Anda di halaman 1dari 19

PENYAJIAN KASUS

1.ANAMNESIS
Identitas
Nama

: Bp. Y

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 54 Tahun

Alamat

: Blawong, Bantul

Pekerjaan

: Swasta

Nomor RM

:-

Tanggal Masuk RS

: 22 April 2015

Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 april 2015


Keluhan Utama
Keluar darah dari hidung yang tidak berhenti.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak jam 9
malam, yang keluar secara tiba-tiba. Darah yang keluar dirasakan tidak berhenti dan
keluar terus menerus. Pasien menyangkal ada nya riwayat trauma ringan dan berat
sebelumnya, pasien juga menyangkal adanya benda asing yang masuk ke dalam
hidung. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun yang
lalu dan sempat di rawat dirumah sakit selama 3 hari akibat keluhan tersebut. Pasien
mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak mengkonsumsi obat untuk hipertensi.
Pasien mempunyai riwayat alergi makanan seperti udang. Pasien mengatakan jika
luka dan keluar darah, darah cepat berhenti. Pasien mempunyai riwayat penyakit
hipertensi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun tang lalu.
1

Pasein mengaku mempunyai riwayat penyakit Hipertensi.


Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: Compos mentis

Vital sign

-TD

: 200/100

-Nadi

: 90 kali/menit

-Respirasi

: 20 kali/menit

Status Lokalis
Telinga
Inspeksi, Palpasi :
Inspeksi, Palpasi :
Telinga kanan
(-),

Telinga kiri

Aurikula

Edema

hiperemis

(-), Edema

(-),

hiperemis

(-),

Retroaurikula

massa (-).
Edema (-),

hiperemis

massa (-).
(-), Edema (-),

hiperemis

(-),

Palpasi

massa (-)
massa (-)
Nyeri pergerakan aurikula (-), Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-).

nyeri tekan tragus (-).

Telinga kanan

Telinga kiri

Otoskopi :

MAE

Edema

(-),

hiperemis

(-), Edema

(-),

hiperemis

(-),

Membran

serumen (-), furunkel (-).


serumen (-), furunkel (-).
Intak, berwarna putih, refleks Intak, berwarna putih, refleks

timpani

cahaya (-).

cahaya (-).

Hidung dan Sinus Paranasal


Inspeksi, Palpasi :
-

Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-)

Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (-)

Rinoskopi Anterior :
Rinoskopi anterior

Cavum nasi dextra

Cavum nasi sinistra

Mukosa hidung

Edema (-), berwarna pucat.

Edema

darah(+).

pucat. Darah (+).

Deviasi (-), dislokasi (-).


Membesar (hipertrofi).

Deviasi (-), dislokasi (-).


Membesar (hipertrofi).

Septum
Konka inferior

Berwarna pucat.
Meatus inferior dan Sekret (-), polip (-).

(-),

berwarna

Berwarna pucat.
Sekret (-), polip (-).

media
Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan.
Tenggorokan
Inspeksi, Palpasi :
-

Mukosa

: hiperemis (-), edema (-)

Tonsil

: T1-T1

Pembesaran kelenjar limfe

: (-)

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan.

4.DIAGNOSIS
Diagnosis kerja

: Epistaksis Anterior ec Hipertensi

Diagnosis banding

: Rinitis vasomotor
Sinusitis
3

5.TATALAKSANA
Non Medikamentosa :

Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya dan eliminasi.

Menghindari makanan yang dapat merangsang kambuhnya penyakit

Rutin Berolahraga

Medikamentosa :
-

Antihistamin: interhistin 2 x sehari dengan dosis 50 mg

Kortikosteroid oral : budesonid

Antibiotik : ampisilin, amoksisilin

Kontrol ulang.

6.PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanactionam

: malam

BAB II
PENDAHULUAN
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung merupakan suatu keluhan atau
tanda, bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan
setempat atau penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan
menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya.
Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti
dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh
pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis berat, walaupun jarang
dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal,
bila tidak segera ditolong.
Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior
dan perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal
dari septum bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior).
Prevalensi yang sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui, karena pada beberapa
kasus

epistaksis

sembuh

spontan

dan

hal

ini

tidak

dilaporkan.

Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab.Secara


umum penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab
sistemik.Penyebab lokal yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma
dan zat kimia.Penyebab sistemik antara lain yaitu penyakit kardiovaskular, gangguan
endokrin, infeksi sistemik, teleangiektasis hemoragik herediter, kelainan hematologi,
obat- obatan dan defisiensi vitamin C dan K. Untuk menegakkan diagnosis dari
epistaksis anterior dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan pemasangan tampon yang
telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapat tetes adrenalin 1/10.000.

Penatalaksanaan pada epistaksis anterior seharusnya mengikuti tiga prinsip


utama yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah
berulangnya epistaksis.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal
atau sebab umum (kelainan sistemik). Secara patofisiologis, bisa dibedakan menjadi
epistaxis anterior dan posterior.
B. Anatomi Fisiologi
Penting kiranya mengetahui anatomi suplai darah di hidung, karena dari struktur
inilah awal epistaksis. Pemeriksa harus memperhatikan apakah sumber perdarahan
berasal dari lubang kanan atau kiri, perdarahan dari depan atau belakang,dan diatas
atau dibawah meatus media, yang secara garis besar membagi suplai darah atas dua
kontributor utama, arteri karotis eksterna dan interna.

Arteri oftalmika ( cabang dari arteri karotis interna ) mencabangkan dirinya


menjadi arteri etmoidalis anterior dan posterior, dan keduanya menyuplai darah pada
superior hidung. Arteri sfenopalatina menyuplai darah untuk separuh bagian bawah
dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Suplai darah lainnya berasal dari
arteri karotis eksterna dan cabang-cabang utamanya.
Semua pembuluh darah hidung saling berhubungan melalui beberapa
anastomosis. Suatu pleksus vaskular di sepanjang bagian anterior septum
kartilaginosa menggabungkan sebagian anstomosis ini (sebagian besar dari arteri
etmoidalis anterior) dan dikenal sebagai Little area atau pleksus Kiesselbach (lihat
gambar). Karena ciri vaskularnya dan sering menjadi lokasi trauma dari luar, maka
daerah ini menjadi sumber perdarahan tersering (pada anak-anak) dan biasanya
berhenti spontan, dikenal dengan epistaksis atau perdarahan anterior.

C. Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadangkadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan
local pada hidung atau kelainan sistemik.
Lokal

Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan secret


dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.
Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga
menyebabkan epistaksis.

Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menye-babkan epistaksis.

Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,


kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma,
karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan


telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien
ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus
gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi


perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau
perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan
sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari
menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi
membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.

Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan
udaranya sangat kering.
Sistemik

Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.


Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis


kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.
Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak
baik.

Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadangkadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase
menstruasi
D. Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri
karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui
percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior
merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan
vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum.
Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan
10

enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,


a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina
desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral,
kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk
menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke
dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa
percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen
etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke
foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus.
Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu
turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan
untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum
kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis
anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini
menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada
pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti
menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya
trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini
terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami
inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.
E. Lokasi Epistaksis
Menurunkan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar
ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian
anterior dan posterior.

11

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber


perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri
(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
.
2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat
menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular.
F. Gambaran klinis dan pemeriksaan
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan
ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung
dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab
perdarahan.
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan
anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi
larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan
membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk
sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan
dilakukan evaluasi. Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah
dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan
pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
12

a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c) Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d) Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.
e) Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,
jumlah platelet dan waktu perdarahan.
f) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber
perdarahan, hentikan perdarahan, cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya
perdarahan.
Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,
pernafanasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya
dengan memasang infuse. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah,
perlu dibersihkan atau diisap.
Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat
apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk

13

pemeriksaan ialah lampu kepala, speculum hidung dan alat pengisap. Anamnesis
yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.
Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir
keluar hidung sehingga bias dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah
duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai
darah mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan
tangan dipeluk , kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.
Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan
darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas
yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10000 dan pantocain 2% dimasukkan
kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada
saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit.
Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari
bagian anterior atau posterior hidung.
H. Menghentikan Perdarahan
Perdarahan Anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum
bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior,
terutama pada anak, dapat dicoba di hentikan dnegan menekan hidung dari luar
selama 10-15 menit, seringkali berhasil.
Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik
dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi
krim antibiotic. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu
dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi
pelumas vaselin atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah
dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut.
Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat
menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan
untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang
14

untuk mencari factor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti,
dipasang tampon baru.
Perdarahan Posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan
hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior. Untuk
menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang
disebut tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat
dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dan
sebuah disisi berlawanan.
Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan
bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di
orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang
tampon bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang
keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk
dapat melewati palatum molle masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka
dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar
melalui hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya
tampon yang terletak di nasofaringtetap ditempatnya. Benang lain yang keluar dari
mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. gunanya ialah untuk menarik
tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena
dapat menyebabkan laserasi mukosa.

15

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,
digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri,
dan tampon posterior terpasang ditengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti
tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga
banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau
tampon dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya pemakaian
endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi
a.sfenopalatina dengan panduan endoskop.

I. Komplikasi dan Pencegahannya


Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai
akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapar
terjadi aspirasi darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok,
anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat
menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark
miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infuse atau
16

transfuse darah harus dilakukan secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka
dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotic.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media,
septicemia, atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan
antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus
dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu dapat
terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius, dan
airmata berdarah akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus
nasolacrimalis.
Pemasangan tampon posterior (tampon bellocq) dapat menyebabkan laserasi
palatum molle atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat
dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu
keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.
J. Mencegah Perdarahan Berulang
Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon,
selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis.
Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke
penyakiyt dalam atau kesehatan anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

17

BAB IV
SIMPULAN

Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan


merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Epistaksis
dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara lain : idiopati,
trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh lingkungan, benda asing
dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi
sistemik, gangguan endokrin, kelainan congenital.
Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang
paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,
perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior, sering
terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau
penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan
perdarahan secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon,
mencegah komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha
penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,
perbaiki dulu keadaan umum pasien.

18

TINJAUAN PUSTAKA

1. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidumg Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Fakultas Kedokteran Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008. Hal 155159.
2. Ichsan Mohammad. Penatalaksanaan Epistaksis. Laboratorium/SMF Bagian
Telinga, Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Syah
Kuala/ Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Darussalam Banda Aceh, Aceh.
Diunduh dari : http/www.cermin dunia kedokteran.com. No 132, thn 2001, hal
43-46.

19

Anda mungkin juga menyukai