Anda di halaman 1dari 8

1.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi bergantung pada virulensi dari organisme, toxin,
enzim, serta respon dari jaringan. Secara umum gejala yang nampak adalah suatu
ulserasi purulen dari kornea tanpa hypopyon atau dengan hypopyon.(khurana)
a. Ulserasi kornea tanpa hypopyon (khurana)
Gejala yang terjadi dapat berupa :
- Nyeri dan sensasi benda asing : disebabkan oleh efek mekanis dari
kelopak mata dan efek kimia dari toksin yang mengenai ujung saraf
-

bebas.
Mata berair : disebabkan oleh refleks hiperlakrimasi sebagai respon

terhadap benda asing.


Fotofobia : intoleransi terhadap cahaya akibat stimulasi ujung saraf.
Penglihatan kabur akibat kornea terhalang infiltrat.
Mata merah : disebabkan pembengkakan pembuluh darah daerah

circumcorneal.
Tanda yang ditemukan :
- Pembengkakan pada kelopak mata.
- Blepharospasm (kekakuan pada M. orbicularis oculi yang
-

mengakibatkan tertutupnya kelopak mata sebagian atau seluruhnya).


Pembengkakan pada konjungtiva dan injeksi siliar.
Ulserasi kornea : ditandai oleh adanya defek berwarna putih
keabuan berupa infiltrat pada fase awal. Fase berikutnya, defek
epitelial akan bertambah dalam dan luas sehingga dapat terjadi
edema pada stroma. Beberapa bakteri menghasilkan defek kornea
yang beragam:
Staphylococal aureus dan Streptococcus pneumoniae
memproduksi ulkus berbentuk oval, berwarna kuning
keputihan, dikelilingi oleh kornea yang relatif jernih.
Spesies pseudomonas biasanya memproduksi ulkus
tajam irregular disertai eksudat mukopurulen berwarna
kehijauan dan cairan nekrotik. Ulkus menyebar dengan
sangat cepat dan dapat mengakibatkan perforasi dalam
waktu 48 72 jam.
Enterobacteriae (E.Coli, Proteus sp., dan Klebsiella sp.)
memproduksi ulkus dangkal dengan warna putih
keabuan dengan supurasi dan daerah opak yang
menyebar di daerah stroma. Endotoxin yang dihasilkan
oleh bakteri gram negatif ini biasanya membuat suatu
lesi infiltrat pada kornea berbentuk cincin.

Bilik mata depan dapat terisi dengan pus (hypopyon) atau tanpa pus.
Iris dapat mengalami kekeruhan.
Pupil dapat mengecil akibat dari toksin yang yang menginduksi

iritis.
Peningkatan tekanan intraokular (inflammatory glaucoma).

Gambar ?. Ulkus kornea bakterial tanpa hypopyon (khurana)


b. Ulserasi kornea dengan hypopyon
Ulserasi kornea hypopyon biasanya disebabkan oleh pneumococcus
dengan karakteristik yang khas, dikenal dengan sebutan ulcus serpens. Gejala
yang dialami umumnya sama dengan ulserasi kornea tanpa hypopyon, namun
pada stadium awal ulcus serpens, nyeri yang dialami lebih sedikit sehingga
pasien umumnya terlambat untuk berobat.
Tanda yang khas pada ulcus serpens adalah :
- Ulkus berwarna abu abu sampai kekuningan berbentuk disk
-

terletak dekat pada pusat kornea.


Ulkus mempunyai kecenderungan merambat dengan bentuk seperti
ular atau gelombang, dengan ujung yang menyebar berupa suatu
peradangan yang merambat, sementara ujung yang lain berupa suatu

proses sikatriks atau epitelium normal.


Terjadi iridocyclitis apabila sudah terbentuk hypopyon yang

definitif.
Ukuran hypopyon bertambah dengan cepat dan mengakibatkan

terjadinya glaukoma sekunder.


Ulkus menyebar dengan cepat sehingga cenderung mengakibatkan
perforasi.

Gambar ?. Ulkus kornea bakterial dengan hypopyon (khurana)


2. Diagnosa (guideline AAO)
a. Anamnesa
- Gejala pada mata : derajat nyeri pada mata, kemerahan, sekret,
penglihatan kabur, fotofobia, durasi gejala, keadaan lain yang
-

dilakukan saat gejala muncul.


Riwayat penggunaan kontak lens : jadwal pemakaian, pemakaian
kontak lens pada malam hari, tipe kontak lens, cairan pembersih
yang dipakai, cara membersihkan, pemakaian saat berenang atau

mandi dengan shower


Riwayat penyakit mata seperti keratitis herpes simplex virus,
keratitis akibat varicella zoster virus, riwayat keratitis bakterial
sebelumnya, trauma mata, mata kering, dan riwayat operasi pada

mata
Tanyakan apakah ada penyakit sistemik yang sedang dialami atau

pengobatan terhadap penyakit sistemik tersebut


- Penggunaan obat mata yang pernah dipakai atau sedang dipakai
- Alergi obat
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pemeriksaan visus, pemeriksaan
eksternal, dan slit lamp.

i. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus dilakukan untuk melihat apakah terdapat
penurunan ketajaman penglihatan yang dibarengi dengan gejala klinis
pasien sehingga dapat menyingkirkan diagnosa banding mata merah
tanpa penurunan visus seperti konjungtivitis dan lainnya.
ii. Pemeriksaan eksternal
Pemeriksaan eksternal dengan atau tanpa loop untuk melihat
keadaan mata maupun sekelilingnya. Hal yang diamati :
- Keadaan umum pasien
- Keadaan wajah
- Penutupan kelopak mata
- Konjungtiva
- Apparatus nasolacrimal
- Sensasi kornea
iii. Pemeriksaan dengan slit lamp
Gambaran sugestif untuk keratitis bakterial

adalah

didapatkannya suatu infiltrat stroma supuratif (besarnya 1 mm)


disertai ujung yang tidak terang, edema, dan infiltrasi berwarna putih
pada sekeliling stroma. Defek epitelial biasanya dapat terlihat dan
reaksi pada bilik mata depan jarang terlihat.
Evaluasi dengan menggunakan slit lamp :
- Margo Palpebra
Inflamasi
Ulserasi
Abnormalitas seperti Trichiasis / Distichiasis
Irregularitas
Abnormalitas punctum lacrimal
Ectropion / Entropion
- Konjungtiva
Sekret
Inflamasi
Kelainan morfologis (folikel, papil, sikatrik,
keratinisasi,

membran,

ulserasi, bekas operasi)


Iskemi
Benda asing
Sklera
Inflamasi
Ulserasi
Penebalan / scar
Nodul
Iskemi
Kornea

pseudomembran,

Epitelium : defek, keratopati pungtata, edema


Stroma : ulserasi, penebalan, perforasi, dan
infiltrat

(lokasi,

densitas,

ukuran,

bentuk,

jumlah, kedalaman, karakteristik warna atau


batas, edema)
Endotelium
Benda asing
Tanda distrofi kornea (epithelial basement
membrane dystrophy)
Bekas inflamasi kornea

(penebalan,

scar,

neovaskularisasi)
Tanda bekas operasi pada kornea
Fluoresensi kornea dapat dilakukan untuk
mendapatkan informasi tambahan seperti adanya
dendrit, pseudodendrit, jahitan yang lepas atau
-

kendor, benda asing, dan defek pada epitelial


Bilik Mata Depan
Melihat kedalaman dan kemungkinan inflamasi
dengan melihat adanya sel atau flare, hypopyon,

fibrin, dan hyphema


Anterior vitreous
Melihat adanya inflamasi
Kontralateral dari mata yang mengalami gejala untuk

mencari petunjuk kemungkinan etiologi penyakit


c. Pemeriksaan Penunjang
i. Kultur dan hapusan
Kultur dan hapusan secara optimal dilakukan terutama bila
pasien tidak sembuh dengan pengobatan antibiotik yang adekuat dan
menurunkan penggunaan antibiotik berlebihan yang banyak memiliki
efek samping merugikan. Spesimen didapatkan dengan melakukan
scraping pada daerah batas area terinfeksi dengan menggunakan heat
sterilized spatula. Bakteri kemudian dikultur pada media yang sesuai.
ii. Biopsi kornea dan teknik kultur stroma dalam
Biopsi kornea diindikasikan apabila respon dengan pengobatan
antibiotik yang diberikan buruk dan hasil kultur >1 kali menunjukkan
hasil negatif sementara respon klinis dari pasien menunjukkan gejala
infeksi berlanjut. Biopsi dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
anestesi topikal, setelah itu dilakukan eksisi pada sebagian jaringan

stroma dalam jumlah yang cukup untuk pemeriksaan histopatologi dan


kultur. Teknik kultur stroma dalam dengan menggunakan jahitan
benang vicryl atau silk 7-0 atau 8-0 dapat menembus ke daerah abses.
Agen patogen akan ikut bersama benang dari jahitan, kemudian
dilakukan biopsi, kultur, dan hapusan.
iii. Corneal Imaging
Imaging kornea merupakan teknologi baru dengan memakai
scanning laser confocal microscopy. Seluruh lapisan kornea dapat
dilihat mulai dari epitelium sampai endotelium. Awalnya alat ini hanya
dipakai untuk pemeriksaan donor jaringan kornea, namun seiring
perkembangan teknologi, alat ini dapat dipakai sebagai suatu alat
diagnostik yang baik.
3. Tatalaksana
Pengobatan awal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan antibiotik
topikal tetes mata. Pemakaian salep juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi
adjuvan. Antibiotik subkonjungtiva sangat membantu pada kasus dimana terjadi
penyebaran pada sklera yang cepat atau sudah ada keadaan perforasi kornea. Terapi
antibiotik sistemik mungkin dapat dipertimbangkan apabila adanya infeksi sistemik
yang merupakan ekstensi dari infeksi intraokular seperti infeksi oleh kuman
gonorrhea. Pemakaian antibiotik topikal dan subkonjungtiva menurut American
Academy of Ophthalmology dilampirkan pada tabel xx.
Keberhasilan regimen pengobatan dinilai dari respon klinis pasien. Hasil dari
kultur dan tes sensitivitas sangat berdampak pada keputusan klinis pengobatan,
terutama pada pasien yang tidak membaik dengan pengobatan awal antibiotik
spektrum luas. Pengobatan yang diberikan harus dimodifikasi baik dari tipe, dosis,
konsentrasi, atau frekuensi antibiotik. Beberapa tanda klinis yang menunjukkan
respon positif terhadap terapi antibiotik seperti :
- Rasa sakit berkurang
- Sekret yang keluar berkurang
- Edema palpebra yang mengecil atau injeksi konjungtiva membaik
- Konsolidasi dari infiltrat stroma
- Penurunan densitas infiltrat stroma tanpa disertai hilangnya jaringan
- Penurunan edema stroma dan inflamasi pada endotel
- Penurunan sel pada bilik mata depan, fibrin, dan hypopyon
- Terlihat proses re-epitelisasi
- Proses penebalan korena berhenti

Gambar xx. Terapi Antibiotik pada Keratitis Bakterial (AAO)

DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana
2. AAO

Anda mungkin juga menyukai