Anda di halaman 1dari 38

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut

mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.
Pleural effusion occurs when too much fluid collects in the pleural space (the space between the
two layers of the pleura). It is commonly known as water on the lungs. It is characterized by
shortness of breath, chest pain, gastric discomfort (dyspepsia), and cough.
Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu :
1. Cairan serus (hidrothorax)
2. Darah (hemothotaks)
3. Chyle (chylothoraks)
4. Nanah (pyothoraks atau empyema)

Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab
lainnya adalah:

pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
pleura

kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura

gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.

Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar
ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

Infeksi pada cedera di dada

Pembedahan dada

Pecahnya kerongkongan

Abses di perut

Pneumonia

Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran
getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya
tumor.
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura
menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.

Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara
pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan
gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada
pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan
menurun, dan vocal fremitus yang menurun.
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:

Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor

USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).

Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Analisa cairan pleura


Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan
foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi
infeksi bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor
sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan

Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena penyakit gagal
jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif
disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mammae, dan lymphoma merupakan
75 % penyebab efusi pleura oleh karena kanker), infeksi virus.
Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara berkembang
termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada
penyakit autoimun systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi
pleura jarang pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen,
rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya tumor ovarium).

Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun
penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin

memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:


- batuk
- cegukan
- pernafasan yang cepat
- nyeri perut.

Penatalaksanaan
The best way to clear up a pleural effusion is to direct treatment at what is causing it, rather than
treating the effusion itself. If heart failure is reversed or a lung infection is cured by antibiotics,
the effusion will usually resolve. However, if the cause is not known, even after extensive tests,
or no effective treatment is at hand, the fluid can be drained away by placing a large-bore needle
or catheter into the pleural space, just as in diagnostic thoracentesis. If necessary, this can be
repeated as often as is needed to control the amount of fluid in the pleural space. If large
effusions continue to recur, a drug or material that irritates the pleural membranes can be injected
to deliberately inflame them and cause them to adhere close togethera process called sclerosis.
This will prevent further effusion by eliminating the pleural space. In the most severe cases, open
surgery with removal of a rib may be necessary to drain all the fluid and close the pleural space.
Penatalaksanaan tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura. Aspirasi
cairan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan pleura, apabila jumlah
cairan banyak dapat dilakukan pemasangan drainase interkostalis atau pemasangan WSD. Efusi
pleura yang berulang mungkin memerlukan tambahan medikamentosan atau dapat dilakukan
tidakan operatif yaitu pleurodesis, dimana kedua permukaan pleura ditempelkan sehingga tidak
ada lagi ruangan yang akan terisi oleh cairan.

Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis

2. Insomnia
3. Pertukaran gas tidak efektif
4. Kelelahan
5. Intoleransi aktivitas
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
7. Koping individu tidak efektif

The core responsibilities of nurses:

To prevent nocturia, give drug in the morning

Monitor fluid intake and output, weight, blood pressure, and electrolyte levels.

Watch for signs and symptoms of hypokalemia, such as muscle weakness and cramps.

Drug may be used with potassium sparing diuretic to prevent potassium loss.

Consult to doctor and dietitian about a high-potassium diet. Foods rich in potassium
include citrus fruits, tomatoes, bananas, dates, and apricots.

Monitor glucose level, especially in diabetic patients.

Monitor elderly patients, who are especially susceptible to excessive diuresis.

In patients with hypertension, therapeutic response may be delayed several weeks.

The nurse role in the care of the patient with a pleural effusion includes:

Implementing the medical regimen.

The nurse prepares and positions the patient for thoracentesis and offers support
throughout the procedure.

Pain management is a priority, and the nurse assists the patient to assume positions that
are the least painful.

Frequent turning and ambulation are important to facilitate drainage the nurse administers
analgesics as prescribed and as needed.

If chest tube drainage and a water-seal system is used, the nurse is responsible for
monitoring the systems function and recording the amount of drainage at prescribed
intervals.

If a patient is to be managed as an outpatient with a pleural catheter for drainage, the


nurse is responsible for educating the patient and family regarding management and care
of the catheter and drainage system.

ASKEP TUBERCULOSIS (TBC )


Apakah
tuberculosis
itu?
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mikobacterium tuberculosis.
Bahaya TBC Paru?

Penyebab kematian ke-3 di Indonesia (SKRT Depkes 1995)

Menyerang SDM usia 15-54th(usia produktif)

Di Indonesia penderita TBC menular 0,5 juta.

Penderita TB menularkan kepada 10 orang perorang pertahun dan yang


diserang kebanyakan golongan ekonomi lemah.

Akibat TBC pada Masyarakat?

Mempengaruhi ekonomi keluarga/umum

Menambah banyaknya anak yatim/piatu atau yatim piatu

Putus sekolah

Kasus gagal

Pengobatan meningkat karena biaya pengobatan tinggi.

Apa Tanda tanda TBC Paru?

Batuk lama lebih dari 3 minggu

Demam

Berat badan menurun

Keringat malam

Mudah lelah

Nafsu makan hilang

Nyeri dada

Batuk darah

Apakah
TBC
menular?
TB dapat menular terutama bila dalam dahaknya ditemukan kuman TBC.
Apa saja yang diperiksa untuk penyakit TBC?

Anamnesis

Tes mantoux

Pemeriksaan dahak mikroskopik

Pemeriksaan foto rontgen paru

Bagaimana merawat penderita TBC hingga sembuh?

Minum obat teratur dan benar sesuai anjuran dokter selama enam bulan

Melibatkan anggota keluarga untuk mengawasi dan memastikan penderita


TBC, minum obat dengan teratur dan benar (DOTS).

Dasar pelaksanaan :

Pendidikan keluarga dan peran serta keluarga :

Jelaskan bahwa TBC dapat sembuh

Minum obat secara teratur dan benar selama 6 bulan / lebih terus-menerus

Makan yang baik dengan menu gizi seimbang

Istirahat yang cukup

Faktor-faktor
yang
Relative tidak penting :

Istirahat

Perumahan

Diet

mempengaruhi

hasil

pengobatan

Perawatan

Iklim

Sanatorium

Factor psikis

Relative penting :

Luasnya penyakit

Penting :

Jenis,jumlah dan dosis obat yang cukup

Keteraturan berobat.

Mengapa harus melakukan pemeriksaan rutin?

Memantau kemajuan pengobatan

Mengetahui ada/tidaknya efek samping obat

Memeriksa kesehatan dan memberikan informasi

Memberikan obat-obatan

Resiko
Penularan melalui udara :

penularan

Anggota keluarga

Sahabat

Rekan sekerja

Penderita TBC dengan BTA Negative umumnya tidak menular

Penderita dengan BTA positive sangat menular

Penderita dengan BTA positive setelah diobati beberapa minggu, risiko


penularan kecil

Orang dengan infeksi HIV , imunitas rendah atau penyakit lainnya

Stop rokok,hindari minum alcohol,obat bius

Berobat teratur

Jangan stop obat sendiri

Anggota keluarga ikut aktif memperhatikan penderita minum obat teratur


dan benar (DOTS)

Bila batuk mulut ditutup

Sebaiknya minum obat dalam keadaan perut kosong ( pagi )

Makan-makanan yang bergizi dan cukup istirahat.

Mencegah TBC?

Hidup sehat

Makan yang bergizi

Istirahat cukup

Olahraga teratur

Hindari stress

Bila batuk ditutup mulutnya

Jangan meludah sembarangan

Lingkungan sehat

Vaksinasi pada bayi dan anak

ASKEP PADA KLIEN GAGAL JANTUNG


A. DEFINISI
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan
nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel
kiri (Braundwald )

B. ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ),
hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung
Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion
Terbagi menjadi 4kelainan fungsional :
I. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan
curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
o Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
o Batuk
o Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga
terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
o Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Gagal jantung kanan
1. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan,
3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5. Nokturia
6. Kelemahan.
D. EVALUASI DIAGNOSTIK
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik. Pengukuran
tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-lubang
yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20
mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akurat .PAWP atau
pulmonary artery wedge pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal
dimana yang diukur adalah takanan akhir diastolic ventrikel kiri. Curah Jantung
diukur dengan suatu lumen termodelusi yang dihubungjkn dengan komputer

E. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah :
- Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
- Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat
farmakologi, dan
- Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan
terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis :
- Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
- Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan hrs hati
hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
- Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel
dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat
dituruinkan
- Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan ditujukan untuk mngobservasi adanya tanda-tanda
dan gejala kelebihan ciaran paru dan tanda serta gejala sistemis.
- Aktifitas /istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan ktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau
aktifitas, perubhan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
- Sirkulasi
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katup jantung,anemia , syok dll
TD, tekanan nadi frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical bunyu jantung S3
galop nadi perifer bekurang perubahan dalam denyutan nadi jugularis warna kulit
kebiruan punggung kuku pucat atau sianosis hepar adakag pembesaran bunyi nafas
krekles atau ronkhi edema.
- Integritas ego
Ansietas stress marah taku dan mudah tersinggung
- Eliminasi
Gejala penurunan berkemih urun berwarna pekat, berkemih malam hario diare/
konsipasi.

- Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mual, muntah, penambahan Bbsignifikan, Pembengkakan
ektrimitas bawah, diit tinggi garam pengunaan diuretic distensi abdomen edema
umum dll.
- Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang
- Neurosensori
Kelemahan, pusing letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung
- Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut kronuk nyeri abdomen sakit pada otot gelisah
- Pernafasankeamanan
Dispnea saat aktifitas tidur sambil duduk atau dngan beberapa bantal.btuk dengan
atau tanpa sputum penggunaan bantuan otot pernafasan oksigen dll. Bunyi nafas
warna kulit.
- Interaksi socialPenurunan aktifitas yang biasa dilakukan
Pemeriksaan Diagnostik :
(a) Foto torak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
(b) EKG dapat mengungkapkan adanya takhikardi, hipertropi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan oleh AMI).
(c) Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah shg hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan menurunnya curah jantung ,
hipoksemia jaringan, asidosis, dan kemungkinan thrombus atau emboli
Kemungkinan dibuktikan oleh :

Daerah perifer dingin

EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu

RR lebih dari 24 x/ menit

Kapiler refill Lebih dari 3 detik

Nyeri dada

Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak
selalu )

HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 <> 45 mmHg


dan Saturasi <>

Nadi lebih dari 100 x/ menit

Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Interfensi :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan di RS.
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan perluasan
infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik, nadi
60-100x / menit, TD 120/80 mmHg
Rencana Tindakan :

Monitor Frekuensi dan irama jantung

Observasi perubahan status mental

Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa

Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya

Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi

Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit ,


GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen

Kerusakan pertukarann gas


Dapat dihubungkan oleh :
Gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran
alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <> 45 mmHg dan Saturasi
<> 45 mmHg dan Saturasi < style="font-style: italic;">Tindakan :
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan
adanya bunyi tambahan missal krakles, ronki dll.
Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya ,
batuk, penghisapan lendir dll.
Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau

tanda vital berubah.


Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler
Faktor resiko meliputi :
Penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area
interstisial/ jaringan )
Kemunkinan dibuktikan oleh : tidak adanya tanda-tanda dan gejala gejala membuat
diagnosa actual.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah
dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen, paru
bersih dan berat badan ideal ( BB idealTB 100 10 %)
Perencanaan tindakan :
Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan
Observasi adanya oedema dependen
Timbang BB tiap hari
Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
Kaji JVP setelah terapi diuretic
Pantau CVP dan tekanan darah.
Pola nafas tidak efektif
Yang berhubungan dengan :
Penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali
Kemungkinan dibukikan oleh :
Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan ,gangguan pengembangan dada,
GDA tidak normal.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal ,
tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA
Normal.
Interfensi :
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapi posisi yang senyaman
mungkin.Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA
Intoleransi aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Dapat dihubungakan dengan : ketidakseimbangan antar suplai oksigen miocard dan


kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard.
Kemungkinan dibuktikan oeh :
Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,
kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria : frekuensi jantung 60-100 x/ menit dan TD 120-80 mmHg
Rencana tindakan ::
Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi
bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC,
Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional, 2002, Salemba Medika, Jakarta
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.

PERAWATAN WSD
NDIKASI :
* Pneumotoraks <20%>
* Pneumotoraks >20%
* Hematotoraks
* Hematopneumotoraks
* Empyema toraks

* Fluidotoraks yang tak bisa diatasi dengan pungsi


KEGUNAAN
Terapi : drenase cairan rongga pleura.
Pemantauan : untuk mengetahui ada/tidaknya tindakan lebih lanjut (torakotomi).
MACAM :
Sistem 1 botol
Sistem 2 botol
Sistem 3 botol
dengan/tanpa Continuous suction
Teknik Pemasangan
Persiapan
Duk steril
Alkohol dan betadin
Lidocaine 2%
Jarum suntik + spetnya
Benang silk no 1 + jarum
Klem toraks (Rumel)
Gunting
Needle holder
Forceps jaringan
Pisau operasi no 15
Slang dada (dren toraks)
Sarung tangan
Persetujuan operasi
Teknik Pemasangan :
Pada spatium inter costal IV / V di Linea axillaris anterior.
Disinfeksi medan operasi dengan alkohol dan betadin.
Tutup dengan duk steril.
Dilakukan lokal anestesi.
Insisi kulit di atas costa V atau VI di l. axillaris anterior.
Melalui insisi, dinding toraks ditembus dengan klem dengan cara menyusuri margo superior
costa sampai ke cavum pleura.
Dren toraks dipasang dan dilakukan fiksasi dengan jahitan matras yang telah disiapkan.
Tutup luka operasi dengan kasa steril.
Dren toraks dihubungkan dengan botol WSD, memakai slang transparan.
Operasi selesai.
Perawatan WSD :

Posisi pasien duduk (+ 300)


Letakkan botol WSD pada posisi yang mudah diamati.
Letak slang WSD dibuat rapi dan jangan menyilang badan. Slang harus bersih dari
kotoran/debris.
Ujung slang harus terendam dalam air (sistem 1 botol).
Fungsi WSD baik bila:
Sistem 1 botol: adanya undulasi di slang WSD yg sesuai dengan gerak pernafasan.
Sistem continuous suction : ada gelembung2 udara pada botol kontrol tekanan.
Awasi produksi dren setiap jam pada 3 jam pertama, setelah itu tiap 24 jam dan harus dicatat dan
cairan dibuang, serta botol WSD dicuci dengan savlon
Kapan WSD dicabut ?
Tergantung
Indikasi Pemasangan
HEMATOTORAKS :
Produksi dren 100 cc/24 jam dan warna cairan serohemoragis.
Paru mengembang penuh baik klinis maupun radiologis.
PNEUMOTORAKS :
Paru mengembang penuh baik secara
klinis maupun radiologis
Slang WSD diklem > 12 jam
Secara klinis/radiologis,
paru tetap mengembang penuh
Cabut
Permasalahan2 yang sering timbul :
Waktu mobilisasi ke tempat lain, mis. Ke ruang foto toraks
Apabila WSD tak berfungsi
Waktu Mobilisasi ke Tempat Lain :
Hematotoraks / empyema toraks:
Dren toraks diklem
Lepaskan sambungan antara dren toraks dan slang WSD.
Ujung dren toraks bungkus dengan kasa steril.
Pneumotoraks Sebaiknya dengan WSD 1 botol.
WSD tak berfungsi :
Cek sambungan2 mungkin ada yang bocor.
Pada sistem continuous suction mungkin tutup botol tidak rapat.
Posted by Nightingale a

ASKEP RETINOBLASTOMA

DEFINISI

Tumor ganas pada retina (Lapisan nukleus)

Merupakan kanker intraokular yang paling umum

Kanker pertama yang diduga disebabkan oleh kelainan genetik (herediter): bilateral

Dapat terjadi dengan atau tanpa riwayat keluarga dengan retinoblastoma: unilateral

TANDA DAN GEJALA

Leukoria (Cats eye reflek)

Strabismus

Mata merah dan nyeri

Gangguan penglihatan

Iris pada kedua mata memiliki warna yang berlainan

Bisa terjadi kebutaan

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan mata dalam keadaan pupil melebar

CT-scan kepala

USG mata (ekoensefalogram kepala dan mata)

Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan darah: Rb gene, serum carcinoembryonik antigen (CEA), serum alpha


fetoprotein.

Klasifikasi Retinoblastoma Menurut Reesellsworth

Group I:
a. Tumor tunggal, <4>4 dd pd/dibelakang equator
Group II:
a. Tumor tunggal, 4-10 dd pd/dibelakang equator
b. Tumor multiple, 4-10 dd pd/dibelakang equator
Group III:
a. Ada lesi anterior ke equator
b. Tumor tunggal > 10 dd dibelakang equator
Group IV
a. Tumor multiple, beberapa > 10 dd
b. Perluasan lesi anterior
Group V
a. Tumor menempati lebih dari setengah retina
b. Vitreus menyebar
Penatalaksanaan Medis
Tergantung pada ukuran dan lokasi tumor
Tumor kecil:
a. Cryotherapy
b. Laser terapi
c. Plaque radioterapi
d. Thermoterapi
Tumor yang lebih besar:
a. kemoterapi
b. radioterapi
c. Pembedahan
Jika menyerang satu mata: Keseluruhan bola mata diangkat
Jika menyerang kedua mata: bedah mikro
PENGKAJIAN

Riwayat Keluarga

Tanda dan gejala

Pemeriksaan fisik: Kaji reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran dan leukoria

Evaluasi strabismus

Masalah Keperawatan

Perubahan sensori: visual

Gangguan integritas kulit

Kecemasan pada orang tua

Gangguan citra tubuh

Tindakan untuk mengurangi efek samping gangguan penglihatanPertahankan lingkungan yang


aman dan bersih

Pegang dan berdiri dekat anak bila berbicara maupun bila melakukan perawatan

Ajarkan dengan menggunakan sentuhan

Batasi seperangkat alat-alat yang ada disekitarnya

ASKEP PADA KLIEN ASMA BRONKIAL


1. Definisi:
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang
manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh
dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya
dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan.
Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita.
(United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967).
2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)Pada golongan ini, keluhan tidak ada
hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya
adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita
asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan
pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan
yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).Pada golongan ini, keluhan ada
hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik.
Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi

bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili
ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita
rinitis.Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga
rumput.
2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh
faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
4. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus serangan asma ialah:a. Alergen,
baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang,
bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting,
zat pengawet, zat pewarna dsb.b. Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti
Respiratory syncitial, parainfluensa, dsb.c. Ketegangan atau tekanan jiwa.d.
Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.e. Obat-obatan seperti penyekat beta,
salisilat, kodein, dsb.f. Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok,
semprot nyamuk, parfum, asap industri, dsb.
5. Penatalaksanaan:
1. Waktu serangan.
a Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc
ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda,
dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih
kecil 0,1 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg.
Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 10 menit, diberikan 5 10 cc.
Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin
tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik
adalah menghambat enzym Guanylcyclase.
Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat.
Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta
Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat
(ekspektorans)
2. Diluar seranganDisodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding

membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi
dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting
Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).
Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
1.1 pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala
klinik maupun hasil analisa gas darah.
1.2 pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang
berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani
dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan
ekspektorasi.
1.3 drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak
agar supaya tidak timbul penyumbatan.
1.4 menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
2.1 Pendidikan/penyuluhan.Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa
penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan
bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen.
Imti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.
2.2 Imunoterapi/desensitisasi.Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit
atau provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan
desensitisasi.
2.3 Relaksasi/kontrol emosi.untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi
fisik dapat dibantu dengan latihan napas.
6. Pengkajian.
6.1 Anamnesis.
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung berat
ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan
tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan
dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
6.2 Pemeriksaan Fisik.
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma
6.2.1 Sistim Pernapasan:

Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
Frekuensi pernapasan meningkat
Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu
napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,
supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
6.2.2 Sistem Kardiovaskuler:
Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih
dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada
asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
6. 2.3 Sistem persarafan:
Komposmentis
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- cemas/gelisah/panik
- sukar tidur, banyak berkeringat dan susah berbicara
Pada keadaan yang lebih berat kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati
sampai koma. Pada pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema papil.
6.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
6.3.1 Laboratorium:
Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan
pemberian kortikosteroid.
6.3.2 Analisa gas darah:Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma
berat atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia
dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai

sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang
berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis
respiratorik.
6.3.3 Radiologi: Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru
biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan
yang khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus,
vaskulasrisasi paru.
6.3.4 Faal paru: Menurunnya FEV1
6.3.5 Uji kulit: Untuk menunjukkan adanya alergi
6.3.6 Uji provokasi bronkus: Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen.
Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan petanda
adanya hiperreaktivitas bronkus.
7. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekrit dan bronchospasme
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
selama serangan akut.
3. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita, dan /atau
takut serangan berulang.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma
Bronkial. CV Infomedika Jakarta.
Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit
Paru. Airlangga University Press.
Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan
Evaluasi. EGC.
Posted by Nightingale at 11:21 AM
Labels: otot - otot bantu nafas, rongga dada, wheezing
ASKEP PADA PASIEN DENGAN PEMFIGUS
A. DEFINISI
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa
bulan (Dorland, 1998)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan

timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang
tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di
mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com) Pada penyakit
pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane
mukosa. Pemfigus vulgaris adalah autoimmune disorder yaitu system imun
memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane
mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada
lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau
abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang
jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan
antara lain:1. Faktor genetic
2. UmurInsiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun.
Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody
sang ibu.3. Disease associationPemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit
autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma.
C. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak
sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya
lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah
erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan
perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan
serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan
terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky)
kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang
terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang
sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar
luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat
rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula
mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang
terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena
kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia
lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas
(Brunner, 2002).
D. KOMPLIKASI
1. Secondary infection Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local
pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya
multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan

meningkatkan resiko timbulnya scar.


2. Malignansi dari penggunaan imunosupresifBiasanya ditemukan pada pasien yang
mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardationDitemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan
dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant.
Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka
lama.
5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitErosi kulit yang luas, kehilangan
cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini
merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit
dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim
dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
E. EVALUASI DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa
di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4. Nikolskys sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi
pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah
infeksi sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan
jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan
penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan
sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus
dipertahankankan seumur hidup penderitanya.Kortikosteroid diberikan bersama
makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid
sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada
penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif
(azatioprin, ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan
penyakit dan mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma).
Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah dihasilkan
keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindaka ini dilakukan untuk kasus yang
mengancam jiwa pasien.
G. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)Nama, umur, jenis kelamin,

alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab,


dll.
2. Riwayat pasien sekarangPada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya
dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu
terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa
menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang
konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahuluHaruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
system integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat
penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
4. Pemeriksaan fisik Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk
membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan
seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya
berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi
merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit
merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada
pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas,
mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur
anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit.
Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak
tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan
sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat
memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan
kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk
mengkaji tanda-tanda infeksi.
5. Pengkajian psikologisDimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka
untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat
kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan
tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena
mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang
diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan
lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta
pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.
6. Data/pangkajian spiritualDiperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya,
semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.
7. Pemeriksaan diagnostico Nikolskys signo Skin lesion biopsy (Tzank test)o Biopsy
dengan immunofluorescene
8. Penatalaksanaan umumo Kortikosteroido Preparat imunosupres (azatioprin,
siklofosfamid, emas)
Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data-data hasil pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan pasien mencakup:
1. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung saraf
karena pembentukan bulla dan erosi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit
yang terbuka (terkelupas)
3. Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan
kulit dan tidak ada harapan untuk kesembuhan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan keadaan dan penampilan kulit.
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilan
cairan dan protein akibat bulla ruptur
6. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Masalah Kolaborasi
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial mencakup:
1. Infeksi dan sepsis yang berhubungan dengan hilangnya barier protektif kulit dan
membrane mukosa
2. Kurang volume cairan dan yang berhubungan dengan hilangnya cairan jaringan.
Perencanaan dan implementasi Sasaran utama bagi pasien pemfigus vulgaris dapat
mencakup peredaan gangguan rasa nyaman akibat lesi, kesembuhan kulit,
berkurangnya ansietas atau kecemasan serta perbaikan kemampuan koping dan
tidak terdapatnya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC :
Jakarta.
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Phipps & Woods. 1991. Medical Surgical Nursing concepts and Clinical Practice.
Fourth Edition.
Rahayu, Sri. Course Book. Medikal Surgical Nursing. Unit 1. Intergument System.
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
www.pemfigus.org.com
Adhi, Djuanda Dr. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam
Dermatologi.http://www.portalkalbe.com. www.medicalholistik.com
ASKEP PADA KLIEN DENGAN ERITRODERMA
A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh
tubuh atau hamper seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal pada kulit yang menyebar luas ke
daerah-daerah tubuh (kamus saku kedokteran, Dorland).
Eritroderma, dimana seluruh badan kalihatan kemerahan (eritema), berasa

kasekitan, kegatalan dan bersisik halus (http://aslimtaslim.com).


Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan dan bias mengakibatkan
pasien menggigil kedinginan karena banyak kehilangan kalori yang dilepaskan lewat
lesi. Eritroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan
penyakityang sama dalam literature. Eritroderma dijelaskan sebagai dilatasi yang
menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan
eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan
mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik
bertanda (http://www.emedicine.com)
B. Etiologi
Penyebab yang umum adalah faktor-faktor genetik, akibat pengobatan dengan
medikamentosa tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut
(sekunder) dari psoriasis, eksema, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis
atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan limfoma maligna. (FK UGM,
Yogyakarta).Eritroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering
lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eritroderma juga bisa disebabkan oleh
suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walau bagaimanapun, sebanyak 30%
dari semua kasus eritroderma yang dilaporkan, tidak ada penyebab yang jelas
ditemukan. Ini yang dinamakan eritroderma idiopatik.
penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu
gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah :
Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan
dermatitis stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec.
Psoriasis ,Pityriasis rubra pilaris, Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan
pemphigoid bullosa, Limfoma sel-T kutaneus (Sezary syndrome)Eritroderma juga
bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti : Keganasan
interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan kolon. Keganasan
hematology seperti limfomabdan leukaemia Penyakit Graf Vs Host Infeksi HIV
C. Manifestasi klinis
Keadaan ini mulai terjadi secara akut sebagai erupsi terjadi bercak-bercak atau
eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan dan
kadang-kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah muda
menjadi merah gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi (pembentukan
skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang halus yang
meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah dibawahnya : gejala ini disertai
dengan pembentukan sisik yang baru ketika sisik yang lama terlepas. Kerontokan
rambut dapat menyertai kelainan ini eksaserbasi sering terjadi. Efek sistemiknya
mencakup gagal jantung kongestif high-output, gangguan intestinal, pembesaran
payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan gangguan
temperature.Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada eritroderma yang
menyebabkan disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan pabas dan
hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kadar metabolic basal meningkat

sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.Epidermis yang matur secara cepat
kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum
korneum. Ini akan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan.
Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua
pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala
sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan
transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak
dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.Hilangnya sisik eksfoliatif yang
bias mencapai 20-30 gr/hari memicu kapada timbul kaedaan hipoalbuminemia yang
biasa dijumpai pada dermatitis exfoliatifa. Hipoalbiminemia muncul akibat
menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya
paling sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon
imun mungkin bias berubah, sering adanya peningkatan gammaglobulin,
peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada
infeksi HIV.Penyakit eritroderma dapat disertai dengan / tanpa rasa gatal. Kulit
dapat membaik seperti kuli normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau
kehitaman bekas psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan seluruh kulit akan
menjadi merah disertai badan menggigil. Penyakit-penyakit yang diduga
menyebabkan timbulnya eritroderma yaitu : PsoriasisMerupakan penyakit kronik,
residif yang ditandai dengan adanya plak eritematous, berbatas tegas dengan
skuama berlapis-lapis berwarna putih keperakan dan biasanya idiopatik. Penyakit ini
bias mengenai siku, lutut, kulit kepala, dan region lumbosakral. Fenomena Koebner
(yakni munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya
positif, tanda Auspitz (adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang
ada) juga positif, fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul
warna putih keruh seperti tetesan lilin) positif. Bila tidak ada tanda-tanda tersebut,
kausa psoriasis bias disingkirkan. Pitiriasis rubra pilarisMerupakan penyakit
eritroskuamosa yang menyerupai psoriasis dan dermatitis seboroik, dengan
penyebab idiopatik. Perbedaannya terutama pada orientasi lesi yang folikuler,
dengan erupsi yang relative lebih coklat disbanding psoriasis dan dermatitis
seboroik. Pitiriasis seboroik jarang atau tak pernah mengenai kulit kepala.
Dermatitis seboroik merupakan dermatitis yang terjadi pada daerah seboroik
(daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea / lemak), seperti batok kepala,
alis, kelopak mata, lekukan nasolabial, dengan kelainan kulit berupa lesi dengan
batas tak teratur, dasar kemerahan, tertutup skuama agak kuning dan berminyak.
Dermatitis kontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadisetelah adanya kontak
dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas
lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang
bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan
terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh
tubuh.
Dermatitis fotokontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadi setelah adanya

kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa
eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa
gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah
sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Dermatitis atopikWujud kelainan berupa papula
D. Patofisioligi
1. Gambaran histologisBerdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 4
bagian :
a. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemikBanyak obat yang bisa
menyebabkan alergi, tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin,
amoxilin, kloksasilin), sulfonamid, golongan analgesic antipiretik (misalnya asam
salisilat, metamisol, parasetamol, fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk
jamu.Alergi obat-obatan bias memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil,
Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrate seperti
monotonous band yang terdiri dari sel mononuclear-cerebriform yang besar,
sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis
papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa
epidermis
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPenyakit kulit yang bisa meluas
menjadi eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik,
pitiriasis rubra pilaris, liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau
kelainan alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalamd.
IdiopatikSpecimen histologik tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy
bisa menunjukan bukti dari mikosis fungiodes .
2. Gambaran klinika.
eritroderma akibat alergi obat secara sistemikYang dimaksud masuknya obat secara
sistemik yaitu masuknya obat kedalam badan melalui beberapa jalan antara lain
:melalui mulut, hidung, suntikan/infus, rektum, vagina, sebagai obat mata, obat
kumur, tapal gigi atau obat luar kulit.Umumnya alergi timbul secara akut dalam
waktu 10 hari. Mula-mula kulit berwarna kemerahan yang menyeluruh tanpa
disertai skuama. Pada waktu penyembuhan baru timbul skuama.b. Eritoderma
akibat peluasan penyakit kulit.Yang sering terjadi adalah akibat psoriosis dan
dermatitis seboreik pada bayi (penyakit leiner) .
1) Eritroderma akibat psoriasis Pada anamnesis hendaknya ditanyakan apakah
pernah menderita psoriasis, penyakit bersifat menahun dan residif dengan skuama
yang berlapis-lapis dan kasar diatas kulit yang eritematosa dengan batas yang
tegas
2) Penyakit linear = Erirtoderma deskuamativum Kelainan ini hamper selalu
memperlihatkan skuama yang banyak dan kekuning-kuningan di kepala.
Usia penderita sekitar 4 minggu s/d 20 minggu.

Keadaan umum baik, biasanya tanpa keluhan. K


kelainan kulit berupa eritemadiseluruh tubuh penderita disertai skuama kasar.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasanYang sering yaitu
sindroma sezary.Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang mengatakan sadium dini
mikosis fungoides, terdapat pada orang dewasa pada laki-laki usia 64 tahun dan
pada wanita usia 53 tahun. Ditandai dengan eritema yang menyeluruh disertai
skuama yang kasar dan berlapis-lapis dan rasa gatal yang hebat. Juga terdapat
infiltrasi pada kulit yang edema. Sebagian penderita terdapat splenomegali,
limpadenopati superficial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis palmaris dan
plantaris, serta kuku yang disropi. Adanya sel sezary pada darah perifer dan
infiltrasi pada dermis bagian atas adalah agak khas pada biopsy sindroma
ini.Eritroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun.
Biasanya lebih bayak mengenai lak-laki dibandingkan dengan wanita. Gejala dan
syndrome eritroderma : Kemerahan kulit general (eritema) dan pembengkakan yang
meliputi 90 % atau lebih dari seluruh permukaan kulit. Serous ooze, hasil dari
pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan. Penyisikan 2-6
hari selepas onset eritema, seperti empingan yang besar. Berbagai derajat
kegatalan yang kadang kala tidak bisa ditoleransi Penebalan sisik pada kepala
dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan total Penebalan
telapak tangan dan kaki (keratoderma) Pembengkakan kelopak mata isa
menyebabkan ectropion (permukaan dalam kelopak mata terpapar keluar) Kuku
menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut Eriroderma yang lama bias
menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan/atau putih pada kulit) Infeksi
sekunder bisa menyebabkan munculnya pustule dan krusta Pembesaran kelenjar
limfe (limfadenopati) Kontrol temepratur yang abnormal yang mengakibatkan
demam dan menggigil atau hipotermia Meninkatkan denyut jantungsebagai akibat
dari gagal jantung yang tidak ditangani atau kasus-kasus berat yang biasanya
terjadi pada orang tua Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat
kehilangan cairan lewat kulit Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan
protein dan peningkatan kadar metabolik
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri Septikemia
Diare Pneumoni Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko hipotemia,
dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboplebitis. Bila
pengobatan kurang baik akan terjadi degenerasi visceral yang menyebabkan
kematian.(FK UGM, Yogyakarta)
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta
elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus
segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit
dan harus tirah baring. Semua obat yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya,
suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol

termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi
dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari
permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa
oleh karena dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat,
turunnya albumin serum dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda
disfungsi kegagalan jantung dan intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia
Kedokteran No. 74, 1992)TerapiPerawatan di rumah sakit sangat dianjurkan untuk
memperoleh perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium yang baik.
Pengobatan topikal pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga
bentuk-bentuk lain) sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari
dalam dosis pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi
kekakuan dari gejala yang ada. Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi
sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak diperlukan bila pasien dianggap kooperatif
dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita dermatitis exfoliativa
menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan saja. (FK UGM,
Yogyakarta)
Pengobatan Sistemik Diet tinggi protein pada eritroderma yang sudah lama
Kortikosteroid oral : prednisonGolongan
1 : dosis prednison 3 x 10 mg 4 x 10 mg/hari Obat yang dicurigai sebagai
penyebab dihentikanGolongan
2 : dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa hari
dosis dinaikan. Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau akibat
penyakit linear, dosis prednison 3 x (1-2) mg/hari. Kalau akibat terapi lokal pada
psoriasis maka dihentikanGolongan
3 : syndrome sezary : selain kortikosteroid, juga sistostatika (klorambusil 2-6 mg
sehari) Lokal : Diolesi emoliea, misalnya salep lanolin 10 %(Cermin Dunia
Kedokteran No. 32, 1984)
PrognosisDermatitis exfoliativa memiliki prognosis yang kurang baik sementara
banyak penulis lain yang mengatakan bahwa prognosis dermatitis exfoliativa pada
umumnya baik; tentu saja tidak terlepas dari faktor penyakit yang mendasari dan
kondisi penderita itu sendiri. (FK UGM, Yogyakarta)
G. Asuhan keperawatan
1. PengkajianPengkajian keperawatan berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi
infeksi. Kulit yang mengalami desrupsi eritematosa basah amat rentan terhadap
infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi organisasi pathogen yang amat
memperberat inflamasi. Anti biotic yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi
dipilih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitifitas. Pasien diobservasi untuk
memantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif karena hiperenia serta
peningkatan aliran darah kulit dapat menimbulkan gagal jantung yang dapat

menyebabkan high-output.Hipotermia dapat pula terjadi karena peningkatan aliran


darah dalam kulit yang ditambah lagi dengan kehilangan air lewat kulit sehingga
terjadi kehilangan panas lewat radiasi, konduksi dan evaporasi. Perubahan pada
tanda-tanda vital harus dipantau dengan ketat dan dilaporkan.Sebagaimana setiap
dermatitis yang akut, terapi topikal digunakan untuk meredakan gejala (terapi
simtomatik). Rendaman yang meringankan gejala kompres dan pelemasan kulit
dengn preparat emolien dipakai untuk mengobati dermatitis yang kuat. Pasien
cenderung menjadi sangat mudah tersinggung karena rasa gatalnya yang hebat.
Preparat kortikosterid oral atau parenteral dapat diresepkan kalau penyakit tersebut
tidak terkendali oleh terapi yang lebih konservatif. Setelah penyebabnya yang
spesifik, terapi yang diberikan dapat lebih spesifik. Pasien dinasehati untuk
menghindari semua iritan demasa mendatang, khususnya obat-obatan (Brunner &
Suddart).
2. Diagnosa Keperawatana) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan transdermal dan edema.
b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering bersisik.
c) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pigmen kulit.
d) Resti infeksi berhubungan dengan postula dan krusta.

Anda mungkin juga menyukai