Anda di halaman 1dari 18

PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN

Oleh :

Nama

: Nanda Auzia (10060313025)


Henny Aprillyani (10060313035)
Silfia Fitri Arianty (1006031304)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hakhak asasi manusia lainnya. Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana
orang dewasa dan terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan social dapat
mengangkat diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam
komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk memberdayakan
perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja dan seksual yang berbahaya.
Anak menjadi prioritas utama dalam pendidikan, karena anak merupakan salah satu
kelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM memerlukan bantuan orang dewasa dalam
melindungi hak-haknya. Perlindungan anak di sini tidak hanya sampai pada pemenuhan hak
hidup, namun mencakup pula segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar
dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan undangundang. Bahkan , ia merupakan salah satu amanat utama dari pembentukan dan pendirian negara
Republik Indonesia yang merdeka, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Alinea ke-4 jelas dikatakan bahwa salah
satu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian dalam 31 UUD NRI
tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan merupakan hak dasar dan hak konstitusional
setiap warga Negara dimana Negara bertanggungjawab menyediakan hak dasar tersebut.
Amanat Pembukaan UUD 1945 dan visi pendidikan nasional menunjuk pada suatu
landasan filsafat yang amat mendalam, yang dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan
sejalan dengan hak asasi manusia untuk belajar. Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989

tentang Sidiknas dinyatakan bahwa setiap anak diberikan hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran. Meskipun demikian, pasal 8 ayat 2 UU Sisdiknas 1989 juga menyatakan bahwa
perhatian khusus harus diberikan kepada anak yang kecerdasannya luar biasa (unggul, berbakat)
dan anak yang memiliki perkembangan yang menyimpang (exceptional, dalam arti
handicapped). Ini berarti bahwa secara legal system pendidikan dilandasi oleh suatu filsafat
pendidikan yang mendalam yang mengakui perbedaan unik pribadi individu. Artinya,
keragaman, martabat, serta peradaban nilai dalam pertumbuhan anak Indonesia secara implisit
mengandung peluang untuk mewujudkan asas eksploratif dan kecenderungan kreatif dalam
seluruh tumbuh kembangnya. Hal tersebut telah diulangi dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003 (pasal 5)
Ungkapan yang sama tersebut menunjuk pada Bab IV pasal 5 ayat (1) s/d (5) sebagai
berikut:
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan / atau
soisal berhak memperoleh pendidikan khusus.
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapat
pendidikan khusus.
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
2.
1.
2.
3.

Identifikasi Masalah
Apa saja pasal-pasal yang melandas pemenuhan hak atas pendidikan ?
Apa saja tantangan Pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang pendidikan ?
Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukakn pemerintah dalam pemenuhan hak atas
pendidikan ?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS PENDIDIKAN DALAM


INSTRUMEN HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Adapun instrumen Nasional terkait aksesibilitas ekonomi hak atas pendidikan antara lain yaitu:
1. UUD 1945 hasil amandemen.
Hak atas pendidikan di atur dalam Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikutipendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan satu sistem
pendidikan nasional dan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan negara dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
Diatur juga dalam Pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan.....
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi
manusia.
3. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi Sosial dan Budaya.
Pasal 13 undang-undang menyatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang
atas pendidikan dan merealisasikan dengan pemenuhan pendidikan dasar bagi semua
orang secara cuma-cuma, pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi cuma-cuma secara
bertahap, mendorong pendidikan dasar, mengembangkan sistem sekolah yang aktif,
sistem beasiswa yang memadai, kesejahteraan guru yang memadai dan kebebasan
memilih sekolah dan pendidikan agama.
5. UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

Sedangkan instrumen Internasional antara lain:


1. Deklarasi Universal HAM
Pasal 26 ayat (1): Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan
harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.
Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan tehnik dan jurusan secara umum harus
terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus secara adil dapat diakses oleh
semua orang, berdasarkan kepantasan.
2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1966;
Hak atas pendidikan (The Right to Education) merupakan salah satu dari 8 hak
inti yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya 1966. Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 30 September 2005
menjadi negara pihak yang terikat dengan seluruh substansi yang diatur dalam Kovenan
tersebut.
3. Komentar Umum (General Comments) E/C.12/1999/10 tertanggal 8 Desember
1999 yang dikeluarkan PBB berjudul implementation of the International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
B. PENGAKUAN KOVENAN ATAS HAK PENDIDIKAN
Perjanjian internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negaranya.
Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB yang telah diratifikasi Indonesia
melalui UU No. 11 tahun 2005, tentang hak atas pendidikan Negara memiliki kewajiban untuk :
a)

Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cumacuma bagi semua
orang;

b)

Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan


kejuruan tingkat menengah, harus tersedia secara umum dan terbuka bagi semua
orang dengan segala cara yang layak dan khususnya dengan menerapkan
pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

c)

Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga, berdasarkan
kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya dengan menerapkan
pendidikan cuma-cuma
secara bertahap;

d)

Pendidikan dasar harus sedapat mungkin didorong atau diintensifkan bagi orangorang yang belum pernah menerima atau menyelesaikan keseluruhan periode
pendidikan dasar
mereka;

e)

Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus diupayakan secara
aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi-kondisi
material staf pengajar harus ditingkatkan secara berkelanjutan.

Penjaminan pemenuhan hak ekosob bidang pendidikan dan kesehatan yang gagal dilakukan oleh
negara akan mengakibatkan mata rantai kemiskinan yang tak berujung. Anak-anak yang
seharusnya dijamin belajar minimal sampai pendidikan dasar sembilan tahun dari kalangan
miskin tidak bisa bersekolah karena tidak ada biaya, dan mereka harus bekerja membantu
orangtua memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Anak-anak pun masuk ke pasar kerja dengan perlindungan yang minimal, upah rendah,
bahkan tanpa memperhitungkan perkembangan fisik, mental dan social mereka. Makin jauhlah
mereka dari kehidupan yang sesuai dengan standar kesehatan dasar yang seharusnya mereka
terima dari negara. Kemudian anak-anak perempuan yang tidak memiliki akses pendidikan dasar
akibat kawin muda. Selain karena tidak mampu bersekolah, mereka biasanya harus secepatnya
bersuami agar beban ekonomi keluarga berkurang. Terjadilah kehamilan dan melahirkan ada usia
muda. Kesehatan ibu dan bayi pun menjadi rentan dan terancam kematian. Jika mata rantai ini
tidak diputus, generasi berganti generasi pun akan tetap didera kemiskinan. Di sinilah peran
negara sebagai penjamin pemenuhan hak ekosob untuk memutus mata rantai kemiskinan ini.
Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar dan perlu dijamin baik
secara internasional maupun nasional. Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM)
PBB 1948 menegaskan pengakuan hak atas pendidikan oleh bangsa-bangsa di dunia bagi setiap
orang.
Deklarasi ini kemudian mengilhami berbagai pembentukan konstitusi di dunia yang
semakin mempertegas pengakuan terhadap HAM, termasuk salah satunya pengakuan terhadap
hak atas pendidikan. Di samping itu, deklarasi ini juga menjadi standar minimal bagi praktik
kemasyarakatan dan kenegaraan. Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di
Indonesia tidak sekadar hak moral melainkan juga hak

C. MENGENAL HAM PENDIDIKAN


Konstitusional. Ini sesuai dengan ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya
Pasal 28 C Ayat (1) yang menyatakan,Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.
Selain ketentuan di atas, Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 (pascaperubahan) juga
merumuskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan
pemerintah wajib membiayainya. Pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwa pemerintah
memiliki kewajiban untuk mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurangkurangnya 20
persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Demikian pula ketentuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas pendidikan. Pasal 60
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
memperkuat dan memberikan perhatian khusus pada hak anak untuk memperoleh pendidikan
sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Penegasan serupa tentang hak warga negara atas
pendidikan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Dalam konteks pemenuhan hak atas pendidikan, negara menjadi
pihak utama yang bertanggung jawab untuk menjaminnya. Pada Pasal 53 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat penegasan bahwa negara
dalam. hal ini pemerintah memiliki tanggung jawab memberikan biaya pendidikan dan/atau
bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak terlantar,
dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Berdasarkan The International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (1996)
D. PEMENUHAN HAM PENDIDIKAN DI DAERAH

Dari PBB yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor11 Tahun 2005, negara
memiliki empat kewajiban terhadap hak asasi manusia pada umumnya dan hak atas pendidikan
pada khususnya, yakni kewajiban untuk menghormati (respect), melindungi (protect),
memajukan (promote) dan memenuhi (fulfill) hak-hak tersebut. Dalam waktu dua tahun sejak
Kovenan diratifikasi, Indonesia harus melaporkan ke PBB berbagai upaya pemenuhan hak
ekosob tersebut, yang salah satunya adalah pemenuhan hak atas pendidikan.
Untuk mengawasi pelaksanaan kovenan tersebut, Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya PBB dibentuk dan akan memantau secara berkesinambungan. Indonesia sendiri sebagai
penandatangan Deklarasi Milenium pada September 2000 menerbitkan laporan perkembangan
pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium pada Februari 2004 berdasarkan Susenas 2004.
Dalam butir 6 General Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 terdapat empat ciriciri yaitu:
Availability

Kewajiban untuk menjamin wajib belajar dan

(Ketersediaan)

pendidikan tanpa biaya bagi seluruh anak usia


sekolah bagi suatu negara, sampai sekurangkurangnya usia minimum untuk diperbolehkan
bekerja.Kewajiban untuk menghargai
kebebasan orang tua untuk memilihkan
pendidikan bagi anak-anaknya, dengan
mempertimbangkan minat anak yang

Accessibility

bersangkutan.
Kewajiban untuk menghapuskan eksklusivitas

(Keterjangkauan)

pendi dikan berdsarkan pelarangan terhadap

diskriminasi (suku, warna kulit, jenis kelamin,


bahasa, agama, opini,asal, status ekonomi,
kelahiran, status sosial, status minoritas atau
penduduk asli, berkemampuan kurang).
Kewajiban untuk menghapuskan diskriminasi
gender dan rasial dengan menjamin pemberian
kesempatan yang sama dalam pemenuhan hak
asasi manusia,daripada hanya secara formal

Acceptability

melarang diskriminasi
Kewajiban untuk menetapkan standar

(Keberterimaan)

minimum pendidikan, termasuk bahasa

pengantar, materi, metode mengajar, dan


menjamin penerapannya pada semua lembaga
pendidikan.Kewajiban untuk meningkatkan
mutu pendidikan dengan menjamin bahwa
seluruh sistem pendidikan sejalan dengan hak

Adaptability

asasi manusia
Kewajiban untuk merencanakan dan

(Kebersesuaian)

mengimplementasikan pendidikan bagi anak


yang tidak mengikuti sekolah formal
(misalnya, pendidikan bagi anak di
pengungsian atau pengasingan, pendidikan
bagi anakanak yang kehilangan kebebasannya,
atau pendidikan bagi pekerja anak).
Kewajiban untuk menyesuaikan pendidikan
dengan minat utama setiap anak, khususnya
bagi mereka dengan kelainan atau anak
minoritas dan penduduk asli.
Kewajiban untuk mengaplikasikan hak asasi
manusia secara utuh sebagai pedoman
sehingga dapat memberdayakan hak asasi
manusia melalui pendidikan,
misalnya hak untuk kawin dan membentuk
keluarga, atau hak untuk terbebas dari tekanan
dan dipekerjakan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


diatur pula mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan di dalam menyelenggarakan
pendidikan, yakni:

(1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa;
(2) satu-kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna,
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat;
(3) memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran;
(4 )mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat; dan
(5) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.
E. TANTANGAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA PADA BIDANG
PENDIDIKAN
Sedikitnya terdapat empat tantangan terhadap pemenuhan hak atas pendidikan.
Pertama, seringkali jaminan aturan hukum tidak memadai. Misalnya, kewajiban di dalam
ketentuan UUD yang menyatakan 20 persen anggaran negara harus digunakan bagi pendidikan
ternyata tidak dipenuhi.
Kedua, fasilitas pemenuhan hak atas pendidikan. Misalnya, akibat anggaran minim maka
gedung sekolah dibangun tidak memadai.
Ketiga, sumber daya manusia. Misalnya, terbatasnya jumlah pendidik yang memenuhi
syarat akan berkorelasi dengan rendahnya kualitas pengajaran. Dan keempat, budaya masyarakat
yang tidak memprioritaskan pendidikan sebagai kebutuhan primer.
Tantangan yang berkenaan dengan kebijakan pendidikan berkisar pada:
1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2) Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3) Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan.
Di samping itu, terdapat pula permasalahan pendidikan yang perlu direspons oleh
ketentuan legislasi, antara lain, masih minimnya anggaran bagi pendidikan, kesenjangan angka

partisipasi, akses warga miskin terhadap pendidikan dasar, disparitas fungsional pendidikan dasar
negeri dan swasta, diskriminasi pendidikan formal dan non formal, sistem manajemen
informasi yang rendah, kesenjangan standar pelayanan minimal tiap sekolah, belum meratanya
sarana prasarana, anggaran kualifikasi guru tidak merata, pemerataan kepemilikan buku ajar,
pemerataan jumlah siswa per kelas dan kesadaran masyarakat akan arti penting pendidikan. Hal
ini yang menjadi dasar pemikiran pentingnya dibentuk peraturan daerah tentang penyelenggaraan
pendidikan.
Dalam koridor hukum hak asasi manusia (HAM), negara (state) merupakan aktor utama
yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) memenuhi HAM, sementara
masyarakat merupakan pemegang hak (rights holders). Masyarakat memiliki hak menuntut
pemenuhan HAM mereka karena negara berkewajiban memenuhinya. Relasi keduanya
dituangkan dalam sebuah bentuk kontrak sosial bernama konstitusi, yang di Indonesia disebut
UUD 1945.

F. PEMENUHAN HAM PENDIDIKAN DI DAERAH


Tuntutan global mendesak negara di berbagai belahan dunia untuk melakukan
pembangunan berbasis HAM (right-based development) sebagai suatu standar internasional
HAM yang diarahkan untuk mendukung dan melindungi HAM. Pembangunan berbasis HAM itu
sendiri pada hakikatnya memadukan norma-norma dan standar-standar (perjanjian, konvensi dan
deklarasi) serta prinsip-prinsip (kesetaraan, keadilan, pemberdayaan,akuntabilitas dan partisipasi)
sistem internasional HAM ke dalam perencanaan, kebijakan dan proses-proses pembangunan.
Karena itu, strategi ini mengandung elemen-elemen:
a) Menunjukkan kaita langsung dengan HAM,
b) Akuntabilitas,
c) Pemberdayaan,
d) Partisipasi, dan
e) Tidak diskriminatif dan memberi perhatian kepada kelompok-kelompok rentan.
Dalam pembangunan berbasis HAM, pembangunan ditujukan untuk manusia,
dilaksanakan secara partisipatif dan mendukung pelestarian lingkungan. Pembangunan harus

melibatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan yang adil, pengembangan kemampuan rakyat,


dan perluasan pilihan-pilihan rakyat.
Pembangunan harus memprioritaskan penghapusan kemiskinan, pengintegrasian
perempuan ke dalam proses pembangunan, penguatan kemandirian dan berdasarkan penentuan
pilihan sendiri oleh rakyat dan pemerintah, serta perlindungan bagi hak masyarakat adat.
Semuanya terangkum dalam Declaration on the Right to Development; dan peran negara (state)
amat strategis untuk menjabarkan prinsip-prinsip pembangunan berbasis HAM ini.
Negara tidak dapat diartikan hanya pemerintah pusat, sebab negara merupakan
representasi institusi yang mewakili rakyat mengelola kepentingannya baik di level pemerintahan
pusat maupun daerah. Dengan demikian, tidak ada dikotomi antara pemerintah pusat dan daerah.
Keduanya memiliki porsi tanggung jawab yang sama untuk melayani warga dengan pedoman
kewenangan dan kewajiban yang dirumuskan dalam sistem hukum yang berlaku (peraturan
perundang-undangan dan hukum tidak tertulis).
G. FAKTA PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN
Berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan Indonesia, pada tahun 2006 dari total
anak usia sekolah yang ada di Indonesia sebesar 84,353,000 anak, ada sebanyak 34,909,048 anak
usia sekolah (5-24 tahun) yang tidak bersekolah, dimana 35,78% diantaranya tidak bersekolah
karena alasan kurangnya biaya serta 23,56% harus bekerja baik untuk memenuhi biaya
pendidikannya agar tetap dapat bersekolah maupun dipekerjakan oleh orang tuanya untuk
menghidupi keluarganya. Drop out siswa SD meningkat sejak 2001-2006 dari 2,66 % - 3,17 %.
Menurut survei Nation Master.com, di Indonesia anak pendidikan dasar yang drop out
pada tahun 2008 adalah 245,614 per tahun. Indonesia menduduki peringkat 27 dari 126 negara
dalam hal drop out. Selain itu, berdasarkan data Unesco Institute for Statistic, pada tahun 2006
hanya 17 % usia pendidikan tinggi yang menikmati pendidikan tinggi dan hanya 60% usia
sekolah menengah yang menikmati sekolah menengah.
Berdasarkan data Kompas (Kompas Kamis 12 Februari 2009 Pemilu: Sekolah Masih
Menjadi Masalah), angka putus sekolah seluruh jenjang pendidikan di Indonesia empat tahun
terakhir masih di atas satu juta siswa pertahun. Dari jumlah itu, sebagian besar (80%) adalah
mereka yang masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Jumlah anak putus sekolah

SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah
mereka yang tidak menyelesaikan sekolah di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang
Hal tersebut disebabkan karena tidak mampu, lokasi sekolah yang jauh, hilangnya tulang
punggung ekonomi keluarga, serta pandangan penting atau tidaknya pendidikan. Berdasarkan
survei Kompas tersebut, provinsi dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka
putus sekolah yang juga tinggi. Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku
Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik
regional bruto (PDRB) terendah di antara 28 provinsi yang lain. Survei dan statistik diatas
membuktikan bahwa faktanya pendidikan masih sulit diakses oleh seluruh warga negara,
terutama warga yang tidak mampu secara ekonomi.

H. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM PEMENUHAN


HAK ATAS PENDIDIKAN
Ada beberapa hal yang telah dilakukan pemerintah untuk mendorong percepatan
pemberantasan kemiskinan, salah satunya melalui perbaikan bidang HAM pendidikan dan
kesehatan.
Pertama, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009 telah mengadakan lembaga
Panitia Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia yang memiliki peran strategis untuk
mengawal terlaksananya program utama Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). Program RAN HAM itu sendiri terdiri dari enam program utama, yakni:
1) pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RAN-HAM,
2) persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi Manusia internasional,
3) persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
4) diseminasi dan pendidikan HAM,
5) penerapan norma dan standar HAM, dan
6) pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Panitia Rencana Aksi Nasional HAM dibentuk baik di pemerintahan pusat maupun daerah
dengan melibatkan antar dan lintas instansi pemerintahan serta mengakomodasi perwakilan

perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Keberadaan lembaga ini dengan segala
kekurangannya merupakan sinyal komitmen pemerintah dalam mendorong penegakan HAM.
Kedua, disusunnya rencana strategis pada instansi departemen kesehatan dan pendidikan
untuk mempercepat pemenuhan hak atas kesehatan dan pendidikan. Salah satu model kebijakan
yang hendak didorong departemen kesehatan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan ibu, bayi
baru lahir dan balita berkualitas kepada masyarakat. Strategi utama dilakukan dengan:
1)
2)
3)
4)

menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat,


meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas,
meningkatkan sistem monitoring dan informasi kesehatan, dan
meningkatkan pembiayaan kesehatan.Strategi ini disusun berdasarkan identifikasi
masalah.

I. UPAYA PEMENUHAN HAM PENDIDIKAN UNTUK MENGHAPUS


KEMISKINAN
Di Departemen Pendidikan, salah satu rencana strategis yang dilakukan adalah
pemerataan dan perluasan akses pendidikan ini dilakukan dengan berbagai strategi, misalnya
dengan menghapus hambatan biaya melalui pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) untuk
semua siswa pada jenjang pendidikan dasar dan memperluas jaringan pendidikan non formal di
bidang pendidikan keaksaraan khususnya bagi penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas.
Selain itu, peningkatan mutu guru juga menjadi prioritas. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa
pada tahun 2005, dari 1,4 juta guru SD, hanya 8,3 persen yang memenuhi syarat. Sisanya, 91,7
persen, tidak memenuhi syarat (Kompas, Sabtu, 20 Mei 2006, hal. 56). Sejumlah persoalan
klasik pendidikan yang masih harus terus dibenahi di antaranya adalah:
1. Ada sekolah namun harus membayar sehingga tidak terjangkau oleh warga miskin.
2. Bagi masyarakat yang memiliki biaya, seringkali gedung sekolahnya tidak ada, seperti
terjadi di pedesaan atau di daerah terpencil luar Jawa.
3. Gedung sekolah tersedia, masyarakat memiliki biaya untuk pendidikan, namun gurunya
tidak ada. Ini sering terjadi di daerah terpencil.
4. Gedung sekolah ada, guru ada, tidak dipungut bayaran untuk sekolah bagi warga miskin,
namun letak sekolahnya amat jauh sehingga butuh transportasi. Sementara bagi warga

miskin, transportasi merupakan kendala yang cukup memberatkan khususnya setelah


kenaikan BBM.
5. Gedung sekolah tersedia, guru ada, tidak dipungut bayaran untuk warga miskin,
transportasi tersedia, namun institusi
Pendidikan tidak membuat perubahan bagi peserta didik setelah lulus. Masyarakat sering
mengaitkan hasil pendidikan dengan perubahan seseorang, khususnya secara ekonomi. Bila
perubahan tidak signifikan, pendidikan cenderung akan ditolak. Kelima persoalan ini adalah
prioritas mendesak bagi instansi pendidikan untuk segera diperbaiki.
J. KEBIJAKAN TERKAIT AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS
PENDIDIKAN
1. Anggaran Pendidikan 2009 Lebih dari 20% ABPN.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, Anggaran Pendidikan Melalui Belanja
Pemerintah Pusat adalah sekitar

89.5 triliun dan anggaran Pendidikan Melalui

Transfer ke daerah sekitar 117.8 triliun. Total sekitar 207, 4 triliun atau sudah mencukupi
20 % seperti yang diamanahkan oleh konstitusi dari total 1030 triliun APBN Indonesia
tahun 2009. Hal ini merupakan suatu bentuk keberhasilan dari pemerintah SBY-JK
dibandingkan pemerintah sebelumnya walaupun komponen dari anggaran tersebut dapat
diperdebatkan.
2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sedikit membantu akses warga
negara terhadap pendidikan dasar, namun faktanya angka putus sekolah tingkat
pendidikan dasar masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan gratis untuk
pendidikan dasar tidak dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah. Selain itu BOS
tersebut tidak mampu membantu akses warga negara terhadap pendidikan menengah.
3. Otonomi atau Liberalisasi Pendidikan

Adanya otonomi atau liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah


Indonesia dimulai dilakukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 61 tahun
1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan. Dalam UU Sisdiknas dan UU BHP pendanaan pendidikan formal yang
diselenggarakan badan hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk pendidikan menengah pemerintah
menanggung sedikitnya 1/3 biaya operasional (Pasal 41 ayat (1) UU BHP), dan untuk
pendidikan tinggi pemerintah paling sedikit biaya operasional pendidikan tinggi (Pasal
41 ayat (6) UU BHP). Artinya negara akan lepas tanggungjawab jika telah menyediakan
batas minimal biaya operasional tersebut dan masyarakat tidak dapat menuntut lebih,
kekurangan dana menjadi tanggungjawab badan hukum pendidikan. Selain itu dana yang
diberikan pemerintah diberikan dalam bentuk hibah dimana badan hukum pendidikan
diharuskan kompetetitif dalam mengajukan proposal hibah (Pasal 41 ayat (10) UU BHP),
jadi tidak semua badan hukum pendidikan mendapatkan bantuan.

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Rukmini,Mimin,dkk.2006.Pemenuhan HAM Pendidikan dan Kesehatan di Daerah.

Jakarta : Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTRIO).


Suwarno.1992.Pengantar Umum Pendidikan.Jakarta : Rineka Cipta.
Damanik,Jayadi,dkk.2005.Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan.Jakarta:

Komnasham.
Tobing,Jakob.2013.Suara Warga.
http://kenali-hak-dan-tanggung-jawab-anda-untuk-mendapatkan-pendidikan.
Diakses 12 Mei 2014 jam 13.20
Darmaningtyas.2008.Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan.
http:// PEMENUHAN HAK-HAK ATAS PENDIDIKAN _ rakyat makassar tolak BHP.
Diakses 12 Mei 2014 jam 14.55

Anda mungkin juga menyukai