Anda di halaman 1dari 6

Rusaknya akson dan gangguan peredaran darah sebagai perjalanan penyakit dari traumatik optik

neuropati indirek.
Latar Belakang. Indirek traumatik optik neuropati (TON) adalah suatu cedera akut saraf optik yang berhubungan dengan
disfungsi penglihatan berat yang dapat diakibatkan dari cedera sekunder mekanik dan gangguan vaskularisasi akibat terjadinya
trauma. Kami menganalisa perjalanan penyakit berupa rusaknya akson dan gangguan peredaran darah pada pasien dengan TON
indirek untuk menemukan kemungkinan terapi yang terbaik.
Metode. Penelitian kohor terhadap 54 pasien dengan TON indirek yang terjadi pada Oktober 2008 dan Oktober 2010 di rumah
sakit Beijing Tongren. Pasien dibagi menjadi grup no light perception (NLP) dan grup better than NLP (btNLP). Secara spesifik,
ketebalan dari retinal nerve fiber layer (RNLF) dapat dihitung menggunakan Spectral domain optical coherence tomography (SDOCT) dan parameter hemodinamik dari opthalmic artery (OA), central retinal artery (CRA) dan posterior ciliary artery (PCA).
Hasil. Dua minggu setelah cedera, terdapat penurunan signifikan secara statistik dari ketebalan RNFL pada grup btNLP
dibandingkan dengan kelompok mata kontrol (p<0.05). Secara kontras di grup NLP, ketebalan RNFL sedikit meningkat 2 minggu
pasca cedera lalu menurun setelah 4 minggu (p<0.05). Peak sistolic velocity (PSV) dari CRA menurun drastis setelah 4 minggu
pasca cedera (p<0.05) pada grup NLP dan btNLP (p<0.05). Ketebalan dari RNLF pada grup NLP berkolerasi negatif dengan PSV
atau CRA setelah 1 minggu pasca cedera (p<0.05, r=0.962).
Kesimpulan. SD-OCT adalah suplementasi yang berguna untuk mendeteksi rusaknya akson pada TON. Perubahan dinamik dari
ketebalan RNFL tampaknya berkorelasi dengan gangguan hemodinamik pada perjalanan penyakit TON. Pada 2 minggu pertama
setelah cedera adalah waktu yang kritis dan harus dipertimbangkan untuk terapi.
Traumatic optic neuropathy (TON) adalah cedera akut saraf optik yang terkait dengan disfungsi visual, seperti penurunan
ketajaman visual, disfungsi penglihatan warna dan defisit lapangan pandang. Hal ini terjadi karena cedera direk atau cedera
indirek, yang disebut terakhir yang lebih sering ditemukan. Telah tercatat bahwa hilangnya penglihatan yang terjadi pada TON
biasanya segera dan berat. Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa yang utama ada dua komponen mekanis yang bertanggung
jawab atas kehilangan penglihatan, yaitu, cedera mekanik dan gangguan pembuluh darah. Munculnya studi pencitraan baru telah
membuat pemahaman lebih lanjut proses alamiah dari TON. Spectral domain optical coherence tomography (SD-OCT) bisa
menguraikan retinal nerve fiber (RNFL) pada pasien dengan glaukoma atau neuropati optik lainnya, termasuk TON indirek.
Terlebih lagi, adanya bukti bahwa gangguan sirkulasi dalam saraf optik terdeteksi menggunakan color Doppler imaging (CDI)
merupakan tanda patogenik dari TON.
Data dinamis dari 54 pasien dengan TON indirek yang dianalisis untuk menggambarkan bagaimana cedera mekanik dan
mungkin untuk therapeutic window time untuk TON.

Metode
Kohort dari 54 pasien dengan TON unilateral indirek yang dirawat di instalasi gawat darurat di Beijing Tongren Eye
Center antara oktober 2008 sampai oktober 2010 diambil untuk studi ini. Pasien- pasien kemudian dibagi menjadi grup no light
perception (NLP) dan grup better than NLP (btNLP). Best corrected visual acuity (BCVA) dari semua pasien berkisar dari NLP
sampai 20/200 menurut skema dari Early treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) yang ditentukan pada kunjungan
pertama mereka. Dua puluh delapan dari 54 pasien memiliki NLP, dan dua puluh enam yang lain merupakan btNLP. Pada mata
NLP, ditemukan adanya extinguished dan flat flash VEP dan tidak adanya reaksi pupil direk. Pada seluruh pasien TON, mata yang
tidak cedera dibuktikan normal secara klinis melalui pemeriksaan okular komprehensif, termasuk tes lapang pandang. Kontrol 30
disease- free dilakukan pada pasien TON sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Mereka adalah sukarelawan di antara staff rumah
sakit yang tidak memiliki riwayat penyakit ophtalmologic atau pun neurologic. Seluruh pasien dengan TON dan grup kontrol
menjalani pemeriksaan ophtalmologic dan neurologic atau melakukan konsultasi ke bagian bedah saraf. Pada setiap pasien
dilakukan pemeriksaan CT orbital resolusi tinggi atau MRI kranial dan orbital untuk menyingkirkan adanya fraktur kanal optik
atau pun hematoma. Pasien- pasien dengan fraktur kanal optik atau pun hematoma dieksklusi. Seluruh pasien merupakan pasien
yang memiliki cedera hanya di saraf optik, dan pasien dengan abnormalitas intraokular kombinasi dieksklusi.
Seluruh pasien menjalani pemeriksaan okular komprehensif termasuk riwayat medis yang detil, pengukuran BCVA, slitlamp biomicroscoy, Goldmann aplanation tonometri dan pemeriksaan fundus. Diagnosis dari TON didasari pada adanya kebutaan
akut atau hilangya penglihatan setelah adanya riwayat trauma di dahi atau pun supraorbital. Seluruh pasien TON datang dengan
presentasi adanya relative afferent pupillary defect (RAPD) atau tanpa reaksi pupillary. RAPD kemudian dilihat derajatnya dengan
system grading yang diajukan oleh Bhattacharjee et al. Pemeriksaan lapang pandang dilakukan pada mata yang tidak cedera untuk
mengeksklusi adanya kerusakan di jalur penglihatan. Flash VEP dilakukan untuk semua pasien untuk menentukan adanya

pendataran atau pun pengurangan amplitudo dan latency increment pada mata yang cedera. Pasien- pasien dengan kelainan okular
lainnya, seperti rupture of globe, traumatic cataract, retinal detachment, choroidal rupture, perdarahan vitreous, glaukoma, dll
tidak dimasukkan ke dalam studi ini. Diagnosa akhir dari semua TON dikonfirmasi oleh opthalmologist yang berpengalaman di
bidang ini. SD-OCT dan analisa aliran darah dilakukan pada seluruh pasien TON dengan interval minggu 1, 2, 4 , dan minggu 12.
Seluruh pasien kemudian di follow- up paling tidak selama 6 bulan.
Pengukuran
SD-OCT dengan menggunakan RTVue(Optovue Inc., Fremont, CA, USA) menggunakan laser dioda sebagai pemindai
dengan panjang gelombang (84010) nm untuk menyediakan gambaran dari mikrostruktural okular, yang dapat melakukan 26000
scan/ detik dengan kedalaman resolusi 5m. SD-OCT memberikan resolusi yang lebih tinggi dibanding dengan TD-OCT, dan
dapat memberikan penurunan yang signifikan pada gerakan artifak dan peningkatan ratio signal- to- noise apabila dibandingkan
dengan TD-OCT. Seluruh pemindaian dilakukan oleh operator berpengalaman yang sama. Tidak ada koreksi manual pada output
OCT. Fiksasi target internal digunakan untuk cedera mata btNLP karena telah dibuktikan sebelumnya bahwa perlakuan ini
memberikan reproducibility tertinggi, sementara untuk mata NLP, fiksasi target digunakan untuk mata yang tidak cedera. Hanya
gambar dengan kualitas tinggi, didefinisikan sebagai signal strength index 30, yang digunakan untuk analisis.
Pada presentasi scan lensa 3D, batas dari lensa digambar dan secara tepat ditentukan menggunakan RPE endpoints pada
A-scan dan B-scan. Hasil dari gambar tersebut kmudian disimpan sebagai baseline untuk pola optic nerve head (ONH). ONH
merupakan pola dari scan radial yang digabungkan dengan scan circular. Protokol ini juga menghasilkan peta ketebalan polar
RNFL yang merupakan pengukuran ketebalan RNFL sepanjang 3,45 mm pada diameter dengan titik tengah pada lempengan
optik.Parameter yang dihasilkan adalah rata- rata dari ketebalan RNFL di kuadan temporal, superior, nasal, inferior dan juga rerata
keseluruhan dari pengukuran lensa. Hasil mengindikasikan bahwa Confidence Index(CI) berada pada 95%-99%, dan dalam batas
normal hasilnya menunjukkan 95% CI.
Seluruh pasien dites dengan probe linear (7,5MHz) dengan MyLab 90 Color Doppler(Esaote SpA, Firenze, Italy).
Pemindaian eksplorasi secara penuh dilakukan baik secara vertikal mau pun horizontal. Setelah sinyal aliran darah terdeteksi,
arteri ophtalmic(OA), arteri retinal sentralis(CRA) dan posterior cilliary artery (PCA) kemudian diperiksa. Angka sampling dipilih
di retrobulbar 15-25 mm, retrobulbar 2-3 mm, area gelap dari saraf optik, retrobulbar 3,5 mm, dan sisi dari area gelap. Untuk
setiap arteri, peak systolic velocity (PSV), end diastolic velocity (EDV), dan time average mean velocity (TAMX) diukur.
Resistence Index (RI) dan Pulsatile Index (PI) dikalkulasi sebagai berikut: PI= (PSV-EDV)/ TAMX, RI= (PSV-EDV)/ PSV,
PSV/EDV= S/D. Siklus spectrum yang sama secara tiga kali berturut- turut digunakan untuk menganalisa spektrum doppler.
Seluruh pengukuran dites dengan menggunakan pemeriksaan single masked.
Analisa statistik
Data dianalisa dengan menggunakan SPSS 15.0 (SPSS Inc. , Chicago, IL, USA). Perbedaan antara ketebalan RNFL dan
parameter aliran darah antara mata yang cidera dengan mata yang tidak dievaluasi dengan menggunakan paired t-test. T-test
independent dilakukan pada grup NLP dan grup btNLP. Anova (post hoc test) dilakukan untuk perbandingan multipel pada grup
yang memiliki periode yang berbeda. Koefisien Pearsons dikalkulasi untuk menemukan hubungan signifikan secara statistik
antara parameter RNFL dan parameter aliran darah. DI seluruh analisa statistik, P<0,05 dianggap signifikan secara statistik. Untuk
setiap parameter, coefficient of variation (COV) dikalkukasi dengan membagi Standrad Deviation (SD) dengan rerata dari
pengukuran angka dan diekspresikan sebagai persentasi. Kebanyakan peneliti menganggap COVs di bawah 10% memiliki tingkat
pengulangan yang tinggi, sedang COV di bawah 5% mengindikasi tingkat pengulangan yang sangat tinggi. Untuk menentukan
reliabilitas dari pengulangan pengukuran pada interval yang berbeda, intraclass correlation coefficients (ICC) untuk kesepakatan
absolut dikalkulasi. Semakin ICC mendekati angka 1, semakin baik hasilnya. Angka ICC lebih dari 0,7 dianggap sebagai
pengukuran yang dapat dipercaya.

Hasil
Gambaran Klinis dari Subjek
Detil-detil demografi dan riwayat dari 54 pasien dengan TON dalam penelitian kohort ini terdapat pada tabel 1. Tekanan
darah dan tekanan intraokuler dari semua pasien berada dalam batas normal. Umur rata-rata dari pasien-pasien ini adalah (2912)
(range, 20-46) tahun, (3117) (range, 22-46) tahun untuk grup NLP dan (2811) (range, 20-44) tahun untuk grup btNLP. Rata-rata
ketajaman visual dari grup btNLP adalah (3,912,9) ETDRS letters.

Semua kasus pada grup btNLP (26 kasus) mempunyai RAPD dari mata yang luka pada kunjungan mereka yang pertama.
Di antara mereka, derajat RAPDnya diringkas sebagai berikut: grade IV, 12 kasus (46,15%); grade III, 10 kasus (38,46%); grade
V, 2 kasus (7,69%); grade II, 2 kasus (7,69%); dan grade I, tidak ditemukan kasusnya.
Pembelajaran pencitraan CT dan MRI dari kasus-kasus ini tidak menampakkan luka gabungan, termasuk tidak ada
dislokasi dari pecahan-pecahan tulang di apeks orbital dan tidak ada pengaruh pada jalur visual.
Pengulangan dan reliabilitas SD-OCT dan pengukuran pencitraan color Doppler
COV (koefisien variasi) dari semua parameter adalah di bawah 10%, dan ICC dari semua parameter adalah di atas 0,7.
Ketebalan RNFL diukur dengan OCT dan parameter hemodinamik dari OA, CRA, dan PCA menunjukkan COV dan ICC baik
pada pasien TON tidak langsung dan peserta kontrol. Kemampuan reproduksi adalah tinggi menggunakan OCT, dimana
menunjukkan suatu rata-rata COV adalah 7,19% pada pasien-pasien TON tidak langsung yang mempengaruhi mata dan 4,56%
pada mata sehat; dan ICC lebih tinggi dari 0,718. Rata-rata nilai ketebalan RNFL adalah parameter dengan variabilitas paling
rendah di dalam masing-masing grup pada luka dengan batas waktu yang berbada (COV < 7,25% dan ICC > 0,929 pada grup
btNLP; COV < 7,75% dan ICC > 0,919 pada grup NLP; COV < 4,30% dan ICC > 0,962 pada grup kontrol).
Hasil yang diperoleh menggunakan CDI adalah direproduksi tinggi pada mata yang luka dan pada kontrol-kontrol,
dengan suatu rata-rata COV berturut-turut 7,05% dan 5,44%. Nilai ICC lebih tinggi dari 0,711 untuk CDI. Nilai PSV dari CRA
adalah parameter dengan variasi terendah di dalam masing-masing grup pada luka dengan batas waktu berbeda (COV < 4,64%
dan ICC > 0,847 pada grup btNLP; COV < 6,5% dan ICC > 0,939 pada grup NLP; COV < 3,93% dan ICC > 0,941 pada grup
kontrol). Hampir semua parameter menunjukkan suatu variasi yang lebih rendah pada mata kontrol (COV < 7,96% dan ICC >
0,827).
Perbandingan dari Ketebalan RNFL pada Batas Waktu yang Berbeda
Semua pasien TON menunjukkan kemajuan pengurangan dari ketebalan RNFL setelah TON yang mana didokumentasi
dengan OCT sekuensia.
Pada tahap-tahap terakhir dari TON, pada 4 dan 12 minggu setelah luka, ada pengurangan yang signifikan dari ketebalan
RNFL antara mata luka dengan NLP dan mata kontrol (p=0,038 dan 0,006 berturut-turut; gambar 1B). Statistik pengurangan dari
ketebalan RNFL juga ditemukan ketika membandingkan mata luka pada btNLP dengan mata kontrol (p=0,000 dan 0,000 berturutturut; gambar 1A). Bagaimanapun, grup btNLP menunjukkan suatu pengurangan dari ketebalan RNFL yang lebih dini yaitu hanya
2 minggu setelah luka (p=0,015). Tidak ada perbedaan statistik dari ketebalan RNFl antara grup NLP dan btNLP (p=0,733 setelah
4 minggu dan 0,405 setelah 12 minggu, berturut-turut).
Tabel 1. Demografi dan riwayat dari 54 pasien dengan TON (n (%))

Dari gambar 1B, kita amati bahwa pada tahap dini dari TON, dalam 2 minggu, rata-rata ketebalan RNFL dari mata luka
dengan NLP sedikit lebih daripada mata kontrol (setelah 1 minggu: grup NLP (109,649,29) m, grup btNLP (106,148,28) m;
setelah 2 minggu: grup NLP (109,2410,15) m, grup btNLP (102,935,47) m, tetapi perbedaannya tidak signifikan secara
statistik (untuk 1 minggu, p=0,229; untuk 2 minggu, p=0,453).
Ada 1 kasus tipikal yang melewati waktu dimana menunjukkan perubahan-perubahan dalam rata-rata ketebalan RNFL
dari mata NLP (gambar 2).
Analisa dari ketebalan RNFL dari pasien-pasien NLP menunjukkan pengurangan ketebalan yang progresif dari 1 minggu
sampai 3 bulan setelah luka, tetapi tidak ada pengurangan yang signifikan dari ketebalan RNFL selama 1-2 minggu (p=0,888).\

Gambar 1. Rata-rata dari ketebalan RNFL pada batas waktu yang berbeda. A: rata-rata ketebalan RNFL antara mata luka dengan
btNLP dan mata kontrol. B: rata-rata ketebelan RNFL antara mata luka NLP dan mata kontrol. * p < 0,05.

Gambar 2. Perubahan pada rata-rata ketebalan RNFL dari mata luka ketika dibandingkan dengan mata kontrol pada waktu terjadi
luka yang berbeda dalam satu kasus tipikal. Rata-rata ketebalan circumpapillary RNFL di setiap bagian telah diperlihatkan. IN:
mengindikasi inferior nasal, IT: inferior temporal. NL: nasal lower. NT: nasal temporal. NU: nasal upper. SN: superior nasal. ST:
superior temporal. T: temporal. TL: temporal lateral. TU: temporal upper.
Bagaimanapun, kehilangan RNFL jelas antara 2 dan 4 minggu setelah luka (p=0,030), dan kemudian tingkat
pengurangan dari rata-rata ketebalan RNFL lebih cepat banyak dan akhirnya lebih besar daripada 52% pada mata luka dengan
NLP setelah 12 minggu.
Tidak seperti pengurangan dari ketebalan RNFL pada pasien-pasien NLP, tidak ada pengurangan ketebalan RNFL yang
signifikan pada pasien btNLP dalam kurun waktu 4 minggu setelah luka (p=0,431; 0,101); pengurangan menjadi nyata hanya dari
4 minggu sampai 12 minggu setelah luka (p=0,000).
Parameter Hemodinamik dari OA, CRA, dan PCA pada Batas Waktu yang Berbeda
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada parameter dari OA, CRA, dan PCA pada grup NLP dan btNLP pada 1,2,4, dan
12 minggu (p > 0,05 pada semua subgrup). Sebagai tambahan, tidak ada perbedaan statistik antara parameter hemodinamik dari
peserta kontrol dan pada mata normal dari orang yang tidak luka (p > 0,05 pada semua subgrup).
Bagaimanapun, analisis lebih jauh mengenai parameter hemodinamik dari OA, CRA, dan PCA menunjukkan bahwa
beberapa parameter seperti PSV, PI, TAMX dari subgrup CRA pada mata luka secara signifikan mengurangi trauma lanjutan
dibandingkan dengan mata kontrol, terutama PSV dari CRA (gambar 3).
Pada derajat TON yang paling awal, dalam kurun waktu 1 minggu, nilai PSV dari CRA pada mata luka NLP jelas lebih
rendah dibandingkan dengan mata normal (p=0,037, gambar 3B), ketika mata btNLP menunjukkan suatu penurunan kemudian
pada PSV dari CRA 2 minggu setelah luka (p=0,034, gambar 3A). Tidak ada perbedaan yang jelas pada nilai PSV dari CRA antara
grup NLP dan btNLP pada batas waktu berbeda (nilai-nilai p, 0,856 untuk 1 minggu; 0,944 untuk 2 minggu; 0, 567 untuk 4
minggu; 0,147 untuk 12 minggu setelah luka).
Korelasi antara Rata-rata Ketebalan RNFL dan PSV dari CRA pada grup btNLP dan grup NLP
Rata-rata ketebalan RNFL dan PSV dari CRA pada pasien btNLP dan pasien NLP keduanya berkurang secara progresif
dalam perjalanan penyakit TON. Korelasi antara 2 parameter ini telah dipelajari. Tidak ada korelasi yang penting antara ketebalan
RNFL dan PSV dari CRA pada setiap batas waktu dalam grup btNLP. Bagaimanapun, pada grup NLP, terdapat korelasi negatif

yang signifikan antara keduanya pada 1 minggu setelah luka (p=0,042; r=0,962), tetapi tidak pada batas waktu yang lainnya. Pada
grup normal, korelasi yang kuat antara rata-rata ketebalan RNFL dan PSV dari CRA jelas diperlihatkan (p=0,025l r=0,975).

Gambar 3. PSV dari CRA pada pasien TON dengan NLP, btNLP, dan kontrol normal pada waktu luka yang berbeda. A:
Perbandingan PSV dari CRA antara mata luka dari btNLP dan mata kontrol. B: Perbandingan PSV dari CRA antara mata luka dari
NLP dan mata kontrol. * p < 0,05.
Diskusi
Dalam penelitian kohort ini, sebagian besar pasien (49 dari 54 kasus) adalah pria dan dewasa muda, yang merupakan
karakteristik epidemiologi dari populasi trauma. Bagian luka dan penyebab cedera sesuai dengan definisi dari trauma yang
menyebabkan TON tidak langsung. Hal lain yang terdapat dalam penelitian kohort ini adalah bahwa NLP tidak dipilih sebagai
titik akhir klinis akan tetapi sebagai peristiwa mengenai perjalanan alami dari TON derajat sangat berat.
Pengukuran RNFL biasanya dipertimbangkan sebagai cara yang paling dapat dihandalkan untuk mengukur kehilangan
aksonal dalam studi klinis dan telah ditunjukkan bahwa pengukuran RNFL menggunakan OCT dapat bersifat reproduktif pada
mata glaukoma. Kelebihan ini yang menyebabkan penggunakan ketebalan RNFL sebagai pengukur pengganti dalam mendeteksi
kehilangan aksonal pada pasien TON. Hasil dari penelitian kami telah mencatat bahwa SD-OCT dapat mendeteksi perubahan
penurunan ketebalan RNFL dalam proses TON tidak langsung dan memberikan reproduktifitas dan reabilitas pengukuran
ketebalan RNFL pada mata sehat dan dengan cedera. Beberapa penulis menemukan bahwa rata-rata penurunan ketebalan RNFL
menjadi lebih nyata 4 minggu setelah terjadinya trauma sementara yang lainnya mengobservasi penurunan nyata tersebut dalam 2
minggu. Dalam pasien kami, penurunan ketebalan RNFL secara nyata ditemukan 2 minggu setelah terjadinya cedera pada
kelompok btNLP, sementara pada kelompok NLP, penurunan ini dipantau 4 minggu setelah cedera. Penemuan-penemuan ini
mengacu bahwa penurunan ketebalan RNFL yang lebih lambat pada pasien NLP berhubungan dengan edema RNFL yang lebih
berat dan bersifat lama, dibandingkan dengan pasien btNLP. Ketebalan RNFL pada pasien TON tidak langsung dengan NLP
setelah 4 minggu terjadinya cedera turun sekitar 15% dibandingkan dengan yang setelah 2 minggu. Penemuan ini menyatakan
bahwa rata-rata pengukuran ketebalan RNFL dapat bermanfaat untuk memantau kehilangan aksonal pada TON tidak langsung
seawall-awalnya 2 minggu setelah cedera. Laju penurunan dari rata-rata ketebalan RNFL lebih besar dari 52% pada kelompok
NLP 12 minggu setelah cedera, sementara dalam waktu yang sama, terdapat 38% penurunan yang dipantau pada kelompok
btNLP, mengindikasikan fungsi visual awal yang kurang baik memperantarai kehilangan RNFL yang berat.
Studi kini memperlihatkan bahwa penurunan ketebalan RNFL pada mata yang cedera berkorelasi baik dengan kerusakan
fungsi visual 4 minggu setelah terjadi cedera. Kami memperhatikan bahwa ketebalan RNFL pada kelompok NLP sedikit lebih
dalam 2 minggu setelah cedera, yang juga dilaporkan pada studi Miyahara et al. Selanjutnya, pada kelompok NLP, korelasi negatif
antara ketebalan RNFL dan PSV dari CRA pada 1 minggu setelah terjadinya cedera juga menunjukkan hubungan interdependen
dari edema dan iskemia retina. Demikian pula peningkatan ketebalan yang diukur dengan OCT dalam kasus oklusi pada bagian
sentral atau cabang arteri retina kemungkinan akibat edema lapisan retina bagian dalam.Penemuan OCT, peningkatan ketebalan
RNFL, dan penemuan Doppler, penurunan PSV dari CRA pada mata dengan NLP, memberi kesan bahwa edema serat saraf retina
sebagai perubahan histopatologis akut merupakan sekunder dari iskemia retina akibat trauma, dan sebaliknya. Secara mengejutkan
, edema RNFL jenis tersebut tidak ditemukan pada kelompok btNLP dalam studi kini, walaupun pada tingkat awal TON dengan
btNLP telah dipantau penurunan secara progresif pada nilai PSV dari CRA (gambar 3A). Akan memungkinkan bahwa durasi
edema retina pada kelompok tbNLP bersifat transit dan/ atau bersifat ringan dibawah batasan pendeteksian OCT. Penemuan ini
juga mengindikasikan bahwa fungsi autoregulasi hemodinamik masih ada pada kelompok btNLP namun mungkin telah hilang
pada kelompok NLP. Spekulasi tersebut membutuhkan penegasan dari penelitian dan studi lanjut.
Pada TON tidak langsung, secara alamiah penurunan penebalan RNFL dipantau dengan OCT bergantung kepada tingkat
klinis. Pada awalnya, kerusakan neuron dan edema iskemia yang disebabkan dampak trauma akut dapat menyebabkan

peningkatan ketebalan RNFL, dan kemudian terjadi penurunan yang bersifat ireversibel. Sisi lain, ditemukan juga bahwa
pengukuran ketebalan RNFL menggunakan OCT tidak selalu berkorelasi dengan fungsi visual dari pasien dengan TON tidak
langsung, terutama pada tingkat edema akut. Pandangan serupa telah dilaporkan dalam suatu studi pada pasien dengan central
retinal artery obstruction (CRAO). Iskemia mungkin merupakan faktor utama yang menginduksi edema neuronal pada tingkat
awal dan kematian neuron, serta atrofi aksonal pada tingkat akhir TON. Dalam penelitian ini, ditemukan penurunan PSV dari
CRA dari minggu 1 sampai minggu 12 yang berkorelasi baik dengan progresifitas TON. Penurunan perfusi CRA yang nyata pada
mata yang kehilangan fungsi visualnya ditemukan ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol 2 minggu setelah cedera. Hasil
ini sesuai dengan laporan dari Ustymowicz. Laporan ini juga menyatakan bahwa terdapat penurunan aliran darah CRA secara
signifikan pada pasien dengan TON. Selanjutnya, kami mengobservasi perubahan parameter CRA merupakan yang paling
menonjol diantara parameter sistem vascular yang memperdarahi saraf optik. Hal ini dikarenakan suplai darah dari CRA secara
utama terkonsentrasi pada saraf optik dan retina, terutama retina bagian dalam.
Hasil kami menunjukkan bahwa PSV pada CRA turun lebih awal pada kelompok NLP dibandingkan dengan kelompok
btNLP, dan D-value dari CRA PI secara statistik lebih besar ada kelompok NLP, mengindikasikan bahwa gangguan sirkulasi CRA
pada mata NLP muncul terlebih dahulu dan lebih berat dari kelompok btNLP. Lebih lanjut, ini juga mendorong pemikiran bahwa
kebutaan akut dari TON mungkin berhubungan dengan gangguan awal dan berat sirkulasi CRA di dalam saraf optik, sedikit
banyak serupa dengan patofisiologi CRAO.
Berdasarkan data kini, awal periode 2 minggu adalah waktu yang kritis. Dalam 2 minggu setelah terjadinya cedera,
walaupun PSV dari CRA telah menurun, tidak terdapat penurunan suplai darah secara signifikan CRA antara kelompok btNLP dan
kelompok kontrol. Fenomena ini dapat dikarenakan efek kompensasi dari fungsi autoregulasi CRA, dan dalam studi kami,
menunjukkan kemungkinan fungsi autoregulasi ini telah hilang pada tingkat awal pada kelompok NLP. Adanya fungsi
autoregulasi CRA dalam sekitar 2 minggu dapat berguna untuk menjelaskan mengapa pasien TON dengan kehilangan penglihatan
yang berat memiliki morfologi normal dan warna dari diskus tampak dapat dipertahankan. Akan tetapi fungsi tersebut akan
menghilang setelah 2 minggu. Dalam analisa PSV pada CRA dan ketebalan RNFL, akan terjadi penurunan PSV secara drastis
setelah 2 minggu, yang berkorelasi dengan penurunan drastis ketebalan RNFL dalam kelompok NLP maupun btNLP. Secara
alamiah TON tidak langsung akan mengalami perubahan menuju tingkat ireversibel. Fenomena tersebut telah menunjukkan
bahwa 2 minggu awal setelah terjadinya cedera harus dipertimbangkan sebagai jendela pengobatan. Dalam periode jendela ini,
penstabilisasian atau peningkatan fungsi mikrovaskular serta penggunaan agen neuroprotektif dapat menjadi alat yang
menjanjikan untuk pengobatan pasien TON tidak langsung di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai