Oleh :
Nama
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hakhak asasi manusia lainnya. Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana
orang dewasa dan terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan social dapat
mengangkat diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam
komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk memberdayakan
perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja dan seksual yang berbahaya.
Anak menjadi prioritas utama dalam pendidikan, karena anak merupakan salah satu
kelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM memerlukan bantuan orang dewasa dalam
melindungi hak-haknya. Perlindungan anak di sini tidak hanya sampai pada pemenuhan hak
hidup, namun mencakup pula segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar
dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan undangundang. Bahkan , ia merupakan salah satu amanat utama dari pembentukan dan pendirian negara
Republik Indonesia yang merdeka, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Alinea ke-4 jelas dikatakan bahwa salah
satu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian dalam 31 UUD NRI
tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan merupakan hak dasar dan hak konstitusional
setiap warga Negara dimana Negara bertanggungjawab menyediakan hak dasar tersebut.
Amanat Pembukaan UUD 1945 dan visi pendidikan nasional menunjuk pada suatu
landasan filsafat yang amat mendalam, yang dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan
sejalan dengan hak asasi manusia untuk belajar. Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989
tentang Sidiknas dinyatakan bahwa setiap anak diberikan hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran. Meskipun demikian, pasal 8 ayat 2 UU Sisdiknas 1989 juga menyatakan bahwa
perhatian khusus harus diberikan kepada anak yang kecerdasannya luar biasa (unggul, berbakat)
dan anak yang memiliki perkembangan yang menyimpang (exceptional, dalam arti
handicapped). Ini berarti bahwa secara legal system pendidikan dilandasi oleh suatu filsafat
pendidikan yang mendalam yang mengakui perbedaan unik pribadi individu. Artinya,
keragaman, martabat, serta peradaban nilai dalam pertumbuhan anak Indonesia secara implisit
mengandung peluang untuk mewujudkan asas eksploratif dan kecenderungan kreatif dalam
seluruh tumbuh kembangnya. Hal tersebut telah diulangi dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003 (pasal 5)
Ungkapan yang sama tersebut menunjuk pada Bab IV pasal 5 ayat (1) s/d (5) sebagai
berikut:
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan / atau
soisal berhak memperoleh pendidikan khusus.
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapat
pendidikan khusus.
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
2.
1.
2.
3.
Identifikasi Masalah
Apa saja pasal-pasal yang melandas pemenuhan hak atas pendidikan ?
Apa saja tantangan Pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang pendidikan ?
Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukakn pemerintah dalam pemenuhan hak atas
pendidikan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cumacuma bagi semua
orang;
b)
c)
Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga, berdasarkan
kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya dengan menerapkan
pendidikan cuma-cuma
secara bertahap;
d)
Pendidikan dasar harus sedapat mungkin didorong atau diintensifkan bagi orangorang yang belum pernah menerima atau menyelesaikan keseluruhan periode
pendidikan dasar
mereka;
e)
Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus diupayakan secara
aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi-kondisi
material staf pengajar harus ditingkatkan secara berkelanjutan.
Penjaminan pemenuhan hak ekosob bidang pendidikan dan kesehatan yang gagal dilakukan oleh
negara akan mengakibatkan mata rantai kemiskinan yang tak berujung. Anak-anak yang
seharusnya dijamin belajar minimal sampai pendidikan dasar sembilan tahun dari kalangan
miskin tidak bisa bersekolah karena tidak ada biaya, dan mereka harus bekerja membantu
orangtua memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Anak-anak pun masuk ke pasar kerja dengan perlindungan yang minimal, upah rendah,
bahkan tanpa memperhitungkan perkembangan fisik, mental dan social mereka. Makin jauhlah
mereka dari kehidupan yang sesuai dengan standar kesehatan dasar yang seharusnya mereka
terima dari negara. Kemudian anak-anak perempuan yang tidak memiliki akses pendidikan dasar
akibat kawin muda. Selain karena tidak mampu bersekolah, mereka biasanya harus secepatnya
bersuami agar beban ekonomi keluarga berkurang. Terjadilah kehamilan dan melahirkan ada usia
muda. Kesehatan ibu dan bayi pun menjadi rentan dan terancam kematian. Jika mata rantai ini
tidak diputus, generasi berganti generasi pun akan tetap didera kemiskinan. Di sinilah peran
negara sebagai penjamin pemenuhan hak ekosob untuk memutus mata rantai kemiskinan ini.
Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar dan perlu dijamin baik
secara internasional maupun nasional. Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM)
PBB 1948 menegaskan pengakuan hak atas pendidikan oleh bangsa-bangsa di dunia bagi setiap
orang.
Deklarasi ini kemudian mengilhami berbagai pembentukan konstitusi di dunia yang
semakin mempertegas pengakuan terhadap HAM, termasuk salah satunya pengakuan terhadap
hak atas pendidikan. Di samping itu, deklarasi ini juga menjadi standar minimal bagi praktik
kemasyarakatan dan kenegaraan. Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di
Indonesia tidak sekadar hak moral melainkan juga hak
Dari PBB yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor11 Tahun 2005, negara
memiliki empat kewajiban terhadap hak asasi manusia pada umumnya dan hak atas pendidikan
pada khususnya, yakni kewajiban untuk menghormati (respect), melindungi (protect),
memajukan (promote) dan memenuhi (fulfill) hak-hak tersebut. Dalam waktu dua tahun sejak
Kovenan diratifikasi, Indonesia harus melaporkan ke PBB berbagai upaya pemenuhan hak
ekosob tersebut, yang salah satunya adalah pemenuhan hak atas pendidikan.
Untuk mengawasi pelaksanaan kovenan tersebut, Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya PBB dibentuk dan akan memantau secara berkesinambungan. Indonesia sendiri sebagai
penandatangan Deklarasi Milenium pada September 2000 menerbitkan laporan perkembangan
pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium pada Februari 2004 berdasarkan Susenas 2004.
Dalam butir 6 General Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 terdapat empat ciriciri yaitu:
Availability
(Ketersediaan)
Accessibility
bersangkutan.
Kewajiban untuk menghapuskan eksklusivitas
(Keterjangkauan)
Acceptability
melarang diskriminasi
Kewajiban untuk menetapkan standar
(Keberterimaan)
Adaptability
asasi manusia
Kewajiban untuk merencanakan dan
(Kebersesuaian)
(1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa;
(2) satu-kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna,
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat;
(3) memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran;
(4 )mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat; dan
(5) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.
E. TANTANGAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA PADA BIDANG
PENDIDIKAN
Sedikitnya terdapat empat tantangan terhadap pemenuhan hak atas pendidikan.
Pertama, seringkali jaminan aturan hukum tidak memadai. Misalnya, kewajiban di dalam
ketentuan UUD yang menyatakan 20 persen anggaran negara harus digunakan bagi pendidikan
ternyata tidak dipenuhi.
Kedua, fasilitas pemenuhan hak atas pendidikan. Misalnya, akibat anggaran minim maka
gedung sekolah dibangun tidak memadai.
Ketiga, sumber daya manusia. Misalnya, terbatasnya jumlah pendidik yang memenuhi
syarat akan berkorelasi dengan rendahnya kualitas pengajaran. Dan keempat, budaya masyarakat
yang tidak memprioritaskan pendidikan sebagai kebutuhan primer.
Tantangan yang berkenaan dengan kebijakan pendidikan berkisar pada:
1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2) Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3) Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan.
Di samping itu, terdapat pula permasalahan pendidikan yang perlu direspons oleh
ketentuan legislasi, antara lain, masih minimnya anggaran bagi pendidikan, kesenjangan angka
partisipasi, akses warga miskin terhadap pendidikan dasar, disparitas fungsional pendidikan dasar
negeri dan swasta, diskriminasi pendidikan formal dan non formal, sistem manajemen
informasi yang rendah, kesenjangan standar pelayanan minimal tiap sekolah, belum meratanya
sarana prasarana, anggaran kualifikasi guru tidak merata, pemerataan kepemilikan buku ajar,
pemerataan jumlah siswa per kelas dan kesadaran masyarakat akan arti penting pendidikan. Hal
ini yang menjadi dasar pemikiran pentingnya dibentuk peraturan daerah tentang penyelenggaraan
pendidikan.
Dalam koridor hukum hak asasi manusia (HAM), negara (state) merupakan aktor utama
yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) memenuhi HAM, sementara
masyarakat merupakan pemegang hak (rights holders). Masyarakat memiliki hak menuntut
pemenuhan HAM mereka karena negara berkewajiban memenuhinya. Relasi keduanya
dituangkan dalam sebuah bentuk kontrak sosial bernama konstitusi, yang di Indonesia disebut
UUD 1945.
SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah
mereka yang tidak menyelesaikan sekolah di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang
Hal tersebut disebabkan karena tidak mampu, lokasi sekolah yang jauh, hilangnya tulang
punggung ekonomi keluarga, serta pandangan penting atau tidaknya pendidikan. Berdasarkan
survei Kompas tersebut, provinsi dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka
putus sekolah yang juga tinggi. Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku
Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik
regional bruto (PDRB) terendah di antara 28 provinsi yang lain. Survei dan statistik diatas
membuktikan bahwa faktanya pendidikan masih sulit diakses oleh seluruh warga negara,
terutama warga yang tidak mampu secara ekonomi.
perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Keberadaan lembaga ini dengan segala
kekurangannya merupakan sinyal komitmen pemerintah dalam mendorong penegakan HAM.
Kedua, disusunnya rencana strategis pada instansi departemen kesehatan dan pendidikan
untuk mempercepat pemenuhan hak atas kesehatan dan pendidikan. Salah satu model kebijakan
yang hendak didorong departemen kesehatan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan ibu, bayi
baru lahir dan balita berkualitas kepada masyarakat. Strategi utama dilakukan dengan:
1)
2)
3)
4)
Transfer ke daerah sekitar 117.8 triliun. Total sekitar 207, 4 triliun atau sudah mencukupi
20 % seperti yang diamanahkan oleh konstitusi dari total 1030 triliun APBN Indonesia
tahun 2009. Hal ini merupakan suatu bentuk keberhasilan dari pemerintah SBY-JK
dibandingkan pemerintah sebelumnya walaupun komponen dari anggaran tersebut dapat
diperdebatkan.
2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sedikit membantu akses warga
negara terhadap pendidikan dasar, namun faktanya angka putus sekolah tingkat
pendidikan dasar masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan gratis untuk
pendidikan dasar tidak dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah. Selain itu BOS
tersebut tidak mampu membantu akses warga negara terhadap pendidikan menengah.
3. Otonomi atau Liberalisasi Pendidikan
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Komnasham.
Tobing,Jakob.2013.Suara Warga.
http://kenali-hak-dan-tanggung-jawab-anda-untuk-mendapatkan-pendidikan.
Diakses 12 Mei 2014 jam 13.20
Darmaningtyas.2008.Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan.
http:// PEMENUHAN HAK-HAK ATAS PENDIDIKAN _ rakyat makassar tolak BHP.
Diakses 12 Mei 2014 jam 14.55