Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGANTAR USAHA TANI


Cover

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Usahatani
2.1.1 Sejarah Usahatani di Indonesia
Perkembangan pertanian dan usahatani di Indonesia pada zaman penjajahan
hingga sekarang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pertanian di
Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat
menanam apa saja, namun hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ladang
berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah
tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau
semak yang telah ditebang/dibabat setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan
tiba, ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3
4 kali, lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi. Kejadian ini
berlangsung terus menerus, setelah jangka waktu 10 - 20 tahun, para petani ladang
kembali lagi ke ladang yang pertama kali mereka buka. (Saeful, 2012)
Selanjutnya, setelah beberapa tahun kemudian sistem bersawah pun mulai
ditemukan oleh penduduk Indonesia. Dalam periode ini, orang mulai bermukim di
tempat yang tetap. Selain itu, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput
kemudian diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah
di atas tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap
disuatu lokasi yang dikenal dengan nama kampong walaupun usaha tani
persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara berladang yang berpindahpindah belum ditinggalkan.
Pada zaman Hindia-Belanda sekitar tahun 1620, sejak VOC menguasai di
Bataviakebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia,
melainkan

hanya

untuk

memperoleh

keuntungan

sebesar-besarnya

bagi

VOC. Sedangkan, pada tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia
Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang
disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai
pembagian tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru
berakhir tahun 1921. Dalam system tanam paksa (Cultuurstelsel) ini, Van den Bosch
mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian sebagian tanahnya (20%) untuk
ditanami komoditi ekspor khusunya kopi, tebu, nila dan tembakau.

Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian


tidak banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian
khusus pada produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada
pemerintah. Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik
modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah
menentukan tanaman yang akan ditanam dan budidaya terhadap tanamannya pun tak
berkembang.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu
program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi
Hijau yang dimasyarakat petani dikenal dengan program BIMAS (Bimbingan
Massal). Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan produktivitas
sektor pertanian.
Pada tahun 1979 pemerintah meluncurkan program INSUS (Intensifikasi
Khusus), yang meningkatkan efektifitas penerapan teknologi Pasca Usaha Tani
melalui kelompok-kelompok tani dengan luas areal per kelompok rata-rata 50
hektar,setiap kelompok diberi bantuan kredit modal dalam menjalankan usaha
pertaniannya

(Lokollo,

2002).Kemudian

pada

tahun

1980-an

pemerintah

meluncurkan program SUPRAINSUS (SI). Program ini merupakan pengembangan


dari Panca Usaha Tani untuk mewujudkan peningkatan produktivitas tanaman padi.
Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan karena
adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak
bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga
kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke
pertanian. Keterpurukan pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat
pemerintah dalam hal ini departemen pertanian sebagai stake holder pembangunan
pertanian mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu
pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan terdesentralisasi.
Untuk sistem pertanian dan usahatani yang ada sekarang ini masih belum
efektif dan efisien dari mulai proses awal sampai pada saat panen dan pasca panen
sehingga masih perlu diintensifkan sehingga dapat memberikan hasil yang optimum.
Untuk itu, pemerintah berusaha untuk mendongkrak kontribusi sektor pertanian
Indonesia terhadap perekonomian dengan mensosialisasikan sistem agrobisnis,
diferensiasi pertanian, diversifikasi pertanian dengan membuka lahan peranian baru,

sistem pertanian organik, berbagai kebijakan harga dan subsidi pertanian, kebijakan
tentang ekspor-impor komoditas pertanian dan lain-lain. Sistem pertanian organik
khususnya, telah dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 1990-an dan mengusung
Indonesia go organik pada tahun 2010, sistem ini pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian mengingat rusaknya
kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan dalam waktu
lama serta pencemaran lingkungan oleh penggunaan pestisida kimia. Semua upaya
pemerintah tersebut bertujuan untuk meningkatkan distribusi pendapatan petani
sehingga dengan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian
dalam perekonomian.
2.2 Transek Desa
2.2.1 Pengertian
Arti harfiah (terjemahan lurus) dari Transek itu sendiri adalah gambar irisan
muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk
mengenali dan mengamati wilayah-wilayah Ekologi (pembagian wilayah
lingkungan alam berdasarkan sifat khusus keadaannya).
Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil
pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau
gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut.
Jenis Jenis Transek
I. Transek Berdasarkan Jenis Informasi
Jenis-jenis Transek berdasarkan jenis informasi (topik kajian) terdiri dari
tiga jenis yaitu Transek Sumber Daya Desa yang bersifat umum, Transek Sumber
Daya Alam dan Transek untuk Topik Topik Khusus. Uraian singkat ketiga jenis
transek tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, Transek Sumber Daya Desa ( Umum )


Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui daerah
pemukiman desa yang bersangkutan guna mengamati dan mendiskusikan
berbagai keadaan. Keadaan-keadaan yang diamati yaitu pengaturan letak
perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman rumah, pengaturan air bersih

untuk keluarga, keadaan sarana MCK (mandi-cuci-kakus), sarana umum desa


(a.l. sekolah, took, tembok dan gapura desa, tiang listrik, puskesmas, dsb), juga
lokasi kebun dan sumber daya pertanian secara garis besar. Kajian transek ini
terarah terutama pada aspek-aspek umum pemukiman desa tersebut, terutama
sarana-sarana yang dimiliki desa, sedangkan keadaan sumber daya alam dan
bukan alam dibahas secara garis besarnya saja. Kajian ini akan sangat
membantu dalam mengenal desa secara umum dan beberapa sapek lainnya
dari wilayah pemukiman yang kurang diperharikan.

Kedua, Transek Sumber Daya Alam


Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih

tajam

mengenai

potensi

sumberdaya

alam

serta

permasalahan-

permasalahannya, terutama sumber daya pertanian. Seringkali, lokasi kebun


dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan luar desa,
sehingga transek sumber daya alam ini bisa sampai keluar desa.
Informasi-informasi yang bisanya muncul antara lain adalah :

Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi) : termasuk ke dalamnya


adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah tangkapan
air dan sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur).

Pemanfaatan sumber daya tanah (tataguna lahan) : yaitu untuk wilayah


permukiman, kebun, sawah, lading, hutan, bangunan, jalan, padang
gembala, dan sebagainya.

Pola usaha tani: mencakup jenis-jenis tanaman penting (antara lain jenisjenis local) dan kegunaanya (misalnya tanaman pangan, tanaman obat,
pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya dan sebagainya.

Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumber daya alam : termasuk


teknologi tradisional, misalnya penahan erosi dari batu, kayu, atau pagar
hidup; pohon penahan api; pemeliharaan tanaman keras; system beternak;
penanaman berbagai jenis rumput untuk pakan ternak, penahan air,
penutup tanah; system pengelolaan air, (konservasi air, kontrol erosi, dan
pengairan) dan beberapa hal lainnya.

Pemilikan sumber daya alam : biasanya terdiri dari milik perorangan,


milik adat, milik umum/desa, milik pemerintah (missal hutan).

Kajian lebih lanjut yang dilakukan antara lain adalah :

Kajian mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya tersebut baik


oleh pemilik maupun bukan (missal, penduduk yang tidak memiliki kebun
mungkin menjadi pengumpul kayu bakar dari hutan, menjadi buruh, dsb).

Kajian mengenai hal-hal lain yang mempengaruhi pengelolaan sumber


daya, seperti perilaku berladang dan tata cara adat dalam pengelolaan
tanah, pengelolaan air, peraturan memelihara ternak, upacara panen, dan
sebagainya.

Ketiga, Transek Topik Topik Lain


Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topiktopik khusus. Misalnya: transek yang dilakukan khusus untuk mengamati
sarana kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan desa, transek wilayah
persebaran hama, atau transek khusus untuk mengamati sumber air dan
system pengelolaan aliran air serta irigasi, pendidikan dasar,

dan

sebagainya.
II. Transek Berdasarkan Lintasan
Selain jenis transek

berdasarkan topik kajian diatas, transek juga dapat

dikelompokan dari segi cara penelusuran di lapangan, baik menurut garis lurus,
bukan garis lurus dan atau melalui lintasan sumber air.

Transek Lintasan Garis Lurus


Ditempat,

tim

dan

masyarakat

berkumpul

untuk

melakukan

penelusuran lokasi, dibahas dan ditetapkan lintasan yang akan dilakukan.


Kegiatan penelusuran lokasi ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut

Berjalan mengikuti garis atau mengikuti jalan utama dan jalan-jalan di


permukiman, di wilayah yang ingin diamati keadaanya (dengan
demikian, lintasan yang sebenarnya tentu saja tidak benar-benar berupa
garis lurus)

Berjalan mulai dari titik terendah sampai titik tertinggi atau sebaliknya
dari titik tertinggi ke titik terendah (biasanya dilakukan untuk
membandingkan kondisi lahan dan jenis usaha pertanian yang

dilakukan pada tingkat ketinggian yang berbeda di wilayah dataran


tinggi).

Kedua, Transek Lintasan Bukan Garis Lurus


Kegiatan ini dilakukan dengan perjalanan yang mengabaikan lintasan
jalan yang ada. Yang menentukan adalah letak-letak atau lokasi pengamatan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, perjalanan dimulai
dengan lokasi yang paling dekat, kemudian paling jauh. Arah perjalanan
untuk mencapai lokasi-lokasi yang akan diamati tersebut bisa dilakukan
dengan beberapa kemungkinan yaitu :

Berkelok-kelok (zig-zag)

Bisa pulang pergi atau juga berputar

Menyapu (semua arah)

Transek Lintasan Saluran Air (Sumber Air)


Penelusuran ini dilakukan dengan berjalan mengikuti aliran air secara
sistematis untuk menyusuri aliran air atau tepian sungai. Pengamatan
dilakukan terhadap daerah di sepanjang saluran air atau tepian sungai untuk
mengkaji penataan sumber air bagi pertanian dan memperoleh informasi
tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilakukan oleh para
petani.

2.2.3 Tujuan Transek


Penelusuran lokasi (Transek) dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat agar
mendiskusikan keadaan sumber-sumber daya dengan cara mengamati langsung hal
yang didiskusikan di lokasinya.
Hal-hal yang biasanya didiskusikan adalah :

Masalah-masalah pemeliharaan sumber daya pertanian : seperti erosi, kurangnya


kesuburan tanah, hama dan penyakita tanaman, pembagian air, penggundulan
hutan dan sebagainya.

Potensi-potensi yang tersedia

Pandangan dan harapan-harapan para petani mengenai keadaan-keadaan


tersebut

Hal lain disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih untuk
diamati.
Di dalam perencanaan program, transek dipergunakan untuk observasi lansung

bagi kegiatan penjajagan kebutuhan

dan potensi. Sedangkan dalam evaluasi

program, teknik ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui fakta-fakta

dan

perubahan yang telah terjadi.


2.2.4 Langkah Langkah Penerapan
I. Persiapan
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara khusus
diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan masyarakat yang akan ikut, termasuk
menetukan kapan dan dimana akan berkumpul. Juga dipersiapkan alat-alat tulis,
kertas lebar (palano), karton warna-warni, kertas berwarna, lem, spidol warnawarni. Juga akan menyenangkan apabila membawa perbekalan (makanan).
Peserta terdiri dari tim PRA dan masyarakat, biasanya terdapat anggota
masyarakat yang menjadi penunjuk jalan. Tim PRA sebaiknya memiliki anggota
atau narasumber yang memahami hal-hal yang sudah diperkirakan akan dikaji
dalam kegiatan transek ini, terutama masalah-masalah teknis pertanian.
II. Pelaksanaan

Sebelum berangkat, membahas kembali maksud dan tujuan kegiatan


penelusuran lokasi serta proses kegiatan yang akan dilakukan.

Menyepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi


serta topik-topik kajian yang akan dilakukan.

Menyepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi


serta topik-topik kajian yang akan dilakukan. Setelah itu, sepakati lintasan
penelusuran.

Menyepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama ), biasanya diambil dari


titik terdekat dengan kita berada pada saat itu.

Melakukan perjalanan dan amati keadaan disepanjang perjalanan. Biarkan


petani (masyarakat) menunjukkan hal-hal yang dianggap penting untuk
diperlihatkan dan dibahas keadaannya. Didiskusikan keadaan sumber daya
tersebut dan amati dengan seksama.

Membuat catatan-catatan hasil diskusi di setiap ( tugas anggota tim pra yang

menjadi pencatat )
III. Setelah Perjalanan
Selama berhenti dilokasi tertentu, dapat dilakukan pengambaran bagan
transek yang dibuat untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri. Tetapi,
yang sering terjadi adalah pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri.
Langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut :
Menyepakati lambang atau symbol-simbol yang dipergunakan

untuk

menggambar bagan transek. Menyatat simbol-simbol tersebut beserta


artinya disudut kertas. Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan menarik.
Meminta masyarakat untuk menggambarkan bagan transek berdasarkan hasil
lintasan yang telah dilakukan. Buatlah dengan bahan atau cara yang mudah
diperbaiki atau dihapus karena akan banyak koleksi terjadi.
Selama penggambaran, tim PRA mendampingi karena pembuatan irisan cukup
sulit terutama mengenai :
Perkiraan ketinggian (naik-turun permukaan bumi)
Perkiraan jarak antara satu lokasi drngan lokasi lain.

Mempergunakan hasil gambar transek tersebut untuk mendiskusikan kebih


lanjut permasalahan, potensi, serta harapan-harapan masyarakat mengenai
semua informasi bahasan.

Membuat catatan-catatan hasil diskusi tersebut ( tugas anggota Tim PRA


yang menjadi pencatat ).

Mencantumkan nama-nama atau jumlah peserta, pemandu, tanggal dan


tempat pelaksanaan diskusi

2.3 Profil Usaha Tani


Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mngusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.
Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani mrupakan ilmu yang mempelajari cara-cara
petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor

faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin. Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan.
Berikut ini beberapa definisi menurut beberapa pakar :
Menurut Daniel
Ilmu

usahatani

merupakan

ilmu

yang

mempelajari

cara-cara

petani

mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan,


tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya
cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal
dan kontinyu.
Menurut Efferson
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan
dan mengoperasikan unit usahatani dipandang sudut efisien dan pendapatan yang
kontinyu.
Menurut Vink (1984)
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang
digunakan untuk mengatur usaha tani agar memperoleh pendapatan yang setinggitingginya.
Menurut Prawirokusumo (1990)
Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari
bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha
pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha
pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
oleh petani/peternak tersebut.
Menurut Soekartawi (1995)
Bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Menurut Adiwilaga (1982),
Ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara
khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki
cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan
menjalankan perusahaan itu.

2.3.1 Karakteristik Usahatani dan Petani di Indonesia


2.3.2 Tinjauan Tentang Komoditas Pertanian

2.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani


2.4.1 Analisis Biaya
Secara teoritis, setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan
keuntunganmaksimal dari bidang usaha yang dipilihnya. Keuntungan maksimal ini
dapat diperoleh denganmeminimalkan biaya produksi pada tingkat output tertentu,
atau sebaliknya memaksimalkanouput pada tingkat biaya produksi tertentu. Selain
itu, keuntungan maksimal juga dapatdiperoleh melalui substitusi faktor produksi
yang satu dengan lainnya, sepanjang nilai yangdikeluarkan untuk input pengganti
lebih kecil dibandingkan dengan nilai input yang digantikan(pada tingkat output
yang sama). Pelaku ekonomi akan terus meningkatkan produksinyasepanjang
penerimaan dari setiap unit

output masih lebih besar dibandingkan dengan

biayaproduksinya (Colman and Young, 1990).


Dalam

pengambilan

keputusan

seperti

di

atas,

pelaku

ekonomi

membutuhkanindikator kelayakan yang dapat diperoleh dari analisis biaya dan


pendapatan (ABP). ABPdapat mencerminkan perencanaan fisik dan finansial
operasionalisasi suatu usahatani padaperiode waktu tertentu. ABP merupakan teknik
sederhana yang paling banyak digunakandalam analisis ekonomi untuk membantu
pengelola dalam mengambil keputusan usahataniyang dapat memaksimalkan
keuntungan (Soekartawi, dkk., 1986).
Beberapa kegunaan utama ABP adalah untuk:
1) Mendiagnosa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam suatu usahatani.
2) Mengevaluasi kelayakan suatu teknologi baru.
3) Memberikan masukan untuk perbaikan usahatani agar produktivitasnya dapat
ditingkatkan.
Berdasarkan kegunaannya, ABP dapat dibedakan menjadi tiga kategori
(Adulavidhaya, 1980) yaitu:
1. Analisis biaya & pendapatan usahatani parsial (ABPUPA=partial budget
analysis).

ABPUPA ini biasa digunakan untuk menghitung biaya dan pendapatan


akibatadanya perubahan-perubahan yang relatif kecil dalam suatu usahatani.
ABPUPAseringkali disebut juga sebagai analisis marjinal karena hanya
memperhitungkanpengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh adanya suatu
perubahan kecil dalamusahatani. Alat analisis ini sangat berguna, terutama bagi
petani

kecil,

dalammelakukan

modifikasi-modifikasi

sederhana

alokasi

sumberdaya yang dapat meningkatkan keuntungan.


2. Analisis biaya & pendapatan usahatani komoditas (ABPUKO=enterprise
budget analysis).
ABPUKO menekankan analisis biaya dan pendapatan usahatani untuk
komoditassecara individual. Alat analisis ini digunakan untuk membuat estimasi
lengkapkeuntungan suatu usahatani yang spesifik dan membandingkannya
denganusahatani sejenis lainnya.
3. Analisis biaya & pendpatan usahatani keseluruhan (ABPUKE=whole farm
budget analysis).
ABPUKE

digunakan

untuk

merancang

perencanaan

usahatani

secarakeseluruhan (farming system=didalamnya termasuk peternakan, perikanan


ataucabang usaha lain yang merupakan komponen-komponen usahatani).
Alatanalisis ini juga digunakan untuk mengkalkulasi biaya dan pendapatan
akibatadanya perubahan besar dalam usahatani yang sangat berpengaruh
terhadapkomponen-komponen pengeluaran dan pemasukan.
Pengalaman praktis menunjukkan bahwa alat analisis yang paling sering
digunakan adalahanalisis biaya dan pendapatan usahatani komoditas (enterprise
budget analysis).
Data dasar yang dibutuhkan dalam analisis biaya dan pendapatan usahatani
komoditas (APBUKO) adalah:
1. Kuantitas dan nilai semua input yang digunakan.
2. Kuantitas dan nilai semua output yang dihasilkan.
Kedua jenis informasi ini dihimpun secara akurat berdasarkan spesifikasi
sumber biaya danpendapatan yang berkaitan dengan aktivitas produksi (Adiyoga,
2010).
Biaya usahatani pada umumnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori
(Adiyoga, 2010), yaitu:
1. Biaya tetap

Biaya tetap adalah pengeluaran yang harus dibayarkan walaupun tidak


ada aktivitas produksi. Besarnya biaya tidak dipengaruhi oleh perubahan output.
Beberapacontoh dari biaya tetap diantaranya adalah penyusutan alat dan pajak
lahan.
2. Biaya variabel
Biaya variabel adalah pengeluaran yang harus dibayarkan karena adanya
aktivitas produksi. Besarnya biaya variabel akan bervariasi sesuai dengan
tingkat produksi yang dilaksanakan. Beberapa contoh dari biaya variabel
diantaranyaadalah pengeluaran untuk pupuk, tenaga kerja dan pestisida.
Analisis

biaya

dan

pendapatan

usahatanikomoditas

(ABPUKO)

dilakukan untukmembandingkan keuntungan relatif usahatani komoditas sejenis


dengan

tingkat

sudutpembiayaan,

teknologi

yang

pembahasan

berbeda.

akan

lebih

Dengan
banyak

demikian,

dari

ditekankan

pada

penghitungan biaya variabel (Adiyoga, 2010).


Dalam menghitung biaya variabel, informasi yang diperlukan (Adiyoga,
2010), adalah:
1) Jenis input yang dimasukkan dalam kalkulasi biaya.
2) Kuantitas setiap jenis input yang digunakan.
3) Harga setiap input.
Pada umumnya, input usahatani diklasifikasikan ke dalam dua kategori
(Adiyoga, 2010), yaitu: tenaga kerja dan bahan/material.
A. Pengeluaran Tenaga Kerja
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung biaya
tenaga kerja adalah:
1. Penggunaan tenaga kerja perlu diperinci untuk setiap kegiatan
(pengolahan tanah,penanaman, penyiangan, penyemprotan, dsb.) agar
kemungkinan adanya perbedaan upahuntuk jenis pekerjaan tertentu
dapat diidentifikasi.
2. Penggunaan tenaga kerja pria/wanita dan dewasa/anak-anak perlu
dispesifikasi jumlahmaupun upahnya, agar mempermudah perhitungan
jika hendak melakukan konversi.
3. Penggunaan tenaga kerja keluarga tetap harus diperhitungkan
berdasarkan biayaoportunitas seandainya tenaga kerja keluarga tersebut
bekerja sebagai tenaga kerja sewa.Dengan demikian, diasumsikan

bahwa biaya oportunitas tenaga kerja keluarga samadengan tingkat


upah yang berlaku.
4. Dalam penggunaan tenaga kerja sewa, selain upah tunai juga seringkali
ditambah denganupah non-tunai (makan). Komponen non-tunai ini
perlu diperhitungkan agar biaya yangdikeluarkan per unit tenaga kerja
dapat mencerminkan tingkat upah yang sebenarnya.
B. Pengeluaran Bahan/Material
Dalam penggunaan bahan (pupuk, pestisida, dll.), perlu dispesifikasi
satuan ukuran yangdigunakan (kg, ton, l, dsb.) agar tidak terjadi salah
perhitungan untuk penetapan harga per unit.Perlu diperhatikan bahwa harga
satuan input di tingkat petani kemungkinan lebih tinggidibandingkan
dengan harga pasar, karena adanya tambahan biaya yang harus
dikeluarkan(misalnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan petani pada
saat membeli input tersebut). Sementara itu, komponen biaya lain yang
sebenarnya

dapat

dikategorikan

sebagaibiaya

tetap,

tetapi

sering

dimasukkan ke dalam kalkulasi pembiayaan adalah sewa tanah,sewa alat


dan biaya modal (Suryana, 1981).
Perhitungan sewa tanah perlu disesuaikan dengan umur tanaman
seandainya petanimenyewa lahan yang digarapnya bukan per musim tanam
(per tahun). Sistim pembayaransewa juga perlu diperhatikan, karena
seringkali besarnya sewa dinilai sesuai denganproduktivitas lahan (misalnya
untuk lahan sawah adalah banyaknya gabah kering yangdihasilkan pada
musim sebelumnya).
Sementara itu, sewa alat, seperti sprayer, traktor danalat mekanik
lainnya juga harus diperhitungkan, karena erat kaitannya dengan biaya
tunaiyang harus dikeluarkan petani.
Biaya modal ini dihitung dari bunga atas biaya tunai yang
dikeluarkan oleh petani untukpembelian bahan (pupuk, pestisida, dsb), upah
tenaga kerja sewa, dan sewa peralatan.Tingkat bunga yang digunakan pada
umumnya adalah tingkat suku bunga bank yang berlaku(kecuali jika ada
informasi akurat bahwa petani mendapatkan pinjaman modal dari
lembagakeuangan informal) (Adiyoga, 2010).
2.4.2

Analisis Penerimaan

Pada dasarnya, penerimaan kotor diperoleh dari hasil perkalian antara output
denganharga satuan output. Dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam
menghitung penerimaan kotor (Adiyoga, 2010), adalah:
1) Spesifikasi output dan harga satuannya.
Pada usahatani tertentu, tidak semua output dijual untuk keperluan yang
sama.Sebagai contoh, pada usahatani kentang output dapat dijual atau dinilai
untuk tigamacam penggunaan, yaitu sebagai kentang sayur, kentang prosesing
dan bibitkentang. Harga jual kentang untuk tiga jenis penggunaan tersebut
ternyata berbeda-beda. Demikian pula untuk usahatani lain, nilai produk
sampingan harus diperhitungkan sepanjang dapat memberikan tambahan
terhadap penerimaan kotor.
2) Penggunaan harga efektif yang diterima petani.
Harga satuan output yang harus digunakan dalam ABPUKO adalah
harga output ditingkat petani (farm gate price) yang mencerminkan harga efektif
yang diterima petani.Harga ini biasanya lebih rendah dibandingkan dengan
harga pasar (grosir dan eceran)yang telah terbebani marjin pemasaran.
2.4.3

Analisis Keuntungan (Pendapatan)


Keuntungan diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan kotor total
denganbiaya total (biaya variabel dan biaya tetap). Untuk mengetahui kelayakan
ekonomis usahatani,indikator lain yang sering digunakan adalah besaran
pengembalian terhadap investasi (PTI =ROI =return of investment). Besaran ini
diperoleh dari rasio antara penerimaan bersih denganbiaya total. Suatu usahatani
dapat dikatakan layak secara ekonomis jika besaran pengembalian terhadap
investasinya positif. Seandainya ABPUKO dimaksudkan untuk membandingkan
tingkat keuntungan antara dua usahatani yang sejenis, maka usahatani yang memiliki
PTIlebih besar adalah usahatani yang lebih menguntungkan (Adiyoga, 2010).

2.5
2.5.1

Analisis Kelayakan Usahatani


R/C Ratio
Menurut Darsono (2008) dalam Asmara dan Pradana (2011), R/C ratio
merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan menggunakan
ratio penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis kelayakan usaha digunakan

untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi.


Dengan kriteria hasil:
1) R/C > 1, berarti usaha sudah dijalankan secara efisien.
2) R/C = 1, berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break Event
Point (BEP).
3) R/C ratio < 1,berarti usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.
Menurut Rahmanto, et al. (1998) dalam Asmara dan Pradana (2011), secara
sederhana dapat ditulis rumus perhitungan R/C ratio:
Penerimaan = PQ . Q
Total Biaya = TFC+TVC
R/C ratio = PQ . Q / (TFC+TVC)
Keterangan :
PQ = Harga output (Rp.)
Q = Output
TFC = Total Biaya Tetap (Rp.)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp.)
2.5.2

BEP (Break Even Point)


Menurut Munawir (2002), titik BEP atau titik pulang pokok dapat diartikan
sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba
dan tidak menderita rugi (total penghasilan = total biaya).
Menurut Soekartawi (2006), analisis BEP atau nilai impas adalah suatu
teknis analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel,
keuntungan, dan volume penjualan. BEP dalam penelitian merupakan pengukuran
dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi output menghasilkan total
penerimaan yang sama dengan pengeluaran BEP dalam unit dan dalam Rupiah yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. BEP dalam unit produksi
BEP Volume Produksi =
Keterangan:
TFC = Total Biaya Tetap (Rp.)
TVC = Total Biaya Variabel per kg (Rp.)
P = Harga jual (Rp.)
Q = Total produksi

2. BEP dalam rupiah


BEP dalam Volume Penjualan =
Keterangan:
TFC = Total Biaya Tetap (Rp.)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp.)
TR = Total Revenue/penerimaan (Rp.)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Usaha Tani
Pada dasarnya sejarah usaha tani merupakan bagian dari kebudayaan manusia,
yang dahulunya berawal dari lading berpindah sampai pada pertanian lahan menetap.
pada daerah yang kami survey, umumnya masyarakat di sana memanfaatkan lahannya
untuk bercocok tanam. Komoditas yang di usahakan umumnya komoditas holtikultura.
Bapak Edi selaku petani yang kami wawancarai menuturkan, bahwa kegiatan
bercocok tanam di Desa Junrejo sudah dilakukan sejak dahulu. Kegiatan bercocok tanam
bagaikan warisan dari pendahulu-pendahulunya. Awal mulanya hamper seluruh
masyarakat Desa mengandalkan sector pertanian sebagai penghasilan utama, namun
seiring perkembangan zaman banyak generasi muda yang beralih profesi dan menjadikan
kegiatan usaha tani sebagai penghasilan samping. Komoditas yang di usahakan juga
beragam, yakni komoditas holtikultura serta tanaman pangan seperti padi. Pak Edi
Menuturkan kalau tanaman pangan seperti padi umumnya ditanam untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam keluarga, jika terdapat kelebihan stock baru akan dijual.
Komoditi utama di Junrejo pada beberapa tahun yang lalu adalah bawang, namun karena
dianggap kurang menguntungkan banyak petani yang beralih menanam komoditi lain
seperti jagung. Teknologi yang digunakan tergolong sederhana, namun semenjak
dibentuk kelompok tani sekitar tahun 2009 teknologi yang diterapkan mulai baik.
Utamanya pada moderenisasi mekanisme pertanian seperti pengunaan tractor, Pak Edi
menuturkan traktor ini merupakan bantuan dari pemerintah. Pada tahun 2010 dibentuk
gabungan kelompok tani BAGUS yang membawahi sekitar sepuluh kelompok tani yang
tersebar di wilayah Junrejo. Pak Edi menuturkan semenjak bergabung kelompok tani
mulai mudah untuk mendapatkan informasi tentang pertanian. Pada tahun 2010 pak Edi
mulai menjalin kerjasama dengan perusahaan benih jagung untuk memproduksi benih
jagung. Hampir seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani Tani Makmur
menjalin kerjasama dengan produsen benih ini.
Dari kegiatan wawancara ini dapat disimpulkan bahwa wilayah Junrejo
merupakan wilayah pertanian yang sudah ada sejak dahulu, yang merupakan mata
pencarian utama pada saat itu. Seiring berkembangnya zaman dan juga meningkatnya
kualitas Sumber Daya Manusia, pertanian menjadi kegiatan sampingan warga. Dan
semenjak dibentuk kelompok tani, kegiatan pertanian disana mulai mengunakan

teknologi yang baik serta kemampuan petani yang meningkat sehingga berhasil menjalin
kerjasama dengan perusahaan benih yang biasanya memiliki criteria khusus bila ingin
menjadi petani patnernya, dan petani di Desa Junrejo berhasil memenuhi persyaratan itu
sehingga dapat menjalin kerjasama dengan produsen benih terhitung dari tahun 2009
hingga sekarang.
4.2 Transek Desa
Transek atau Teknik Penelusuran Lokasi merupakan teknik PRA untuk
melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumber saya masyarakat, dengan cara
berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Pada
saat melakukan survey, kelompok kami menelusuri wilayah Desa Junrejo ini berangkat
dari rumah Bapak Edi menuju lahan. Lahan Bapak Edi berjarak tidak jauh dari Rumah
Bapak Edi Di sepanjang perjalanan menjumpai perumahan warga yang cukup tertata dan
memadai, kami juga menjumpai sungai yang melintas diantara perumahan warga. Tak
sampai 2 menit kami sudah mencapai lokasi lahan Pak Edi yang kebetulan sudah selesai
dipanen. Disekitar lahan terlihat saluran irigasi yang tertata baik serta jalan poros yang
sudah di aspal.
3.3 Profil Petani dan Usahatani
3.3.1 Profil Petani
Responden merupakan petani komoditas Jagung yang beralamat di Desa
Junrejo, Dusun Junwatu, RT/RW 002/004, Kota Batu, bernama Bapak Edi Wawono.
Beliau adalah seorang petani sekaligus merangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di salah satu sekolah di Kota Batu dengan pendidikan terakhir Strata 2 (S-2).
Sehingga pekerjaan sebagai petani bukanlah pekerjaan utama, melainkan pekerjaan
sampingan dengan dibantu beberapa buruh tani untuk mengurus lahannya. Selain itu
berdasarkan penuturan responden, lahan pertaniannya lebih banyak dibiarkan diolah
orang lain dengan sistem upah serta tidak terlalu intensif dalam pengawasan kerja
buruh atau menerapkan sistem saling percaya. Sehingga Bapak Edi sudah sangat
jarang mengunjungi lahannya.
Berdasarkan analisa visual dari kondisi rumah dan fasilitas yang dimiliki,
Bapak Edi termasuk kepada petani dengan kelas menengah ke atas, hal tersebut
didasarkan pada luas kepemilikan lahan serta pendidikan sendiri maupun pendidikan

anak. Jumlah anggota keluarga adlaah 4 orang dengan keterangan sebagai berikut
(Tabel 1.).
Tabel 1. Data Anggota Keluarga
N

Nama

Hub. dg.

Umu

Pendidi-

KK

kan

Pekerjaan
Utam Sampinga

Edi

Kepala

54

S2

a
PNS

n
Petani

2
3

Wawono
Sri Astuti
Risna

Keluarga
Istri
Anak

50
26

S1
S1

PNS
PNS

Amelia
Setia

Anak

18

SMA

Dewi

Keterengan

Sedang menempuh

pendidikan Polwan
Lahan yang dibudidayakan petani merupakan lahan milik sendiri yang

digarap sendiri. Namun dalam kegiatan teknis budidaya, petani mempekerjakan


orang lain. Luasan lahan yang dimiliki Bapak Edi yakni seluas 4000m2, yang dibagi
menjadi 2 petak lahan berbeda. Lokasi lahan ini sekitar 400m dari kediaman petani.
Petani responden tidak mengupayakan ternak, baik sapi, ayam, kambing maupun
yang lainnya.
Tabel 2. Data Luas Penguasaan Lahan Pertanian
No
1

Keterangan
Milik Sendiri
- digarap sendiri
- disewakan
- dibagi-bagikan
Jumlah (a)
Milik orang lain
-disewa
-dibagi-hasilkan
Jumlah (b)
Jumlah (a+b)

Jumlah (Ha)

Sawah

Jenis Lahan (Ha)


Tegal/Kebun Pekarangan

0,4
-

0,4
0,4

0,4

0,4

3.3.2 Profil Usaha Tani


Komoditas yang diusahakan Bapak Edi adalah Jagung yang mana benihnya
diperoleh dari PT. BISI. Hubungan kemitraan ini telah dijalin sejak 2 tahun lalu,
yang sebelumnya kemitraan dijalin dengan PT. PIONEER serta MONSANTO.
Keuntungan dari kemitraan ini adalah petani mendapatkan pasar yang jelas dan
pasti, yang mana hasil panen pasti dibeli oleh perusahaan. Tujuan PT.BISI dan

perusahaan benih lainnya melakukan kerjasama dengan petani adalah dalam rangka
konservasi dan produksi benih. PT.BISI memberikan benih yang harus ditanam oleh
petani dan memberikan target produksi tertentu. Menurut penuturan Bapak Edi, jika
produksi kurang dari target maka petani akan mengusahakan membeli hasil panen
dari petani lain yang masih dalam naungan PT.BISI sehingga produksi tetap
memenuhi target. Petani tidak terikat kontrak dengan PT.BISI sehingga petani
memiliki keleluasaan untuk mengehentikan kerjasama atau menjalin kemitraan
dengan perusahaan lain dengan syarat harus atas kesepakatan dan keputusan
organisasi kelompok tani. Alasan lain petani memilih kemitraan adalah harga yang
bersaing dan cenderung lebih tinggi dibandingkan harga dari tengkulak. Dalam
kegiatan bercocok tanam petani selalu mendapatkan monitoring dari PT.BISI dengan
uraian kegiatan sebagai berikut.
Tabel 3. Kegiatan Bercocok Tanam
No
1

Waktu Tanam
Pertengahan

Jenis Kegiatan
Pengolahan Tanah

Uraian
Pengolahan tanah dilakukan oleh buruh tani

Agustus 2014

dan Penanaman

dengan sistem saling percaya, benih jagung

Jagung

disuplai oleh PT.BISI. Proses penanaman dan


pemeliharaan tanaman mengikuti persyaratan
konservasi benih yang langsung dimonitoring

Pertengahan

Pemanenan Jagung

Nopember

dan dilatih oleh PT.BISI.


Pemanenan dilakukan dengan

serempak

dalam satu lahan. Hasil panen yang dijual


kepada PT.BISI adalah masih berupa tongkol
bukan pipilan. Hasil panen langsung diangkut
oleh PT.BISI. Kuantitas hasil panen harus
sesuai target, jika kurang maka petani
menutupi kekurangan dengan membeli hasil
panen dari petani lain di bawah naungan

Awal Januari

Pengolahan tanah

PT.BISI.
Budidaya padi tidak dilakukan secara

dan Penanaman

mandiri, tidak atas kerjasama dengan

Padi
4

Akhir Mei

Pemanenan Padi

perusahaan. Sehingga benih didapatkan


dengan membeli.
Hasil panen padi dari lahan Bapak Edi
umumnya tidak dijual namun disimpan di

lumbung dan sebagai persediaan konsumsi


keluarga. Namun jika dirasa berlebih maka
akan dijual. Namun dalam hal ini tidak
dibahas analisis usaha taninya.
Dalam kegiatan bercocok tanam jagung, petani tidak menggunakan pupuk
organik dengan 100% pupuk anorganik. Sebenarnya petani mendapatkan opsi untuk
memperoleh pupuk langsung dari PT.BISI, namun karena pertimbangan seperti
penerimaan di akhir akan dipotong sesuai dengan biaya pupuk yang dihabiskan,
maka petani lebih memilih untuk membeli sendiri. Dalam upaya pengendalian
hama/penyakit tanaman, petani mengaplikasikan pestisida sintesis yang dibeli dari
toko-toko pertanian. Hama yang paling sering muncul yakni ulat yang dapat
mengganggu pertumbuhan jagung. Namun serangan hama tersebut tidak terlalu
intensif dan tidak periodik. Dalam kasus tertentu petani hanya mengaplikasikan
sedikit pestisida. Namun menurut penuturan responden sempat terjadi serangan yang
parah, namun tidak sampai menurunkan produksi secara signifikan.
3.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani Jagung
3.4.1 Biaya Usahatani Jagung (Satu Kali Musim Tanam)
1. Biaya Tetap/TFC (Total Fix Cost)
Tabel 4. Biaya Penyusutan
No
1
2.

Uraian
Sewa lahan
Sewa Alat
-Hand Traktor
Penyusutan Alat*

Jumlah

Harga (Rp) (perhitungan)

Biaya (Rp)

(unit)
4000m2

Rp 2.000.000,-/1500m2/tahun

Rp 1.777.777,-

1
-

Rp 800.000,-/ 2 hari
-

Rp 800.000,3
Total
Rp 2.577.777,*) Biaya penyusustan alat tidak dimasukkan ke dalam biaya tetap dikarenakan petani tidak
memilikinya, dan menjadi tanggungan tenaga kerja.
2. Biaya Variabel/TVC (Total Variable Cost)
Tabel 5. Biaya Variabel/TVC (Total Variable Cost
No

Uraian

Benih

Jumla

Harga (Rp)

(perhitungan)

(unit)
11 kg*

Biaya (Rp)

2.

Pupuk
- Urea
- ZA

- Phonska
3 Obat-obatan
4 Tenaga Kerja
- Tanam
- Penyiangan + Pembumbunan
- Pemupukan + Penyiraman

200 kg
50 kg
150 kg

Rp 93.000,-/50 kg
Rp 93.000,-/50 kg
Rp 130.000,-/50 kg

Rp 186.000,Rp 93.000,Rp 195.000,-

1,5 L

Rp 60.000,-/liter

Rp 80.000,-

2 (Pa)
16 (Pi)
6 (Pa)
1 (Pa)
2 (Pi)
6 (Pa)
27 (Pi)

Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari
Rp 50.000,-/hari (3 hari)
Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari
Rp 50.000,-/hari
Rp 40.000,-/hari

Rp 100.000,Rp 640.000,Rp 900.000,Rp 50.000,Rp 80.000,Rp 100.000,Rp 1.080.000,-

- Pemanenan
Total

Rp 3.504.000,-

3. Total Biaya/TC (Total Cost)


Tabel 6. Total Biaya/TC (Total Cost)
No
Biaya
1
Biaya Tetap/TFC (Total Fix Cost)
2
Biaya Variabel/TVC (Total Variable Cost)
Total

Total Biaya (Rp)


Rp 2.577.777,Rp 3.504.000,Rp 6.081.777,-

4. Penerimaan Usahatani
Tabel 7. Penerimaan Usahatani
No
Uraian
1
Produksi (unit)
2
Harga (per satuan unit)
Total

Nilai
2 ton
Rp 3.300,Rp 6.600.000,-

5. Keuntungan Usahatani
Tabel 8. Keuntungan Usaha Tani
No
Uraian
1
Total Biaya (Total Cost)
2
Penerimaan (Total Revenue)
Total
3.5 Analisis Kelayakan Usahatani

Nilai
Rp 6.081.777,Rp 6.600.000,Rp 518.223,-

3.5.1

R/C Ratio
R/C = = 1,085

3.5.2

BEP (Break Even Point)

BEP Penerimaan

=
===
= Rp. 4.773.661,-

BEP unit

=
== =
= 1665,23 unit (kg hasil panen)

BEP harga = = = Rp. 3040,88,Dari perhitungan ini dapat dilihat bahwa usahatani jagung yang dilakukan
oleh Bapak Edi Wawono akan mencapai titik impas jika hasil panennya telah
mencapai 1665,23 kg pada harga Rp. 3040,88,- dan dengan penerimaan sebesar Rp.
4.773.661,-. Berdasarkan hasil perhitungan maka usahatani yang dilakukan oleh
Bapak Edi Wawana dapa dikatakan menguntungkan karena telah melampaui titik
impasnya baik dari segi unit, harga, maupun penerimaan. Hasil analisa R/C ratio
menunjukkan angka 1,085 artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani akan
mendapat pengembalian 0,085 rupiah (1,085-1). Angka ini juga mengindikasikan
bahwa usahatani yang dilakukan layak untuk diteruskan, tetapi perlu dilakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan angka ini mengingat margin keuntungan masih
terlalu kecil.

3.6 Pemasaran Hasil Pertanian


Pemasaran hasil pertanian (usahatani jagung) yang dilakukan oleh Bapak Edi
Wawana adalah secara langsung. Usahatani jagung yang dilakukan ini merupakan
usahatani yang berupa bentuk kerjasama antara kelompok tani Tani Makmur dengan
PT. BISI. Dengan kerjasama ini maka komoditas jagung yang diusahakan adalah jenis
jagung pembenih. Demikian maka seluruh hasil pertanian yang didapat dijual kepada
pihak yang bekerjasama atau PT. BISI. Pengangkutan hasil pertanian dari lahan
sepenuhnya juga adalah tanggungjawab PT. BISI.
3.7 Kelembagaan Petani

Di dusun Junwatu Desa Junrejo terdapat Gapoktan yang bernama Bagus.


Gapoktan Bagus dibentuk pada tahun 2010 atas inisiatif warga khususnya para anggota
kelompok tani desa Junrejo. Jumlah Gapoktan hanya satu, namun Gapoktan tersebut
menaungi 10 Kelompok tani. Kelompok Tani yang tergabung dalam Gapoktan Bagus
yaitu:
1. Gawe Rejo
2. Sumber Rejeki
3. Tani Maju
4. Sri Rejeki
5. Sido Dadi
6. Subur Makmur
7. Sri Sejati 1
8. Sri Sejati 2
9. Sumber Abadi
10. Tani Makmur
Petani responden yaitu Bapak Edi Wawono merupakan ketua Gapoktan Bagus
dan tergabung dalam Kelompok Tani Tani Makmur. Para anggota Gapoktan
mengadakan pertemuan rutin setiap 1 bulan sekali,yang mana tempat pertemuan tersebut
bergilir sesuai jumlah anggota Gapoktan. Agenda dalam pertemuan mirip arisan yang
didalamnya juga berlangsung diskusi mengenai permasalahan, keluh kesah atau bertukar
pikiran tentang segala sesuatu yang menyangkut usaha tani para anggota Gapoktan.
Kelompok tani yang dinaungi Gapoktan Bagus tidak hanya bergerak di bidang pertanian
rakyat tapi juga ada yang mengusahakan peternakan, bahkan dulu juga ada yang
mengusahakan perikanan. Dengan demikian, Gapoktan desa Junrejo merupakan
kumpulan kelompok tani yang bergrak di bidang agrokompleks.
Beberapa anggota Gapoktan termasuk Bapak Edi Wawono melakukan kerjasama
dengan pihak luar yaitu perusahaan benih. Perusahaan benih yang pernah berkerjasama
antara lain : PT. Monsanto, PT Pioner dan PT Bisi yang hingga sekarang masih menjalin
kerjasama dengan beberapa anggota Gapoktan Desa Junrejo. Dengan adanya kerjasama
dengan perusahaan ini, akan tercipta kepastian pasar hasil produksi petani. sehingga
petani tidak akan kesulitan mencari pasar dan tidak akan terpengaruh dengan fluktuasi
harga pasar. Perusahaan juga bersedia membeli hasil produksi dengan harga yang lebih
tinggi dibanding harga pasar pada umumnya. Jadi petani merasa lebih diuntungkan
dengan adanya kerjasama ini. Namun, petani tetap harus memenuhi persyaratan yang di

minta perusahaan benih,misalnya jenis kultivar yang harus ditanam,kondisi lingkungan


yang harus dipenuhi dan lain-lain.
Dengan adanya kelembagaan pertanian dapat memberikan manfaat dalam
memajukan pertanian Desa Junrejo. Dimana dengan adanya lembaga tersebut masyarakat
mendapatkan informasi dari penyuluhan yang ada mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan pertanian. Dengan lembaga tersebut melatih kerjasana untuk
mengelola suatu lahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, adanya
Gapoktan ini juga membantu dalam pengadaan maupun pendistribusian saprodi
pertanian dari subsidi pemerintah. Biasanya ketua Gapoktan, yaitu Edi Wawono yang
mendata dan mengkoordinir kebutuhan saprodi petani Junrejo. Tidak hanya angota
Gapoktan yang di jamin ketersediaan pupuknya, namun petani lain yang belum
tergabung dalam Gapoktan pun turut di hitung kebutuhan saprodinya agar ikut mendapat
saprodi bersubsidi dari pemerintah.

3.8 Kendala Usaha Tani


Tidak ada kendala yang berarti dalam usaha tani di desa Junrejo. Menurut
penuturan bapak Edi Wawono, ketersediaan air, ketersediaan saprodi, ketersediaan Benih
dan modal tidak menemui kendala.
1. Benih Jelek
Seperti yang telah dipaparkan diatas, beberapa anggota Gapoktan menjalin
kerjasama dengan perusahaan benih. Perusahaan benih yang bekerjasama saat ini
adalah Bisi. Sehingga dalam memulai usaha tani, para petani mendapat suplay benih
dari perusahaan tersebut dengan ketentuan hasil panen harus dijual ke perusahaan
benih yang bersangkutan.
Benih yang diberikan tergantung keputusan perusahaan sehingga petani hanya
menjalankan atau membudidayakan benih yang di berikan tanpa bisa memilih jenis
maupun kualitasnya. Hal ini berakibat pada fluktuatifnya hasil panen serta pendapatan
yang diterima petani. Seperti halnya panen terakhir yang dilakukan Bapak Edi, dalam
panen terakhir ini Pak Edi hanya mendapat hasil sebesar 2 ton yang jika diuangkan
hanya sebesar Rp.6.000.000. Padahal panen panen sebelumnya pak Edi mampu
memperoleh penghasilan sebesar Rp. 11.000.000. Turunnya hasil panen musim ini
dikarenakan benih yang diberikan perusahaan kualitasnya lebih rendah dibandingkan
benih yang diberikan pada musim-musim tanam sebelumnya.

2. Pencemaran Air Limbah Perikanan


Dulu selain pertanian rakyat dan peternakan, anggota Gapotan juga ada yang
mengusahakan budidaya perikanan. Namun dengan adanya budidaya perikanan ini,
air irigasi pertanian dan saluran air warga menjadi tercemar. Sehingga usaha
perikanan di Desa Junrejo ditutup. Pencemaran air

akibat kurang tepat dalam

manajemennya ini yang dulu menjadi salah satu masalah dalam budidaya pertanian
warga sebelum akhirnya ditutup.
3. Ketersediaan Modal
Kesulitan dalam pengadaan modal yang umumnya menjadi masalah bagi usaha
pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo mendapat
kredit modal dari dinas terkait yang mana menurut penuturan pak Edi Wawono,kredit
modal dapat diperoleh oleh petani dengan proses yang mudah dan lancar.
4. Ketersediaan Saprodi
Kesulitan dalam pengadaan saprodi pertanian yang umumnya menjadi masalah
bagi usaha pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo
mendapat suplay saprodi dari pemerintah yang mana menurut penuturan pak Edi
Wawono, saprodi dapat diperoleh oleh petani dengan lancar karena jumlah kebutuhan
saprodi petani desa Junrejo telah didata sesuai jumlah petani oleh Bapak Edi Wawono
selaku ketua Gapoktan.
5. Ketersediaan Air
Kesulitan dalam pengadaan air irigasi yang umumnya menjadi masalah bagi
usaha pertanian tidak terjadi pada usaha tani desa Junrejo. Petani desa Junrejo
mendapat suplay air irigasi dari parit yang dibangun di tepi lahan yang mana menurut
penuturan pak Edi Wawono,air irigasi dapat diperoleh oleh petani dengan proses yang
mudah dan lancar tanpa sistem pembagian atau mekanisme pembagian air antar
petani.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Usahatani merupakan upaya petani untuk menggunakan atau memanfaatkan
seluruh sumberdaya (tanah, pupuk, air, obat-obatan, uang, tenaga dan lain-lain) dalam
suatu usaha pertanian secara efisien sehingga dapat diperoleh hasil berupa produksi
maupun keuntungan finansial secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara dapat
disimpulkan wilayah Junrejo merupakan wilayah pertanian yang sudah ada sejak
dahulu, yang merupakan mata pencarian utama pada saat itu. Semenjak dibentuk
kelompok tani, kegiatan pertanian disana mulai mengunakan teknologi yang baik
serta kemampuan petani yang meningkat. Bersarakan hasil wawancara dengan Bapak
Edi Wawono yang merupakan ketua Gapoktan dan juga petani setempat sudah
mengadakan kerja sama dengan PT BISI dalam mengusahakan usaha taninya.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usahatani jagung yang dilakukan oleh
Bapak Edi Wawono akan mencapai titik impas jika hasil panennya telah mencapai
1665,23 kg pada harga Rp. 3040,88,- dan dengan penerimaan sebesar Rp. 4.773.661,-.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka usahatani yang dilakukan dapat
dikatakan menguntungkan karena telah melampaui titik impasnya baik dari segi unit,
harga, maupun penerimaan. Hasil analisa R/C ratio menunjukkan angka 1,085 artinya
setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani akan mendapat pengembalian 0,085 rupiah.
Angka ini juga mengindikasikan bahwa usahatani yang dilakukan layak untuk
diteruskan, tetapi perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan angka ini
mengingat margin keuntungan masih terlalu kecil.
4.2 Saran
Dilihat dari analisis kelayakan usaha pada perhitungan R/C ratio yang
didapatkan didapatkan angka 1,085 dimana pengembaliannya hanya 0,085 yang
tergolong terlalu kecil sehingga jika usahatani tersebut diteruskan tidak mendapatkan
keuntungan yang besar. Oleh karena perlu diperhatikan jenis komoditas yang akan
diusahakan dan disesuaikan dengan permintaan pasar selain itu juga input produksi
juga perlu diperhitungkan agar keuntungan yang akan dihasilkan lebih besar.

BAB V
LAMPIRAN
5.1 Transek Desa dan Peta Desa

Penggunaa

Pemukima

n lahan

Potensi

5.2

Jalan

Lahan

Sungai

Lahan

pertanian

pertanian

hortikultura

jagung

Tempat

Mata

Pengaira

tinggal dan Penghubun


g jalan
tempat
utama ke
usaha
lahan
pertanian

pencaharian

utama

pertanian

penduduk

Mata

lahan pencaharia
n

utama

penduduk

Rumah bapak Edi Wiyono


jalan raya

Sungai
jembatan

lahan
petani

lahan
petani

Lampiran Foto Hasil Pengamatan Lapang


5.3 Kalender Musim Tanam
5.4 Quisioner yang Sudah Terisi Data Survei Lapang

DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. 2010. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (Balitsa) Lembang, Bandung.
Adulavidhaya, K. 1980. Improving Farm Management Teaching in Asia. The Agriculture
Development Council, Inc. Bangkok.
Asmara, R. dan Pradana, A. E. 2011. Analisis Efisiensi Alokatif Agroindustri Chips Ubi Kayu
Sebagai Bahan Baku Mocaf (Modified Cassava Flour) di Kabupaten Trenggalek.
AGRISE Volume XI No. 3 Bulan Agustus 2011.
Colman, D. and T. Young. 1990. Principles of Agricultural Economic Market and Prices in
Less Developed Countries. Cambridge University Press. UK.
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suryana, A. 1981. Keuntungan Komparatif Usahatani Ubi Kayu di Daerah Produksi Utama
di Lampung dan Jawa Timur. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor. 35-37.
Adiwlaga Anwas. 2012. Ilmu Usatanai. Bandung : Bumi Aksara.
Bachraen Saeful. 2012. Penelitian Sistem Usaha Pertanian di Indonesia. Bandung: IPB Press
Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS). 2001. Bahan Latihan Pendamping. Jakarta
Studio Drya Media. ____. Berbuat Bersama, Berperan Serta,

Acuan Penerapan

Participatory Rural Apraisal, hntuk Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi,


Nusa Tenggara, 1966. Bandung

Anda mungkin juga menyukai