Anda di halaman 1dari 14

Monday, January 10, 2011

Mempertahankan Fungsi Hutan dengan Upaya Konservasi Sumber Daya Air

Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang


besar memiliki arti dan fungsi penting dalam menyangga sistem kehidupan.
Berbagai manfaat besar dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui
fungsinya baik sebagai penyedia sumberdaya air bagi manusia dan
lingkungan, kemampuan penyerapan karbon, pemasok oksigen di udara,
penyedia jasa wisata dan mengatur iklim global.
Dalam pengelolaan hutan, sudah saatnya didorong untuk
mempertimbangkan manfaat, fungsi dan untung-rugi apabila akan dilakukan
kegiatan eksploitasi hutan. Berapa banyak nilai dari fungsi yang hilang akibat
kegiatan penebangan hutan pada kawasan-kawasan yang memiliki nilai
strategis seperti pada kawasan hutan di daerah hulu DAS, sehingga
pertimbangan- pertimbangan tersebut dapat dijadikan sebagai masukan dan
bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan hutan
di Indonesia.

Akibat banyaknya lahan yang beralih fungsi yang tadinya


merupakan kawasan resapan menjadi kawasan pertanian dan pemukiman
akan menyebabkan terganggunya daur air kawasan. Dalam abad 21
mendatang semakin dirasakan akan adanya keterbatasan alam dalam
menyediakan air bagi kehidupan. Jumlah pasokan air wilayah yang
berasal dari hujan relatif tetap, mulai dirasakan tidak mengimbangi tingkat
kebutuhan.
Kelimpahan sumberdaya air yang dimiliki Indonesia tidak
menjamin melimpahnya ketersediaan air wilayah pada dimensi
tempat
dan dimensi waktu. Variasi iklim serta kerentanan sistem sumberdaya
air terhadap perubahan iklim akan memperparah status krisis air yaitu
dengan meningkatnya
frekuensi
banjir
dan panjangnya
kekeringan, sehingga ketersediaan air semakin tidak dapat mengimbangi
peningkatan kebutuhan air untuk berbagai penggunaan.
Di samping itu dengan dipacunya pertumbuhan ekonomi,
permintaan akan sumberdaya air baik kuantitas maupun kualitasnya semakin
meningkat pula dan di tempat- tempat tertentu melebihi ketersediaannya.
Hal ini menyebabkan sumberdaya air dapat menjadii barang yang langka.
Fungsi Hutan

diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat


besar bagi kehidupan manusia antara lain peredaman terhadap banjir, erosi
dan sedimentasi serta pengendalian daur hidrologis.
Fungsi hutan dalam pengendalian daur hidrologis dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a.
Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui
proses :

Evapotranspirasi

Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.

b.

Menambah uap air diatmosfir

c.
Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses
intersepsi.
d.

Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :

Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan

Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan.

e.
Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan karakteristik fisik
tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan dinamika
bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Fungsi kawasan hutan sebagai pengendali daur hidrologi dapat
dilihat dari dua sudut pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep
panen air (water harvesting) dan dengan konsep penghasilan air (water
yield).
Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran
permukaan (run off) yang dapat digunakan, sedang jumlah air yang dapat
dihasilkan bergantung pada debit air tanah. Kedua tujuan tersebut
memerlukan perlakuan yang berbeda.
Untuk meningkatkan panenan air, infiltrasi dan perkolasi harus
dikendalikan, sedang untuk meningkatkan penghasilan air, infiltrasi dan
perkolasi justru yang harus ditingkatkan. Konsep penghasil air menjadi azas
pengembangan sumber air di kawasan beriklim basah, karena konsep panen
air akan membawa resiko besar, berupa peningkatan erosi dan juga akan
banyak memboroskan lahan untuk menampungnya.
Semua fungsi hutan tersebut bersifat dinamik yang akan berubah
dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan

yang telah mantap, perubahan fungsi hutan mungkin hanya nampak secara
musiman, sesuai dengan pola sebaran hujannya.
Fungsi hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari
fungsitajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi
belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah
yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water
harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena
jumlah air yang
hilang
sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu
kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Dengan demikian
pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting dilaksanakan
sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.
Fungsi menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber
penyebab kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor
yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah
radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan
ketersediaan
air
di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah.
Lengas
tanah
berperanan
terhadap
terjadinya
evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap
besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah,
lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan
air.
Fungsi ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya
lengas tanah hutan. Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air
(lengas tanah), karena memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan
udara/cairan atau bersifat porous. Bagian lengas tanah yang tidak dapat
dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami yaitu dengan osmosis, gravitasi
atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan
air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada kandungan air tanah
terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang pori tanah
terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman pada
tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini
tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang
tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk
menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan.
Fungsi ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil
air). Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan
dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan
pada suatu keadaan berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di
musim kemarau. Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik
mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan

air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan


ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa
banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik tetap
mengalir pada musim kemarau.
Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa fungsi hutan
sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator
air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat hidup
masyarakat disekitar hutan.
Namun fungsi tersebut sangat dibatasi oleh beberapa faktor antara lain :
a.
Sifat pertumbuhannya yang dinamik yang tergantung kepada waktu dan
musim.
b. Nilai fungsi juga ditentukan oleh struktur hutan, luas, komposisi jenis,
keadaan pertumbuhan serta letak.
c.
Nilai fungsi untuk suatu keadaan ekosistem hutan tertentu juga dibatasi
oleh iklim, keadaan geologi, geomorfologi dan karakteristik tanah.
Degradasi Fungsi Hutan
Indonesia memiliki jutaan hektar lahan kritis dan daerah aliran
sungai (DAS) yang terdegradasi, sehinga perlu dilakukan upaya perbaikan.
Salah satu cara untuk memperbaiki DAS terdegradasi adalah melalui
kampanye penanaman pohon. Selain itu, diperlukan pula upaya untuk
memperbaiki kebijakan yang berkaitan dengan tata guna dan pengelolaan
lahan kritis dan DAS.
Berbagai surat kabar dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
pemerhati lingkungan selalu menyoroti masalah perusakan hutan dan
penebangan liar setiap kali terjadi bencana banjir dan tanah longsor.
Hilangnya hutan dianggap sebagai satu-satunya penyebab hilangnya fungsi
hidrologi DAS dan masyarakat yang tinggal di pegunungan seringkali
dianggap sebagai penyebab rusaknya lingkungan.
Penyebab terdegradasinya fungsi hutan sedkit banyak dipengaruhi oleh :
1.

Pemanfaatan lahan dan pengelolaan tanah yang tidak tepat

Pemanfaatan lahan dan pengelolaan tanah yang tidak tepat di


daerah tangkapan air menjadi salah satu sebab terjadinya percepatan erosi
dan secara langsung dapat menurunkan produktifitas tanah, menurunkan
kemampuan DAS dalam penyediakan air sepanjang tahun serta menurunkan
kualitas dan kuantitas air yang mengalir di badan sungai.
2.

Peningkatan jumlah penduduk dan alih fungsi lahan

Pertambahan penduduk yang semakin meningkat seiring dengan


kebutuhan penduduk akan ruang-ruang hunian dan ruang pekerjaan
membuat beberapa areal lahan mengalami perubahan fungsi secara
dramatis.
Perubahan fungsi lahan yang tidak disertai dengan penataan
tata ruang wilayah yang baik ini, membuat kondisi hidrologis DAS berubah
pula. Terutama hal ini berkaitan dengan masalah konservasi daerah
tangkapan air.
Peningkatan jumlah penduduk yang mengiringi peningkatan
tingkat kebutuhan lahan untuk penyokong kehidupan dan penghidupan
penduduk mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan DAS dan telah
banyak terbukti menciptakan lahan kritis baru.
3.

Alih Fungsi sempadan dan bantaran sungai

Kebutuhan penataan Sempadan Sungai saat ini menjadi isu


yang berkembang di tingkat pengelola dan perencana pembangunan daerah.
Melihat kondisi seperti ini penataan sempadan sungai memang sudah perlu
untuk dilakukan. Hal ini menyangkut banyak hal, baik dari segi sosial
kemasyarakatan maupun dari segi hidrologi sungai itu sendiri, yang sedikit
banyak akan mempengaruhi hidromorfologi sungai.
4.

Eksploitasi Bahan Tambang

Eksploitasi bahan galian tambang (golongan C dan golongan lainnya) di


sungai yang tidak terkendali mengakibatkan degradasi lingkungan sungai.
Degradasi sungai akibat penggalian bahan tambang golongan C
ini akan terus berlanjut sampai pada suatu keseimbangan, besarnya
angkutan sedimen rata-rata di hilir pengambilan galian C sama dengan
besarnya angkutan sedimen rata-rata dari bagian hulu dikurangi dengan
banyaknya pengambilan galian C yang dilakukan. Untuk menjaga kondisi
morfologi sungai perlu penanganan pengambilan galian C ini secara baik dan
adil antara lain perbaikan regulasi, lokasi, sistem perijinan dan pengawasan.
Sedangkan eksploitasi tambang golongan yang lebih tinggi
mempunyai kecenderungan mengakibatkan kerusakan lingkungan DAS dan
terganggunya daur hidrologi dalam lingkup DAS tersebut. Hal ini disebabkan
oleh pada umumnya eksploitasi dilakukan dengan open pit dengan luasan
yang cukup besar, sehingga jelas arah aliran permukaan maupun aliran
bawah permukaan dalam kurun waktu tertentu akan berpindah.
Aksi Mempertahankan Fungsi Hutan
Aksi mempertahankan fungsi hutan dilakukan dengan

pelaksanaan konservasi sumber daya air. Konservasi SDA merupakan upaya


perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan air dan
pengendalian pencemaran air dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan
daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber air. Konservasi sumberdaya
air ini dilakukan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah,
sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, kawasan hutan dan kawasan pantai.
Berdasarkan kondisi permasalahan fungsi hutan yang telah
diuraikan diatas, maka penanganan konservasi pengelolaan sumberdaya air
dapat mengacu pada UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No.
7 Tahun 2004 dapat didownload secara gratis disini) dan dikelompokkan
menjadi tiga metode, yaitu (1) secara vegetasi, (2) secara sipil teknis, dan (3)
secara kimiawi dengan melaui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya.
Namun implementasi pelaksanaan aksi konservasi pada umumnya
dikembangkan menjadi : (1) aksi konservasi non sipil teknis, (2) aksi
konservasi teknis sipil non konstruksi, dan (3) aksi konservasi teknis sipil
konstruksi.
1.

Aksi Konservasi Non Sipil Teknis

Aksi konservasi SDA non sipil teknis dikelompokan lagi menjadi : (a)
Peraturan dan Kelembagaan, (b) konservasi vegetasi.
Aksi konservasi dari aspek Peraturan dan Kelembagaan
adalah kegiatan yang mendukung dan menunjang pelaksanaan konservasi,
pengawasan, memonitoring dan evaluasi kegiatan dan pelaksanaan
konservasi, serta pemberian sangsi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
menyebabkan berubah dan menurunnya kualitas lingkungan SDA, dengan
produk hukum, peraturan dan pembagian tugas dan tanggung jawab
kegiatan.
Konservasi secara vegetatif adalah penggunaan tanaman
atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga
dapat menurunkan daya rusak/energi air hujan yang jauh ke tanah,
menahan/mengurangi laju erosi tanah permukaan dan meningkatkan
pengisian lengas tanah dan air tanah. Konservasi tanah dan air secara
vegetatif ini menjalankan fungsinya melalui:
a.
Pengurangan daya perusak butiran hujan yang jatuh akibat intersepsi
butiran hujan oleh dedaunan tanaman atau tajuk tanaman.
b. Pengurangan volume aliran permukaan akibat peningkatan infiltrasi oleh
aktifitas perakaran tanaman dan penambahan bahan organik.
c.

Peningkatan kehilangan air tanah akibat meningkatnya evapotranspirasi,

sehingga tanah cepat lapar air.


d. Memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan
aliran permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman.
e.
Pengurangan daya rusak aliran permukaan sebagai akibat pengurangan
volume aliran permukaan, dan kecepatan aliran permukaan akibat
meningkatnya panjang lintasan dan kekasaran permukaan.

Konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara, antara lain :


a. Reboisasi, peningkatan kerapatan tegakan tanaman dan penutupan areal
terbuka.
b. Penutupan kembali/penanaman tegakan baru pada daerah sempadan
sungai.
c.

Penggalakan hutan kemasyarakatan dan GN-RHL, GN-KPA.

d. Peningkatan peran dan kesadaran masyarakat di sekitar kawasan hutan


dalam pemeliharaan, pelestarian, dan pengawasan.
e. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan Peraturan mengenai
pengelolaan hutan, batas-batas dan penebangan hutan ilegal.
f.

Perbaikan pengelolaan lahan pada lahan miring, antara lain :


Pengolahan lahan menurut kontur

Pengolahan lahan dan penanaman menurut garis kontur menurut


beberapa penelitian dapat mengurangi laju erosi sampai dengan 50%
dibanding dengan metode menurut lereng/memotong kontur.

Pembuatan Guludan (Contour Bunds)

Guludan berfungsi menghambat aliran permukaan dan menyimpan air di


bagian hulu guludan dan untuk memotong panjang lereng. Guludan efektif
untuk lereng dengan kemiringan kurang dari 6%.
g.

Perbaikan metode penanaman pada wilayah/lahan miring, antara lain :

Pertanaman dalam Strip

Pertanaman Berganda

Penggunaan mulsa

2.

Aksi Konservasi Sipil Teknis

a.

Aksi Konservasi Sipil Teknis Non Konstruksi

Aksi konservasi ini merupakan pendukung dari kegiatan konservasi sipil


teknis konstruksi yang kewenangannya dari beberapa instansi terkait.
Kegiatan dalam bidang ini antara lain :
Pemaduan dan koordinasi antar instansi dan melibatkan partisipasi
masyarakat dalam penyusunan perencanaan pemanfaatan sumber air dan
pengembangan konservasi secara terpadu dan menyeluruh di DAS
Sumbawa/Brang Biji.
Hasil dari kegiatan ini harus dituangkan dalam cetak biru kebijakan
Pembangunan Daerah dan diperkuat dengan hukum/peraturannya.

Perijinan, pengawasan dan pemantauan pemanfaatan sumber daya air.

Peraturan pengambilan galian tambang golongan C dan sempadan


sungai.

Peningkatan kualitas petugas/operator O&P dan fasilitas pendukungnya.

Sosialisasi program biopori dilingkungan pemukiman dan perkantoran.

Pengaturan batas sempadan sungai, danau, waduk dan sumber air.

Pemasangan patok batas sempadan

Peningkatan kualitas operator O&P dan fasilitas pendukungnya

Sosialisasi pembuatan biopori, sumur resapan, kolam penampung air, dll.

Program kali bersih dan wisata sungai

Peningkatan sarana dan prasarana sanitasi

b.

Aksi Konservasi Sipil Teknis Konstruksi

Prinsip dasar konservasi SDA adalah mengurangi banyaknya tanah yang


hilang akibat erosi dan longsor oleh kekuatan energi air dan merupakan salah
satu upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara
fisik (kandungan sedimen terlarut dalam air), sedangkan prinsip konservasi
air adalah memanfaatkan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien mungkin,
mengendalikan kelebihan air dimusim hujan, dan menyediakan air yang
cukup di musim kemarau (upaya pengawetan air). Dalam hal ini, konservasi

secara sipil teknis mempunyai fungsi:


memperlambat aliran permukaan
menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki
aerasi tanah
menyediakan air bagi tanaman.
Adapun usaha konservasi yang termasuk dalam metode sipil teknis antara
lain meliputi:
1)

Pembuatan/Pembentukan Terasering

Membentuk kemiringan lereng dengan pembentukan teras


dibuat melintang atau memotong kemiringan, berfungsi menangkap aliran
permukaan dan mengarahkan ke outlet yang stabil dengan kecepatan yang
tidak erosif.
Pembuatan atau pembentukan lahan dengan sistem
terasering dilakukan di kawasan DAS Hulu dan Tenga pada tingkat hutan non
lindung dan lahan budidaya dengan kemiringan lebih besar 6%. Kegiatan ini
dilaksanakan dan berada di wewenang Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan.
2)

Pembangunan Reservoir (Tampungan Air)

waktu tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, sehingga fungsi


dari reservoir adalah upaya konservasi SDA dari aspek Perlindungan dan
Pelestarian Sumber Air serta Pengawetan Air, sesuai dengan salah satu
tujuan konservasi SDA adalah menjaga kontinuitas air sepanjang tahun.
Fungsi ikutan dari pembangunan reservoir jika diterapkan pada
badan sungai adalah dapat mereduksi puncak banjir, sehingga daya rusak
banjir dapat dikurangi dan diminimalkan, bahkan jika mungkin dapat
ditiadakan.
Fungsi ikutan lainnya adalah dengan tereduksinya debit banjir
dapat mengurangi energi atau kecepatan aliran sehingga daya rusak air
terhadap kestabilan tebing sungai dan kawasan sempadan sungai, sehingga
kondisi lingkungan SDA dapt terlindungi dan terjaga.
Reservoir sebagai aksi konservasi pada DAS Brang Biji berupa :
Kolam tampungan air
Bendungan

3)

Pembuatan Sand Pocket/Ground Sill

Pembuatan Sand Pocket/groundsill, untuk mengurangi kecepatan


aliran, mengurangi laju erosi dan menangkap sedimen sehingga dapat
memperbaiki kemiringan (gradien) sungai. Konstruksi ini direncanakan
disemua anak sungai dengan gradien lebih besar dari 15%, berskala kecil,
sedang dan besar.
4)

Pembuatan Check Dam

Pembuatan Checkdam, dimaksudkan untuk menghambat kecepatan aliran


dan menangkap sedimen sehingga dapat memperbaiki kemiringan (gradien)
sungai.
Bangunan ini juga dapat didesain dan difungsikan sebagai bangunan
pelindung bangunan existing seperti dari kemungkinan hantaman material
besar (batu) yang terbawa aliran.
5)

Pembuatan Perkuatan Tebing dan Capturing Sumber Air

Bangunan ini berfungsi untuk menghindari kerusakan daerah resapan DAS


dan mata air dari kerusakan akibat erosi atau kelongsoran.
6)

Pembuatan Sumur Resapan

Merupakan sistem penampungan pembuangan air hujan berfungsi


menyimpan air hujan dan pengisian air tanah serta mengurangi aliran
permukaan. Untuk daerah dekat pantai (kota Sumbawa Besar dan sekitarnya)
pengisian air tanah dapat mencegah/mengurangi infiltrasi air laut ke daratan.
Sumur resapan mempunyai sistem kerja sebagai berikut :
Sumur resapan sebaiknya berada diatas elevasi/kawasan sumur-sumur
gali biasa.
Untuk menjaga pencemaran air dilapisan aquifer, kedalaman sumur
resapan hares diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined
aquifer) yang ditandai oleh adanya mataair tanah.
Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman/solum
tanah yang dangkal, kedalaman airtanah pads umumnya sangatlah dalam
sehingga pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan.
Demikian pula sebaliknya dilahan pertanian pasang surut yang berair tanah
sangat dangkal.
Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus
memiliki tangkapan air hujan berupa state bentang lahan baik berupa lahan
pertanian atau atap rumah.

Sebelum air hujan yang berupa aliran pemmukaan masuk kedalam sumur
melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air dibak control
terlebih dahulu.
Bak control terdiri dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan
gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.
Penyaringan ini dimaksudkan agar partikelpartikel debu hasil erosi dari
daerah tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak
menyumbat poripori lapisan aquifer yang ada.
Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan,
dasar sumur yang berada dilapidan kedap air dapat diisi dengan batu- belah
atau ijuk.
Pada dinding sumur tepat didepan pipa pemasukan, dipasang pipa
pengeluaran yang letaknya lebih rendah daripada pipa pemasukan untuk
antisipasi manakala terjadi overflow/luapan air didalam sumur. Bila tidak
dilengkapi dengan pipa pengeluaran, air yang masuk dengan sekat balok dll.
Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas
tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer
dan daya tampung lapisan aquifer. Pada umumnya diameter berkisar antaral1,5m
Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan
dana yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan bate bata atau buffs
beton. Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang agar air
dapat meresap juga secara horizontal.
Manfaat sumur resapan adalah sebagai berikut :
Mengurangi air limpasan, sehingga jaringan drainase akan dapat
diperkecil

Mencegah adanya genangan air dan banjir di daerah hilir

Mempertahankan tinggi muka airtanah yang semakin hari semakin


menurun, akibat defisit penggunaan air.
Mengurangi/menahan intrusi air Taut bagi daerah yang berdekatan dengan
wilayah pantai.
Mencegah penurunan/amblesan tanah (land subsidence), akibat
pengambilana ir tanah yang berlebihan

Mengurangi pencemaran air tanah

Menyediakan cadangan air untuk usahatani bagi lahan disekitarnya

Biaya pembangunan sumur resapan relatif murah, yaitu Rp.200 - 250 ribu

Dampak selanjutnya akan mengurangi debit puncak banjir, walaupun


tidak terlalu signifikan (pada umumnya untuk daerah kepadatan penduduk
rendah kemampuan reduksi banjir kurang <10%).
7)

Pembuatan Sistem Pengolahan Air Limbah

Bangunan ini diperlukan untuk menampung dan mengolah air limbah rumah
tangga dan industri terutama didaerah perkotaan, sebelum masuk ke sungai,
sehingga berfungsi mengurangi polutan masuk ke sungai.
Setiap rumah tangga atau kelompok rumah tangga harus
mempunyai sistem pengolah air limbah. Sosialisasi terhadap pentingnya
instalasi pengolah limbah dan merubah kebiasaan masyarakat membuang
langsung disungai atau badan air lainnya serta untuk menyediakan sistem
pengolahan limbah rumah tangga harus segera dilakukan mengingat kondisi
kualitas air di sungai terutama pada musim kering termasuk dalam kategori
tercemar salah satunya adalah dari unsur biologis.
8)

Pembuatan Konstruksi Biopori

Maksud dari konstruksi biopori adalah suatu konstruksi


dipermukaan tanah yang memungkinkan air hujan dan air permukaan
sebanyak mungkin dapat meresap kedalam tanah, sehingga konstruksi ini
berfungsi mengurangi aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi dan
perkolasi dan meningkatkan pengisian lengas tanah dengan air dan
meningkatkan muka air tanah. Fungsi konservasi dari konstruksi ini adalah
pengawetan air dan khusus daerah pantai atau hilir DAS dapat mengurangi
instrusi air laut karena muka air tanah dapat ditingkatkan.
Beberapa type konstruksi ini adalah :

Penggunaan grass block atau paving block sebagai pengganti beton


block/conblock atau lapisan aspal pada jalan lingkungan, carport, halaman
rumah, pertokoan dan perkantoran.

Penggunaan lubang resapan didasar saluran drainase bukan saluran


sanitasi, lubang resapan ini mempunyai prinsip dan cara kerja sama dengan
sumur resapan, hanya mempunyai dimensi/diameter kecil (dia.maks =0,20
cm dengan kedalaman 0,50 cm) dengan jarak/interval rapat. Semakin rapat
akan semakin meningkatkan fungsinya.
Penutup
Terpeliharanya kondisi DAS terjadi karena aliran sungai dikelola dengan baik,

apalagi didukung oleh insititusi sosial yang menjaga keseimbangan antara


kepentingan umum maupun individu. Masyarakat telah menyadari bahwa
dengan menanam pohon- pohon bernilai ekonomi di sela-sela sistem
pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan
mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah
akibat erosi dan aliran air.
Berhasil tidaknya masyarakat dalam mengelola lanskap
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut yang saling berinteraksi :

suatu

DAS

1.
jumlah penduduk (beserta ternak) dan bagaimana mereka saling
berinteraksi, termasuk interaksinya dengan pemerintah daerah. Sebagai
contoh, apakah mereka mempunyai aturan adat dan apakah aturan adat
tersebut masih mereka terapkan dalam kehidupan sehari- hari
2.
sistem penggunaan lahan atau jenis tutupan lahan dapat berbentuk
hutan alam, hutan bekas tebangan, tanaman pangan, pohon bernilai
ekonomis, padang rumput dan pematang yang ditanami makanan ternak,
jalan dan jalan setapak serta perumahan
3. kondisi tanah, seperti tingkat kepadatan tanah, tingkat penutupan tanah
oleh lapisan seresah, organisme tanah dan perakaran tumbuhan yang
berperan dalam menjaga struktur tanah dari pemadatan
4.
topografi lahan dan geologi tanah yang berkaitan dengan kecuraman
lereng, bukti adanya pergerakan tanah, sejarah geologi, gempa bumi dan
gunung meletus, keseimbangan antara pembentukan tanah dan erosi
5.
iklim dan cuaca yang berkaitan dengan curah hujan dan pola musim,
siklus harian cahaya matahari dan intensitas hujan (hujan lebat, gerimis),
pola aliran sungai yang mengikuti pola bebatuan dan perbukitan, ada
tidaknya 'meandering' (pembetukan kelokan sungai) yang menyebabkan
sedimentasi tanah yang mungkin berasal dari erosi dan tanah longsor, yang
dianggap merusak di masa lalu, namun akhirnya menjadi lahan yang subur.
Dalam memecahkan masalah pengelolaan Sumber Daya Air dan
upaya Konservasi Sumber Daya air harus ada kerja sama secara terpadu
antar berbagai disiplin ilmu seperti sosial politik, konservasi, kehutanan,
perencanaan wilayah, tanah, georgafi, geologi, hidrologi. Masing-masing
disiplin ilmu ini harus saling mengisi dan tidak dapat berdiri sendiri.
Kerjasama yang terpadu sangat diperlukan untuk memahami kelebihan
masing-masing displin ilmu, serta memahami pengetahuan dan persepsi
masyarakat dan pengambil kebijakan dalam memandang dan menyikapi
permasalahan dalam pengelolaan lanskap. Untuk itu komunikasi yang
terbuka antar pemangku kepentingan (peneliti/ilmuwan, masyarakat dan
pemerintah/pembuat kebijakan) perlu dijaga dan ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai