Anda di halaman 1dari 10

Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang

sering terjadi di negara maju maupun di negara


berkembang. Stroke ditandai sebagai bentuk akut
defisit neurologis fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam dan berhubungan
dengan gangguan pembuluh darah intrakranial atau
ekstrakranial.).
Faktor resiko penyebab stroke berupa hipertensi,
diabetes melitus, hiperlipidemia, hiperhomosisteinemia,
dan merokok. Hipertensi merupakan faktor resiko
utama penyebab stroke, sehingga penanganan yang
baik pada hipertensi dapat menurunkan insiden dan
angka kematian akibat stroke

Stroke dapat menyebabkan terjadinya

disabilitas jangka panjang. Malnutrisi


merupakan keadaan yang sering ditemukan
setelah kejadian stroke. Kemampuan untuk
mengkonsumsi nutrisi oral yang adekuat
dipengaruhi oleh berbagai faktor non nutrisi
seperti kekuatan lengan, koordinasi,
kesadaran, disfagi, dan depresi. Oleh karena
itu, modifikasi faktor resiko nutrisi dalam
mencegah stroke dan modifikasi nutrisi untuk
disfagia perlu mendapat perhatian

Disamping terapi farmakologi dan non farmakologi lainnya,

terapi nutrisi pada pasien stroke sangat penting. Hal ini


karena pada pasien stroke tidak jarang terjadi
keterbatasan dan gangguan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari termasuk makan. Gangguan menelan pada
stroke juga bisa menjadi salah satu penyebab kurangnya
asupan makanan hingga mengakibatkan kondisi
kekurangan nutrisi yang dapat dilihat dari penurunan berat
badan dan nafsu makan pasien. Sebuah studi terbaru
menemukan bahwa tingginya angka prevalensi malnutrisi
pada pasien stroke. Oleh karena itu diperlukan modifikasi
diet yang disesuaikan dengan kondisi pasien, baik dari
segi cara pemberiannya, jenis makanannya, jumlah
kalorinya, dan batasan terhadap beberapa jenis makanan.

TUJUAN DIET STROKE


Diet stroke bertujuan untuk memberikan

makanan yang cukup untuk memenuhi


kebutuhan gizi pasien dengan
memperhatikan keadaan dan komplikasi
penyakit. Memperbaiki keadaan stroke
seperti disfagia, pneumonia, kelainan
ginjal, dan dekubitus serta
mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit.

SYARAT DIET STROKE


Menurut Almatsier (2009), Diet khusus pasien stroke memiliki beberapa syarat,
diantaranya:
Energi yang cukup, yaitu 24-45 kkal/kgBB. Pada fase akut, diberikan 1500
kkal/hari.
Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Jika pasien berada dalam kondisi gizi kurang,
berikan protein sebanyak 1,2-1,5 g/kgBB.
Lemak cukup, sebesar 20%-25% dari kebutuhan energi total. Upayakan untuk
mengonsumsi lemak tidak jenuh ganda, dengan membatasi konsumsim lemak
jenuh, yaitu kurang dari 10% dari kebutuhan energi total. Sedangkan, batas
kolestrol kurang dari 300 mg.
Karbohidrat cukup, yaitu 60%-70% dari kebutuhan energi total.
Cukup akan vitamin, terutama vitamin A, riboflamin, vitamin B6, asam folat,
vitamin B12, serta vitamin C dan E.
Mineral yang cukup, seperti kalsium, magnesium dan kalium.
Konsumsi serat yang cukup untuk membantu menurunkan kadar kolesterol dan
pencegahan terhadap sembelit.
Cairan cukup, sebanyak enam sampai delapan gelas sehari, kecuali pada pasien
dengan keadaan edema (pembengkakan) harus dibatasi asupan cairannya.
Makanan diberikan dalam porsi kecil (sedikit) dan sering (pada jeda waktu yang
tidak terlalu lama).

TAHAP DIET STROKE


Berdasarkan tahapnya diet stroke dibagi menjadi 2 fase,
yaitu (Almatsier, 2009):
Fase akut
Fase akut (24-48 jam). Pada fase ini, pasien dalam
keadaan tidak sadar atau kesadarannya menurun.
Oleh karena itu, pemberian makanan tidak dapat
melalui mulut seperti makan pada umumnya.
Pemberian makanan parenteral (nothing per oral/NPO),
seperti melalui infus dan dilanjutkan dengan makanan
enteral dengan menggunakan pipa nasogastri/NGT.
Kebutuhan energi pada NPO total adalah AMB x 1 x
1,2; protein 1,5 g/kgBB; lemak maksimal 2,5 g/kgBB;
dan dektrosa maksimal 7 g/kgBB.

Fase pemulihan

Fase pemulihan merupakan fase ketika


pasien sudah sadar dan tidak mengalami
gangguan fungsi menelan atau disfagia.
Makanan sudah bisa diberikan melalui
mulut dalam bentuk makanan cair,
makanan saring, makanan lunak, dan
makanan biasa yang diberikan secara
bertahap.

TERAPI NUTRISI PADA KOMPLIKASI STROKE

STRESS ULCER
Pasien dipuasakan
Pada perdarahan yang banyak (lebih dari 30% dari volume
sirkulasi), penggantian dengan transfusi darah perlu dilakukan
(Class IV, Level of evidence D). Untuk mengganti kehilangan
volume sirkulasi cairan pengganti berupa koloid atau kristaloid
dapat diberikan sebelum transfusi. (Class IV, Level of evidence
B). Infusion line: Infus NaCl 0,9%, RL atau plasma expander.
Pasang pipa nasogastrik dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6
jam sampai darah berhenti.
Pemberian penghambat pompa proton seperti omeprazole atau
pantoprazole diberikan secara intravena dengan dosis 80 mg
bolus, kemudian diikuti pemberian infus 8 mg/jam selama 72
jam berikutnya.
Pemberian nutrisi makanan cair jernih diit pasca hematemesis
sangat membantu percepatan proses penyembuhan stress ulcer.
Pemberian nutrisi haru dengan kadar serat yang tinggi dan
dihindarkan dari makanan yang merangsang atau mengiritasi
lambung.

Disfagia (perdossi, 2011):


Penatalaksanaan
Modifikasi diit merupakan standar manajemen pada pasien
stroke dengan disfagia dan memiliki efek yang
menguntungkan (SIGN, Level of evidence 2+). Teknik ini
digunakan jika pasien hanya mengalami aspirasi ketika
menelan. Tes ini akan menunjukkan konsistensi makanan
apa saja yang ditoleransi denan baik. Pada kasus disfagia
yang berat, ketika pasien stroke mengalami kurang gizi
atau dehidrasi akan digunakan pipa nasogatrik atau
gastrotomi endoskopi perkutan (PEG), yang dimasukkan
melalui kulit secara langsung. Risiko PEG lebih sedikit dari
pada pipa nasogastric karena bersifat invasive, dapat
terjadi infeksi local dan peritonitis. Pasien yang mendapat
terapi enteral lebih dari 4 minggu dianjurkan memakai
PEG dan harus dilakukan follow up berkala (SIGN, Grade
B).

Anda mungkin juga menyukai