KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Usahatani
2.1.1 Sejarah Usahatani di Indonesia
Perkembangan pertanian dan usahatani di Indonesia pada zaman penjajahan
hingga sekarang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pertanian di
Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat
menanam apa saja, namun hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ladang
berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah
tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau
semak yang telah ditebang/dibabat setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan
tiba, ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3
4 kali, lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi. Kejadian ini
berlangsung terus menerus, setelah jangka waktu 10 - 20 tahun, para petani ladang
kembali lagi ke ladang yang pertama kali mereka buka. (Saeful, 2012)
Selanjutnya, setelah beberapa tahun kemudian sistem bersawah pun mulai
ditemukan oleh penduduk Indonesia. Dalam periode ini, orang mulai bermukim di
tempat yang tetap. Selain itu, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput
kemudian diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah
di atas tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap
disuatu lokasi yang dikenal dengan nama kampong walaupun usaha tani
persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara berladang yang berpindahpindah belum ditinggalkan.
Pada zaman Hindia-Belanda sekitar tahun 1620, sejak VOC menguasai di
Bataviakebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia,
melainkan
hanya
untuk
memperoleh
keuntungan
sebesar-besarnya
bagi
VOC. Sedangkan, pada tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia
Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang
disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai
pembagian tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru
berakhir tahun 1921. Dalam system tanam paksa (Cultuurstelsel) ini, Van den Bosch
mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian sebagian tanahnya (20%) untuk
ditanami komoditi ekspor khusunya kopi, tebu, nila dan tembakau.
(Lokollo,
2002).Kemudian
pada
tahun
1980-an
pemerintah
sistem pertanian organik, berbagai kebijakan harga dan subsidi pertanian, kebijakan
tentang ekspor-impor komoditas pertanian dan lain-lain. Sistem pertanian organik
khususnya, telah dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 1990-an dan mengusung
Indonesia go organik pada tahun 2010, sistem ini pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian mengingat rusaknya
kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan dalam waktu
lama serta pencemaran lingkungan oleh penggunaan pestisida kimia. Semua upaya
pemerintah tersebut bertujuan untuk meningkatkan distribusi pendapatan petani
sehingga dengan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian
dalam perekonomian.
2.2 Transek Desa
2.2.1 Pengertian
Arti harfiah (terjemahan lurus) dari Transek itu sendiri adalah gambar irisan
muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk
mengenali dan mengamati wilayah-wilayah Ekologi (pembagian wilayah
lingkungan alam berdasarkan sifat khusus keadaannya).
Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil
pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau
gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut.
Jenis Jenis Transek
I. Transek Berdasarkan Jenis Informasi
Jenis-jenis Transek berdasarkan jenis informasi (topik kajian) terdiri dari
tiga jenis yaitu Transek Sumber Daya Desa yang bersifat umum, Transek Sumber
Daya Alam dan Transek untuk Topik Topik Khusus. Uraian singkat ketiga jenis
transek tersebut adalah sebagai berikut :
tajam
mengenai
potensi
sumberdaya
alam
serta
permasalahan-
Pola usaha tani: mencakup jenis-jenis tanaman penting (antara lain jenisjenis local) dan kegunaanya (misalnya tanaman pangan, tanaman obat,
pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya dan sebagainya.
dan
sebagainya.
II. Transek Berdasarkan Lintasan
Selain jenis transek
dikelompokan dari segi cara penelusuran di lapangan, baik menurut garis lurus,
bukan garis lurus dan atau melalui lintasan sumber air.
tim
dan
masyarakat
berkumpul
untuk
melakukan
Berjalan mulai dari titik terendah sampai titik tertinggi atau sebaliknya
dari titik tertinggi ke titik terendah (biasanya dilakukan untuk
membandingkan kondisi lahan dan jenis usaha pertanian yang
Berkelok-kelok (zig-zag)
Hal lain disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih untuk
diamati.
Di dalam perencanaan program, transek dipergunakan untuk observasi lansung
dan
Membuat catatan-catatan hasil diskusi di setiap ( tugas anggota tim pra yang
menjadi pencatat )
III. Setelah Perjalanan
Selama berhenti dilokasi tertentu, dapat dilakukan pengambaran bagan
transek yang dibuat untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri. Tetapi,
yang sering terjadi adalah pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri.
Langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut :
Menyepakati lambang atau symbol-simbol yang dipergunakan
untuk
faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin. Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan.
Berikut ini beberapa definisi menurut beberapa pakar :
Menurut Daniel
Ilmu
usahatani
merupakan
ilmu
yang
mempelajari
cara-cara
petani
pengambilan
keputusan
seperti
di
atas,
pelaku
ekonomi
kecil,
dalammelakukan
modifikasi-modifikasi
sederhana
alokasi
digunakan
untuk
merancang
perencanaan
usahatani
biaya
dan
pendapatan
usahatanikomoditas
(ABPUKO)
tingkat
sudutpembiayaan,
teknologi
yang
pembahasan
berbeda.
akan
lebih
Dengan
banyak
demikian,
dari
ditekankan
pada
dapat
dikategorikan
sebagaibiaya
tetap,
tetapi
sering
Analisis Penerimaan
Pada dasarnya, penerimaan kotor diperoleh dari hasil perkalian antara output
denganharga satuan output. Dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam
menghitung penerimaan kotor (Adiyoga, 2010), adalah:
1) Spesifikasi output dan harga satuannya.
Pada usahatani tertentu, tidak semua output dijual untuk keperluan yang
sama.Sebagai contoh, pada usahatani kentang output dapat dijual atau dinilai
untuk tigamacam penggunaan, yaitu sebagai kentang sayur, kentang prosesing
dan bibitkentang. Harga jual kentang untuk tiga jenis penggunaan tersebut
ternyata berbeda-beda. Demikian pula untuk usahatani lain, nilai produk
sampingan harus diperhitungkan sepanjang dapat memberikan tambahan
terhadap penerimaan kotor.
2) Penggunaan harga efektif yang diterima petani.
Harga satuan output yang harus digunakan dalam ABPUKO adalah
harga output ditingkat petani (farm gate price) yang mencerminkan harga efektif
yang diterima petani.Harga ini biasanya lebih rendah dibandingkan dengan
harga pasar (grosir dan eceran)yang telah terbebani marjin pemasaran.
2.4.3
2.5
2.5.1
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Usaha Tani
Pada dasarnya sejarah usaha tani merupakan bagian dari kebudayaan manusia,
yang dahulunya berawal dari lading berpindah sampai pada pertanian lahan menetap.
pada daerah yang kami survey, umumnya masyarakat di sana memanfaatkan lahannya
untuk bercocok tanam. Komoditas yang di usahakan umumnya komoditas holtikultura.
Bapak Edi selaku petani yang kami wawancarai menuturkan, bahwa kegiatan
bercocok tanam di Desa Junrejo sudah dilakukan sejak dahulu. Kegiatan bercocok tanam
bagaikan warisan dari pendahulu-pendahulunya. Awal mulanya hamper seluruh
masyarakat Desa mengandalkan sector pertanian sebagai penghasilan utama, namun
seiring perkembangan zaman banyak generasi muda yang beralih profesi dan menjadikan
kegiatan usaha tani sebagai penghasilan samping. Komoditas yang di usahakan juga
beragam, yakni komoditas holtikultura serta tanaman pangan seperti padi. Pak Edi
Menuturkan kalau tanaman pangan seperti padi umumnya ditanam untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam keluarga, jika terdapat kelebihan stock baru akan dijual.
Komoditi utama di Junrejo pada beberapa tahun yang lalu adalah bawang, namun karena
dianggap kurang menguntungkan banyak petani yang beralih menanam komoditi lain
seperti jagung. Teknologi yang digunakan tergolong sederhana, namun semenjak
dibentuk kelompok tani sekitar tahun 2009 teknologi yang diterapkan mulai baik.
Utamanya pada moderenisasi mekanisme pertanian seperti pengunaan tractor, Pak Edi
menuturkan traktor ini merupakan bantuan dari pemerintah. Pada tahun 2010 dibentuk
gabungan kelompok tani BAGUS yang membawahi sekitar sepuluh kelompok tani yang
tersebar di wilayah Junrejo. Pak Edi menuturkan semenjak bergabung kelompok tani
mulai mudah untuk mendapatkan informasi tentang pertanian. Pada tahun 2010 pak Edi
mulai menjalin kerjasama dengan perusahaan benih jagung untuk memproduksi benih
jagung. Hampir seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani Tani Makmur
menjalin kerjasama dengan produsen benih ini.
Dari kegiatan wawancara ini dapat disimpulkan bahwa wilayah Junrejo
merupakan wilayah pertanian yang sudah ada sejak dahulu, yang merupakan mata
pencarian utama pada saat itu. Seiring berkembangnya zaman dan juga meningkatnya
kualitas Sumber Daya Manusia, pertanian menjadi kegiatan sampingan warga. Dan
semenjak dibentuk kelompok tani, kegiatan pertanian disana mulai mengunakan
teknologi yang baik serta kemampuan petani yang meningkat sehingga berhasil menjalin
kerjasama dengan perusahaan benih yang biasanya memiliki criteria khusus bila ingin
menjadi petani patnernya, dan petani di Desa Junrejo berhasil memenuhi persyaratan itu
sehingga dapat menjalin kerjasama dengan produsen benih terhitung dari tahun 2009
hingga sekarang.
4.2 Transek Desa
Transek atau Teknik Penelusuran Lokasi merupakan teknik PRA untuk
melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumber saya masyarakat, dengan cara
berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Pada
saat melakukan survey, kelompok kami menelusuri wilayah Desa Junrejo ini berangkat
dari rumah Bapak Edi menuju lahan. Lahan Bapak Edi berjarak tidak jauh dari Rumah
Bapak Edi Di sepanjang perjalanan menjumpai perumahan warga yang cukup tertata dan
memadai, kami juga menjumpai sungai yang melintas diantara perumahan warga. Tak
sampai 2 menit kami sudah mencapai lokasi lahan Pak Edi yang kebetulan sudah selesai
dipanen. Disekitar lahan terlihat saluran irigasi yang tertata baik serta jalan poros yang
sudah di aspal.
3.3 Profil Petani dan Usahatani
3.3.1 Profil Petani
Responden merupakan petani komoditas Jagung yang beralamat di Desa
Junrejo, Dusun Junwatu, RT/RW 002/004, Kota Batu, bernama Bapak Edi Wawono.
Beliau adalah seorang petani sekaligus merangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di salah satu sekolah di Kota Batu dengan pendidikan terakhir Strata 2 (S-2).
Sehingga pekerjaan sebagai petani bukanlah pekerjaan utama, melainkan pekerjaan
sampingan dengan dibantu beberapa buruh tani untuk mengurus lahannya. Selain itu
berdasarkan penuturan responden, lahan pertaniannya lebih banyak dibiarkan diolah
orang lain dengan sistem upah serta tidak terlalu intensif dalam pengawasan kerja
buruh atau menerapkan sistem saling percaya. Sehingga Bapak Edi sudah sangat
jarang mengunjungi lahannya.
Berdasarkan analisa visual dari kondisi rumah dan fasilitas yang dimiliki,
Bapak Edi termasuk kepada petani dengan kelas menengah ke atas, hal tersebut
didasarkan pada luas kepemilikan lahan serta pendidikan sendiri maupun pendidikan
anak. Jumlah anggota keluarga adlaah 4 orang dengan keterangan sebagai berikut
(Tabel 1.).
Tabel 1. Data Anggota Keluarga
N
Nama
Hub. dg.
Umu
Pendidi-
KK
kan
Pekerjaan
Utam Sampinga
Edi
Kepala
54
S2
a
PNS
n
Petani
2
3
Wawono
Sri Astuti
Risna
Keluarga
Istri
Anak
50
26
S1
S1
PNS
PNS
Amelia
Setia
Anak
18
SMA
Dewi
Keterengan
Sedang menempuh
pendidikan Polwan
Lahan yang dibudidayakan petani merupakan lahan milik sendiri yang
Keterangan
Milik Sendiri
- digarap sendiri
- disewakan
- dibagi-bagikan
Jumlah (a)
Milik orang lain
-disewa
-dibagi-hasilkan
Jumlah (b)
Jumlah (a+b)
Jumlah (Ha)
Sawah
0,4
-
0,4
0,4
0,4
0,4
perusahaan benih lainnya melakukan kerjasama dengan petani adalah dalam rangka
konservasi dan produksi benih. PT.BISI memberikan benih yang harus ditanam oleh
petani dan memberikan target produksi tertentu. Menurut penuturan Bapak Edi, jika
produksi kurang dari target maka petani akan mengusahakan membeli hasil panen
dari petani lain yang masih dalam naungan PT.BISI sehingga produksi tetap
memenuhi target. Petani tidak terikat kontrak dengan PT.BISI sehingga petani
memiliki keleluasaan untuk mengehentikan kerjasama atau menjalin kemitraan
dengan perusahaan lain dengan syarat harus atas kesepakatan dan keputusan
organisasi kelompok tani. Alasan lain petani memilih kemitraan adalah harga yang
bersaing dan cenderung lebih tinggi dibandingkan harga dari tengkulak. Dalam
kegiatan bercocok tanam petani selalu mendapatkan monitoring dari PT.BISI dengan
uraian kegiatan sebagai berikut.
Tabel 3. Kegiatan Bercocok Tanam
No
1
Waktu Tanam
Pertengahan
Jenis Kegiatan
Pengolahan Tanah
Uraian
Pengolahan tanah dilakukan oleh buruh tani
Agustus 2014
dan Penanaman
Jagung
Pertengahan
Pemanenan Jagung
Nopember
serempak
Awal Januari
Pengolahan tanah
PT.BISI.
Budidaya padi tidak dilakukan secara
dan Penanaman
Padi
4
Akhir Mei
Pemanenan Padi
Uraian
Sewa lahan
Sewa Alat
-Hand Traktor
Penyusutan Alat*
Jumlah
Biaya (Rp)
(unit)
4000m2
Rp 2.000.000,-/1500m2/tahun
Rp 1.777.777,-
1
-
Rp 800.000,-/ 2 hari
-
Rp 800.000,3
Total
Rp 2.577.777,*) Biaya penyusustan alat tidak dimasukkan ke dalam biaya tetap dikarenakan petani tidak
memilikinya, dan menjadi tanggungan tenaga kerja.
2. Biaya Variabel/TVC (Total Variable Cost)
Tabel 5. Biaya Variabel/TVC (Total Variable Cost
No
Uraian
Benih
Jumla
Harga (Rp)
(perhitungan)
(unit)
11 kg*
Biaya (Rp)
2.
Pupuk
- Urea
- ZA
- Phonska
3 Obat-obatan
4 Tenaga Kerja
- Tanam
- Penyiangan + Pembumbunan
- Pemupukan + Penyiraman
200 kg
50 kg
150 kg
Rp 93.000,-/50 kg
Rp 93.000,-/50 kg
Rp 130.000,-/50 kg
1,5 L
Rp 60.000,-/liter
Rp 80.000,-
2 (Pa)
16 (Pi)
6 (Pa)
1 (Pa)
2 (Pi)
6 (Pa)
27 (Pi)
Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari
Rp 50.000,-/hari (3 hari)
Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari
Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari
- Pemanenan
Total
Rp 3.504.000,-
4. Penerimaan Usahatani
Tabel 7. Penerimaan Usahatani
No
Uraian
1
Produksi (unit)
2
Harga (per satuan unit)
Total
Nilai
2 ton
Rp 3.300,Rp 6.600.000,-
5. Keuntungan Usahatani
Tabel 8. Keuntungan Usaha Tani
No
Uraian
1
Total Biaya (Total Cost)
2
Penerimaan (Total Revenue)
Total
3.5 Analisis Kelayakan Usahatani
Nilai
Rp 6.081.777,Rp 6.600.000,Rp 518.223,-
3.5.1
R/C Ratio
R/C = = 1,085
3.5.2
BEP Penerimaan
=
===
= Rp. 4.773.661,-
BEP unit
=
== =
= 1665,23 unit (kg hasil panen)
BEP harga = = = Rp. 3040,88,Dari perhitungan ini dapat dilihat bahwa usahatani jagung yang dilakukan
oleh Bapak Edi Wawono akan mencapai titik impas jika hasil panennya telah
mencapai 1665,23 kg pada harga Rp. 3040,88,- dan dengan penerimaan sebesar Rp.
4.773.661,-. Berdasarkan hasil perhitungan maka usahatani yang dilakukan oleh
Bapak Edi Wawana dapa dikatakan menguntungkan karena telah melampaui titik
impasnya baik dari segi unit, harga, maupun penerimaan. Hasil analisa R/C ratio
menunjukkan angka 1,085 artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani akan
mendapat pengembalian 0,085 rupiah (1,085-1). Angka ini juga mengindikasikan
bahwa usahatani yang dilakukan layak untuk diteruskan, tetapi perlu dilakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan angka ini mengingat margin keuntungan masih
terlalu kecil.
manajemennya ini yang dulu menjadi salah satu masalah dalam budidaya pertanian
warga sebelum akhirnya ditutup.
3. Ketersediaan Modal
Kesulitan dalam pengadaan modal yang umumnya menjadi masalah bagi usaha
pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo mendapat
kredit modal dari dinas terkait yang mana menurut penuturan pak Edi Wawono,kredit
modal dapat diperoleh oleh petani dengan proses yang mudah dan lancar.
4. Ketersediaan Saprodi
Kesulitan dalam pengadaan saprodi pertanian yang umumnya menjadi masalah
bagi usaha pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo
mendapat suplay saprodi dari pemerintah yang mana menurut penuturan pak Edi
Wawono, saprodi dapat diperoleh oleh petani dengan lancar karena jumlah kebutuhan
saprodi petani desa Junrejo telah didata sesuai jumlah petani oleh Bapak Edi Wawono
selaku ketua Gapoktan.
5. Ketersediaan Air
Kesulitan dalam pengadaan air irigasi yang umumnya menjadi masalah bagi
usaha pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo
mendapat suplay air irigasi dari parit yang dibangun di tepi lahan yang mana menurut
penuturan pak Edi Wawono,air irigasi dapat diperoleh oleh petani dengan proses yang
mudah dan lancar tanpa sistem pembagian atau mekanisme pembagian air antar
petani.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Usahatani merupakan upaya petani untuk menggunakan atau memanfaatkan
seluruh sumberdaya (tanah, pupuk, air, obat-obatan, uang, tenaga dan lain-lain) dalam
suatu usaha pertanian secara efisien sehingga dapat diperoleh hasil berupa produksi
maupun keuntungan finansial secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara dapat
disimpulkan wilayah Junrejo merupakan wilayah pertanian yang sudah ada sejak
dahulu, yang merupakan mata pencarian utama pada saat itu. Semenjak dibentuk
kelompok tani, kegiatan pertanian disana mulai mengunakan teknologi yang baik
serta kemampuan petani yang meningkat. Bersarakan hasil wawancara dengan Bapak
Edi Wawono yang merupakan ketua Gapoktan dan juga petani setempat sudah
mengadakan kerja sama dengan PT BISI dalam mengusahakan usaha taninya.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usahatani jagung yang dilakukan oleh
Bapak Edi Wawono akan mencapai titik impas jika hasil panennya telah mencapai
1665,23 kg pada harga Rp. 3040,88,- dan dengan penerimaan sebesar Rp. 4.773.661,-.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka usahatani yang dilakukan dapat
dikatakan menguntungkan karena telah melampaui titik impasnya baik dari segi unit,
harga, maupun penerimaan. Hasil analisa R/C ratio menunjukkan angka 1,085 artinya
setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani akan mendapat pengembalian 0,085 rupiah.
Angka ini juga mengindikasikan bahwa usahatani yang dilakukan layak untuk
diteruskan, tetapi perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan angka ini
mengingat margin keuntungan masih terlalu kecil.
4.2 Saran
Dilihat dari analisis kelayakan usaha pada perhitungan R/C ratio yang
didapatkan didapatkan angka 1,085 dimana pengembaliannya hanya 0,085 yang
tergolong terlalu kecil sehingga jika usahatani tersebut diteruskan tidak mendapatkan
keuntungan yang besar. Oleh karena perlu diperhatikan jenis komoditas yang akan
diusahakan dan disesuaikan dengan permintaan pasar selain itu juga input produksi
juga perlu diperhitungkan agar keuntungan yang akan dihasilkan lebih besar.
BAB V
LAMPIRAN
5.1 Transek Desa dan Peta Desa
Penggunaa
Pemukima
n lahan
Potensi
5.2
Jalan
Lahan
Sungai
Lahan
pertanian
pertanian
hortikultura
jagung
Tempat
Mata
Pengaira
pencaharian
utama
pertanian
penduduk
Mata
lahan pencaharia
n
utama
penduduk
Sungai
jembatan
lahan
petani
lahan
petani
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. 2010. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (Balitsa) Lembang, Bandung.
Adulavidhaya, K. 1980. Improving Farm Management Teaching in Asia. The Agriculture
Development Council, Inc. Bangkok.
Asmara, R. dan Pradana, A. E. 2011. Analisis Efisiensi Alokatif Agroindustri Chips Ubi Kayu
Sebagai Bahan Baku Mocaf (Modified Cassava Flour) di Kabupaten Trenggalek.
AGRISE Volume XI No. 3 Bulan Agustus 2011.
Colman, D. and T. Young. 1990. Principles of Agricultural Economic Market and Prices in
Less Developed Countries. Cambridge University Press. UK.
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suryana, A. 1981. Keuntungan Komparatif Usahatani Ubi Kayu di Daerah Produksi Utama
di Lampung dan Jawa Timur. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor. 35-37.
Adiwlaga Anwas. 2012. Ilmu Usatanai. Bandung : Bumi Aksara.
Bachraen Saeful. 2012. Penelitian Sistem Usaha Pertanian di Indonesia. Bandung: IPB Press
Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS). 2001. Bahan Latihan Pendamping. Jakarta
Studio Drya Media. ____. Berbuat Bersama, Berperan Serta,
Acuan Penerapan