Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Berdasarkan the National Center for Health Statistics definisi kematian
janin adalah kematian sebelum kelahiran komplit atau ekstraksi dari ibu. Tanda
kematian janin saat lahir, antara lain bayi tidak bergerak atau menunjukan
tanda-tanda kehidupan lainnya seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau
gerakan otot volunteer.
Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan
bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per
1000 kelahiran. Hal ini tergantung dari kualitas pelayanan kesehatan tiap
Negara.
Untuk mendiagnosa suatu kematian janin atau Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik (denyut jantung
janin, gerakan janin), dan pemeriksaan penunjang (USG, HCG). Penyeb
terbanyak terjadinya IUFD disebabkan oleh janin yang di kandung oleh ibu
yaitu sekitar 20-40%.
Bila terjadi kematian janin dalam rahim maka pilihan perawatannya adalah
menunggu terjadinya persalinan spontan atau dilakukan tindakan induksi
persalinan. Sekitar 90% perempuan akan melahirkan spontan pada minggu
ketiga setelah janin meninggal dalam kandungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi IUFD
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang
dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998).
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan
(Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya
kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram
dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati
yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir
lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tandatanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam
kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin
dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi
yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut
missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan
gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan
gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin (Intrauterine Fetal Death)
adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau
lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau

lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan


janin, gawat janin, atau infeksi (Sarwono, 2008).

Gambar 1. IUFD
2.2 Epidemiologi IUFD
Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per
1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran
pada tahun 19903. Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan
terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran6.

Tabel Insiden terjadinya kematian janin berdasarkan usia


kehamilan5
Gestation (weeks)
5-7
8-11
12-15
16-19
20-27
Total 5-27

Mean incidence fetal death (%)


17.5
50.6
47.0
32.8
10.7
33.0

2.3 Etiologi IUFD


Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal dan dikelompokkan
menjadi penyebab janin, penyebab plasenta, penyebab Ibu, tidak diketahui
penyebabnya .
a. Penyebab Janin :
25-40 % karena kelainan kromosom, cacat lahir non-kromosom,
hidrops non imun, dan infeksi (virus, bakteri dan protozoa).
b. Penyebab plasenta :
25-35% karena solusio plasenta, perdarahan janin ke Ibu, cedera tali
pusat, insufisisnsi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa,
transfusi antarkembar, dan korioamnionitis.
c. Penyebab Ibu :
5-10% karena, antibodi fosfolipid, diabetes, penyakit hipertensi,
trauma, persalinan normal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri,
kehamilan posterm, obat.
d. Tidak diketahui penyebabnya 25-35%2.
2.4 Manifestasi klinik IUFD
1.
2.
3.
4.
5.

DJJ tidak terdengar


Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
Pergerakan anak tidak teraba lagi
Palpasi anak tidak jelas
Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10

hari
6. Pada rongent dapat dilihat adanya
tulang-tulang tengkorak tutup menutupi
tulang punggung janin sangat melengkung
hiperekstensi kepala tulang leher janin
ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan
Hypofibrinogenemia 25%
2.5 Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh

b. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu


c. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late
fetal death)
d. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan diatas.
2.6 Diagnosis IUFD
Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak akan
ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang
biasa dialami (mual, muntah, sering berkemih, kepekaan pada
payudara). Di usia kehamilan berikutnya, kematian janin harus
dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup
lama. Pertumbuhan janin tidak bertambah, janin mengecil, perut ibu
mengecil, perut ibu sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti
mau melahirkan dan berat badan ibu menurun.
2. Pemeriksaan obstetri
Pada kehamilan muda:
a. Pada observasi beberapa minggu kemudian, uterus tidak membesar
sebaliknya mengecil
b. Uji kehamilan yang awalnya positif menjadi negatif. Reaksi
biologik akan menjadi negatif kira-kira setelah fetus meninggal 10
hari.

Pada kehamilan setelah 20 minggu:


a. Ibu tidak merasakan gerakan fetus lagi
b. Mamae mengalami perubahan retrogressi
c. Uterus lebih kecil menurut lamanya amenorrhea atau uterus tidak
membesar bahkan mengecil

d. Berat badan ibu biasanya tidak bertambah lagi, bahkan menurun


e. Pada palpasi fetus kurang jelas
f. Denyut jantung fetus tidak terdengar
g. Pada pemeriksaan dalam teraba kepala fetus dalam keadaan kolap
atau teraba adanya krepitasi, fetus telah meninggal beberapa
minggu akan menunjukkan air ketuban berwarna merah sampai
coklat dan biasanya kental.
3. Pemeriksaan laboratorium
Aktifitas fosfokinase keratinin didalam air ketuban dari 30 mu per ml
atau kurang pada kehamilan normal menjadi 1000 mu per ml pada hari
ke 4-5 setelah fetus meninggal. Enzim fosfokinase kreatinin banyak
terdapat pada epithel dan jaringan subkutan fetus. Tes kehamilan
menjadi negatif setelah kematian janin dalam beberapa minggu.
4. Pemeriksaan ultrasonografi
Pada kehamilan muda prognosa fetus adalah jelek, jika ditemukan:
a. Kantung kehamilan kecil menurut lamanya kehamilan
b. Kantung kehamilan terlihat tidak teratur
c. Pada observasi kantung kehamilan tidak tumbuh
d. Ekho fetus tidak ada pada kehamilan 8 minggu
e. Tonus jantung fetus tidak terlihat pada kehamilan 9 minggu
f. Kantung kehamilan lebih besar dari 2,5 cc tetapi bagian-bagian fetus
tidak terlihat
Jika fetus telah meninggal, maka pemeriksaan ultrasonografi gerakan
fetus atau gerakan jantung tidak ada lagi, setelah fetus meninggal
beberapa minggu kepala fetus dalam keadaan kollap, yang mirip dengan
tanda spalding
5. Pemeriksaan Radiologi
Pada rontgenogram terlihat gambaran karakteristik sebagai berikut:
a. Tanda Robert

Di dalam pembuluh darah( cor, aorta, pembuluh darah hepar) tampak


bayangan gas karena maserasi jaringan dan elemen darah. Tanda
Robert merupakan tanda yang paling dini sebelum tanda-tanda
lainnya.
b. Tulang punggung sangat melengkung atau kadang-kadang membuat
suatu sudut karena maserasi ligamentum spinosum an terjadi setelah
fetus meninggal beberapa hari
c. Tanda Spalding
Tanda Spalding ialah tanda yang menunjukkan adanya tulang
tengkorak yang saling menutup karena otak yang mencair, terjadi
setelah fetus meninggal beberapa hari. Gambaran tanda spalding
serupa gambaran yang terdapat pada fetus yang masih hidup dengan
moulage.
d. Tanda Duel
Tanda Duel berupa halo yang mengelilingi kranium, yang mririp
dengan gambaran halo pada hidrops fetalis karena pengerutan
kranium dan udemat.

Gambar 2. Tanda Spalding sign pada pemeriksaan USG


Tingkatan/ perubahan-perubahan yang terjadi pada janin yang meninggal
antara lain :
1. Rigor Mortis / Kaku mayat ( 2.5 jam) : kemudian bayi lemas lagi dan
ada tanda-tanda lebam
2. Maserasi tingkat I (<48 jam kematian janin) : kulit janin belum rusak
tetapi mudah lepas, dan terdapat gelembung-gelembung yang berisi
cairan jernih. Beberapa saat kemudian berisi cairan darah.
3. Maserasi tingkat II (> 48 jam kematian janin) : tampak gelembunggelembung yang mudah pecah yang berisi cairan berwarna kecoklatan.
4. Maserasi tingkat III ( 3 minggu kematian janin): janin lemas
sekali,tulang-tulang longgar, otak membubur 4.
2.7 Penatalaksanaan IUFD
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi
informasi.

Diskusikan

kemungkinan

penyebab

dan

rencana

penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk segera diinterventasi. Bila


kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila
kematian janin terjadi pada salah satu dari bayi kembar.
1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan
ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini
8

bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental


ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter
spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka
bidan seharusnya melakukan rujukan.
3. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh
Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk
menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero.
Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering
dilakukan terminasi kehamilan.
a) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12
minggu kehamilan.
Persiapan:
Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan
trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan
waktu protombin.
Tindakan:
Kuretasi vakum
Kuretase tajam
Dilatasi dan kuretasi tajam.
b) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu
sampai 20 minggu.
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam
sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria 12 jam
sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan
misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc
dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes
per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
c) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 28 minggu.
Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam
sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria selama
12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai

20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi


cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam
dianggap

tidak

berhasil

atau

atas

indikasi

ibu,

dengan

sepengetahuan konsulen.
d) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan.
Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam
sesudah pemberian pertama. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam
sebelum induksi untuk pematangan

serviks (tidak efektif bila

dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam


dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes
untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida
sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak
berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk
menyelesaikan persalinan.
2.8 Jenis Jenis Persalinan Untuk Janin Mati
1.

Pertolongan persalinan dengan perforasi kronioklasi


Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan
pada bayi yang meninggal di dalam kandunagan untuk memperkecil
kepala janin dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin
(dengan kranioklasi) tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala
oleh letak sungsang dengan kesulitan persalinan kepala. Dngan
kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan system rujukan ke
tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kraioklasi sudah
jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi adalah
perdarahan infeki, trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptira
uteri( pecah robeknya jalan lahir).

2.

Pertolongan persalinan dengan dekapitasi


Letak lintang mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk
dapat lahir normal pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak
lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena itu kematian janin

10

tidak layak dilkukan dengan seksio sesaria kecuali pada keadaan


khusus seperti plasenta previa totalis, kesempitan panggul absolute.
Perslinan di lakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan memotong
leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di lahirkan.
3.

Pertolongan persalinan dengan eviserasi


Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu
isi perut dan paru (dada) sehingga volume janin kecil untuk
selanjutnya di lahirkan. Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya
karena bekerja di ruang sempit untuk memperkecil volume janin
bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma
jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan
dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio
sesaria.

4. Pertolongan persalinan dengan kleidotomi


Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka)
sehingga volume bahu mengecil untuk dapat melahirkan bahu.
Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan
pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak yang besar.
2.9 Komplikasi IUFD
1. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) :
Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti
tromboplastin yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi
factor-faktor

koagulasi

termasuk

factor

V,VIII,

protrombin,dan

trombosit manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata


(DIC)
2. Ensefalomalasia multikistik:
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan
monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar
yang masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam
11

hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika
janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki
risiko tinggi terkena ensefalomalasia multikistik.
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi
embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui
komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau
tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin
sehingga terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia
multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan ekoensefalografi),
usus, ginjal, dan paru3.

3. Hemoragic Post Partum


Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5
minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil
adalah 300-700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi
hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu
setelah janin mati.

2.10 Pencegahan IUFD


Antenatal care yang rutin dan berkala.
1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet
makanan, jangan merokok, tidak meminum minuman beralkohol, obatobatan dan hati-hati terhadap infeksi atau bahan-bahan yang berbahaya.
2. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian
pengobatan.
3. Medeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Botefilia. 2009. Agar Janin Tak Meninggal dalam Kandungan.(Online)
http://cpddokter.com/home/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=938
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 Penyakit dan
cedera pada janin dan neonatus. EGC: Jakarta.
3. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi
kedua Kematian Janin Intra Uterin. EMS : Jakarta
4. Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.
5. Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings.
(Online)
http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html
6. Lindsay,JL.

2010.

Evaluation

of

Fetal

Death.

http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview

13

(Online)

REFERAT ILMU OBSTETRI dan GINEKOLOGI

Intra Uterine Fetal Death


(IUFD)

14

Oleh :
Ayu Dwi Wahyuni, S.ked
09030007
Pembimbing :
dr. , SpOG

SMF ILMU OBSTETRI dan GINEKOLOGI


BAPELKES RSD SWADANA JOMBANG
2010

15

Anda mungkin juga menyukai