Anda di halaman 1dari 4

Murabbi Goblok

Oleh : Cahyadi Takariawan


Maafkan saya jika judul di atas tampak terlalu kasar dan vulgar. Kalimat itu terinspirasi oleh
sebuah diskusi dengan kader-kader dakwah dari Kulonprogo, yang menyatakan bahwa saat ini
perangkat tarbiyah sudah sangat canggih, namun justru terkesan menyulitkan dan tidak praktis.
Berbeda dengan zaman dulu saat para murabbi belum mengenal berbagai sistem dan perangkat
dalam manhaj tarbiyah, justru sangat PD membina dan menghasilkan kader handal. Mengapa
sekarang justru banyak yang tidak PD membina, padahal perangkat sudah sangat lengkap?
Pada era sebelum tahun 2000, apalagi sebelum tahun 1990, para murabbi dengan sangat percaya
diri melakukan rekrutmen dan melakukan pembinaan dengan berbekal sedikit materi tarbiyah.
Daurah Murabbi pada masa itu hanya berisi transfer materi alias talaqi madah. Tidak
menggunakan banyak perangkat yang canggih, sejak dari perangkat lunak berupa manhaj
maupun perangkat keras seperti teknologi. Semua serba sederhana, serba terbatas dari segi
fasilitas, namun ternyata sangat optimal dari segi hasil.
Waktu itu kita duduk melingkar di masjid atau pesantren, atau duduk di ruang tamu seorang
kader yang disulap menjadi tempat daurah. Lesehan, dengan tikar yang sudah lapuk dan bolong
di sana sini. Para muwajih menyampaikan talaqi madah secara ringkas, dengan menggunakan
sarana papan tulis serta kapur putih untuk catat mencatat. Kemudian kita makan dengan nasi
bungkus yang sangat sederhana, atau makan bersama dalam satu wadah besar. Suasana
kebersamaan sangat kuat, dengan semangat yang juga sangat kuat.
Sepulang dari daurah, semua peserta langsung menyampaikan madah yang didapatkan kepada
para mutarabi di kelompok-kelompok binaan. Sepulang dari daurah kita merasa semangat dan
bisa meneruskan kepada binaan, seperti yang kita dapatkan dari muwajih di daurah murabbi.
Kita sekarang belajar teknologi tarbiyah, sejak dari visi, misi, tujuan, metodologi, sarana,
evaluasi, promosi tarbawi, penugasan dan lain sebagainya. Sangat sistematis, lengkap dan utuh
menyeluruh. Bahkan mendapatkan materi tentang micro-teaching, retorika, public speaking,
dinamika kelompok, teamwork, dan materi penunjang lainnya. Sepertinya sudah sangat komplit
dan utuh, tidak ada yang tidak tersentuh dan tersampaikan.
Kita daurah di ruang nyaman ber-AC, duduk di kursi, tidak lagi lesehan. Kita menggunakan
LCD, dan semua madah boleh dicopy di flasdisk atau bahkan dikirim melalui email ke setiap
peserta. Kita makan dengan menu yang lebih layak, tidak lagi nasi bungkus. Para peserta dari
jauh datang dengan sarana pesawat serta tidur di hotel. Mereka juga membawa laptop, serta
smartphone untuk kemudahan komunikasi. Sudah sangat mendukung fasilitas yang kita
dapatkan. Namun tiba-tiba kita dikejutkan dengan keluhan kesulitan merekrut dan membina......

Adakah Pelajaran Tarbiyah dari si Bob?


Belum lama Indonesia kehilangan salah seorang pengusaha nyentrik namun sukses, Bob Sadino.
Kita mengenal ajaran Bob Sadino adalah tentang filosofi goblok. Dalam buku Belajar
Goblok dari Bob Sadino, Bob menyatakan bahwa orang sekolahan diajari tahu, sedangkan
orang jalanan diajarkan bisa. Orang bisa, tentu berada beberapa langkah di depan orang yang
hanya tahu. Lebih parah lagi, orang sekolahan biasanya hanya tahu dan belum tentu mengerti,
sehingga dalam melangkah banyak ragu-ragu. Takut begini, takut begitu, karena terlalu banyak
rambu.
Sementara itu, orang yang besar di jalanan hanya mengajarkan satu hal : lakukan saja! Tidak ada
teori yang rumit dan pikiran yang negatif atau penuh kekhawatiran. Kata Bob, orang yang pintar
di jalanan berani melawan ketakutan yang biasanya membisikan teror, bagaimana nanti kalau
gagal, atau jangan-jangan nanti bangkrut, dan lain-lain. Orang jalanan menjadi pintar dan bisa
karena melakukan atau menjalankan secara langsung. Mengalami benturan masalah, menghadapi
problematika riil yang harus dicari jalan keluarnya secara praktis. Itu yang membuat mereka
bisa.
Itu sebabnya Bob sering menyatakan, kalau anak kuliahan dengan IPK di atas 3, itu tanda calon
karyawan, bukan calon bos. Teori perkuliahan saja tidak cukup membuat seseorang sukses dan
menjadi bos. Diperlukan ilmu jalanan, praktek langsung, bergulat dengan medan kenyataan. Itu
yang menempa seseorang menjadi bisa, dan pada akhirnya bisa sukses dalam usaha.
Ternyata Bob Sadino memang memulai bisnis dari jalanan, bukan dari sekolahan. Dia memulai
dengan berjualan telur, daging ayam, sayur-mayur dan buah-buahan. Dia tidak menghadapi
segala masalah dengan senjata teori, melainkan dengan praktek langsung. Bob juga mempunyai
cara unik dalam melakukan pengawasan, yaitu dengan cara ikut bekerja bersama para
karyawannya. Bahkan Bob betah seharian ikut melakukan pekerjaan karyawan.
Bob tidak segan bergaul dengan para karyawan mulai dari top level sampai pegawai paling
rendah seperti tukang sapu atau office boy. Ia memosisikan diri seperti rekan kerja, teman,
sahabat atau bahkan keluarga. Dengan cara seperti ini, semua karyawan menjadi nyaman dengan
dirinya, dan pada saat yang sama ia bisa mengawasi serta mengontrol pekerjaan karyawan.
Bagaimana Menjadi Murabbi Goblok?
Sangat tidak tepat istilah ini, tidak perlu dikembangkan lagi. Intinya kita perlu menjadi murabbi
yang berpikir simpel, langsung praktek, tidak takut gagal, tidak takut salah, belajar dari
kesalahan membina, mau akrab menemani mutarabi, serta menyampaikan hal yang bisa
disampaikan.

1. Berpikir simpel
Jangan terlalu rumit memandang proses tarbiyah. Merasa belum menguasai manhaj, merasa
belum menguasai ilmu alat, merasa belum menguasai mawad tarbiyah, sehingga akhirnya tidak
membina. Itu karena terlalu rumit cara memandang tarbiyah. Simpel saja, tarbiyah itu aktivitas
bersama antara murabbi dengan mutarabbi untuk menghantarkan mereka menuju muwashafat
tarbiyahnya.
Tanpa metode yang rumit, tanpa materi yang sulit, bahkan hanya dengan mengobrol santai saja,
tarbiyah bisa berjalan. Lakukan saja, mulai saja, membina saja. Membina itu simpel kok...
2. Langsung praktek
Tidak perlu berkutat dengan banyaknya teori. Saya belum mengerti bagaimana cara
mengevaluasi mutarabi, itu tidak masalah. Nanti saja dipelajari. Sekarang langsung praktek,
langsung membina saja. Tidak perlu IP tinggi dalam tarbiyah, cukup kemauan belajar dan
semangat melakukan pembinaan.
Jika menunggu sampai menguasai semua hal dalam teori tarbiyah, maka akan membuat tidak
segera memulai praktek membina. Akhirnya hanya menjadi peserta daurah murabbi abadi,
menguasai banyak teori, namun tidak mau praktek. Sudahlah, langsung praktek saja dengan
segala keterbatasan dan kekurangan yang pasti masih kita miliki.
3. Tidak takut gagal membina
Gagal membina itu wajar saja. Banyak murabbi pernah mengalami. Kita tidak perlu takut gagal,
takut membubarkan kelompok binaan, takut gagal menjadikan mutarabi menjadi kader yang
handal. Sudahlah, mulai saja, lakukan saja, tidak perlu takut gagal atau bubar di tengah jalan.
Ketakutan membina justru menjadi momok yang membuat tidak melakukan pembinaan. Padahal
ketakutan itu justru akan terjawab dengan praktek melakukan pembinaan secara langsung. Kalau
tidak praktek, bagaimana bisa mengetahui akan gagal atau berhasil?
4. Belajar dari kegagalan membina
Bahkan ketika kita gagal membina, atau binaan bubar di tengah jalan, itu bisa memberi pelajaran
penting tentang faktor-faktor kegagalan dan keberhasilan tarbiyah. Bukan mendapatkan ilmu
lewat teori kuliah, tetapi mendapatkan ilmu dari praktek langsung di lapangan. Gagal pun ada
pelajaran yang penting bagi pembentukan karakter murabbi dan kemampuan membina.

Lakukan pembinaan, jika bubar, lakukan rekrutmen lagi, lalu dibina lagi dalam satu kelompok
pembinaan. Jika kelompok kedua ini bubar lagi, rekrut kelompok berikutnya dan langsung dibina
lagi, begitu seterusnya. Jangan takut gagal membina.
5. Tidak takut salah
Setelah mengerti sangat banyak hal renik dari teori tarbiyah, kadang memunculkan ketakutan
jangan-jangan tidak bisa sesuai dengan teori. Jangan-jangan cara saya membina tidak standar
sebagaimana tuntutan manhaj. Ketakutan itu justru memberatkan diri sendiri. Setelah mengikuti
daurah murabbi yang menjelaskan teori tarbiyah, segera praktek dan menjalankan program
pembinaan. Tidak perlu takut salah, takut tidak sesuai teori, dan seterusnya.
Tarbiyah itu proses, bukan sekali jadi. Maka yang penting mulai saja. Jika ada yang kurang
dalam senuthannya, bisa dipoles sembari proses berjalan.
6. Mau akrab menemani mutarabi
Mutarabi kita sekaligus bisa menjadi pengingat dan motivasi bagi kita. Lakukan pendekatan dari
hati ke hati, mau duduk akrab dengan mereka, tidak berjarak, mengobrol, bercanda, dan lain
sebagainya. Itu akan membuat kedekatan murabbi dengan mutarabbi semakin baik, dan akan
membuat proses tarbiyah semakin efektif.
Berakrab dengan mutarabi juga sekaligus kontrol terhadap kondisi mereka. Murabbi bisa
mengetahui situasi pemikiran dan jiwa mereka dalam berinteraksi dengan tarbiyah selama ini.
7. Sampaikan apa yang bisa disampaikan
Nanti sore jadwal mengisi halaqah tarbawiyah? Jangan stres. Sampaikan saja apa yang bisa anda
sampaikan. Mungkin berupa kisah, cerita, atau mengulas berita, atau menyampaikan satu madah
tarrbiyah, atau memberikan tugas mutarabi untuk membaca buku tertentu dan menyampaikannya
di forum, atau apa saja yang anda bisa. Jangan terbebani dengan pikiran tidak punya sesuatu
untuk disampaikan.
Anda bisa menyampaikan apa saja, termasuk cerita kejadian yang anda alami bersama keluarga.
Itu bisa memancing diskusi menarik untuk diambil pelajaran pentingnya.
Sudah siap? Harus siap. Semua harus membina, walau hanya satu kelompok binaan. Masih ada
yang belum membina? Mungkin anda terlalu pandai.

Anda mungkin juga menyukai