Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti suka/cinta atau kasih sayang;
hemofilia berarti penyakit suka berdarah. Hemofilia adalah penyakit gangguan
koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada
jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi defisiensi atau defek
dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Biasanya
bermanifestasi pada anak laki-laki namun, walaupun jarang, hemofilia pada wanita
juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier hemofilia.
Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada
pembuluh darah besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan
lunak maka sistem pembekuan darah/koagulation cascade akan berkerja dengan
mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara beruntun sehingga akhirnya terbentuk
gumpalan darah berupa benang-benang fibrin yang kuat dan akan menutup luka atau
perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh manusia itu sendiri dan
ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita hemofilia akibat
terjadinya kekurangan F VIII dan F IX akan menyebabkan pembentukan bekuan
darah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering bekuan darah yang terbentuk
tersebut mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan lunak sehingga tidak efektif
menyumbat pembuluh darah yang mengalami trauma, hal ini dikenal sebagai prinsip
dasar hemostasis.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia
tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak
membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan yang
dapat terjadi setelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah trauma bersifat
delayed bleeding, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula-mula luka

dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka
pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas
adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga sendi. Perdarahan
yang berulang-ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat yang menetap dan
perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan jiwa.
Beratnya penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX. Hemofilia berat jika aktivitas F
VIII atau F IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika aktivitasnya 1-5% dan
hemofilia ringan jika aktivitasnya 5-25%.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah
kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul
dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan
pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para
penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian
organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
Jumlah penderita hemofila di seluruh dunia diperkirakan mencapai 400.000
orang. Sekitar 20.000 terdapat di Indonesia. Hemofilia A lebih umum terjadi bila
dibandingkan hemofilia B, yaitu sebanyak 80-85% dari seluruh kejadian hemofilia.
Gejala penyakit ini adalah pendarahan pada sendi, otot dan organ. Setelah
mengalami pendarahan pasien akan mengalami fase akut kemudian fase kronik.
Seseorang yang mengalami pendarahan akan mengalami gangguan fungsi gerak yang
mengakibatkan aktivitas sehari-harinya terganggu, sehingga produktivitas dan
kualitas hidupnya menurun. Disebutkan bahwa lutut dan siku paling banyak
mengalami pendarahan karena sering dipaksa kerja. Cara penanganan dari setiap fase
berbeda-beda dari mulai yang sederhana, yaitu istirahat yang cukup lama dengan
posisi tertentu, melakukan terapi, hingga melakukan rekreasi/olahraga.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep Hemofilia
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Hemofilia

1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini. Diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:
1. Untuk penulis dan pembaca
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan
dan informasi atau wawasan mengenai asuhan keperawatan Hemofilia
2. Untuk pihak lain
Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian
selanjutnya.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah congenital yang disebabkan
karena kekurangan factor pembekuan darah, yakni factor VII dan factor IX. Factor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembekntukan bekuan fibrin
padah daerah trauma.
Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan perdarahan karena
adanya defisiensi salah satu faktor yang

diperlukan untuk koagulasi darah.

Walaupun terdapat gejala serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang
mengalami defisiensi, identifikasi defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik
memungkinkan terapi definitif dengan agens pengganti.
Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pola pewarisannya terlihat sebagai resesif
terkait-X (X-linked recessive). Dua bentuk gangguan yang paling sering dijumpai
adalah defisiensi faktor VIII (hemofilia A, atau hemofilia klasik) dan defisiensi
faktor IX (hemofilia B, atau penyakit christmas). Penyakit von willebrand (von
willebrand disease, vWD) merupakan gangguan perdarahan herediter yang ditandai
oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak adanya protein yang dinamkan faktor von
willwbrabd (vWD) dan defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemofilia, vWD
dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan
dengan defisiensi faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75% kasus.

2.2 Etiologi Hemofilia


Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang
bertanggung jawab terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen
tersebut berlokasi di kromosom X.
Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan
menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua
kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi
karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika pada salah satu kromosom X,
yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya..

Gambar 3. Pola penurunan pada Hemofilia Gambar 4. Pola penurunan pada Hemofilia

2.3 Klasifikasi Hemofilia


Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor
pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi
perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada
hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat; sedangkan
hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup
berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku,
dll).
1. Hemofilia A
Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor
pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar
30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi
hingga 33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat
mutasi spontan. Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia defisiensi faktor VIII)
merupakan kelainan yang diturunkan di mana terjadi perdarahan akibat defisiensi
faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan kasus, protein koagulan faktor VIII
(VIII:C) secara kuantitas berkurang, tapi pada sejumlah kecil kasus protein
koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay namun fungsinya terganggu.
Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio
Xq2.6).
2. Hemofilia B
Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit
gangguan pembekuan darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor
koagulasi IX. Faktor IX dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII
dekat ujung lengan panjang kromosom X.
Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada
sepertiga kasus terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan
imunoassay. Jumlah kasus hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak
sepertujuh dari jumlah kasus hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat
secara klinis dan pola penurunannya identik.

PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan pengukuran dengan
tes yang spesifik. Temuan laboratorium lainnya sama dengan hemofilia defisiensi
faktor VIII.
2.4 Manifestasi Klinis Hemofilia
Manifestasi klinis hemofilia
1. Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau di dalam tubuh
2. Perdarahan akibat trauma tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka tersayat,
epistaksis, injeksi
3. Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti terjatuh
4. Perdarahan subkutan dan intramuscular.
5. Hemartrosis (perdarahan kedalam rongga sendi), khususnya sendi lutut,
pergelangan kaki, dan siku
6. Hematoma nyeri, pembengkakan, dan gerakan terbatas
7. Hematuria spontan
(Wong, 2008)

2.5 Komplikasi Hemofilia


Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :
1. Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat
konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan
yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi.
Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat
(hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari
perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin
sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang
ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu
penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago
7

dan tulang sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya
fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan
sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti.
Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan
siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika
tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi
hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut
gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan
perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan
intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi
berakibat fatal.
2.6 Patofisiologi Hemofilia
Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik
[AHF]). AHF diproduksi oleh hati dan sangat diperlikan untuk pembentukan
tromboplastin dan fase 1 koagulasi darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan alam
darah, semakin berat berat penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor
yang diperlukan untuk koagulasi, yaitu: pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh
karena itu, pasien dapat mengalami perdarahan dalam jangka waktu lebih lama tetapi
tidak dengan laju yang lebih cepat.
Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdarahan ke
dalam rongga sendi dan otot merupakan tipe perdarahan internal yang paling sering
ditemukan. Perubahan tulang dan deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjasi
sesudah pasien mengalami episode perdarahan yang berulang selama beberapa tahun.
Perdarahan dalam leher, mulut atau toraks merupakan keadaan yang serius karena
jalan napas dapat terobstruksi. Perdarahan intrakranial dapat berakibat fatal dan
merupakan salah satu penyebab kematian. Perdarahan di sepanjang saluran GI dapat
menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga retroperitoneum (dibelakang
peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena darah dapat

berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada medula spinalis dapat
menyebabkan paralisis. (wong, 2008)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Hemofilia
Perdarahan yang jelas dan berlangsung lama mudah terlihat; perdarahan
kedalam jaringan lebih sedikit terlihat. Biasanya diagnosis dibuat berdasarkan riwayat
episode perdarahan, bukti adanya pewarisan genetik terkait-kromosom X (hanya
sepertiga kasus yang merupakan mutasi baru), dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Tes yang spesifik untuk plasma pasien hemofilia bergantung pada faktor-faktor
spesifik terjadinya reaksi, seperti waktu parsial tromboplastin (partial thromboplastin
time, PTT). Penentuan defisiensi faktor yang spesifik memerlukan prosedur assay
yang biasanya dilakukan dalam laboratorium khusus.deteksi karier pada penyakit
hemofilia klasik dimungkinkan dengan menggunakan tes DNA dan merupakan
pertimbangan penting dalam keluarga yang anak perempuannya mungkin telah
mewarisi sifat pembawa tersebut. (Wong, 2008)
2.8 Penatalaksanaan Hemofilia
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan
yang hilang. Prosuk yang kini tersedia meliputi konsentret faktor VIII dari plasma
darah yang dikumpulkan atau preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa
genetik, untuk disusun kembali dengan air steril sesaat sebelum digunakan , dan
DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin). Suatu bentuk vasopresin sintetik
yang merupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia ringan dan penyakit von
willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika anak memperlihatkan respons yang tepat
terhadap pemberian preparat ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecacatan kronis akibat perdarahan sendi.
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancanagan terapi dan hal ini
bergantung pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus
hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat anti-inplamasi non steroid
(NSAID), seperti ibuprofen, merupkan preparat yang efektif untuk meredakan nyeri
akibat sinovitis; namun, NSAID harus diberikan dengan hati0hati karena akan

menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp 1996; Hilgarther dan Corrigan,
1995). Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat (Amicar) per oral atau
lokalakan mencengah penghancuran bekuan darah, namun, pemberian preparat ini
terbatas hanya paada pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus
diberikan preparat konsentrat faktor pembekuan.
Program latihan yang teratur dan fisioterafi merupakan asfek penatalaksanaan
penting pada penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas wajar akan menperkuat
otot-otot di sekitar sendi dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan.
Terapi yang dilakukan dengan segera akan menghasilkan kesembuhan yang
lebih cepat dan penurunan kecendrungan komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar
anak yang memderita heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan
teknik melakukan penyuntikan IV dan memberikan ADF kepada anak yang berusia 2
hingga 3 tahun. Anak dapat menpelajari prosedur pemberian obat sendiri ketika
berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang dilaksanakan di rumah memilki angka
keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan segera , keuntungan lainnya adalah
kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah atau tempat kerja lebih
sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak meningkat.
Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah dipraktikkan selama
bertahun-tahun di negara-negara eropa ( Nillson dkk, 1994; van den berg dkk, 1994)
dan terbukti sangan efektif untuk mencengah atrofi.profilaksis primer meliputi
pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sebelum

terjadi awitan

kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the Medical and Scientific Advisory Council
(MASAC) of the National Haemophilia Foundation merekomendasikan bahwa
rtindakan profilaksis dianggap sebagai bentuk terapi yang optimal bagi anak-anak
yang menderita hemofilia berat (MASAC, 1994). Profilaksis sekunder meliputi
pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak mengalami
perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam
seminggu. Terpi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang dilakukan secara agresif
(atau peningkatan episode perawatan) merupakan tindakan alternatif yang efektif
dari segi biaya nya jika dibandingkan dengan terapi profilaksis primer. Tindakan ini
meliputi pemberian infus konsentrat faktor VIII dengan dosis tinggi jika terjadi

10

perdarahan sendi; diikuti dengan pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis
yang lebih standar selama 2 hari (Cross dan Koerper, 1997)
Progonsis . walaupuun tidak ada terapi penyembuhan untuk kasus hemofilia,
namun gejalanya bisa dikendalikan dengan deformitas yang berpotensi menimbulkan
cacat banyak pasien hemofilia yang mengalami kerusakan sendi. Anak-anak ini
merupakan anak-anak normal yang memiliki harapan hidup rata-rata dalam setiap
aspek seperti anaka lain kecuali satu hal: mereka cenderung mengalami perdarahan,
yang menjadi gangguan /masalah signifikan terapi tidak selalu mengancam nyawa.
Sayangnya pasien hemofilia yang mendapat terapi sebelumnya adanya teknik
konsentrat faktor VIII (diantara tahun1979 dan 1985) mungkin terkena virus HIV.
Diperkirakan lebih dari 50% pasien ini mengalami serokonversi yang berstatus HIVpositif, sementar 30% lainnya menderita penyakit AIDS (Hilgarter dan Corrigan,
1995) ketikan pasien ini sudah aktif dalam hubungan seksual, masalah penuran HIV
melalui hubungan seks menjadi hal sangat penting. Para remaja harus memiliki
pengetahuan tentang prilaku seksual yang aman. Pasien hemofilia ynag didiagnosis
dan diterapi dengan konsentrat faktor pembekuan sesudah tahun 1985 pada
hakikatnya tidak menghadapi risiko tertular HIV dari pengobatannya. Baru-baru ini,
teknik pembuatan konsentrat faktor pembekuan juga telah sangat mengurangi risiko
penularan hepatitis.
Terapi gen terbukti menjadi sebuah pilihan terapi di masa depan. Terapi ini
meliputi tindakan memasukkan kopi gen faktor VIII normal ke dalam tubuh pasien
yang kopi gennya cacat (Cross dan Koerper, 1997) . (Wong, 2008)

11

2.9 Jenis Transfusi darah pada Pasien Hemofilia


1. Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah
(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin
pada nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki
jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti globulin. Macam sediaan plasma
adalah:
a. Plasma cair. Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada
pembuatan packed red cell.
b. Plasma kering (lyoplylized plasma). Diperoleh dengan mengeringkan plasma
beku dan lebih tahan lama (3 tahun).
c. Fresh Frozen Plasma. Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar
dan langsung dibekukan pada suhu -60C. Pemakaian yang paling baik untuk
menghentikan perdarahan (hemostasis).
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume
150-220 ml. Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.
Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan
pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah
dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor
pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi
darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap
unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan
sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada
pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar
diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat
kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh. Efek
samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.

12

Indikasi :
a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi massif
d. Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
2. Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor
pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita
hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. (2)
Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg
fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII.
Indikasi :
a. Hemophilia A
b. Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
c. Penyakit von wilebrand
Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :

0.5x Hb (Hb normal - Hb pasien) x BBAlbumin

13

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen


dipisahkan dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan
sampai menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml albumin 20% mempunyai tekanan
osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa.
Rumus Kebutuhan Albumin

albumin x BB x 0.8

3. Darah lengkap (whole blood)


Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap
juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII).
Volume darah sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml,
450 ml. Dapat bertahan dalam suhu 42C. Darah lengkap berguna untuk
meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat
0,90,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap.
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif,
meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan
dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata 20
ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.
Indikasi :
a. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka
bakar. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25%
dari volume darah total.

14

Rumus kebutuhan whole blood

6 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB


Ket :

Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien : Hb pasien saat ini

Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :


a. Darah Segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.
Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap
termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik.
Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk
pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih
dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif banyak.
b. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari
donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi
peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam laktat.
c. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah
tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan
karena afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar
dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar
kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.

15

2.10

Hal yang perlu diperhatikan


Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis.

Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung
penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait
dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani
perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita
hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka
atau pendarahan.
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan
kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan khusus, minimal
setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah semisalnya harus dicabut,
tentunya dapat menimbulkan perdarahan.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar
tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada
sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat).
Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat
meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan.
Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk
kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan.
Jadi, siapa bilang penderita hemofilia tidak dapat beraktifitas dan menjalani hidup
layaknya orang normal.

16

2.11 Dampak Hospitalisasi pada Anak Hemofilia


Dampak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,
baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya),
lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya,
pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat
langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku
dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi
semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya
respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa pasien yang
mengalami kegoncangan jiwa akanmudah terserang penyakit, karena pada kondisi
stress akan terjadi penekanan sistem imun (Subowo, 1992). Pasien anak akan
merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan sosial keluarga,
lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan
perhatian akan mempercepat proses penyembuhan.
Dampak hospitalisasi yang dialami anak dan keluarga akan menimbulkan stress
dan rasa tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Reaksi di RS sesuai dengan perkembangan anak
a. Bayi 0-1 th
Bayi: rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu
6 bulan: sulit memahami perawatan, belum dapat mengungkapkan yang
dirasakan, menunjukkan banyak perubahan.
8 bulan: sudah mengenal ibunya tranger anxiety , penolakan dengan manifestasi
menangis, marah dan gerakan berlebih
b. Toddler 1-3 th
Komunikasi bahasa belum memadai, sumber stress separatic anxiety, analytic
depression
Respon anak:

Tahap protes (protest)

17

Tahap putus asa (despair)

Tahap menolak/ denial (detachment)


c. Usia pra sekolah 3-6 th
Telah dapat menerima perpisahan dengan orang tua, masih butuh perlindungan
orang tua.
Reaksi:

Menolak makan

Menangis pelan

Tetap kooperatif
d. Usia sekolah 6-12 th
Khawatir akan perpisahan sebaya, takut kehilangan keterampilan, kesepian.
Anak berusaha: independen dan kooperatif, kehilangan control dan kekuatan,
RS: peran, tacit mati, kelemahan fisik, kehilangan kegiatan dalam kelompok.
e. Usia remaja 12-15 th
Tajut akibat perpisahan dengan sebaya, kehilangan status hubungan dengan
kelompoknya, penyakit cacat fisik ancaman terhadap identitas diri.
Reaksi anak:

Tidak kooperatif

Menarik diri

Marah/frustasi

Reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dirawat di RS

Reaksi orangtua

Reaksi sibling

Peran perawat dalam mengurangi stress akibat hospitalisasi.

Mencegah/ meminimalkan dampak dari perpisahan

Rooming in

Partisipasi orang tua

Membuat ruang perawatan seperti situasi rumah

Membantu anak mempertahankan kontak (relasi)

18

Mencegah perasaan kehilangan control

Physical restriction

Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari

Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri

Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi

Membantu perkembangan hubungan orantua-anak

Member kesempatan untuk pendidikan

Meningkatkan self mastery

Member kesempatan untuk sosialisasi

Member support pada anggota keluarga

Member informasi

Melibatkan sibling

Bermain untuk mengurangi stress hospitalisasi:

Tujuan bermain di RS

Dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain

Dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal

Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan yang tepat

Agar anak beradaptasi lebih efektif terhadap stress

19

2.12

Pathway
Kurang faktor pembekuan
VIII
(zat
antihemofili
globulin)

faktor IX protein pada darah


yang menyebabkan masalah
pada proses pembekuan darah

Faktor VIII protein pada


darah
yang
menyebabkan
masalah
pada
proses
pembekuan
darah pembentukan
Terjadi
hambatan
normal dan pemadatan sumbat
trombosit yang telah terbentuk
pada jejas vaskular

Faktor X tidak
teraktifasi
Ca+, fosfolipit dan
faktor V tidak aktif

Saat trombosit pecah


Zat antihemofili tidak
dikelurkan
Tromboplastin/
trombokianase tidak
terbentuk
Sekresi protombin
ke dalam plasma
tidak terbentuk
Protombin tidak bisa
berubah
menjadi
Fibrinogen
tak bisa
trombin
berubah
menjadi
fibrin

Trombin
tidak
dapat
membantu
fibrinogen

Tidak terjadi proses


pembekuan darah

20

HEMOFILIA

Kerusakan
pembuluh darah
Kebocoran darah melalui
lubang di dinding pembuluh
darah
Hemoragi
MK: Resiko Cidera

Perdarahan
akibat trauma
Darah sukar beku
Hemartrosis
Tekanan antar
sendi

Hematoma
MK: Nyeri

Kehilangan
banyak darah
MK: defisit
volume cairan;
darah

MK: intoleransi
aktivitas

2.13

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Hematologis
b. Hemoragi dan perdarahan lama
c. Memar superficial
d. Splenomegali
e. Genitorinaria
f. Hematuria spontan
g. Musculoskeletal
h. Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang
terkena, ROM terbatas), dan peningkatan suhu serta edema pada tempat
perdarahan)
i. Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan peningkatan suhu,
serta edema pada tempat perdarahan)
j. Meta, telinga, hidung, dan tenggorok

21

k. Epistaksis
l. Gusi berdarah

2. Diagnosa
a. Deficit Volume Cairan; Darah berhubungan dengan kehilangan banyak
darah.
b. Nyeri

yang

berhubungan

dengan

perdarahan

dan

pembengkakan

(Hematoma).
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Peningkatan tekanan antar sendi.
d. Resiko cidera berhubungan dengan hemoragi

3. Intervensi
a. Deficit Volume Cairan; Darah berhubungan dengan kehilangan banyak
darah.
Kriteria Hasil : keseimbangan cairan klien terpenuhi. TD dalam batas
normal, Nadi teraba, Tidak terdapat haus abnormalmembran mukosa
lembab, Intake dan output 24 jam.
Intervensi

Rasional

22

Pantau asupan dan haluan cairan setiap jam.

ini

intravena, nutrisi parenteral total, dan setiap

cairan bayi dan kebutuhan intervensi

pemberian makanan per oral atau melalui slang

lebih lanjut.

Perubahan

berat

badan

dapat

perubahan

dalam

program.

mengindikasikan

Timbang bayi pada waktu yang sama setiap hari,

keseimbangan cairan bayi.

skala

yang

sama

untuk

Tanda

dehidrasi

memperoleh hasil pengukuran yang akurat.

perlunya

Observasi

mengatasi

adanya

tanda-tanda

dehidrasi

(oliguria, kulit kering, turgor kulit buruk, dan

mengindekasikan

intervensi

segera

kekurangan

untuk

cairan

pada

anak.

fontanel serta mata cekung).

semacam

memungkinkan evaluasi keseimbangan

menggunakan

Pamantauan

Ketika mengukur asupan cairan, catat cairan per

nasogastrik. Tingkatkan pemberian cairan, sesuai

Pemantauan

dapat

mengevaluasi

Pantau tahanan perifer total bayi, tekanan darah,

keseimbangan cairan dan elektrolit.

elektrolit, kadar protein total, albumin, nitrogen

Keseimbangan yang tidak diperbaiki

urea darah, dan kreatinin serta hitung dara

dapat

lengkap

bradikardia, aritmia, atau hipotensi.

(lihat

apendika

E,

nilai

temuan

menyebabkan

laboratorium normal), sesuai program. Laporkan

Temuan

yang

setiap kelainan dengan segera.

mengindikasikan

takikardia,

tidak

normal

penolakan

atau

malfungsi hati.

b. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan.


Criteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh
ekspresi wajah rileks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur, dan tidak ada
kebutuhan obat analgesik.

TINDAKAN/INTERVENSI
Kaji tingkat nyeri anak dengan

RASIONAL
Pengkajian ini member data yang

menggunakan alat pengkajian nyeri.

sangat

Beri obat analgesic (bukan salisilat atau

menentukan

23

penting

bertujuan

keefektifan

untuk

intervensi

produk mengandung aspirin), sesuai

untuk mengendalikan rasa nyeri, dan

program.

untuk memantau status perdarahan


anak karena nyeri yang konsisten atau
meningkat, dapat m,engidentifikasikan
perdarahan berlanjut.

Obat analgesic dapat meredakan rasa


nyeri (mode kerja obat bergantung
pada obat spesifik yang digunakan).
Obat aspirin dan salisilat lain dapat
memperpanjang waktu protromnin dan
menghambat agregasi trombosit.

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Peningkatan tekanan antar sendi.


Criteria hasil : anak mampu beraktifitas tanpa adanya peningkatan tekanan antar
sendi.
TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

24

Anjurkan anak untuk melakukan latihan

Latihan

isometric, sesuai program.

kekuatan otot dengan cara menegangkan otot-

Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang

otot tanpa menggerakkan sendi.

kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya

Alat-alat

alat

upaya

mempertahankan posisi fungsional dari otot

mengembangkan program latihan ROM

dan sendi, serta mencegah atau mengurangi

aktif dan pasif.

tingkat deformitas fifik. Latihan ROM pasif

Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan

dan aktif meningkatkan tonus dan kekuatan

nyeri,

otot sekitar sendi, serta membantu mencegah

penopang

sebelum

dan

tentang

memulai

setiap

sesi

isometric

dapat

mempertahankan

penopang

membantu

atrofi dan ketidakmampuan otot.

latihan.

Member obat analgesic sebelum latihan, dapat


meningkatkan rasa nyaman dan kerja sama.

d. Resiko cidera yang berhubungan dengan Hemoragi


Criteria hasil : anak tidak menderita cedera akibat hemoragi.

TINDAKAN/INTERVENSI
Beri bantalan pada sisi pengaman tempat
tidur jika dibutuhkan.

Member
mengurangi

25

RASIONAL
pengaman tempat
resiko

cidera,

tidur

misalnya

Pastikan anak menggunakan setiap peralatan

memar yang mungkin terjadi akibat

protektif. Juga pastikan ia menggunakan sikat

terantuk tanpa sengaja.

gigi berbulu lunak untuk membersihkan

giginya.

Ketika
lakukan

membatu
mengumpulkan
pengambilan

daripadamelalui

fungsi

specimen
darah

subkutan,

jika

risiko

cedera

gigi

jika

kemungkinnan lebih kecil mencederai

memungkinkan.

yang

berbulu

halus

memiliki

gusi.

Mengambil darah dengan cara menusuk

Setelah itu, beri tekanan pada area tersebut

jari,

selama sekurang-kurangnya 5 menit.

mengurangi risiko kehilangan darah

Setelah setiap episode perdarahan, imobilisasi

berlebihan.

area perdarahan dan kompres dengan es.

mengurangi

protektif

jari

di

vena

peralatan

akibat jatuh yang rutin dilakuakan. Sikat

darah,

memungkinkan. Ketika memberikan injeksi,


gunakan

Mengguankan

bukan

melalui

pungsi

vena,

Tindakan imobilitas dan meninggikan

Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada

area oerdarahan sampai di atas tinggi

tepi yang tajam.

jantung, dapat mengurangi aliran darah


ke area perdarahan dan mencegah
keluarnya
mempercepat

bekuan

darah.

vasokonstriksi

Es
dan

mengurangi rasa nyeri,

Mainan bertepi tajam dapat measerasi


atau menusuk kulit anak.

4. Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah dibuat:
a. Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk rumah sakit,
b. Perubahan status anak
c. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan

26

d. Asupan dan haluaran cairan


e. Status pertumbuhan dan perkembangan
f. Asupan nutrisi
g. Respons anak terhadap terapi
h. Reaksi anak dan orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi
i. Pedoman penyuluhan pasien dan keluarga
j. Pedoman perencanaan pemulangan.

BAB III
PEMBAHASAN

27

An. R berusia 1th jenis kelamin laki-laki datang ke RS tanggal 5 oktober 2011
bersama kedua orang tuanya. Orang tua an.R mengatakan bahwa tadi pagi an.R belajar
berjalan kemudian jatuh, dagunya membentur kursi. An.R mengalami lidah berdarah dan
sampai saat ini tidak berhenti. Keadaan an.R tampak lemah, pucat, terdapat memar pada
dagunya dan an.R menangis tanpa henti. Pada pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan : trombosit normal, PTT (Partial Tromboplastin Time) amat memanjang dan
defisiensi faktor VIII. Perawat melakukan perawatan mulut, memberikan kompres dingin
dan diberikan aminokaproat. Didapatkan TTV: TD 90/60 mmHg, N 170 x/mnt, RR 50
x/mnt.
1. Pengkajian
a. Identitas klien :

Nama

Jenis kelamin

Umur

Status perkawinan: -

Pendidikan

:-

Suku/Bangsa

: Indonesia

Alamat

Pekerjaan

Sumber informasi : Keluarga pasien (orang tua pasien)

b. Keluhan utama

: An.R
: Laki-laki
: 1 tahun

: Ds.Jatimulyo-Tuban
:-

: Perdarahan

c. Riwayat penyakit Sekarang

28

P :

pagi hari saat an.R berlatih berjalan mengalami jatuh, lidahnya

berdarah sampai siang ini tidak berhenti sehingga sekarang dibawa ke Rs

Q :

perdarahan lidah muncul saat an.R jatuh dan dagunya terbentur dan

an.R tidak berhenti menangis

R :

perdarahan terjadi pada lidah akibat dagunya terbentur

S :

perdarahan dirsakan an.R sangat menganggu aktivitas bermainnya,

dan an.R menangis terus menerus

T :

perdarahan mulai terjadi pada saat pagi hari hingga siang ini di

bawa ke RS
d. Riwayat Penyakit Dahulu

:-

e. Riwayat Penyakit Keluarga

: kakeknya pernah menderita hemofilia

f. Observasi dan Pemeriksaan Fisik.


1) Keadaan Umum :

Lidah berdarah

Memar di dagu

Tampak pucat dan lemah

TTV :
a) S : 38 celcius (normal 36,2 37,8 celcius)
b) N : 170x/menit ( 80-160x/menit)
c) TD : 90/60 mmHg (96/66 mmHg)
d) RR : 50 x/menit (20 40 x/menit)

g. Body System

29

B1 (Breathing)
1) An.R mengalami takipnea dengan RR 170 x/mnt
2) An.R tampak lemah

B2 (Blood)
1) An.R mengalami perdarahan pada lidah
2) Tekanan darah hipotensi (90/60 mmHg)
3) Terlihat pucat
4) Tedapat memar pada dagunya

B3 (Brain)
1)

An.R menangis tanpa henti

B4 (Bladder)
1) Biasanya pasien hemophilia didapatkan hematuria

B5 (Bowel)
1) Pasien mengalami penurunan nafsu makan

B6
(Bone)
1) An.R terganggu bermainnya karena kondisinya lemah

h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Uji skrining untuk koagulasi darah
b) Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
c) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)

30

d) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor


koagulasi intrinsik)
e) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
f) Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
g) Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT],
serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali,
bilirubin). (Betz & Sowden, 2002)
i. Analisa data
DATA

ETIOLOGI

Ds :
Ortu

Trombositopenia
an.R

bahwa

tadi

mengatakan
pagi

an.R

belajar berjalan, an.R jatuh


dan

dagunya

terbentur

kursi. Lidahnya berdarah


dan sampai saat ini masih
mngeluarkan darah
Do:
TTV :

Pembekuan terganggu
Perdarahan spontan
Aliran darah ke jaringan
menurun
Hipoksia
Gangguan perfusi jaringan

S : 380C
N : 170x/menit
TD : 90/60 mmHg
RR : 50 x/menit

31

PROBLEM
Gangguan perfusi jaringan

terdapat

memar

pada

dagu
tampak pucat dan lemah
Terdapat perdarahan lidah
Pemeriksaan laboratorium
:
Trombosit

normal,

PTT

amat memanjang, defisiensi


faktor VIII

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul dari kasus :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan spontan
b. Resiko injury berhubungan dengan perdarahan yang lama
c. Nyeri berhubungan dengan perdarahan sendi
d. Defisit pemenuhan ADL berhubungan dengan hipoksia sekunder dari perdarahan
sendi
e. Perubahan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia
sekunder dari perdarahan lidah

3. Intervensi
32

Diagnosa
Gangguan

perfusi

jaringan

intervensi
berhubungan a. Beri

tekanan

Rasional
langsung a.

Tekanan langsung

dengan perdarahan spontan

pada tempat perdarahan (mis. pada tempat perdarahan

Tujuan :

abrasi atau laserasi sekurang- dapat

Perdarahan
berhenti

Criteria Hasil:

Perdarahan tidak ada

Tanda-tanda

Perfusi
jaringan
ada

dengan Capillary Refil Time

Kadar faktor VIII,


IX,

XI,

XII

meningkat

Dan

penurunan

c. Pertahankan agar area


terjadinya perdarahan tidak
bergerak (imobilisasi).

waktu tromboplastin d.
parsial.

pembentukan bekuan

vital b. Kaji tingkat perfusi pasien b. Untuk

sesuai usia
tidak

kurangnya 15 menit)

meningkatkan

Kompres

area

yang

untuk memilih aktivitas yang


dapat diterima dan aman
Ajarkan

detik.

mengurangi
darah

aliran

ke

area
dan

mencegah

bekuan

keluar.
d. Es

mempercepat

metode vasokontrisi

perawatan / kebersihan gigi


g.

normal kurang dari 3

perdarahan

Dorong orang tua anak

f.

nilai perfusi pasien CRT

c. Imobilisasi

terkena dengan es.


e.

mengetahui

e. Aktivitas yg aman dan

Beri nasehat pasien dapat

diterima

dapat

untuk tidak mengkonsumsi mengurangi resiko cidera


aspirin,

bisa

disarankan

menggunakan aminokaproat
h.

f. Mencegah

adanya

perdarahan pada tempat

Merancanakan untuk lain

dilakukan tindakan transfusi


darah

g. Obat
salisilat

aspirin
lain

dapat

memperpanjang

waktu

protombin
menghambat

33

dan

dan
agregasi

trombosit.

Sedangkan

aminokaproat

dapat

meningkatkan

proses

bekuan darah.
h. Transfuse darah adalah
tindakan

untuk

mengganti

komponen

darah yang hilang, baik


sel

darah

darah

merah,

putih,

sel

ataupun

trombositnya.

4. Implementasi
Jadwal
Hari rabu,05 oktober 2011
An.R dilakukan :

Implementasi
a. Member tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis. abrasi
atau laserasi sekurang-kurangnya 15 menit)
b. Mengkaji tingkat perfusi pasien dengan Capillary Refil Time
c. Mempertahankan agar area terjadinya perdarahan tidak bergerak
(imobilisasi).
d. Melakukan kompres area yang terkena dengan es.
e. Mendorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat
diterima dan aman
f. Mengajarkan metode perawatan / kebersihan gigi
g. Memberi nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin,
bisa disarankan menggunakan aminokaproat
h. Memberikan perencanaan untuk dilakukan tindakan transfusi
darah

5. Evaluasi
34

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk


memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien
a. S

: orang tua an.R mengatakan bahwa perdarahan berkurang

b. O

c. TTV dalam batas normal

TD

: 96/66 mmHg

: 100 x/mnt

RR

: 24 x/mnt

: 37 celcius

d. An.R tampak lebih ceria dari sebelumnya


e. An.R sudah berkurang menangisnya
f. Memar pada dagu hilang
g. Pemeriksaan PTT normal dalam waktu 25 detik

: masalah teratasi sebagian

: lanjutkan intervensi

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
35

Gangguan pendarahan congenital yang biasanya diturunkan sebagai sifat


resesif terkalit X (beberapa kasus muncul sebagai mutasi gen spontan), hemofilia
yang disebabkan oleh defisiensi factor VIII tipe hemophilia ini bertanggung jawab
terhadap sebesar 80% dari seluruh anak ynag terjangkit, dan diklasifikasi sebagai
ringan, sedang, atau berat.
Hemophilia ringan mengakibatkan perdarahan yang lama, mudah memar, dan
kecendrungan yang mengarah ke epistaksis (hidung berdarah) dan perdarahan gusi.
Hemophilia sedang mengakibatkan perdarahan yang lebih sering dan lama, serta
kemungkinan hematrosis (perdarahan kedalam sendi). Bentuk yang berat
mengakibatkan perdarahan yang berlebih (kadang-kadang spontan), hemoragi
subkutan dan intramuscular, serta perdarahan ke rongga sendi. Terapi meliputi
pemberian kriopresipitat dan steroid juga terapi fisik. Komplikasi yang pontensial
meliputi deformitas sendi, hemoragi, dan kematian. Prognosis ini bergantung kepada
keparahan penyakit.
4.2 Saran
Pada Landasan Teori dan Pembahasan terdapat perbedaan pada diagnosa nya.
Antara lain pada Landasan Teori terdapat diagnosa Deficit Volume Cairan; Darah
berhubungan dengan kehilangan banyak darah, Nyeri yang berhubungan dengan
perdarahan dan pembengkakan (Hematoma), Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan Peningkatan tekanan antar sendi sert Resiko cidera berhubungan dengan
hemoragi. Sedangkan pada Pembahasa mempunyai diagnosa yaitu Defisit pemenuhan
ADL berhubungan dengan hipoksia sekunder dari perdarahan sendi dan Perubahan
nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia sekunder dari
perdarahan lidah.
Pada Pembahasan kasus, penulis hanya mencantumkan satu intervensi.
Sebaiknya penulis mencantumkan semua intervensi agar para pembaca mengetahui
penanganan pada pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang bersangkutan.

36

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Meadow, Roy & Simon Newell. 2005. Pedriatika. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

37

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathway. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai