana yang
akan dikembangkan :
1. Peningkatan kapasitas IPA yang ada dari 95 liter/detik menjadi 120
liter/detik yaitu melalui peningkatan IPA Kampung Bugis dan
Persemaian;
2. Pembangunan IPA baru dengan kapasitas 380 liter/detik dengan air
baku bersumber dari sungai yang berpotensi dan layak untuk

menjamin ketersediaan air pada sungai tersebut perlu dibangun


waduk yang representatif;
3. Pembangunan Reservoir air bersih;
4. Pengembangan jaringan distribusi;
5. Pembangunan penampungan air hujan (PAH) di daerah-daerah yang
belum terjangkau PDAM.
b. Jaringan Dranaise
Rencana penanggulangan banjir di Kota Tarakan adalah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan gorong-gorong ditepi jalan utama (jalan Mulawarman,
jalan Yos Sudarso);
2. Perbaikan drainase dan gorong-gorong di Kelurahan Karang Rejo
dan Sebengkok dengan pembangunan saluran yang memadai untuk
menembus ke jalan Yos Sudarso;
3. Perbaikan drainase dan gorong-gorong di bagian timur laut jalan
Sulawesi, Kampung Enam serta dibangun saluran yang memadai
untuk menembus hulu sungai Pamusian;
4. Normalisasi sungai Lelanga untuk mengatasi genangan di Kelurahan
Pamusian;
5. Dibangun saluran-saluran pembuangan langsung ke laut untuk
mengatasi genangan di jalan Mulawarman;
6. Dibangun saluran dan bangunan penangkap pasir untuk mengurangi
sedimen yang dapat mendangkalkan saluran drainase;
7. Melestarikan kawasan berfungsi lindung melalui penghijauan untuk
mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi badan air permukaan;
8. Penertiban sempadan sungai menurut ketetapan yang berlaku.
c. Jaringan Air Kotor
Pengolahan limbah cair domestik di Kota Tarakan direncanakan sebagai
berikut :
1. Pengolahan Limbah Cair Domestik Komunal
Sampai dengan tahun 2010 direncanakan dibangun 10 (sepuluh)
instalasi pengolahan limbah komunal yang melayani 15.000 (lima
belas ribu) Kepala Keluarga (KK) atau 75.000 (tujuh puluh lima ribu)
jiwa.
2. Pengolahan limbah cair domestik setempat Kelurahan.
3. Pembuangan air kotor di daerah kelurahan direncanakan melalui
peningkatan sistem pembuangan jamban cemplung atau tidak
berjamban menjadi pembuangan dengan sistem tangki septik.
4. Pengolahan limbah cair domestik setempat kawasan rumah
panggung.
5. Untuk kawasan rumah panggung ditepi pantai yang sebagian besar
dihuni nelayan direncanakan sistem tangki septic yang sesuai dengan
pasang surut.
d. Energi Primer
Penyediaan energi primer direncanakan melalui :
1. Peningkatan kapasitas tangki penimbunan 15% (lima belas persen)
hingga 25% (dua puluh lima persen) dari kondisi eksisting;
2. Peningkatan sistem pengamanan pipa migas untuk ekspor melalui
penetapan rambu-rambu jaringan pipa dan pembebasan area dalam
radius 20 (dua puluh) meter dari jaringan pipa terpasang.
e. Jaringan Listrik
Pertumbuhan agregat kebutuhan energi listrik untuk Daerah sebagai
berikut :

1. Laju pertambahan kebutuhan 3% (tiga persen) sampai dengan 5%


(lima persen) per tahun hingga tahun 2002 dengan peningkatan
pelanggan yang linier;
2. Laju pertambahan kebutuhan meningkat menjadi 4% (empat persen)
sampai dengan 6% (enam persen) per tahun pada tahun 2003 sampai
dengan 2006;
3. Laju pertambahan kebutuhan meningkat menjadi 6% (enam persen)
sampai dengan 8% (delapan persen) per tahun pada tahun 2006
sampai dengan 2008;
4. Pada tahun 2009 sampai dengan 2010 laju pertumbuhan energi listrik
relatif terkendali yaitu antara 8% (delapan persen) sampai 10%
(sepuluh persen);
5. Kapasitas PLTG direncanakan sebesar 5 (lima) MVA sampai 25 (dua
puluh lima) MVA.
f. Jaringan Telekomunikasi
Dengan asumsi setiap SST melayani 5 (lima) sampai dengan 10
(sepuluh) orang penduduk maka hingga tahun 2010 direncanakan
penambahan kapasitas satuan sambungan antara 10.000 SST sampai
40.000 SST.
g. Persampahan
Sampai tahun 2010 direncanakan pembangunan 2 (dua) TPA baru di
kawasan Tarakan Barat dan Tarakan Utara dan kawasan Tarakan Timur
dengan luas masing-masing 7 (tujuh) Ha, dimana 4,9 (empat koma
sembilan) Ha disediakan untuk penimbunan sampah dan 2,1 (dua koma
satu) Ha untuk pengomposan dan daur ulang dengan kriteria
pembangunan TPA baru adalah :
1. Jenis tanah kedap air;
2. Muka air tanah kurang 3 (tiga) meter;
3. Permeabilitas tanah kurang dari 10,6 cm/detik;
4. Lahan kurang produktif;
5. Pemanfaatan sebagai TPA minimal 10 (sepuluh) tahun;
6. Jarak terhadap sumber air lebih dari 100 (seratus) meter pada bagian
hilir aliran;
7. Jarak terhadap badan air permukaan yang digunakan untuk sumber
air bersih kurang dari 50 (lima puluh) meter;
8. Kemiringan kurang dari 20% (dua puluh persen);
9. Jarak daerah pelayanan sekitar 10 (sepuluh) Km;
10. Bebas banjir, bukan merupakan kawasan berfungsi lindung dan tidak
terletak pada zona bahaya geologi;
11. Kriteria lain yang dipertimbangkan adalah faktor iklim (hujan, angin)
ketersediaan tanah penutup status, kapasitas dan produktifitas tanah,
kemungkinan bau, kebisingan, estetika dan kepadatan penduduk.
(5) Rencana pengembangan sistem transportasi sebagaimana dimaksud
Pasal 1
Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan sistem transportasi sebagai salah satu faktor penentu
terwujudnya struktur kota;
2. Pengembangan sistem transportasi diarahkan pada terbentuknya suatu
jaringan transportasi yang optimum, baik untuk darat, laut maupun
udara;
3. Peningkatan integrasi antara sistem angkutan laut, udara dan darat
melalui penyediaan fasilitas penghubung;

4. Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem angkutan


umum
sebagai modal alternatif yang menjadi referensi masyarakat kota
Tarakan;
5. Mendorong terpeliharanya kualitas lingkungan hidup melalui
pengurangan tingkat konsumsi bahan bakar minyak dan penurunan
tingkat pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi gas buang.
Bagian Ketiga
Pola Dan Intensitas Kawasan Terbangun
Pasal 11
Pola intensitas kawasan terbangun ditetapkan sebagai berikut :
1. Bagian wilayah kota pusat kota lama Tarakan (BWK A dan B)
Intensitas kawasan terbangun kurang dari 80% (delapan puluh persen),
koefisien dasar bangunan maximal 80% (delapan puluh persen) untuk
kapling di tepi jalan, dan maximal 60% (enam puluh persen) untuk
kaplingkapling
selebihnya. Sebagian BWK A dan B berada di bawah bidang
Permukaan Kerucut Lapangan Terbang, sehingga ketinggian bangunan
tidak
diperkenankan melampui 15,7 m (lima belas koma tujuh) meter dari
permukaan Bandara Juata.
2. Kawasan Bandar Udara Juata (BWK C)
Di kawasan ini, intensitas kawasan terbangun tidak melampui 50% (lima
puluh persen), koefisien dasar bangunan maximum 60% (enam puluh
persen). Pembangunan dikendalikan agar tidak mengganggu keselamatan
penerbangan. Di bawah permukaan transisi penerbangan perlu bebas dari
bangunan. Ketinggian bangunan atau menara di bawah permukaan
horizontal dalam tidak boleh dari 15,7 m (lima belas koma tujuh) meter
dari
permukaan tanah landasan pacu.
3. Selatan Kota Satelit Juata (BWK C dan D)
Intensitas kawasan terbangun tidak lebih dari 40% (empat puluh persen)
karena beberapa bagian yang berbukit merupakan kawasan lindung dan
sebagian kawasan tambak. Ketinggian bangunan maximum ditetapkan
15,7 m (lima belas koma tujuh) meter dari permukaan tanah landasan
pacu.
Koefisien Dasar Bangunan maximum adalah 60% (enam puluh persen).
4. Bagian wilayah kota meliputi Kota Satelit Juata (BWK H dan I)
Intensitas kawasan terbangun kurang dari 50% (lima puluh persen).
Koefisien dasar bangunan sebesar 60% (enam puluh persen) dan
koefisien
lantai bangunan maximum sebesar ketinggian maximal untuk kawasan
pusat
kota Juata 8 (delapan) lantai, sedangkan bagian lainnya maximal 4
(empat)
lantai.
5. Bagian kota sebagi kawasan-kawasan lindung (BWK E, F, G dan J)
Koefisien dasar bangunan ditetapkan tidak melampaui 60% (enam puluh
persen) koefisien lantai bangunan maximum adalah 2 (dua) lantai,
dengan
ketinggian bangunan serta intensitas kawasan terbangun pada BWK yang
berfungsi lindung ini adalah 10% (sepuluh persen). Khusus kawasan

konsesi
pertambangan minyak diatur jarak bangunan terdekat dengan instalasi
pertambangan minyak yang ada.
6. Kawasan wisata Pantai Amal dan kawasan khusus Pulau Sadau
Pengembangan kawasan wisata Pantai Amal maximal 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan. Sempadan pantai ditetapkan sebesar 100
(seratus)
meter, ketinggian maximum tidak melampui pohon kelapa, koefisien dasar
bangunan maximum 40% (empat puluh persen) dan koefisien lantai
bangunan maximum 1,2 (satu koma dua). Pengembangan kawasan di
Pulau
Sadau tidak melampui 5% (lima persen) dari luas pulau. Pengembangan
dimungkinkan diatas pantai. Total luas lantai maximum 12.000 (dua belas
ribu) m dengan ketinggian bangunan kurang dari ketinggian pohon
kelapa
atau puncak pohon tertinggi di pulau tersebut.
Bagian Keempat
Pengembangan Kawasan Khusus
Pasal 12
(1) Kota Tarakan direncanakan memiliki 6 (enam) kawasan khusus yaitu :
a. Kawasan Pantai Barat;
b. Koridor Kegiatan Komersial;
c. Kawasan Kota Satelit Juata;
d. Kawasan Bandar Udara Juata;
e. Kawasan Wisata Pantai Amal;
f. Kawasan Wisata Khusus Pulau Sadau.
(2) Arah pembangunan pantai barat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal
ini
dibedakan atas :
a. Arah Pengembangan Umum;
b. Arah Pengembangan Khusus.
(3) Arah pengembangan umum sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini
adalah
sebagai berikut :
a. Peruntukan kegiatan di pantai barat diutamakan bagi kegiatan yang
telah
ada dan membatasi pengembangan kegiatan baru;
b. Pengembangan koridor pantai barat dilakukan tanpa mengurangi
intensitas kegiatan yang telah ada;
c. Pengembangan koridor pantai barat dilengkapi oleh rehabilitasi
kerusakan lingkungan dan meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan;
d. Pengembangan koridor pantai barat dilakukan dengan
mempertimbangkan keterbatasan daya dukung lingkungan terutama
kebutuhan akan air bersih.
(4) Arah pengembangan khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini
terdiri
dari :
a. Pasar Beringin dengan rencana pengembangan :
1. Penanggulangan dan pengendalian pencemaran lingkungan disekitar
pantai;
2. Penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah dan air kotor,

air bersih dan tempat pengumpulan sampah;


3. Penataan kembali kawasan Pasar Beringin untuk membentuk
identitas (land Mark) Kota Tarakan;
4. Pengembangan kawasan Pasar Beringin dibatasi pada eksisting;
5. Menetapkan fungsi utama kawasan Pasar Beringin sebagai kawasan
perdagangan dan jasa dengan kontruksi bangunan terapung.
b. Pelabuhan Malundung dan kawasan pergudangan dengan rencana
pengembangan :
1. Pembangunan dermaga baru bagi lalu lintas penumpang yang aman,
nyaman dan efisien;
2. Pengembangan kawasan pelabuhan dan meningkatkan fasilitas
pendukung pelabuhan;
3. Mengatasi pendangkalan kolam pelabuhan melalui pengerukan
secara berkala.
(5) Arah pengembangan koridor kegiatan komersial sebagaimana
dimaksud ayat
(2) Pasal ini adalah sebagai berikut :
a. Peruntukan koridor kegiatan komersial adalah untuk kegiatan-kegiatan
perdagangan dan jasa;
b. Penataan kembali koridor kegiatan komersial dilakukan tanpa
menggusur
kegiatan yang ada;
c. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung diantaranya :
1. Trotoar bagi pejalan kaki di sepanjang kiri kanan jalan;
2. Lahan parkir diluar badan jalan;
3. Penanaman pohon disepanjang jalan untuk peneduh dan estetika;
4. Manajemen lalulintas untuk mengatasi kemacetan pada jam-jam
puncak;
5. Saluran drainase dan saluran air kotor.
(6) Arah pengembangan umum kota Satelit Juata sebagaimana dimaksud
ayat
(1) Pasal ini terdiri dari :
a. Arah Pengembangan Umum;
b. Arah Pengembangan Khusus Kawasan Industri.
(7) Arah pengembangan umum kota Satelit Juata sebagaimana dimaksud
ayat
(6) Pasal ini meliputi:
a. Perencanaan tapak bagi kegiatan yang akan berlokasi di kota Satelit
Juata;
b. Pembangunan dan pengembangan :
1. Perumahan skala besar;
2. Kegiatan perdagangan dan jasa;
3. Prasarana dan sarana sosial;
4. Parasarana dan sarana sanitasi.
c. Pengembangan kota Satelit Juata dilakukan dengan memperhatikan
daya
dukung lingkungan.
(8) Arah pengembangan kota Satelit Juata khusus untuk kawasan Industri
yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi
dengan
pertimbangan/syarat sebagai berikut :

a. Akses ke daerah bahan baku dan pasar;


b. Akses pada jaringan regional;
c. Industri besar dan menengah perlu lahan dengan kemiringan 0 5%
(nol
sampai dengan lima persen);
d. Industri berat perlu struktur geologi yang kuat pada lahan aluvial;
e. Industri yang bersifat polusif jauh dari pusat perdagangan.
(9) Rencana pengembangan Bandar Udara Juata Tarakan sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini terdiri dari :
a. Perluasan kawasan Bandara Juata dari luas eksisting 143 (seratus
empat
puluh tiga) ha;
b. Penyelesaian masalah pertanahan di kawasan Bandara Juata;
c. Mengatur penggunaan lahan di sekitar kawasan Bandara Juata untuk
meningkatkan keselamatan penerbangan;
d. Mengatasi kendala fisik (obstacle) bagi penerbangan dari dua arah;
e. Melakukan perpanjangan landasan melalui reklamasi ke arah laut.
(10) Rencana pengembangan kawasan wisata pantai Amal sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi:
a. Pengembangan kawasan pariwisata bahari di kawasan pantai Amal;
b. Kegiatan wisata bahari melayani penduduk Tarakan dan sekitarnya;
c. Pengembangan kawasan pantai Amal didukung oleh penyediaan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan;
d. Pengembangan kawasan wisata pantai Amal dilakukan dengan
mempertahankan kelestarian pantai dan perairan laut.
(11) Arah pengembangan kawasan khusus wisata Pulau Sadau
sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi :
a. Pengembangan kawasan dilakukan sesuai dengan kajian kelayakan
teknis, ekonomis dan lingkungan sebagaimana dimaksud Pasal 8 angka 7
Peraturan Daerah ini;
b. Pengembangan kawasan dilakukan sesuai dengan rencana tapak dan
rencang bangun;
c. Pengembangan kawasan didukung penyediaan sarana dan prasarana
yang
dibutuhkan termasuk transportasi ke Kota Tarakan;
d. Pengembangan kawasan dilakukan dengan menjaga kelestarian pulau
Sadau;
e. Mengupayakan relokasi bagi kawasan penimbunan batu bara dan
penataan pemukiman penduduk yang pada saat ini berada di pulau
tersebut.
Bagian Kelima
Penatagunaan Sumber Daya Alam
Pasal 13
Penatagunaan sumber daya alam Kota Tarakan meliputi :
1. Penatagunaan tanah
Arahan kebijaksanaan penatagunaan tanah di Kota Tarakan adalah :
a. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan
tanah dan pemeliharaannya adalah pada Negara, yang dalam hal ini
dilakukan oleh Daerah;
b. Hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang hak untuk
menggunakan tanah yang bersangkutan guna kepentingan yang langsung

berguna dengan penggunaan tanah itu tanpa melanggar ketentuan


Peraturan perundang-undang yang berlaku;
c. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk menggunakan tanah
tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial;
d. Perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah dalam proses
penatagunaan tanah. Pembangunan melalui peremajaan diupayakan
semaksimal mungkin dengan tetap mempertahankan nilai kepemilikan
tanah;
e. Penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari pengaturan
penguasaan
dan pemilikan tanah;
f. Karena sifatnya multi dimensi dan multi sektor, maka penatagunaan
tanah dalam prakteknya harus diselenggarakan secara koordinatif;
g. Penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi semua
kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena penatagunaan
tanah bersifat dinamis maka harus mempunyai data/peta yang terbaru
dengan tetap mengacu kepada kendala dana keterbatasan, kelayakan dan
kemampuannya;
h. Peningkatan nilai tanah sebagai akibat dari investasi Pemerintah dalam
pembangunan prasarana, sebagian harus diserahkan kepada Pemerintah
untuk dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pembangunan
prasarana lain dan atau prasarana yang sama di lokasi lain di dalam kota.
2. Penatagunaan Air
Kebijaksanaan penatagunaan air di Kota Tarakan adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan aliran sungai dilakukan secara menyeluruh dari hulu
hingga hilir dan dilakukan perlindungan terhadap keberadaan badan air,
alur air dan mata air melalui penjagaan sempadan badan perairan dan
larangan pengembangan pada kawasan tersebut.
b. Air sebagai sumber kehidupan diprioritaskan dalam pelaksanaan
pengadaannya.
c. Pemanfaatan air hujan baik secara individu maupun koleftif sebagai
sumber air alternatif mengingat terbatasnya ketersediaan sumber air.
d. Pengelolaan dan pegembangan tata ruang laut kota Tarakan yang
didasarkan pada kebijaksanaan konservasi ekosistem pantai, serta
memberikan ruang gerak terhadap kegiatan pembangunan di kawasan
pantai tanpa menambah beban baru pada lingkungan sekitar.
3. Penatagunaan Udara
Penatagunaan udara di Kota Tarakan mencakup kebijaksanaan :
a. Menjaga zona pengamanan lintas penerbangan dan lokasi bandara
Juata
dari kemungkinan pembangunan yang tidak relevan dengan fungsinya;
b. Mengoptimalkan pengembangan bentang alam kota, diantaranya
dengan
mengatur tinggi bangunan;
c. Pengaturan koridor dan penggunaan frekwensi radio, microwave dan
elektromagnetik;
d. Pengaturan transmisi distribusi listrik tegangan tinggi.
4. Penatagunaan Sumber Daya Alam lainnya
Kebijaksanaan penatagunaan sumber daya alam lain diluar tanah, air dan
udara pada prinsipnya tetap mengikuti prinsip dan orientasi pada
kebijakan

penatagunaan tanah, air dan udara.


BAB VI
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KOTA TARAKAN
Bagian Satu
Prinsip Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 14
(1) Prinsip pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan pada prinsipprinsip
pendekatan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
(legalistic approach) dengan menerapkan pendekatan yang lebih luas
dimana
prinsip berkelanjutan merupakan acuan utama;
(2) Institusi yang berwenang dalam kegiatan pengendalian ruang terdiri
dari :
a. Wilayah Perencanaan Kota meliputi :
Institusi pengendali terdiri dari Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas
Pertanahan dan Instansi terkait lainnya dengan kriteria utama
pengendalian : keadilan sosial, infrastruktur keuangan dan pertanahan.
b. Wilayah Perencanaan Kecamatan
Institusi pengendali adalah Camat sebagai PPAT dengan kriteria utama
pengendalian sosial infrastruktur dan pertanahan.
BAB VII
INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA
Pasal 15
(1) Indikasi program dalam jangka waktu rencana tahun 2001-2010 yang
diturunkan dari strategi dan kebijaksanaan pengembangan Kota Tarakan
adalah sebagai berikut :
a. Rehabilitasi kerusakan lingkungan alam, khususnya di areal pembukaan
lahan;
b. Program kawasan lindung dan penegakan hukum, terutama penertiban
kegiatan budidaya yang merambah kawasan lindung;
c. Penyiapan kantong/kolam penampungan air permukaan dilembah
perbukitan, terutama di kecamatan Tarakan Tengah;
d. Pengembangan bandar udara Juwata dan sekitarnya sehingga dapat
didarati oleh pesawat ukuran sedang dari dua arah;
e. Pengembangan pelabuhan laut umum penumpang dan barang
terintegrasi
dengan modal angkutan darat (terminal);
f. Pengembangan kawasan pergudangan transit terpadu;
g. Pengembangan kawasan publik terpadu;
h. Pengelolaan pemanfaatan air hujan sebagai alternatif sumber air bersih
di
pemukiman;
i. Pengembangan industri perikanan;
j. Pengembangan industri galangan kapal;
k. Pengembangan pendidikan tinggi untuk mempercepat peningkatan
kapasitas sumber daya manusia;
l. Pembentukan institusi pemerintahan yang mempunyai tugas dan
kewenangan di bidang penataan ruang sekaligus meningkatkan
kapasitasnya dalam manajemen perkotaan;
m. Penguatan pertahanan dan keamanan laut, khususnya untuk

menghindari
perdagangan ilegal dan penyeludupan;
n. Penguatan basis pertahanan dan keamanan udara terpadu;
o. Pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi dengan efektif dan
efisien sebagai sumber pendapatan Pemerintah Kota;
p. Pengembangan perangkap insentif dalam penataan ruang untuk
menarik
investasi, menciptakan kondisi yang kondusif, dan menciptakan
keuntungan komparatif dibandingkan daerah lainnya;
q. Pengendalian pengembangan kawasan pantai timur atas dasar
keamanan
fisik;
r. Penyediaan ruang publik yang memadai untuk kegiatan sosial, budaya
dan sektor informal, khususnya dipusat kota dan sub pusat kota serta
lingkungan pemukiman.
(2) Pelaksanaan program investasi yang ditujukan untuk kepentingan
publik
berada pada tanggung jawab :
a. Pemerintah Daerah ;
b. Pemerintah Pusat;
c. Pemerintah Daerah dibantu Pemerintah Pusat;
d. Pemerintah Daerah bersama Perusahaan Daerah;
e. Badan Usaha Milik Daerah.
BAB VIII
WEWENANG PENETAPAN RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN
Pasal 16
(1) Kepala Daerah berwenang untuk mengambil langkah-langkah
kebijaksanaan
dalam melaksanakan RTRW Kota Tarakan secara keseluruhan sesuai
dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Dalam melaksanakan RTRW Kota Tarakan dan pengawasan
pembangunan,
Kepala Daerah dapat menunjuk aparat pelaksana dan pengawasan
pembangunan yang diberikan tugas untuk melaksanakan dan mengawasi
pembangunan kota sesuai dengan RTRW Kota Tarakan;
(3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan berupa data dan peta
ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
(1) Setiap orang atau setiap badan hukum dilarang menghambat dan atau
menghalangi pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah);
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini adalah
pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 18
(1) Selain oleh Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana pelanggaran
dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
a Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
c Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
d Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
e Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti
pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap barang bukti tersebut;
f Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dibidang RTRW Kota Tarakan;
g Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang
RTRW Kota Tarakan;
i Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j Menghentikan penyidikan;
k Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang RTRW Kota Tarakan menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 19
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini
dilaksanakan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Daerah.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan.

Sumber
http://www.setneg.go.id/components/com_perundangan/docviewer.php?
id=526&filename=PP_No_30_th_2000.pdf
http://anisavitri.wordpress.com/2009/04/24/syarat-kelengkapanprasarana-dan-sarana-perumahan/
http://www.asiamaya.com/undangundang/uu_perumahan/uu_perumahan_babIV.htm
http://www.tarakankota.go.id/data/peraturan/perda152001.pdf
http://www.usdrp-indonesia.org/files/downloadContent/57.pdf

Anda mungkin juga menyukai